|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-konsel/56 |
|
e-Konsel edisi 56 (4-2-2004)
|
|
><> Edisi (056) -- 01 Pebruari 2004 <><
e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Daftar Isi:
- Pengantar : Bulan Penuh Kasih
- Cakrawala : Like dan Love
- Telaga : Peran Orangtua Menghadapi Anak Berpacaran
- Bimbingan Alkitabiah : Standar Moral Pacaran
- Tips : Menjaga Kesucian Pada Masa Berpacaran
- Surat : Terimakasih Artikel Pekerjaannya
*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*
-*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-
Bulan Pebruari dikenal sebagai bulan penuh kasih. Di bulan ini kita
temui banyak toko yang menjual permen-permen coklat, berbagai hadiah
romantis dengan warna merah atau pink, dan juga bunga-bunga yang
melambangkan cinta kasih. Orang muda, khususnya mereka yang sedang
berpacaran, pasti tahu mengapa bulan ini disebut sebagai bulan yang
penuh kasih sayang. Tidak salah lagi jawaban Anda karena tanggal 14
bulan Pebruari dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang atau Valentine.
Dalam merayakan hari Valentine ini, e-Konsel juga ikut ambil bagian
dengan menyajikan tema PACARAN untuk dua edisi yang terbit di bulan
penuh kasih ini. Topik "Pacaran Secara Kristen" akan ditampilkan
pada edisi 056 dan di edisi 057 akan kami sajikan topik "Jodoh".
Pada edisi "Pacaran Secara Kristen" ini artikel yang kami sajikan
adalah "Like and Love". Melalui artikel ini kita dapat belajar untuk
membedakan antara perasaan "suka" dan "kasih". Emang ada bedanya...?
Nah, simak baik-baik, ya. Tak ketinggalan kami juga akan memberi
petunjuk, khususnya bagi para orangtua yang saat ini sedang resah
menghadapi anak-anak mereka yang sudah mulai berpacaran. Dan bagi
Anda yang saat ini sedang berpacaran, hal-hal apa yang tidak boleh
kita lakukan ketika berpacaran? Silakan menyimak kolom Bimbingan
Alkitab dan Tips yang akan membahas tentang bagaimana berpacaran
secara Kristen.
Topik Hari Valentine tahun lalu yang pernah disajikan oleh e-Konsel
adalah edisi 009/2002, dengan tema "Mencari Pasangan Hidup". Jika
Anda belum mendapatkan sajian edisi ini, segera saja Anda membuka
arsip e-Konsel di:
==> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/009/
Tunggu apa lagi, segera simak sajian kami!
Redaksi
*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*
-*-LIKE DAN LOVE-*-
Dalam bahasa Inggris, kata "to like" berarti menyukai sedangkan kata
"to love" berarti mengasihi. Sekarang apa perbedaan mendasar antara
dua kata ini dalam hal memilih pasangan hidup? Menurut saya,
menyukai mengacu pada kesenangan pribadi yakni menginginkan
seseorang karena ia baik untuk kita dan menyenangkan hati kita.
Sebaliknya, mengasihi merujuk kepada memberikan diri untuk
seseorang.
Cara lain untuk membedakannya ialah, menyukai hanya meminta kita
menjadi pengamat, sedangkan mengasihi mengharuskan kita menjadi
pelaku. Misalnya, kita menyukai mainan, kendaraan, dan rumah, tetapi
kita mengasihi adik, orangtua serta istri kita. Mainan dan kendaraan
bertujuan untuk menyenangkan atau memudahkan kehidupan kita tanpa
kita harus terlibat di dalamnya (menjadi bagian dari mainan atau
mobil itu). Mengasihi keluarga menuntut kita untuk terlibat di
dalamnya (menjadi bagian dari kehidupan mereka); dengan kata lain,
kita mesti menjadi pelaku, bukan sekedar pengamat yang mencicipi
kenikmatan objek tersebut.
Adakalanya kita dibingungkan dengan kata "suka" dengan "cinta".
Tidak bisa disangkal, pada tahap awal pertemuan, rasa suka akan
mendominasi hubungan kasih kita. Kita menyukai wajahnya, cara
bicaranya, tertawa renyahnya, kelembutannya, kepemimpinannya, atau
wibawanya. Namun seyogianya rasa suka ini bertumbuh menjadi rasa
cinta yakni kerelaan untuk memberi yang terbaik dari diri kita demi
yang terbaik untuknya. Jika metamorfosis ini tidak terjadi, maka
kita pun akan terlibat dalam suatu relasi yang kerdil dan dangkal.
Kita akan berhenti pada peran pengamat yang hanya menikmati
tontonannya dengan penuh kekaguman. Yang lebih berbahaya lagi, kita
akan menuntutnya untuk bersikap dan melakukan hal-hal yang dapat
terus melestarikan kenikmatan dan kekaguman kita terhadapnya.
Berbeda dengan suka, kasih masih menyisakan benih-benih kekaguman
tanpa membuat kita terpukau kaku dan pasif. Kasih melibatkan kita
dalam hidupnya sebagai pelaku yang rela mengotorkan tangan, bukan
sekedar sebagai penonton yang disenangkan oleh pertunjukkan yang
indah.
Kasih bertanya, "Apa yang dapat kuberikan?", sedangkan suka
bertanya, "Apa yang dapat kau berikan?". Saya kira istilah C.S.
Lewis, "need-love", mencerminkan definisi menyukai yang telah saya
jabarkan. Menurut Lewis, "need-love" merupakan kasih yang keluar
dari kebutuhan dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan itu. Dengan
kata lain, kita memilihnya menjadi istri atau suami karena ia akan
dapat memberikan yang kita butuhkan. C.S. Lewis tetap menyebutnya,
kasih, tetapi saya cenderung memanggilnya, suka.
Sekali lagi saya tegaskan bahwa suka pada dasarnya sesuatu yang
alamiah dan bersifat netral. Rasa suka merupakan bagian awal dari
rangkaian pertumbuhan relasi di mana pada puncaknya, kasihlah yang
mencuat dengan indahnya. Problem muncul tatkala benih suka tetap
tinggal sebagai biji suka dan tidak pernah bertumbuh menjadi pohon
kasih. Pernikahan yang seperti ini akan ditandai dengan dua nada:
frustasi dan kejam.
Kita merasa frustasi karena kita mengalami delusi sebab ternyata
yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan. Kita terbangun dari
mimpi dan melihat rupa pasangan kita yang sebenarnya -- ternyata dia
bukan pangeran yang mengherankan kita. Dia tidak memberikan yang
kita butuhkan bahkan kitalah yang harus mengisi kebutuhannya.
Kita juga bisa berubah kejam. Kita dapat terus menghujamnya dengan
tuntutan demi tuntutan secara bertubi-tubi dan membabi buta. Kita
tidak mau tahu akan realitas sebab kita merasa terpedaya dan
terperangkap. Kita menganggap bahwa ia berhutang pemberian kepada
kita. Kita menjadi kejam karena ternyata tontonan itu tidak menarik
sama sekali. Rasa suka pun berubah menjadi benci.
Kembali kepada konsep "need-love" yang diutarakan C.S. Lewis,
ternyata hubungan kasih memang sarat dengan kebutuhan, misalnya
kebutuhan untuk dikasihi, dihargai, dan keamanan. Ternyata pemilihan
pasangan hidup juga tidak terlepas dari penentuan akan siapa yang
kira-kira dapat memenuhi kebutuhan kita itu. Kita tidak memilih
siapa saja; kita memilih dia yang berpotensi atau yang kita duga
akan sanggup mencukupi kebutuhan kita. Selama kebutuhan itu tidak
terlalu besar, biasanya hubungan nikah akan dapat berjalan langgeng.
Namun jika kebutuhan itu terlalu menggunung, konflik pasti akan
meletus.
Kesimpulannya adalah, sadarilah kebutuhan yang kita miliki itu dan
akuilah harapan yang terkandung di dalam hati kita. Komunikasikanlah
harapan itu kepada pasangan kita dan carilah jalan tengah agar
kebutuhan itu dapat dipenuhinya tanpa harus terlalu melelahkannya.
Semakin dini kita menyadari dan mengkomunikasikannya, semakin besar
kemungkinan kita menyelamatkan pernikahan kita kelak.
-*- Sumber -*-:
Judul Buletin: Parakaleo, Vol VI/3, Juli - September 1999
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.
Penerbit : STTRII
Halaman : 3 - 4
*TELAGA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*
-*- PERAN ORANGTUA MENGHADAPI ANAK BERPACARAN -*-
Mau tidak mau pada suatu saat anak-anak kita juga akan sampai pada
proses pacaran. Suatu tahap yang wajar terjadi dalam kehidupan
setiap orang. Sebagai orangtua sudah menjadi kewajiban kita untuk
tetap membimbing mereka dalam setiap kehidupan mereka. Ada banyak
hal yang harus kita perhatikan bila anak-anak ini sudah sampai pada
tahap berpacaran. Anda penasaran hal-hal apa saja itu? Simak saja
kolom TELAGA berikut ini bersama Pdt. Dr. Paul Gunadi Ph.D!
------
T : Apa yang membedakan antara berpacaran dan berteman akrab selain
perbedaan jenis kelamin?
J : Yang menjadi perbedaan utama adalah ketertarikan secara romantis
dan emosional. Persahabatan biasanya diikat oleh rasa kebutuhan
emosional yang dipenuhi oleh seorang sahabat, sedangkan
berpacaran mengandung unsur suatu ketertarikan secara romantis.
------
T : Apakah kalau mereka sering pergi berduaan lalu mengambil
kesempatan-kesempatan hanya berdua saja, lalu kita bisa
mengatakan mereka sedang berpacaran?
J : Kemungkinan kalau dengan lawan jenis dan sudah mulai bepergian
berdua, saya kira sudah menjurus ke situ. Sebab dalam
persahabatan seringkali itu tidak kita lakukan, biasanya
bersahabat itu berdua, bertiga, apalagi pada anak-anak remaja,
jarang sekali yang eksklusif hanya berdua dengan lawan jenis.
Jadi kalau mulai berdua dengan lawan jenis, mereka mungkin juga
pada awalnya mengatasnamakan persahabatan, namun dalam hati --
meskipun mereka belum tentu mau mengakuinya -- mereka sudah
memiliki ketertarikan yang romantis. Karena untuk penjajakan
pada tahap awal, masing-masing tidak mau mengungkapkan perasaan
sebetulnya. Jadi mereka hanya bepergian dan berpikir ini adalah
persahabatan. Setelah melewati jangka waktu tertentu mereka
makin menyadari betapa tergantungnya mereka satu sama lain,
betapa butuhnya mereka akan kehadiran pasangannya itu. Akhirnya
mungkin salah satu akan mengungkapkan isi hatinya dan resmilah
mereka pacaran.
------
T : Kalau kita tahu anak kita sudah mulai berpacaran, apa yang
bisa kita lakukan sebagai orangtua?
J : Jauh sebelum anak kita mulai berpacaran, kita seharusnya sudah
mulai berbicara kepada dia tentang calon pacarnya, tentang suami
atau istri yang baik. Kita berbicara tentang hal-hal seperti ini
tidak harus secara terencana dan sistematik tetapi lakukan
serileks mungkin namun mengandung pesan moral yang jelas.
Misalnya dengan berkata kepada dia: "Nanti saya mengharapkan
kamu akan menikah dengan seseorang yang lebih baik dari saya.
Maksudnya, saya hanya minta kamu mencintai dan memilih orang
yang mencintai Tuhan Yesus dan kamu dengan sepenuh hati." Hal-
hal inilah yang mulai perlu kita sampaikan kepadanya, sehingga
dia mempunyai kerangka atau standar atau tolok ukur ketika dia
mulai dekat dengan seorang pria. Akhirnya tanpa disadarinya
prinsip-prinsip atau kriteria tersebut sudah melekat padanya
dan menjadi panduan yang akan dia gunakan. Sebaiknya pembicaraan
kita juga tidak bernada instruksi, larangan, keharusan atau
menggurui. Misalnya, jangan menggunakan kata-kata: "Kamu tidak
boleh menikah dengan ini, kamu harus begini, dan sebagainya."
Larangan-larangan itu bisa efektif namun dampaknya kurang begitu
konstruktif karena anak itu cenderung tidak begitu tanggap
terhadap larangan-larangan. Justru bisa-bisa anak itu merasa
ingin tahu mengapa tidak boleh berpacaran dengan orang yang
dilarang oleh orangtua, akhirnya malah melakukannya. Jadi
sampaikanlah pesan-pesan moral kita itu secara positif bukannya
secara negatif.
------
T : Tapi apakah mereka tidak canggung untuk diajak bicara seperti
itu?
J : Memang ada kecenderungan anak tidak akan menunjukkan sikap bahwa
dia itu sungguh-sungguh memperhatikan karena ada rasa malu.
Namun sebetulnya dalam hatinya dia akan mendengarkan dengan
serius. Beritahu dia bahwa merupakan hal yang alami baginya jika
suatu hari kelak dia menyukai seseorang yang berlawanan jenis
dan tidak usah merasa malu. Orangtua perlu mengambil inisiatif
untuk memunculkan dan membicarakan hal ini dengan tujuan agar
anak mempunyai keberanian untuk bercerita.
------
T : Kadang-kadang sesudah anak ini menginjak dewasa, mereka justru
tertarik pada orang-orang yang tidak seiman. Bagaimana
mengatasinya?
J : Harus kita akui kematangan iman kita seringkali dipengaruhi oleh
kematangan usia dan jiwa kita. Maksudnya, memang ada anak-anak
remaja usia 11-13 tahun yang memiliki kematangan rohani. Pada
umumnya, kebanyakan kita mulai memikirkan dengan serius tentang
iman kepada Tuhan sekitar usia 17-18 tahun ke atas. Ini cukup
alamiah sebab ada tahapannya. Artinya adalah pada usia
sebelumnya hal-hal rohani itu kurang menempati posisi yang
penting di dalam kehidupannya, kecenderungannya adalah dia ikut
dengan kita ke gereja karena kewajiban. Pada saat ini mungkin
saja dia tertarik dengan lawan jenisnya. Harus kita akui bahwa
pada umumnya pintu pertama yang menjadi penghubung antara kita
dengan yang kita sukai adalah ketertarikan fisik. Seringkali
unsur seiman atau tidak seiman menjadi soal kedua, sama dengan
unsur kecocokan kepribadian atau sifat-sifatnya. Dari pengertian
ini kita bisa menyimpulkan bahwa sewaktu anak kita itu menjalin
hubungan dengan lawan jenisnya yang kebetulan tidak seiman, itu
dilakukannya dengan tidak sengaja karena memang prosesnya
begitu.
------
T : Kalau kita sudah tahu bahwa mereka sedang pacaran dengan orang
yang tidak seiman, apa yang harus kita lakukan?
J : Reaksi yang umum, kita merasa panik karena tidak sesuai dengan
apa yang kita harapkan dan kita takut hal ini membawa kerugian
pada anak kita. Cobalah untuk berdialog dengan dia. Larangan
yang keras kurang begitu efektif. Justru kalau kita larang
dengan keras, dia malah berbalik membela pacarnya dan merasa
bahwa kita itu tidak adil. Jadi kembalikan tanggung jawab ini ke
pundaknya dan dorong untuk mempertanggungjawabkan tindakannya
itu di hadapan Tuhan. Misalnya, kita bacakan Amsal 19:14,
"Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi istri
yang berakal budi adalah karunia Tuhan."
Sebab sebagai seorang Kristen kita harus berkata bahwa pasangan
hidup kita itu adalah pemberian Tuhan, berarti yang sesuai
dengan kehendak Tuhan. Kita tahu bahwa Firman Tuhan meminta kita
menikah dengan yang seiman, kita tidak diizinkan untuk menikah
dengan yang tidak seiman. Namun sekali lagi kita tidak
menekankan pada kehendak kita tetapi lebih menekankan bahwa dia
sekarang bertanggung jawab secara langsung kepada Tuhan.
------
T : Jika dia mengambil keputusan untuk putus dengan pacarnya yang
tidak seiman itu, bagaimana supaya ia tidak terluka hatinya atau
bagaimana jika ia tidak mau pacaran lagi, bagaimana kita
menolongnya?
J : Kita bisa menyampaikan kepadanya bahwa setelah kita putus, luka
itu akan terus tinggal dalam hati kita untuk jangka waktu yang
lama. Jadi lumrah kalau dia itu tidak mau mencoba kembali. Namun
setelah luka itu sembuh, keinginan itu akan muncul secara lebih
alamiah. Amsal 20:18,
"Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu
berperanglah."
Ayat ini bisa dibagikan kepada anak kita bahwa lain kali harus
mempertimbangkan dengan baik sebelum melangkah masuk dalam
hubungan yang lebih serius, karena toh yang terluka adalah kita
dan Tuhan mau melindungi kita dari luka dan kerugian-kerugian.
Oleh sebab itu, sebelum melangkah kita dasari langkah itu atas
pertimbangan-pertimbangan yang matang.
-*- Sumber -*-:
[[Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #24A
yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
-- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
e-Mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel@xc.org >
atau: < TELAGA@sabda.org > ]]
*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*
-*- STANDAR MORAL PACARAN -*-
Untuk membedakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan ketika kita berpacaran, Tuhan memberikan batasan yang
jelas. Dia tak pernah takut untuk menyebut dosa sebagai dosa.
Mari kita lihat apa yang Alkitab katakan tentang hal ini. (Anda
mungkin ingin mencari ayat-ayat ini di Alkitab Anda sendiri dan
menggarisbawahinya.)
Mazmur 101:2,3 Galatia 5: 16-21
Mazmur 119:9,11 Galatia 6:7,8
Ayub 31:1 Efesus 5:3-5
Matius 5:27-29 1Tesalonika 4:3-8
Matius 7:13,14 2Timotius 2:22
1Korintus 6:9,10 Wahyu 18:4,5
1Korintus 6:18-20 Wahyu 22:14,15
Standar moral Tuhan adalah satu-satunya standar moral yang kita
butuhkan. Bahkan pada suatu hari nanti ketika generasi penerus kita
menjadi buta seolah-olah tidak ada standar moral seperti itu, kita
harus menegakkannya dan menjadikan itu sebagai bagian dari kita.
Elaine Battles, seorang misionaris, pernah berkata,
"Hanya ikan mati yang mengapung dan terbawa arus sampai ke
hilir."
Anak muda harus hidup dan bersemangat untuk bisa berenang melawan
arus.
-*- Sumber diterjemahkan dan diedit dari -*-:
Judul Buku: Dare to Date Differently
Penulis : Fred Hartley
Penerbit : Power Book, New Jersey, U.S.A, 1998
Halaman : 44 - 47
*TIPS *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*
-*- MENJAGA KESUCIAN PADA MASA BERPACARAN -*-
Menjaga kesucian menuntut disiplin diri yang kuat dan disiplin ini
hanya bisa ada apabila ada niat yang sama kuatnya pula. Tidak hanya
itu, faktor utama untuk tetap menjaga kesucian selama masa pacaran
hendaknya didasarkan pada rasa takut akan Allah sebab pada akhirnya
kita tetap harus memberi pertanggungjawaban kepada Allah sendiri
(1 Tesalonika 5:23). Berikut ini beberapa saran untuk menolong kita
menjaga kesucian pada masa berpacaran.
1. Sirami hati kita dengan Firman Allah.
-------------------------------------
Firman Allah akan memberi peringatan dan sekaligus kekuatan bagi
kita untuk melawan godaan seksual. Bacalah dan renungkanlah
firman-Nya setiap hari; jadikan saat teduh sebagai aktivitas
rohani rutin kita. Jangan biarkan iblis atau diri kita menipu
dengan mengatakan bahwa kita sudah tidak layak menerima firman
Tuhan. Ketidaklayakan adalah suatu sikap yang selalu harus ada
namun kita butuh firman Tuhan guna bertahan dalam kehendak Tuhan.
2. Pertahankan batas sejauh-jauhnya dan sepanjang-panjangnya.
----------------------------------------------------------
Jangan mulai sentuhan fisik terlalu dekat dan terlalu cepat.
Barang siapa memulai terlalu cepat akan mengakhirinya dengan
cepat dan sangat jauh pula. Hindarkan ciuman di bibir, sebisanya
berhenti pada ciuman di pipi. Sentuhan-sentuhan pada anggota
tubuh selain tangan, misalnya pinggul dan dada, harus
dihindarkan. Hindarkan pelukan muka dengan muka, batasi hanya
pada pelukan dari samping yakni tangan kanan memeluk bahu dari
samping.
3. Bicarakan godaan seksual secara terbuka dan doakan bersama.
-----------------------------------------------------------
Jangan merasa sungkan atau tidak enak hati melukai pasangan kita.
Keterbukaan menunjukkan kedewasaan dan kesadaran untuk menghadapi
secara matang. Sepakati batas fisik dan hormati keputusan itu
sebab dengan cara itulah kita menghormati tubuh pasangan kita
sebagai rumah Allah yang kudus.
4. Hindarkan keberduaan dan keterpisahan.
--------------------------------------
Bertemulah di tempat terbuka dan umum; jangan mencari-cari
kesempatan untuk menyendiri guna melaksanakan niat seksual kita.
Membicarakan hal pribadi tidak perlu dalam kamar atau di rumah
yang sepi; kita dapat melakukannya di tempat ramai yang tetap
memberi kita kesempatan berbicara dengan serius.
5. Bicarakan masalah dengan seorang bapa atau ibu rohani.
------------------------------------------------------
Bicarakan dan akuilah masalah kita dengan seorang bapa atau ibu
rohani kita agar kita bisa mempertanggungjawabkan perbuatan kita
secara berkala dan terbuka. Mintalah kesediaannya untuk menjadi
pengawas yang akan terus mengecek kemajuan kita. Keberadaan
seorang pengawas akan menolong kita hidup kudus dan bertanggung
jawab. Dosa yang disembunyikan niscaya membuat kita lebih liar
dan tak terkendali, dosa yang diakui justru memperkuat ketahanan
kita.
6. Jangan menyerah.
----------------
C.S. Lewis, seorang penulis Kristen, pernah berujar bahwa kita
tidak akan tahu besarnya kekuatan dosa sampai kita mencoba
melawannya. Godaan seksual merupakan godaan besar yang adakalanya
membuat kita putus asa melawannya. Namun nasihat C.S. Lewis
adalah jangan menyerah. Lewis melukiskan suatu contoh yang indah.
Jika kita mengosongkan kertas ujian kita, pasti kita mendapatkan
nilai 0. Namun, jika kita mencoba menjawab setiap pertanyaan,
kita pasti memperoleh nilai meski jawabannya salah. Lewis
mengingatkan kita bahwa Tuhan ingin melihat usaha kita melawan
dosa dan Ia menghargai upaya yang keras. Jangan menyerah atau
membenarkan diri. Akui kejatuhan kita dan bangunlah kembali;
setiap hari merupakan hari pengujian, sebab itulah esensi
kehidupan Kristen.
-*- Sumber diedit dari -*-:
Judul Buletin: Seks Pranikah -- Seri Psikologi Praktis
Judul Artikel: Menjaga Kesucian
Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.
Penerbit : Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 2001
Halaman : 6 - 8
*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*
Dari: <Judith@>
>Shalom tim e-Konsel! Pagi ini saya dapat berkat besar dengan
>artikel di bawah ini. Thank's alot yaa. Betapa uniknya kehidupan
>orang Kristen bahkan soal pola kerja pun Bapa mengaturnya. Thanks
>God for taking care of us. God bless you all forever!!!! Selamat
>bekerja=melayani!
>@Judith
Redaksi:
Kami juga tidak henti-hentinya mengucapkan syukur kepada Tuhan
jika kami bisa membagikan berkat Tuhan kepada semua orang. Tak
ketinggalan kami juga mengucapkan terimakasih atas segala dukungan
yang telah diberikan kepada kami. Maukah Anda mensharingkan
pengalaman Anda dalam hal pola kerja kepada teman-teman Anda atau
mengirimkannya kepada Redaksi. Siapa tahu pengalaman Anda dapat
menjadi berkat bagi para pembaca e-Konsel lainnya.
Jangan lupa untuk mendoakan kami agar melalui pelayanan ini nama
Tuhan semakin dimuliakan dan semakin banyak orang yang mengenal Dia
dan mendapatkan berkat-Nya. Selamat bekerja dan melayani.
e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL
STAF REDAKSI e-Konsel
Yulia, Ratri, Irfan, Natalia
PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
Yayasan Lembaga SABDA
INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
Sistem Network I-KAN
Copyright(c) 2004 oleh YLSA
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat: <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
Berhenti: Kirim e-mail kosong: unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
ARSIP publikasi e-Konsel: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |