Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/212

e-Konsel edisi 212 (15-7-2010)

Mengenal dan Membimbing Anak Usia Sekolah Dasar

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 212/15 Juli 2010

Daftar Isi:
  = Pengantar: Perubahan Itu Adalah Hal yang Wajar
  = Cakrawala: Masa Sekolah Dasar: Umur 6 Sampai 12 Tahun
  = Tips 1: Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah Dasar
  = Tips 2: Membangun Kepercayaan Diri yang Sehat untuk Anak Usia SD
  = Info: 40 Hari Mengasihi Bangsa dalam Doa

PENGANTAR ____________________________________________________________

                  PERUBAHAN ITU ADALAH HAL YANG WAJAR

  Salam kasih,

  Banyak orang dewasa yang meremehkan perasaan anak-anak usia sekolah
  dasar. Perasaan yang dialami sang anak, seperti rasa khawatir,
  takut, cemas, senang, dan sebagainya malah bisa menjadi bahan
  lelucon bagi orang dewasa. Misalnya, ketika anak-anak itu khawatir
  akan mulai masuk sekolah dasar, orang dewasa biasanya berkata, "Ah,
  begitu saja, kok takut? Berani dong, seperti Papa!" Pernyataan
  seperti itu akan membuat si anak berpikir bahwa rasa yang dia alami
  itu tidak wajar atau tidak normal. Masih banyak lagi contoh-contoh
  lain yang dapat menghambat perkembangan anak-anak, secara khusus
  anak usia SD. Sebagai orang dewasa kita perlu menolong mereka untuk
  berpikir bahwa semua rasa, perubahan fisik, dan perubahan-perubahan
  lainnya adalah wajar dan harus mereka hadapi ketika memasuki
  fase-fase tertentu dalam usia tersebut.

  Sejak masuk kelas 1 SD -- kelas 6 SD akan banyak sekali
  perubahan-perubahan yang mungkin akan mengagetkan si anak sendiri.
  Anda dapat menolong mereka dengan mengenali semua aspek yang
  menyertai pertumbuhan mereka. Dengan bekal tersebut, Anda akan bisa
  menolong mereka menghadapi semua perubahan-perubahan tersebut.
  Kiranya seluruh sajian e-Konsel edisi ini dapat menolong Anda untuk
  kembali membantu setiap anak usia SD yang Tuhan percayakan untuk
  Anda asuh dan layani. Tuhan memberkati.

  Pimpinan Redaksi e-Konsel,
  Davida Welni Dana
  < evie(at)in-christ.net >
  http://c3i.sabda.org
  http://fb.sabda.org/konsel

CAKRAWALA ____________________________________________________________

                 MASA SEKOLAH DASAR: UMUR 6 SAMPAI 12 TAHUN

  PERKEMBANGAN SEKSUAL

  Penting bagi anak-anak laki-laki maupun anak perempuan usia SD untuk
  mengidentifikasi diri mereka dengan orang dewasa yang berjenis
  kelamin sama dengan mereka. Tanpa identifikasi semacam itu,
  anak-anak mungkin akan mengalami ketidakmampuan menyesuaikan diri
  secara seksual dalam pernikahan atau cenderung menjadi homoseks.

  Anak usia SD biasanya mengembangkan sikap memandang rendah anak
  perempuan atau hal-hal yang berbau perempuan. Hampir semua anak
  laki-laki dan perempuan kadang-kadang berharap untuk menjadi lawan
  jenisnya, sehingga mereka mengembangkan sikap merendahkan untuk
  menekan keinginan itu selama tahun-tahun tersebut. Anak laki-laki
  dan anak perempuan perlu ditolong untuk mengembangkan sikap
  bersyukur menjadi diri mereka dan perlu ditolong pula untuk melihat
  bahwa diciptakan menjadi laki-laki dan perempuan memiliki keuntungan
  masing-masing.

  Pendidikan seks sangat penting selama tahun-tahun usia SD. Hal itu
  harus dilakukan secara bertahap dengan menjawab setiap pertanyaan
  yang diajukan anak. Orang tua yang menjawab pertanyaan anak dengan
  jujur dan apa adanya berarti telah membantu anak-anak mereka
  mengetahui seluruh fakta kehidupan pada saat mereka berumur 10 atau
  11 tahun. Menstruasi harus dijelaskan lebih awal kepada anak-anak
  perempuan pada usia sekolah dasar karena permulaan mens rata-rata
  terjadi antara umur 9 sampai 16 tahun, dengan rata-rata umur 13
  tahun di Amerika Serikat (Malina, 1979). Permulaan pubertas pada
  anak laki-laki bisa lebih lambat, biasanya sekitar umur 13 -- 15
  tahun. Itulah sebabnya anak perempuan kelas 1 SMP sering lebih besar
  daripada anak laki-laki.

  PERKEMBANGAN SOSIAL

  Anak-anak usia SD mengembangkan rasa memiliki dengan cara
  berpartisipasi dalam kelompok. Mereka juga mengembangkan sikap
  bertanggung jawab dengan berbagi tugas bersama kakak-kakaknya. Rasa
  memiliki dan tanggung jawab merupakan prasyarat untuk perkembangan
  calon pemimpin. Anak-anak harus belajar taat sebelum mereka bisa
  belajar untuk memimpin dengan efektif. Konsep diri mereka terus
  berkembang ketika mereka memandang diri mereka melalui kacamata
  teman sebaya, orang tua, dan tokoh penguasa. Interaksi dengan orang
  dewasa dan anak-anak lain menjadi semakin penting.

  Permainan di antara anak-anak seumur ini -- entah itu permainan bola
  atau domino -- ditandai dengan organisasi yang buruk, percekcokan
  yang panas tentang peraturan, skor yang tidak benar, dan tuduhan
  curang. Anak-anak senang jika menang, tetapi mereka harus belajar
  untuk bekerja sama dalam tim -- kemampuan untuk bekerja dengan
  alasan yang sama dengan anak lain. Mereka senang bermain kelereng
  dan bertukar buku komik. Orang tua jangan berpandangan bahwa semua
  buku komik sama. Buku-buku dewasa dengan rating X beredar dalam
  format komik bersamaan dengan "buku-buku humor" yang relatif tidak
  merusak dan buku klasik kesusastraan. Pada ekstrem satunya terdapat
  komik Kristen. Tidak terlalu dini bagi anak-anak Kristen untuk
  dipisahkan melalui norma yang lebih tinggi sebagai saksi Kristus
  bagi orang lain.

  MASALAH UMUM ANAK USIA SD

  1. Kematian

     Kematian dalam keluarga bisa menjadi pengalaman yang mendewasakan
     anak-anak jika ditangani dengan benar. Biasanya, anak-anak
     melalui tahap-tahap dukacita yang sama seperti orang dewasa
     ketika mereka mempelajari tentang kematian atau kematian yang
     akan datang dalam keluarga. Anak-anak yang lebih muda mungkin
     mengalami kepahitan atau kemarahan terhadap orang tua yang hampir
     mati atau sudah mati karena mereka percaya bahwa orangtua itu
     memilih untuk meninggalkan mereka. Mereka juga merasa bersalah
     dan menyalahkan diri sendiri atas kematian orang tuanya. Sangat
     baik mengikutkan anak-anak dalam upacara pemakaman orang yang
     dikasihi, jika mereka memilih untuk ikut, dan untuk mengungkapkan
     dukacita tanpa menekan perasaan yang sesungguhnya. Jika tidak
     diizinkan untuk mengungkapkan perasaannya, anak-anak mungkin akan
     mengalami konflik yang tidak terselesaikan pada saat mereka
     dewasa.

  2. Kakek Nenek

     Kakek nenek dan anggota keluarga lain sebaiknya tidak tinggal
     bersama keluarga, kecuali ada kepastian bahwa hal itu tidak
     banyak menimbulkan konflik. Banyak keluarga yang menyesal karena
     mengizinkan kakek nenek tinggal bersama mereka, dan sangat sulit
     membatalkan komitmen itu. Namun, beberapa orang melaporkan bahwa
     kakek nenek yang tinggal bersama mereka membuat hidup mereka
     lebih berarti. Jika kakek nenek tidak tinggal dengan keluarga,
     umumnya mereka diharapkan tinggal tidak terlalu jauh. Anak-anak
     sering kali memiliki hubungan khusus dengan kakek nenek mereka
     dan hubungan yang kuat anak laki-laki dengan kakek atau anak
     perempuan dengan nenek membantu memperkuat peranan seks mereka.
     Orang tua harus membantu merawat kakek nenek karena hal ini
     memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengamati dan mengajar
     mereka untuk melakukan hal yang sama ketika orang tua mereka
     lanjut usia kelak (1 Timotius 5:8).

  3. Cacat

     Penelitian dari Minde dan rekan-rekan (1972) menemukan bahwa
     anak-anak SD yang cacat menyadari bahwa cacat mereka tidak akan
     hilang. Biasanya, dengan menyadari hal itu mereka akan mengalami
     depresi. Orang tua perlu membantu anak-anak menerima kondisi
     mereka, dan melihat bagaimana Allah bisa memakai cacat mereka,
     serta menunjukkan bagaimana mereka bisa meleburkan masalah mereka
     ke dalam rencana hidup mereka.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Pengantar Psikologi & Konseling Kristen 2
  Judul buku asli: Introduction to Psychology and Counseling
  Penulis: Paul D. Meier; Frank B. Minirth, M.D.; Frank B. Wichern,
           PH.D; Donald E. Ratcliff, PH.D
  Penerjemah: Johny The
  Penerbit: PBMR ANDI, Yogyakarta 2004
  Halaman: 33 -- 35

TIPS 1 _______________________________________________________________

              MEMPERSIAPKAN ANAK MASUK SEKOLAH DASAR

  Di halaman sekolah sudah tampak banyak murid yang usianya bervariasi
  dan postur tubuhnya berbeda-beda besarnya. Sebagian sudah memiliki
  kelompok sendiri dan berbincang-bincang dengan teman-temannya
  tentang liburan sekolah mereka. Tampak juga anak-anak yang terlihat
  diam saja dan memerhatikan sekelilingnya. Mereka adalah murid-murid
  baru kelas 1 SD yang baru pertama kali datang ke sekolah tersebut.
  Sebagian dari mereka mengamati anak-anak yang lain dan terlihat
  ingin berkenalan. Sebagian lainnya tampak malu-malu dan menempel
  pada orang tuanya sebelum bel sekolah berbunyi. Yang lainnya sudah
  menangis meraung-raung dan ingin pulang bersama orang tuanya atau
  tidak mengizinkan orang tuanya meninggalkan mereka. Anak anda adalah
  salah satu dari mereka yang menangis. Orang tua yang lain memarahi
  anaknya dan meminta agar mereka belajar berani dan mandiri dalam
  menghadapi hari pertama tersebut. Yang lain mencoba menenangkan dan
  meminta anaknya agar berhenti menangis. Yang lain lagi berjanji
  untuk tidak meninggalkan anaknya khusus untuk hari pertama tersebut.
  Sikap mana yang Anda pilih?

  Anak-anak umumnya memiliki ketakutan tersendiri ketika mereka
  memasuki sekolah dasar. Ketakutan atau kecemasan ini merupakan
  reaksi terhadap perubahan yang mereka harus alami. Perubahan ini
  antara lain dalam bertambahnya jumlah dan kerumitan pelajaran yang
  harus mereka pahami, banyaknya pelajaran ini mengharuskan anak
  menghabiskan jam-jam, yang ketika mereka masih di TK hanya diisi
  dengan bermain dan beraktivitas, dan selain itu mereka juga dituntut
  untuk belajar serius dan memperoleh nilai yang baik. Tentunya ada
  semacam ketidaksiapan bagi anak dalam menghadapi perubahan besar
  ini.

  Pengalaman menyeramkan ini mungkin tidak disadari oleh orang tua
  karena menganggap bahwa masuk SD adalah proses biasa yang dialami
  setiap orang. Walaupun demikian, masa transisi ini sesungguhnya
  merupakan momen penting ketika peran orang tua dampaknya besar
  sekali. Anak perlu mengetahui, merasa aman, dan nyaman terhadap
  suasana baru, teman baru, guru baru, dan pelajaran-pelajaran baru.
  Kata "baru" di sini mungkin lebih jelas maknanya jika kita gunakan
  kata "asing". Sesuatu yang asing, yang tidak kita pahami, yang tidak
  kita kenal, adalah sesuatu yang membuat kita merasa tidak nyaman dan
  takut. Bagi orang dewasa saja diperlukan keberanian dan masa
  penyesuaian untuk menghadapi hal yang baru, baik di tempat kerja,
  maupun dalam hidup. Sama halnya ketika kita memulai hari pertama
  kuliah, hari pertama kerja, hari pertama datang ke rumah pacar, atau
  pengalaman wawancara kerja pertama; perasaan bingung, takut, cemas,
  grogi, semangat, dan yang lainnya bercampur baur menjadi satu. Belum
  lagi perasaan takut, malu, dan rasa bersalah jika kita melakukan
  kesalahan dalam situasi tersebut.

  Perasaan-perasaan demikianlah yang juga dirasakan anak, namun
  berkali-kali lipat lebih besar, karena ia merasa begitu kecil di
  dunia ini. Anak membutuhkan rasa aman, rasa dimengerti, dan dukungan
  agar mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi hal
  tersebut. Oleh karena itu sebagai orang tua kita tidak boleh
  mengecilkan pengalaman tersebut dengan mengatakan "begitu saja kok
  tidak berani", "tidak usah takut", "nanti kamu kan dapat teman
  baru dan guru baru", atau "pasti nanti senang di sekolah".

  Sebaliknya, agar anak merasa dimengerti, kita harus mendukung
  perasaannya dengan kalimat seperti "Kamu takut, ya? Tidak apa-apa
  kalau kamu merasa takut karena ini adalah hal yang baru bagi kamu"
  atau "Memang menyeramkan, ya, menghadapi sesuatu yang kita tidak
  tahu." Ketika ini dilakukan, anak akan merasa bahwa hal dan
  ketakutan yang dialaminya adalah sesuatu yang wajar dan dibolehkan.
  Hal ini akan membuatnya tenang dan berani menghadapi ketakutannya.
  Sebaliknya, jika kita tidak membolehkannya merasa takut, kecemasan,
  dan ketegangan anak akan jadi semakin tinggi karena merasa bersalah
  melakukan apa yang kita larang.

  Hal paling efektif yang dapat dilakukan untuk menolong anak
  mengatasi ketakutannya adalah bahwa kita sebagai orang tua menjadi
  tempat yang aman baginya untuk menceritakan seluruh pengalaman dan
  ketakutannya. Dengan memiliki rasa aman untuk menceritakan segala
  sesuatu yang dirasakannya, anak akan melihat bahwa apa pun yang ia
  akan hadapi dan rasakan bisa dengan berani dihadapinya karena
  kita -- orang tuanya -- ada di belakangnya untuk mendukung dan
  menguatkannya. Dengan demikian, apa pun yang dialaminya --
  ketakutan, kegagalan, kekecewaan, kesedihan, dan yang lainnya --
  dapat dihadapinya dengan lebih percaya diri dan mandiri.

  Bagaimana mempersiapkan anak Anda ke sekolah yang baru?

  1. Mari kita mundur sejenak. Sebelum anak Anda menjalani hari
     pertama di sekolah yang baru, Anda bisa mempersiapkannya dengan
     mengajaknya mengunjungi sekolah tersebut. Dalam perjalanan, Anda
     bisa menjelaskan tempat-tempat yang dilalui sehingga ia mengenali
     bagaimana cara mencapai sekolahnya. Setelah sampai, Anda bisa
     memperkenalkannya pada guru yang nantinya akan mengajarnya. Anda
     juga bisa mengenalkannya pada lingkungan sekolah dengan
     memberitahukan letak-letak ruangan di sekolah tersebut dan
     menunjukkan ruang kelasnya.

  2. Orang tua juga sebaiknya membahas apa yang dirasakan anak tentang
     pengalaman baru yang akan dilaluinya tersebut. Dengan mengenali
     perasaannya sendiri, anak akan merasa lebih siap dengan apa yang
     akan dialaminya.

  3. Anda dapat menenangkan perasaannya dengan memberikan perhatian
     penuh dan mendengarkan apa yang ia ungkapkan.

  4. Setelah Anda memahami perasaan anak, Anda bisa mengonfirmasi
     perasaan-perasaan apa yang ia rasakan.

  5. Kemudian, Anda dapat membesarkan hatinya bahwa semua yang
     dirasakannya adalah wajar. Lalu Anda bisa memberanikan anak Anda
     untuk menghadapinya dengan mengatakan bahwa Anda menyayanginya
     dan mendukungnya. Anda bisa ungkapkan bahwa Anda akan ada di
     sisinya ketika ia membutuhkan Anda, sekalipun bukan dengan cara
     duduk di sebelahnya di dalam kelas.

  6. Anda bisa juga mengajaknya berdoa kepada Tuhan agar ia memiliki
     keberanian.

  Seberapa cepatnya anak beradaptasi dengan lingkungan baru tergantung
  masing-masing anak. Jika anak Anda termasuk cepat beradaptasi dan
  tidak mengalami masalah serius, bersyukurlah. Jika anak Anda
  mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
  beradaptasi, bersyukurlah. Dengan terus berada di sisinya dan
  mendukungnya, Anda memiliki kesempatan untuk mengenal anak Anda
  lebih jauh dan menjalin ikatan lebih erat dengannya. Anda juga
  memiliki kesempatan untuk mengajarkan anak Anda untuk berdoa dan
  beriman lebih dalam kepada Tuhan yang mengasihinya dan memahami
  perasaannya.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Nama situs: Lifespring
  Penulis: SA
  Alamat URL: http://www.my-lifespring.com/artikel/mempersiapkan_anak_masuk_sekolah.php
  Tanggal akses: 15 Juli 2010

TIPS 2 _______________________________________________________________

         MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI YANG SEHAT ANAK USIA SD

  BUMBU-BUMBU

  1. Kasih Tanpa Syarat

     Kasih seharusnya tidak bergantung pada kesempurnaan sikap atau
     penampilan seseorang. Setiap anak perlu dikasihi apa adanya,
     sebagai ciptaan Tuhan yang unik dan istimewa. Jika kita berpusat
     pada kualitas permukaan saja, kita akan lalai melihat
     karakter-karakter yang menjadikan setiap anak unik. Kasih tanpa
     syarat bukan berarti menyetujui tindakan-tindakan buruk seorang
     anak. Kasih tanpa syarat mengenali perbedaan yang jauh antara
     melakukan hal yang tidak diinginkan dan menjadi orang yang tidak
     diinginkan.

     Seorang ibu melihat anaknya sedang mengobrak-abrik laci meja.
     "Jessa! Keluar!" teriaknya. "Kamu anak nakal!" Sang ibu
     menyebutkan karakter diri Jessa, alih-alih menasihati apa yang
     dilakukannya. Kita dapat melakukan pendekatan yang lebih baik
     dengan berkata, "Jessa, laci itu harus selalu ditutup.", 2. Apresiasi untuk Anak

     Kita semua ingin melihat bahwa keluarga dan gereja kita
     mengapresiasi kita. Nah, anak-anak juga ingin tahu, "Guruku
     senang aku berada di sini." Saat kita menunjukkan apresiasi
     kepada seorang anak, kita mengatakan bahwa dia dikasihi oleh
     Allah dan jemaat-Nya.

  3. Rasa Keberhasilan

     Anak merasa puas saat dia mampu menyelesaikan sebuah tugas.
     Keberhasilan ini menyatakan bahwa dia adalah anak yang cekatan.
     Belajar sepeda, membaca buku, melepas kancing atau menyelesaikan
     teka-teki hanyalah segelintir kegiatan-kegiatan yang ingin anak
     pelajari.

  JANGAN TAMBAHKAN BUMBU-BUMBU

  1. Kritik

     Ketika kita berfokus pada kelemahan-kelemahan anak, hal ini akan
     menghancurkan kepercayaan dirinya. Anak menyamakan kritik atas
     pekerjaannya dengan kritik terhadap diri sendiri sehingga dia
     membantah, merasa malu, atau merasa tertolak. Ungkapan-ungkapan
     seperti: "Kamu masih terlalu kecil"; "Salah lagi, salah lagi";
     atau "Sini, biar aku kerjakan", menghasilkan dampak negatif bagi
     anak. Sebaliknya, katakanlah: "Kamu sudah mulai dengan baik" atau
     "Kalau butuh bantuan, panggil saya ya....", 2. Sifat Tidak Peka

     Ketidakpekaan yang menyebabkan rasa malu dapat menimbulkan
     perasaan terluka. Sarkasme atau olok-olok, terutama di depan
     orang lain, memiliki efek yang merendahkan martabat anak-anak.
     Kita dapat melukai anak dengan berbicara tentangnya seolah-olah
     dia sedang tidak berada di sana. Selain itu, menghukum anak di
     depan umum dapat mempermalukannya. Disiplin seharusnya merupakan
     urusan pribadi, tidak hanya untuk menolong anak mendapatkan
     martabatnya tetapi menghindari orang lain membesar-besarkan
     masalahnya. Seorang guru menyadari bahwa dia telah bertindak
     tidak bijaksana saat dia menegur Anton di kelas sehingga
     anak-anak lainnya dapat mendengarkan. Selama beberapa minggu dia
     mendengar anak-anak berbicara kepada Anton dengan cara menegur
     seperti yang dia lakukan. Anton yang sangat membutuhkan pengakuan
     diri ditolak oleh yang lain. Guru itu pun melakukan hal yang
     perlu dilakukannya yaitu memuji dan menyemangati Anton atas
     sikapnya di depan umum.

  3. Kurangnya Rasa Hormat

     Rasa hormat terlihat dari apa yang kita katakan dan apa yang
     tidak kita katakan. "Terima kasih," "Tolong," dan khususnya
     "Maaf", merupakan ucapan yang jarang kita lontarkan kepada
     anak-anak. Harus disadari bahwa anak-anak perlu menerima rasa
     hormat seperti rasa hormat yang kita terima. Dia akan meniru
     teladan kita mengenai rasa menghormati atau rasa tidak
     menghormati.

     Terkadang, kita salah menganggap bahwa kita memunyai hak untuk
     menyela anak sesuka kita, memaksa mereka menghentikan apa pun
     yang mereka kerjakan ketika kita berbicara. Kita perlu bertanya
     kepada diri kita, "Apakah saya akan berkata seperti ini kepada
     orang dewasa? Apakah saya akan memperlakukan orang dewasa lainnya
     dengan cara ini?" Kita perlu memerhatikan teladan kita saat kita
     mengganggu aktivitas atau perbincangan anak dengan tidak sopan.
     Kita bisa saja menghambat pembelajaran anak untuk menghormati
     orang lain.

  4. Kurangnya Dorongan

     Anak-anak memerlukan dorongan melalui kata-kata, bahkan untuk
     melakukan tugas yang biasa sekali pun. Kita mungkin tidak mengira
     bahwa kita perlu memberi pujian atas hal-hal yang "wajib
     dilakukan anak". Akan tetapi, hampir semua anak memerlukan
     dorongan dan pengakuan untuk membantu mereka melakukan apa yang
     wajib mereka lakukan. "Usaha yang baik" dan "Aku senang kalau
     kamu menyimpan pensil-pensil itu" merupakan pernyataan-pernyataan
     sederhana yang dapat memotivasi anak. Bahkan, menyatakan tindakan
     anak dengan ungkapan: "Saya tahu..." akan menjadi dorongan bagi
     anak. "Saya tahu kamu menyimpan pensil-pensil itu.", 5. Membanding-bandingkan

     Pernyataan-pernyataan seperti "Kamu sama saja seperti adikmu!"
     atau "Kenapa kamu tidak bisa seperti Mega?" merupakan pernyataan
     yang merusak. Kita perlu mengingat bahwa Allah menciptakan kita
     secara unik -- tidak ada duanya. Setiap ciptaan-Nya unik. Setiap
     anak perlu diterima apa adanya dan dibantu meraih potensi unik
     mereka sendiri. Bagi sang Seniman Agung, semua karya merupakan
     karya besar. Renungkan kasih-Nya; jangan membandingkan anak-anak.

  6. Sikap Melindungi yang Berlebihan

     Burung-burung yang masih kecil akan mati di sarangnya jika
     induknya tidak mendorong burung-burung itu untuk terbang.
     Terkadang, orang tua dan guru ingin melindungi anak-anak dari
     pengalaman-pengalaman yang berbahaya dan tidak menyenangkan. Akan
     tetapi, jika kita memaksakan apa yang perlu dipelajari seorang
     anak atau membatasi eksplorasinya karena ketakutan kita akan
     kegagalan, maka kita merusak kemampuannya untuk berkembang.
     Berikanlah lingkungan yang aman agar anak-anak dapat belajar dan
     mengamati. Biarkanlah mereka berpetualang.

  7. Menghukum, Bukan Mendisiplin

     Kata-kata ini sangat berbeda. Hukuman merupakan balasan dari
     kesalahan, sedangkan disiplin merupakan proses yang mendidik,
     termasuk memberikan dorongan serta koreksi. Hukuman berpusat pada
     pembalasan setimpal, sementara disiplin membawa pesan tentang
     "Aku mengasihimu dan ingin membantumu melakukan hal yang benar".
     Hukuman menimbulkan rasa bersalah, ketakutan, kemarahan dan
     terkadang kebencian, namun disiplin menginspirasikan kasih
     sayang, perhatian dan hasrat untuk berkembang.

  SEBUAH KISAH

  Rian sering membuat masalah. Gurunya telah berusaha memberi nasihat,
  memisahkannya dari teman-temannya, dan menghilangkan semua hak
  istimewanya. Ibu Wong menyadari kebencian yang bertumbuh dalam diri
  Rian. Dia berbicara secara pribadi dengan Rian, "Rian, tampaknya
  sulit bagimu untuk melakukan apa yang diinginkan gurumu. Kamu pasti
  tidak senang, ya?" Untuk pertama kalinya seorang guru ingin mengerti
  Rian, tidak hanya mengendalikannya. "Aku ingin membantumu belajar
  melakukan hal-hal yang sulit bagimu. Kita dapat bekerja sama jika
  kamu mau." Rian tersenyum kepada Ibu Wong. Dan, proses disiplin pun
  telah dimulai. (t/Uly)

  Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Sunday School Smart Pages
  Judul asli artikel: A Chilsd`s Healthy Self-Esteem
  Editor: Wes dan Sheryl Haystead
  Penerbit: Gospel Light, USA 1992
  Halaman: 93 -- 94

INFO _________________________________________________________________

                40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA

  Apakah Anda terbeban untuk menanam lutut Anda bagi bangsa-bangsa
  yang belum mengenal Kristus? Kami mengajak Anda meluangkan waktu
  sejenak untuk berdoa bagi saudara-saudara kita, khususnya mereka
  yang akan melaksanakan ibadah puasa.

  Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2010 ini kita akan kembali
  bersatu hati berdoa selama bulan puasa, yaitu terhitung mulai 1
  Agustus -- 9 September 2010. Jika Anda rindu untuk turut ambil
  bagian berdoa bagi bangsa, kami akan mengirimkan pokok-pokok doa
  dalam versi e-mail untuk menjadi pokok doa kita bersama. Untuk
  berlangganan, silakan kirimkan e-mail ke:

  ==> subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org

  Bagi Anda yang ingin agar teman-teman Anda pun bisa ikut berdoa
  dengan memakai bahan pokok doa ini, silakan kirimkan alamat e-mail
  mereka ke alamat e-mail redaksi di:

  ==> doa(at)sabda.org

  Untuk mendapatkan bahan pokok doa versi kertas, silakan menghubungi:
     Mengasihi Bangsa dalam Doa
     P.O. Box 7332 JATMI JAKARTA 13560
     E-mail: < pray40daysindo(at)yahoo.com >

  Catatan: [Ganti (at) dengan ((at)) saat mengirim e-mail]

  Harap pemohon pengiriman bahan pokok doa versi kertas mencantumkan:
  Nama jelas:
  Alamat lengkap:
  Kota dan Kode Pos:
  Provinsi:
  Nama Lembaga:
  No. Telp./HP:
  E-mail:

  Marilah kita bersama berpuasa dan berdoa untuk Indonesia agar tangan
  Tuhan yang penuh kuasa menolong dan menggugah hati nurani para
  pemimpin bangsa ini untuk bertekad dan bersatu mengeluarkan bangsa
  ini dari kemelut berbagai masalah yang berkepanjangan. Selamat
  menjadi "penggerak doa" di mana pun Anda berada dan biarlah karya
  Tuhan terjadi di antara umat-Nya, khususnya bangsa Indonesia.
  Selamat berdoa.
_______________________________e-KONSEL ______________________________
Apakah Anda punya masalah/perlu konseling, atau ingin mengirimkan
informasi/artikel/bahan/surat/saran/pertanyaan/sumber konseling?
silakan kirim ke:
< konsel(at)sabda.org > atau < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org >
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel
Situs C3I: http://c3i.sabda.org
Facebook Konseling: http://fb.sabda.org/konsel
Twitter Konseling: http://twitter.com/sabdakonsel
______________________________________________________________________

Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Sri Setyawati
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright (c) 2010 Konsel / YLSA -- http://www.ylsa.org
Katalog: http://katalog.sabda.org
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org