|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-leadership/69 |
|
e-Leadership edisi 69 (22-4-2010)
|
|
===========MILIS PUBLIKASI E-LEADERSHIP EDISI APRIL 2010============
PELAJARAN KEPEMIMPINAN DARI MUSA (II)
e-Leadership 69 -- 22/04/2010
DAFTAR ISI
EDITORIAL
ARTIKEL: Praktik Kepemimpinan Rohani
KUTIPAN
INSPIRASI: Rekan Sekerja
JELAJAH BUKU: Pahlawan Iman
==================================**==================================
EDITORIAL
Dalam artikel sebelumnya, kita telah menyimak beberapa hal mengenai
dasar pemanggilan Musa -- seorang yang dipakai Tuhan sebagai
pemimpin besar yang membebaskan bangsanya. Edisi kali ini masih
bertema sama. Namun, redaksi menyoroti satu aspek khusus mengenai
strategi kepemimpinan yang menuntun pada praktik kepemimpinan
rohani.
Pembahasan aspek khusus ini akan mengantarkan kita pada pengertian
yang lebih lanjut mengenai praktik ini, sebagaimana yang diterapkan
oleh Musa. Ia sudah menanggung tugas-tugas kepemimpinan yang begitu
berat. Kami berusaha menunjukkan hal-hal ini untuk memperlengkapi
kepemimpinan Anda.
Selamat menyimak. Tuhan memberkati.
Pimpinan Redaksi e-Leadership,
Desi Rianto
http://lead.sabda.org
http://fb.sabda.org/lead
==================================**==================================
Ajarilah aku, maka aku akan diam; dan tunjukkan kepadaku dalam hal apa
aku tersesat (Ayub 6:24).
< http://alkitab.sabda.org/?Ayub+6:24 >
==================================**==================================
ARTIKEL
PRAKTIK KEPEMIMPINAN ROHANI
Apakah kepemimpinan, khususnya kepemimpinan pastoral, merupakan
praktik rohani? Dorothy Bass mendefinisikan praktik sebagai
"kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia, serta kegiatan yang diolah bersama-sama untuk menciptakan
suatu cara hidup."
Apakah kepemimpinan dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia?
Pemimpin-pemimpin yang efektif akan mengajak komunitas, jemaat, dan
institusi-institusi untuk turut membahas masalah-masalah mereka yang
sangat berat dan rumit. Pemimpin juga menggerakkan mereka untuk
menghadapi tantangan-tantangan mereka yang terpenting. Dalam hal
ini, kepemimpinan memang memenuhi kebutuhan dasar manusia --
kebutuhan kita untuk menanggapi tantangan. Apabila tidak ada
seseorang atau sekelompok orang yang berjiwa pemimpin, maka
komunitas ataupun jemaat akan lumpuh.
Craig Dykstra menambahkan, "Praktik adalah aktivitas manusia yang
melaluinya kita bertumbuh dan berkembang dalam hal substansi dan
karakter moral, sebagai individu dan komunitas. Jika kepemimpinan
merupakan sebuah praktik, maka kepemimpinan bukan hanya membentuk
mereka yang dipimpin, tetapi juga orang-orang yang memimpin."
Kepemimpinan pastoral merupakan kebutuhan dasar manusia.
Kepemimpinan ini membentuk karakter moral kita. Namun, kepemimpinan
jenis ini tidaklah mudah, sebab pemimpin harus melakukan sesuatu
yang berisiko tinggi dan berbahaya. Kepemimpinan sejati tidak hanya
memengaruhi komunitas agar mengikuti visi sang pemimpin, namun
kepemimpinan itu juga memampukan komunitas untuk menghadapi
tantangan-tantangan terberatnya dan menjadi seperti yang Tuhan
inginkan. Pemimpin, sebagai orang yang memiliki visi, sering
mengalami banyak tekanan. Dalam hal ini, visi pribadi itu tidak
berasal dari seseorang, melainkan berasal dari Allah melalui
orang-orang yang telah dipilih-Nya.
Musa merupakan seorang pemimpin teladan -- dia menggerakkan umat
Israel untuk menghadapi tantangan mereka yang paling berat dan
sukar. Seperti yang dikatakan oleh Ron Heifetz dari Fakultas
Pemerintahan Kennedy Universitas Harvard, Musa memimpin sebuah
perjalanan "perubahan adaptif" -- sebuah perjalanan yang dapat
mengakibatkan risiko dan kerugian, perubahan hati dan pikiran,
kesediaan meninggalkan dunia dan jalan yang lama, dan digantikan
dengan pengenalan akan suatu dunia yang baru. Perjalanan itu
mengharuskan kita memercayai kekuatan yang melebihi diri kita
sendiri. Hakikat transformasi memerlukan dan dihasilkan dari
kepemimpinan rohani.
Kepemimpinan tidak sama dengan keahlian, walaupun keduanya
kadang-kadang disamaartikan. Orang-orang ahli memiliki kemampuan
teknis dan peralatan-peralatan. Sampai di sini, tidak ada yang salah
mengenai hal itu. Namun demikian, mereka tidak turut mendorong
orang-orang untuk menghadapi kerugian, risiko, dan kepercayaan.
Orang-orang seperti ini lazimnya menghindari tantangan pekerjaan
yang lebih sukar dengan melengkapi diri dengan menyibukkan diri
mereka dengan peralatan dan teknik tercanggih. Orang ahli melakukan
pekerjaan untuk kita; pemimpin melakukan pekerjaan dengan kita.
Lima periode kehidupan Musa menggambarkan lima aspek kepemimpinan
yang berbeda sebagai sebuah praktik rohani. Dalam beberapa contoh di
bawah ini, saya mengacu pada istilah-istilah yang digunakan oleh
Heifetz agar kita bisa lebih mendalami serta dapat menyebutkan
dengan tepat aspek-aspek kepemimpinan yang merupakan praktik rohani.
1. Pergi ke balkon.
Di dalam Keluaran 3:3 Musa diceritakan bertemu dengan Allah pada
semak belukar yang menyala. Heifetz mengatakan bahwa seorang
pemimpin perlu "pergi ke balkon", untuk melangkah mundur agar dapat
melihat dengan jelas keadaan sekitarnya. Pemimpin jemaat yang
"terperangkap" dengan kehidupan jemaatnya perlu untuk mundur sejenak
agar dapat melihat dengan jernih apa yang sedang terjadi, termasuk
apa peranan mereka di dalam pelayanan. Hal itu tentu saja berisiko.
Melalui kisah ini, Musa mulai melihat apa yang sedang perbuat Allah
dalam dan melalui situasi yang tampaknya tidak memunyai jalan keluar
tersebut.
2. Dipanggil menjadi pemimpin.
Sebelumnya, Musa pernah mencoba menjadi pemimpin, dengan ikut campur
tangan di tengah-tengah perselisihan ketika ia melihat seorang
Israel dipukul oleh seorang Mesir. Tetapi tindakan spontan dan
memalukan ini merupakan kepemimpinan yang berasal dari kekuatan
pribadi semata yang berasal dari dunia ini. Sekarang Musa telah
menerima mandat atas kepemimpinannya; kepemimpinannya bukan lagi
berasal dari dirinya sendiri melainkan dari Allah dan dari panggilan
Allah. Tugas ini bukan gagasannya sendiri, sebagaimana yang Yesus
katakan kepada para muridnya, "Bukan kamu yang memilih Aku, Akulah
yang memilih kamu.", 3. Berserah kepada Allah.
Setelah umat-Nya berjalan melewati Laut Merah, pekerjaan yang
sesungguhnya baru saja dimulai. Lalu berkatalah Musa: "Jika memang
TUHAN yang memberi kamu makan daging pada waktu petang dan makan
roti sampai kenyang pada waktu pagi, karena TUHAN telah mendengar
sungut-sungutmu yang kamu sungut-sungutkan kepada-Nya -- apalah
kami ini? Bukan kepada kami sungut-sungutmu itu, tetapi kepada
TUHAN" (Keluaran 19:8). Orang Israel mulai mengeluh kepada Musa dan
Harun. Orang yang pernah menjadi pemimpin pasti pernah merasakannya.
Bukan hanya kita pernah mendengarnya, namun kita terkadang pernah
mengatakannya pada diri kita sendiri, "Mengapa aku tidak
meninggalkannya saja? Bagaimana jika mereka benar?"
Musa berusaha untuk menjaga agar masalah yang ada tidak menjadikan
dirinya sebagai masalah yang baru. Dengan kata lain, Musa tidak
menjadi mengambil hati perlawanan yang terjadi. Para pengikutnya
ingin mempermasalahkan kepemimpinannya. Tentu saja, pemimpin
kadang-kadang berbuat salah atau bersikap manipulatif sehingga harus
dikoreksi, namun masalah yang sebenarnya ialah bagaimana belajar
memercayai penyertaan Allah dan kekuatan Allah yang menjaga
umat-Nya. Sesungguhnya berulang kali, Musa menyebutkan berapa harga
yang dipertaruhkan di sini -- bukan makanan atau kepemimpinannya,
melainkan belajar beriman dan mengenal Allah.
Musa tidak mau terjebak ke dalam perangkap mereka; ia menyatakan
inti dari masalahnya, dan mengalihkan perhatian mereka kepada
tindakan nyata yang harus mereka lakukan. "Bukan kepada kami
sungut-sungutmu itu, tetapi kepada TUHAN," ujarnya. Pernyataan itu,
tentu saja, dapat disalahgunakan, baik untuk menanamkan stigma atau
menimbulkan rasa bersalah. Dengan mengetahui adanya risiko itu, para
pemimpin harus mengedepankan permasalahan yang terpenting dalam
kelompok itu dan tidak terpengaruh pada sungut-sungut mereka,
walaupun beberapa orang ingin menghubungkan masalah tersebut dengan
diri pribadi pemimpin. Musa tidak mengambil hati segala konflik dan
perlawanan yang ada di hadapannya. Konflik yang terjadi bukanlah
tentang dia, namun tentang Allah dan rencana Allah untuk membuat
suatu bangsa yang mengenal dan melayani Allah.
Di dalam bagian lain di kitab Keluaran, umat Israel mengeluh tentang
kekurangan air. Sekali lagi, Musa mengarahkan perhatian mereka bukan
kepada dirinya sendiri melainkan kepada Allah. Dan Allah menanggapi
tindakannya dengan memakai diri Musa.
"Maka Aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di
Horeb; haruslah kaupukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan
keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum" (Keluaran 17:6). Di
dalam kisah ini ada dua elemen kepemimpinan sebagai praktik rohani
yang saling berhubungan. Seorang pemimpin memimpin. Pada waktu
tertentu, pemimpin harus mau maju ke depan, mengambil risiko, dan
mulai memimpin. Dalam Keluaran pasal 17, Musa bukan hanya mengambil
risiko kepemimpinan, tetapi ia juga teguh berdiri walaupun
menghadapi banyak perlawanan. Apakah yang lebih berisiko dibanding
memukul batu di padang gurun dan berharap agar air akan mengalir
dari batu tersebut?
Kejadian ini merupakan sebuah metafora yang kuat untuk tetap teguh
di tengah gejolak perlawanan. Jangan remehkan keteguhan hati sebagai
salah satu kualitas kepemimpinan yang berharga. Kebanyakan komunitas
sosial akan menguji pemimpinnya untuk melihat apakah mereka
benar-benar setia pada perkataan mereka, apakah mereka akan teguh,
dan tidak kehilangan emosi. Jika jemaat dan komunitas tersebut
menyadari bahwa sang pemimpin akan terus bertahan, akan terjadi
perubahan dan langkah-langkah selanjutnya akan menjadi mungkin.
4. Mengembalikan tanggung jawab.
Salah satu kualitas kepemimpinan sebagai praktik rohani dinyatakan
oleh Heifetz bahwa para pemimpin harus "mengembalikan tanggung
jawab". Ini adalah bagian yang penting sekaligus menantang dalam
praktik kepemimpinan rohani. Yang menarik dalam Keluaran 33:16
adalah bahwa Musa mengembalikan tanggung jawab itu bukan kepada
orang-orang (hal itu dilakukannya dalam peristiwa yang lain),
melainkan kepada Tuhan. Ini juga merupakan sebuah kemampuan yang
patut dimiliki oleh para pendeta dan merupakan bagian dari praktik
kepemimpinan rohani. Para pendeta perlu sekali-kali mengingatkan
Tuhan, "Ini adalah umat-Mu. Ini merupakan rencana-Mu!"
Dalam Keluaran 33:16, Musa berkata kepada Allah, "Dari manakah
gerangan akan diketahui, bahwa aku telah mendapat kasih karunia di
hadapan-Mu, yakni aku dengan umat-Mu ini? Bukankah karena Engkau
berjalan bersama-sama dengan kami, ...?" Tidak lama sebelum itu,
umat Israel menari-nari di depan lembu emas, dan kemudian Allah
berkata, "Sudahlah! Aku akan pergi. Aku muak dengan bangsa bebal
ini." Musa di sini mengingatkan, "Bangsa ini adalah umat-Mu."
Pemikiran di balik pernyataan itu ialah, "Mereka bukanlah umat-Ku;
ini bukan merupakan rencanaku."
Jika ada kalanya kita perlu untuk mengembalikan tanggung jawab
kepada orang-orang, apakah tidak ada kalanya kita perlu menyerahkan
kembali tanggung jawab kepada Allah; untuk membiarkan Allah menjadi
Allah, untuk berseru kepada Allah untuk melakukan tugasnya sebagai
Allah? Apakah tindakan yang berani ini juga merupakan bagian dalam
praktik kepemimpinan rohani?
5. Akhir dari kepemimpinan.
Pada bagian akhir kitab Ulangan, setelah Musa panjang lebar
menasihati umat Israel di perbatasan Tanah Perjanjian, dia mendaki
Gunung Nebo dan melihat Tanah Perjanjian dari kejauhan. Sampai di
situlah ia boleh memandangi Tanah Perjanjian. Kitab Ulangan
menuliskan, "Lalu matilah Musa, hamba TUHAN itu, di sana di tanah
Moab, sesuai dengan firman TUHAN. Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu
lembah di tanah Moab, di tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang
yang tahu kuburnya sampai hari ini" (Ulangan 34:6)
Bagian akhir yang ganjil sekaligus menyedihkan untuk sebuah kisah
yang sedemikian panjang dan mulia! Musa tidak diizinkan masuk ke
Tanah Perjanjian. Tetapi sekali lagi, peristiwa ini menyangkut inti
dari praktik kepemimpinan rohani: Kepemimpinan bukan tentang sang
pemimpinnya. Kita mungkin diberi kesempatan memimpin satu bab di
dalam cerita kehidupan ini, namun cerita tersebut tetap milik Allah.
Namun demikian, dalam hal inilah, bahwa kepemimpinan paling
merupakan sebuah praktik kerohanian. Kepemimpinan memerlukan
transformasi, suatu sikap mematikan diri sendiri. "Namun aku hidup,
tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang
hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam
daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi
aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20). Hidup ini
bukan tentang diri Anda, melainkan tentang pekerjaan-Nya, tentang
Allah sendiri, dan impian Allah.
Hal ini bukan berarti seorang pemimpin harus mematikan egonya.
Seorang pemimpin membutuhkan ego yang kuat (bukan ego yang besar;
bedakan kedua hal ini). Pernyataan "kepemimpinan bukanlah tentang
Anda" tidak berarti Anda tidak memperhatikan diri sendiri, tidak
menyadari kebutuhan dan emosi Anda. Pemimpin harus memerhatikan
diri mereka. Kesadaran diri, bukan pementingan diri sendiri.
Seperti jenis praktik yang lain, kepemimpinan sebagai praktik rohani
memiliki banyak tuntutan, namun sekaligus sama menjanjikannya serta
sama-sama transformatif. Kepemimpinan memenuhi kebutuhan pokok
manusia: kebutuhan komunitas, jemaat dan institusi untuk
menyelesaikan tantangan dan masalah-masalah mendesak yang mereka
hadapi yang ditimbulkan karena perubahan lingkungan dan budaya.
Kepemimpinan membantu orang memahami keadaan yang baru dan tugas
yang baru. Selain itu, kepemimpinan adalah praktik yang dapat
membentuk karakter moral dan dapat memperdalam substansi
kepribadian. Kepemimpinan merupakan suatu pekerjaan yang baik dan
berkenan di hadapan Tuhan. (t/Uly)
Diterjemahkan dan dirangkum dari:
Judul asli artikel: Leadership as a Spiritual Practice
Nama situs: religion-online.org
Penulis: Anthony B. Robinson
Alamat URL: http://www.religion-online.org/showarticle.asp?title=3294
==================================**==================================
KUTIPAN
Sukses tampak berhubungan erat dengan tindakan.
Orang-orang yang sukses selalu bergerak.
Mereka memang melakukan kesalahan, namun mereka pantang menyerah.
==================================**==================================
INSPIRASI
REKAN SEKERJA
Ketika tiba saatnya Musa memukul batu di padang pasir untuk
memperoleh air bagi orang-orang Israel yang kehausan, ia hanya
memiliki satu peran yang sangat kecil, memukul batu. Siapa pun orang
Israel dapat melakukannya. Pokok utamanya ialah apakah yang Allah
sedang dikerjakan di pusat bumi untuk menyediakan aliran air yang
berlimpah.
Namun, keduanya bekerja bersama-sama: Musa di hadapan orang-orang;
Allah di pusat kedalaman bumi yang tersembunyi. Musa dan Allah
merupakan rekan sekerja.
Selalu terdapat dua pihak dalam setiap pekerjaan yang berbuah
banyak: para pekerja yang memiliki kesediaan hati dan Allah yang
setia. Bagian manusia ialah melakukan apa pun yang Allah perintahkan
kepada kita -- memukul batu. Tugas Allah ialah mengalirkan air itu.
Apakah Musa dibebani kekhawatiran tatkala ia mendekati batu itu,
berpikir bahwa ia mungkin gagal? Saya meragukan hal itu. Ia hanya
perlu mengikuti Tuhan dalam ketaatan. Allah telah berjanji untuk
melakukan semua hal yang lain. Dan Musa telah melihat Allah
melakukan mukjizat-mukjizat yang besar sebelumnya.
Apakah Anda mengkhawatirkan tugas yang Allah telah berikan pada hari
ini? Apakah Anda percaya bahwa segala sesuatu bergantung kepada
Anda? Pukul saja batu itu. Allah sedang bekerja secara tidak
kelihatan untuk meluapkan aliran air kepada setiap pria, wanita, dan
anak-anak. Dan ketika air kehidupan itu mulai mengalir, muliakanlah
Dia. DHR
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama publikasi: e-Renungan Harian (e-RH) 27 Januari 2006
Penulis: DHR
Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2006/01/27/
==================================**==================================
JELAJAH BUKU
Judul Buku: Pahlawan Iman
Penulis: Mark A. Tabb
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta, 2002
Ukuran: 14 x 21 cm
Tebal: 195 halaman
Tidak banyak penulis yang mengulas tokoh-tokoh Alkitab secara
gamblang dan menyeluruh seperti yang dilakukan oleh penulis buku
ini. Tentu saja hal ini berkaitan dengan kepribadian, karakter, dan
juga berbagai sifat yang kita dapat temukan dalam kepribadian tokoh
tersebut. Jika kita meneliti kehidupan para pahlawan di dalam
Alkitab, gambaran tentang kisah kehidupan mereka kian mengesankan
ketika Allah memperlengkapi mereka dengan perbuatan supernatural
yang dahsyat.
Melalui buku "Pahlawan Iman" yang ditulisnya, Mark A. Tabb mencoba
menjelaskan para tokoh yang luar biasa itu dengan lebih konkret, dan
bahwa Allah memakai mereka sebagai alat-Nya. Beberapa kisah yang
menarik seputar tokoh-tokoh Alkitab sungguh dapat menginspirasi kita
untuk menemukan campur tangan Allah ketika mereka mengalami berbagai
tantangan yang sering menghambat kemajuan mereka.
Dari beberapa nama tokoh besar yang dipaparkan di dalam buku ini,
bab 10 secara khusus membahas tentang Musa, khususnya ketika Allah
memanggilnya untuk memimpin orang Israel keluar dari tanah Mesir.
Proses hidup yang dilalui Musa ketika ia ditunjuk oleh Allah untuk
membawa orang Israel tidak terjadi secara lancar dan tanpa halangan;
ada hal-hal yang harus dikorbankan. Musa sebagai seorang pemimpin
tidak pernah menyesali bahwa ia mengikuti Allah, dan bahwa umat yang
dipimpinnya terus-menerus menuntut untuk dikembalikan ke Mesir --
sepatah keluhan pun tidak pernah keluar dari mulut Musa.
Seorang pemimpin harus bersedia berkorban demi mencapai suatu
keberhasilan. Walaupun konsekuensi yang kita terima kadang-kadang
menyakitkan dan itu sering membuat kita kecewa. Tetapi, proses
itulah yang menjadikan kita seorang yang kuat menghadapi berbagai
tantangan. Apakah Anda juga ingin melihat Allah berkarya secara luar
biasa di dalam kehidupan Anda?
Diulas oleh: Desi Rianto
==================================**==================================
PERISTIWA
22 April ...
1. 1578 - Kerajaan Sumedang Larang berdiri sekaligus menandai
berdirinya Sumedang.
2. 2005 - Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi minta maaf secara
umum atas perlakuan Jepang atas negara-negara Asia termasuk
Tiongkok, pada masa Perang Dunia II.
3. Hari Bumi - Peringatan untuk meningkatkan kesadaran dan
aspresiasi kita terhadap planet Bumi.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/22_April
======================================================================
Berlangganan: < subscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-leadership(at)hub.xc.org >
Kontak e-Leadership: leadership(at)sabda.org
Arsip e-Leadership: http://www.sabda.org/publikasi/e-leadership/arsip
Situs Indo Lead: http://lead.sabda.org
Facebook e-Leadership: http://fb.sabda.org/lead
______________________________________________________________________
Redaksi e-Leadership: Desi Rianto, Sri Setyawati, dan Heru Winoto
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-Leadership 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog SABDA: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
==================================**==================================
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |