Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/408

e-Konsel edisi 408 (8-5-2018)

Memandang Berkat Tuhan dengan Benar

e-Konsel -- Memandang Berkat Tuhan dengan Benar -- Edisi 408/Mei 2018
 
Gambar: Situs Christian Counseling Center Indonesia (C3I)

Publikasi Elektronik Konseling Kristen
Memandang Berkat Tuhan dengan Benar

Edisi 408/Mei 2018
 

Salam konseling,

Disadari atau tidak, saat berdoa, kita cenderung berkata, "Tuhan, berkatilah pekerjaan kami; Tuhan, berkatilah kehidupan kami; Tuhan, berkatilah pelayanan dan gereja kami." Kata "berkat" itu seolah menjadi hal yang sangat penting ketika diucapkan dalam kegiatan yang bersifat rohani meski dalam kata-kata religius tersebut, berkat yang kita pikirkan adalah berkat yang bersifat materi. Jika tidak berhati-hati dan memandang berkat Tuhan dalam cara pandang yang benar, banyak masalah yang dapat kita alami karena hal ini.

Dalam edisi e-Konsel bulan ini, kita akan menyimak bahan-bahan seputar topik "Memandang Berkat Tuhan dengan Benar". Apakah diberkati Tuhan itu berarti menjadi orang yang kaya dalam hal materi? Bagaimana sikap kita sebagai orang percaya ketika mendapat berkat dari Tuhan? Mari kita belajar bersama bahwa keinginan terbesar-Nya adalah agar kita menetapkan hati pada “hal-hal yang di atas”, bukan pada “hal-hal yang ada di bumi” ini. Melalui artikel ini, kami berharap pembaca bisa memandang berkat Tuhan dengan benar sesuai dengan firman-Nya. Tuhan Yesus memberkati.

Lena

Redaksi Tamu e-Konsel,
Lena


CAKRAWALA Apa Artinya Diberkati?

Saya selalu tertarik dengan gagasan yang disajikan dalam The Arabian Nights ketika Aladin menemukan lampu dan sesosok jin memungkinkannya untuk mengungkapkan keinginan. Itu membuat saya bertanya-tanya, apa yang akan saya pilih jika diberi pilihan semacam itu. Karena saya belum pernah kaya raya, hal-hal pertama yang muncul dalam pikiran adalah kekayaan tanpa akhir, rumah impian, atau perjalanan mewah. Akan tetapi, begitu saya memikirkan hal-hal itu, saya bertanya-tanya apakah itu benar-benar yang saya inginkan. Saya memikirkan beberapa nama yang terus-menerus kita lihat dalam tabloid, dan bertanya-tanya apakah mereka akan menukar semua ketenaran dan kekayaan mereka demi kedamaian batin serta perasaan bahwa apa yang mereka lakukan itu penting.

Tentu saja, jika saya membaca Alkitab dengan maksud mematuhi apa yang dikatakannya, saya akan merasa sulit untuk mengharapkan kekayaan dan kemewahan. Yesus mengatakan hal-hal seperti, "Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya" (Matius 8:20), dan "jadi, yang terakhir akan menjadi yang pertama, dan yang pertama akan menjadi yang terakhir" (Matius 20:16), dan "setiap orang yang diberi banyak, dituntut banyak. Dan, mereka yang dipercayakan lebih banyak akan dituntut lebih banyak lagi" (Lukas 12:48), dan "sebab, bangsa-bangsa lain mencari-cari semua ini dan Bapa surgawimu tahu bahwa kamu membutuhkan semua ini" (Matius 6:32).

Apa tujuan Yesus ketika mengatakan hal-hal semacam itu? Apakah itu sekadar "pembunuh/perusak kesenangan"? Apakah Dia ingin memastikan kita sengsara ketika berada di sini, di bumi, sehingga kita akan merindukan surga? Atau, apakah karena Dia mengetahui apa yang benar-benar akan membuat kita bahagia?

Diberkati berarti ...

Salah satu bagian Kitab Suci favorit saya adalah Ucapan Bahagia dalam Matius 5:1-12, yang di dalamnya Yesus menuliskan apa arti dari diberkati. Hal-hal itu tentu bukanlah apa yang terlintas dalam pikiran saya ketika berpikir tentang diberkati atau ketika saya berdoa agar orang lain diberkati. Ingatlah dengan semua doa masa kecil, "Berkati Ibu, Ayah, dan Bibi Sue?" Kita tidak tahu apa yang kita katakan! Kita sesungguhnya berkata, "Biarlah mereka menjadi miskin dalam roh, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus akan kebenaran, murah hati, suci hati, menjadi pembawa damai, dan dianiaya."

Gambar: Khotbah di bukit

Jadi, bagaimana mungkin hal-hal semacam itu mengarah pada kebahagiaan? Sepertinya, hal-hal itu malah lebih banyak membawa kita menuju kebalikan dari kebahagiaan. Akan tetapi, Ucapan Bahagia memberi tahu kita satu hal dengan jelas. Kita tidak pernah dapat merasa bahagia ketika kita menjalani kehidupan yang berpusat pada diri sendiri. Kita mungkin tertipu untuk berpikir bahwa kita bahagia untuk sementara waktu, tetapi pada akhirnya, itu tidak akan berlaku bagi kita, sebab kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan dengan Pencipta kita. Hanya Allah yang membuat kita tahu apa yang benar-benar akan membuat kita bahagia serta memberi kepuasan dalam hidup. Kita harus mencapai akhir dari diri sendiri dan awalan yang dari Allah untuk mendapatkan kepuasan seumur hidup. Dan, itu hanya dapat terjadi dalam pewahyuan dan transformasi ilahi melalui firman Allah dan Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Ini adalah "mutiara yang sangat berharga" (Matius 13:46), yang layak didapatkan dengan menjual segala sesuatu. Pada akhirnya, ini adalah rahasia kepuasan sejati.

Menggali Lebih Dalam

  • Jika Anda menemukan jin dalam lampu, apa yang Anda harapkan? Cepat, sebutkan hal pertama yang terlintas di pikiran Anda. Setelah Anda menyebutkannya, luangkan waktu untuk memikirkannya. Apakah itu benar-benar membuat Anda bahagia? Mengapa atau mengapa tidak?
  • Apakah Anda pernah merasa lapar atau haus secara fisik -- mungkin setelah sakit, latihan yang intens, atau selama musim panas? Jika demikian, pikirkan kembali pengalaman tersebut. Baca Mazmur 63:1, Matius 5:6, dan Yohanes 6:35. Menurut Anda, apa arti dari menjadi lapar dan haus akan Allah? Mengapa hal itu penting untuk menjadi puas dengan kehidupan?

Lakukan Sesuatu dari Sana

Luangkan waktu untuk membaca Ucapan Bahagia (Matius 5:1-12) dan mintalah Allah memberi Anda wawasan tentang apa yang dimaksud oleh hal-hal tersebut dalam hidup Anda. Berdoalah agar Allah memberikan Anda hasrat akan diri-Nya yang menjadi tujuan/fokus/perhatian Anda. Mintalah kemenangan atas apa pun yang menghambat Anda dari menginginkan-Nya dalam beberapa hal/cara. Dan, mintalah bahwa Allah akan memberikan Anda pengertian sejati tentang arti dari merasa puas. (t/N. Risanti)

Audio: Apa Artinya Diberkati?

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Christianity Today
Alamat situs : https://www.christianitytoday.com/biblestudies/bible-answers/theology/what-does-it-mean-to-be-blessed.html
Judul asli artikel : What does it mean to be blessed?
Penulis artikel : JoHannah Reardon
Tanggal akses : 7 Desember 2017

 

BIMBINGAN ALKITAB Bagaimana Seharusnya Orang Kristen Memandang Kekayaan?

Jawaban: Pandangan Kristen mengenai kekayaan harus bersumber dari Alkitab. Berkali-kali disebutkan dalam Perjanjian Lama bahwa Allah memberi kekayaan kepada umat-Nya. Salomo dijanjikan kekayaan dan menjadi orang yang paling kaya dari semua raja di bumi (1 Raja-raja 3:11-13; 2 Tawarikh 9:22). Daud mengatakan dalam kitab 1 Tawarikh 29:12, "Kekayaan dan kemuliaan adalah dari pada-Mu, Engkau berkuasa atas segala-galanya."

Abraham (Kejadian 17-20), Yakub (Kejadian 30-31), Yusuf (Kejadian 41), Raja Yosafat (2 Tawarikh 17:5), dan banyak tokoh lainnya diberkati oleh Allah dengan kekayaan. Namun, orang-orang Yahudi memang bangsa yang dipilih Allah untuk dianugerahi janji-janji dan berkat duniawi. Mereka diberikan tanah dan semua kekayaan yang ada di dalamnya.

Sebaliknya, dalam Perjanjian Baru, ada standar yang berbeda. Gereja tidak pernah diberikan tanah atau janji kekayaan. Surat Efesus 1:3 mengatakan, "Terpujilah Allah dan Bapa dari Tuhan kita Kristus Yesus, yang telah memberkati kita dalam Kristus dengan setiap berkat rohani di tempat surgawi." Yesus Kristus berfirman dalam Injil Matius 13:22 tentang benih firman Allah yang jatuh di tengah semak duri dan "tipu daya kekayaan mendesak firman itu sehingga tidak berbuah". Ini adalah referensi pertama terkait kekayaan duniawi dalam Perjanjian Baru. Jelas, ini bukan sesuatu yang positif.

Dalam Injil Markus 10:23, "Kemudian, Yesus memandang ke sekeliling dan berkata kepada murid-murid-Nya, 'Betapa sulitnya bagi mereka yang kaya untuk masuk Kerajaan Allah!' Bukan berarti tidak mungkin -- karena semuanya mungkin bagi Allah --, tetapi itu akan menjadi sesuatu yang dinyatakan "sukar".

Gambar: Orang kaya

Dalam Injil Lukas 16:13, Yesus menyinggung soal "mamon" (kata Aram untuk "kekayaan"). "Tidak ada pelayan yang dapat melayani dua majikan karena ia akan membenci majikan yang satu dan menyukai majikan yang lain. Atau, ia akan patuh kepada majikan yang satu dan mengabaikan yang lainnya. Kamu tidak dapat melayani Allah dan mamon." Sekali lagi, Yesus menggambarkan kekayaan sebagai sesuatu yang berpengaruh negatif terhadap spiritual seseorang, termasuk salah satu hal yang bisa menjauhkan kita dari Allah.

Dalam surat Roma 2:4, Allah berbicara tentang harta sejati yang Dia bawa kepada umat manusia. "Atau, apakah kamu menganggap remeh kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya, dan kelapangan hati-Nya dengan tidak mengetahui bahwa kebaikan Allah bertujuan untuk memimpin kamu kepada pertobatan?" Ini adalah kekayaan yang memberikan seseorang hidup yang kekal.

Sekali lagi, hal ini diungkapkan dalam surat Roma 9:23-24, "... untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas bejana-bejana belas kasihan-Nya, yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan, yaitu kita, yang dipanggil-Nya, bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain." Juga di dalam surat Efesus 1:7, "Dalam Dia, kita mendapat penebusan melalui darah-Nya, yaitu pengampunan atas pelanggaran-pelanggaran kita sesuai dengan kekayaan anugerah-Nya."

Memahami Allah yang bersedia memberikan pengampunan, Paulus memuji Allah di surat Roma 11:33, "Oh, alangkah dalamnya kekayaan dan kebijaksanaan dan pengetahuan Allah! Betapa tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan tidak terduga jalan-jalan-Nya!" Penekanan di Perjanjian Baru adalah mengenai kekayaan Allah dalam kita. "Aku berdoa supaya mata hatimu diterangi sehingga kamu dapat mengerti pengharapan yang terkandung dalam panggilan-Nya, kekayaan yang terkandung dalam warisan-Nya yang mulia bagi orang-orang kudus," (Efesus 1:18b).

Allah benar-benar ingin menunjukkan kekayaan-Nya kepada kita di surga. "dan Ia membangkitkan kita dengan Dia dan mendudukkan kita bersama dengan Dia di tempat surgawi dalam Yesus Kristus, supaya pada masa yang akan datang, Ia boleh menunjukkan kekayaan anugerah-Nya yang tak terukur dalam kebaikan-Nya kepada kita dalam Yesus Kristus." (Efesus 2:6-7).

Kekayaan yang Allah inginkan untuk kita: "Aku berdoa supaya sesuai dengan kekayaan kemuliaan-Nya, Ia berkenan mengaruniakan kepadamu kekuatan di dalam batinmu, dengan kuasa melalui Roh-Nya," (Efesus 3:16). Ayat terpenting bagi orang percaya dalam Perjanjian Baru terkait kekayaan adalah Filipi 4:19, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan-Nya yang mulia dalam Yesus Kristus." Pernyataan ini ditulis oleh Paulus karena orang Filipi mengirim persembahan kurban untuk memenuhi segala kebutuhannya.

Dalam surat 1 Timotius 6:17, Paulus memberikan peringatan kepada orang kaya. "Sementara itu, perintahkan orang-orang kaya di zaman ini agar tidak sombong atau menaruh harapan pada kekayaan yang tidak pasti, tetapi taruhlah harapan kepada Allah, yang dengan melimpah menyediakan segala sesuatu bagi kita untuk dinikmati."

Surat Yakobus 5:1-3 memperingatkan soal kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak sepantasnya. "Hai orang-orang kaya, dengarkanlah! Menangis dan merataplah untuk penderitaan yang akan menimpamu. Kekayaanmu telah membusuk dan pakaianmu dimakan ngengat. Emas dan perakmu telah berkarat, dan karat itu akan menjadi bukti yang memberatkanmu serta akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah menimbun harta pada hari-hari terakhir." Topik mengenai kekayaan terakhir kalinya disinggung di surat Wahyu 18:16b, yang berbicara tentang kehancuran besar Babel. "Sebab dalam satu jam saja kekayaan sebanyak itu sudah binasa."

Israel diberikan janji-janji dan berkat duniawi sebagai umat pilihan Allah di muka bumi ini. Allah memberikan banyak ilustrasi, contoh, dan kebenaran melalui mereka. Banyak orang hanya menginginkan berkat mereka, tetapi tidak pernah menyadari kutukan yang menimpa mereka. Allah telah menyatakan sebuah pelayanan yang lebih agung melalui Yesus Kristus. "Namun, sekarang, Yesus menerima tugas pelayanan yang jauh lebih mulia karena perjanjian baru yang diperantarai oleh-Nya itu juga jauh lebih tinggi dan ditetapkan berdasarkan pada janji-janji yang lebih baik." (Ibrani 8:6)

Gambar: Charity

Allah tidak mengutuk atau menyalahkan siapa pun karena memiliki kekayaan. Kekayaan bisa diperoleh dari berbagai sumber, tetapi Dia memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang lebih bersungguh-sungguh mencari kekayaan ketimbang mencari Allah. Juga mereka yang memercayai kekayaan lebih daripada Allah. Keinginan terbesar-Nya adalah agar kita menetapkan hati pada “hal-hal yang di atas”, bukan pada “hal-hal yang ada di bumi” ini.

Hal ini mungkin terdengar begitu ideal dan sulit untuk dilakukan, tetapi Paulus menulis, "Aku dapat melakukan segala sesuatu melalui Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Filipi 4:13). Rahasia untuk bisa melakukan ini: menerima Kristus sebagai Juru Selamat dan mengizinkan Roh Kudus untuk menyelaraskan pikiran dan hati kita dengan hati dan pikiran-Nya (Roma 12:1-2).

Diambil dari:
Nama situs : Got Questions
Alamat situs : https://www.gotquestions.org/Indonesia/pandangan-​orang-Kristen-​mengenai-​kekayaan.html
Judul asli artikel : Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang kekayaan?
Penulis artikel : Got Questions
Tanggal akses : 7 Desember 2017

 
Kunjungi Situs Gereja.co

Jika Anda rindu supaya pelayanan gereja Anda semakin memberkati banyak orang, lengkapilah diri Anda dengan bahan-bahan dari situs Gereja.co. Situs ini menyajikan artikel, humor, biografi tokoh gereja, komunitas gereja, dan situs gereja di Indonesia ataupun mancanegara. Tersedia juga bahan berupa kursus Alkitab bahan penggembalaan khusus bagi pendeta dan gembala sidang.

Ayo, segera kunjungi situs Gereja.co dan bagikan informasi ini kepada rekan-rekan pelayanan kita supaya semua orang mendapatkan berkat yang sama.

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Konsel.
konsel@sabda.org
e-Konsel
@sabdakonsel
Redaksi: Davida, Markus, dan N. Risanti
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org