Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/36

e-Konsel edisi 36 (15-3-2003)

Konseling untuk Mereka yang Berkabung (1)

><>                   Edisi (036) 15 Maret 2003                   <><


                               e-KONSEL
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

Daftar Isi:
   - Pengantar            : Pelayanan kepada Mereka yang Berkabung
   - Cakrawala            : Kunjungan Bagi yang Berkabung
   - Bimbingan Alkitabiah : Duka Karena Kematian Orang yang Dikasihi
   - Tanya Jawab          : Pertanyaan Anda
   - Surat                : Senang membaca e-Konsel edisi 01 Maret

*REDAKSI -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*- REDAKSI*

                    -*- PENGANTAR DARI REDAKSI -*-

  Salam sejahtera dalam kasih Kristus,

  Kali ini e-Konsel akan mengunjungi Anda untuk membahas tentang
  "Konseling untuk Mereka yang Berkabung". Pelayanan konseling untuk
  mereka yang sedang mengalami kedukaan biasanya dilakukan dalam
  bentuk kunjungan-kunjungan, karena dalam banyak kasus konsele yang
  sedang mengalami kedukaan segan untuk pergi ke luar untuk mencari
  pertolongan, bahkan kadang mereka sendiri tidak merasa bahwa mereka
  membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu sajian kita kali ini
  kiranya dapat menggugah kita semua untuk menyadari bahwa pelayanan
  kepada orang-orang yang sedang berkabung merupakan pelayanan yang
  perlu mendapat perhatian secara pro-aktif. Melihat pentingnya tema
  ini maka kami akan menyajikan dua bagian yang akan kami terbitkan
  dalam dua edisi secara berturut-turut.

  Pada bagian pertama di edisi ini, kami menyajikan sebuah artikel dan
  bimbingan rohani, serta tanya jawab untuk dapat Anda pelajari. Kami
  harap para pembaca e-Konsel, dengan pimpinan Roh Kudus, mendapat
  bekal untuk dapat melayani keluarga atau teman-teman di sekitar kita
  yang tengah mengalami perkabungan. Kiranya banyak orang yang Anda
  layani dapat melihat kasih Allah yang abadi itu melalui Anda.

  Selamat melayani.
  Tim Redaksi


*CAKRAWALA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* CAKRAWALA*

                 -*- KUNJUNGAN BAGI YANG BERKABUNG -*-

  Saya baru saja menyelesaikan penguburan Stan Conners, penguburan
  kedua dalam jemaat di mana saya baru pindah. Semua kelihatannya
  berjalan cukup baik, pikir saya. Penyanyi solo bernyanyi dengan
  baik, saya rasa khotbah saya baik dan keluarga yang ditinggalkan
  merasa senang dengan kebaktian penguburan itu. Saya pikir saya telah
  menyelesaikan tujuan saya dalam memberikan penghiburan rohani kepada
  keluarga yang berduka. Tapi sebuah komentar dua hari kemudian,
  ternyata memaksa saya mempertanyakan kesimpulan saya ini.

  Saya berhenti di rumah seorang janda muda. Suami wanita ini
  meninggal dunia karena serangan jantung tiga tahun yang lalu. Dia
  membagi kenangannya: menemukan suaminya yang terjatuh di dekat ban
  mobil di garasi, mengatakan kepada anak-anaknya yang berusia sekolah
  bahwa ayah mereka telah meninggal, memulai pergumulan sebagai orang
  tua tunggal.

  Dia mengamati saya, "Hamba Tuhan dan gereja tidak melayani kebutuhan
  saya yang paling besar. Memang mereka mengunjungi saya setelah
  kematian, dan menjumpai saya sebelum kebaktian. Mereka mengucapkan
  beberapa kata pada saat penguburan. Tetapi saya tidak pernah
  melihat mereka lagi sehubungan dengan kematian suami saya. Setelah
  minggu pertama, tidak seorang pun dari jemaat mengunjungi kami
  karena perkabungan itu. Pergumulan saya sehubungan dengan kematian
  suami saya sebenarnya baru mulai dua minggu setelah penguburan, dan
  pada saat itu, semua orang telah menghilang dari pandangan."

  Kita, para gembala jemaat, biasanya mempunyai pelayanan yang berarti
  terhadap keluarga-keluarga menjelang kematian. Dalam banyak situasi,
  kematian mengikuti korbannya secara perlahan, mengharuskan kita
  untuk berjalan bersama dengan keluarga itu melalui lembah bayang-
  bayang kematian. Pelayanan kita penting dan diterima.

  Pada saat-saat yang lain, kematian memukul tanpa peringatan: terjadi
  secara tiba-tiba, serangan jantung yang hebat, kejadian fatal di
  tengah malam. Dalam situasi-situasi ini kita memberikan perhatian
  rohani darurat, dengan mengunjungi keluarga itu beberapa kali,
  kadang-kadang berjam-jam. Kemudian kita mengundurkan diri bersama
  dengan kebaktian penguburan.

  Tetapi dalam kasus yang lain, saya mulai menyadari bahwa kebaktian
  memperingati kematian bukanlah tempat untuk mengakhiri pelayanan.
  Itu adalah tempat untuk memulai sesuatu yang lain yang juga tidak
  kurang pentingnya.

  Dalam usaha melayani keluarga dengan lebih efektif, kami membuat
  suatu program kunjungan bagi yang berkabung. Saya telah menemukan
  bahwa pelayanan itu menolong orang-orang menghadapi perkabungan
  mereka dengan cara yang lebih penuh dan sehat.

  Kunjungan Awal
  --------------

  Kunjungan bagi yang berkabung dimulai sebelum kebaktian penguburan,
  namun mungkin akan memerlukan satu tahun bahkan lebih untuk bekerja
  melewati perkabungan mereka. Adakalanya para anggota keluarga
  berkata, "Segera setelah penguburan ini berakhir, kami dapat menata
  kembali hidup kami" atau "Hanya beberapa jam lagi dan kami dapat
  meneruskan kehidupan kami." Kita perlu dengan lembut mengingatkan
  bahwa kematian mempengaruhi kita lebih lama daripada beberapa hari
  yang singkat.

  Sebagian besar orang tidak memahami perkabungan. Mereka yakin
  suasana akan kembali normal dalam satu atau dua bulan. Jika lebih
  lama dari itu biasanya dikatakan bahwa mereka tidak menangani
  kematian dengan baik, mereka bukan "orang Kristen yang baik, yang
  kuat". Jadi, jika menitikkan air mata di tempat perbelanjaan
  setelah mendengar lagu yang mengingatkan mereka akan orang yang
  dikasihi, ini akan membingungkan dan membuat mereka malu. Ini sangat
  tidak betul. Kejadian-kejadian di atas sungguh menolong kita
  menyadari bahwa mereka hanyalah manusia biasa.

  Langkah kedua adalah serangkaian percakapan lewat telepon dan
  kunjungan seminggu setelah penguburan. Saya biasanya mengunjungi
  keluarga yang ditinggalkan, karena biasanya anggota keluarga lain
  telah kembali ke rumah dan pekerjaan mereka, dan para sahabat serta
  tetangga telah kembali memusatkan perhatian kepada pergumulan mereka
  sendiri. Kesibukan selama penguburan telah berakhir, hidup menjadi
  sunyi, dan tinggallah keluarga itu sendiri dalam kesepian.

  Seringkali saat inilah kenyataan kehilangan memukul mereka paling
  berat. Kunjungan saya pada keluarga itu memberikan kesempatan untuk
  mengungkapkan pertanyaan sehubungan dengan duka cita mereka yang
  muncul atau membicarakan lagi hal-hal yang lampau.

  Saya banyak kali mendengar ungkapan kesepian. Mary bercerita tentang
  malam-malam yang tak tertahankan tanpa suaminya. Tom meratapi
  keharusan untuk membuat makan malamnya sendiri dan betapa sunyinya
  di meja dapur tanpa isterinya. David muda menyinggung bagaimana
  rumah kosong dan menakutkan ketika dia pulang dan ibunya tidak ada
  di sana untuk berjumpa dengannya. Kunjungan saya tidak mengangkat
  kesepian atau ketakutan mereka tetapi membuat keluarga itu membagi
  duka cita mereka dan menyadari bahwa seseorang bersedia memahaminya.

  Adakalanya, saya mendengar suara penyangkalan yang lembut. Donna
  mengakui bahwa ia sering membayangkan suaminya akan segera berjalan
  melalui pintu dapur dan menyambutnya dengan ciuman, sebagaimana yang
  selalu dilakukannya. "Tampaknya," katanya, "dia hanya berada dalam
  perjalanan yang panjang." Jerry mendapatkan dirinya sedang menunggu
  di dekat telepon menunggu isterinya menelepon dari rumah sakit dan
  memintanya untuk menjemputnya. Pergumulan seperti itu adalah normal
  bagi perkabungan dan bukan tanda mereka menjadi gila; peneguhan yang
  menghibur mereka yang kehilangan sangat dibutuhkan.

  Kunjungan saya mengingatkan keluarga itu bahwa dukacita tidak
  berakhir pada penguburan. Ya, mereka harus meneruskan kehidupan
  tetapi juga perlu menanggung luka-luka karena dukacita dan
  membiarkan waktu penyembuhan luka-luka itu.

  Kunjungan Selanjutnya
  ---------------------

  Saya mengadakan kunjungan atau telepon sekitar tiga minggu kemudian.
  Salah satu tujuan utama adalah meyakinkan keluarga yang ditinggalkan
  bahwa mereka tidak dilupakan. Mereka tetap ada dalam pikiran dan doa
  saya, juga mereka dalam jemaat. Tujuan lain kunjungan ini untuk
  menekankan bahwa saya selalu bersedia menolong.

  Seringkali ini merupakan kunjungan yang menandakan titik perubahan.
  Saya tidak yakin mengapa. Mungkin setelah beberapa kunjungan,
  anggota keluarga itu akhirnya percaya bahwa saya sungguh-sungguh
  memperhatikan mereka lebih dari sekedar melakukan "tugas profesional
  hamba Tuhan" saya.

  Mungkin memerlukan beberapa minggu kunjungan terhadap anggota
  keluarga supaya saya bisa berjalan bersama mereka dalam suasana
  dukacita yang mereka alami. Mempercayai seseorang -- bahkan seorang
  hamba Tuhan -- untuk menjadi dekat ketika seseorang sedang mengalami
  kedukaan, sama sekali berbeda.

  Atau mungkin tiga minggu setelah kehilangan, secara sederhana
  merupakan saat dimana orang mulai menghadapi persoalan yang lebih
  dalam. Orang-orang melontarkan kepada saya pertanyaan-pertanyaan
  teologia: "Di manakah Allah dalam kematian orang yang kukasihi?"
  "Apakah Allah yang menyebabkan kematian, apakah Allah membiarkannya?
  atau apakah Dia tidak berkuasa atasnya?". "Saya takut kehilangan
  iman saya. Bagaimana saya harus bertahan?" "Saya tidak yakin akan
  adanya kehidupan setelah kematian. Apakah ada jalan untuk bisa
  meyakinkan saya?" Kemarahan terhadap Allah bisa terjadi: "Mengapa
  Allah membiarkan ini terjadi?" "Allah yang pengasih seperti apakah
  Dia, sehingga membiarkan terjadi terhadap kita?"

  Kadang kala orang-orang bisa mengungkapkan kemarahan terhadap Allah
  dengan cara yang tidak langsung. Saya mengunjungi Linda beberapa
  minggu setelah kematian ayahnya. Linda tampaknya menguasai duka
  citanya dengan baik tetapi selama percakapan dengan saya dia
  menyinggung dengan serampangan, bahwa ia mempunyai kesulitan berdoa.
  Kemudian ia mengungkapkan kemarahan kenapa ayahnya harus begitu
  menderita sebelum kematiannya. "Apakah itu adil?" dia meratap.
  Sambil berbicara, Linda menyalahkan Allah yang membuat ayahnya
  menderita. Kemarahannya yang tanpa suara terhadap Allah mempengaruhi
  kehidupan doanya. Kunjungan penggembalaan saya menurunkan keadaan
  yang bisa menjadi berbahaya.

  Beberapa keluarga tampak tidak memerlukan banyak perhatian
  penggembalaan. Keluarga itu tertutup, dan mereka saling melayani
  secara efektif. Keluarga-keluarga ini, saya lihat, tetap menghargai
  kunjungan penggembalaan. Sebagian keluarga memanfaatkan kunjungan
  ini untuk membagi kenangan, keluarga yang lain untuk mengungkapkan
  ucapan syukur kepada Allah atas berkat hubungan mereka dengan
  mendiang. Yang lainnya meyakinkan saya, bahwa walaupun pergumulan
  tetap ada, mereka sedang memungut kepingan-kepingan kehidupan
  mereka.

  Biasanya saya mengadakan kunjungan ketiga kira-kira tiga atau empat
  bulan setelah penguburan. Pada saat ini kesulitan-kesulitan berarti
  dalam proses perkabungan menjadi kelihatan. Saya mendorong pribadi
  itu untuk mencari pertolongan profesional tambahan jika ada gejala-
  gejala mengandung depresi kronis, kecenderungan bunuh diri, atau
  makan dan tidur yang tidak teratur. Pada waktu yang lain, pandangan
  rohani semata dibutuhkan.

  Tunangan David tewas dalam kecelakaan mobil dua bulan menjelang
  tanggal pernikahan mereka. Mulanya David merasa amat marah.
  Kemarahan itu berubah menjadi depresi yang digumulkannya selama
  berbulan-bulan. Saya mengusulkannya untuk menemui seseorang
  penasihat profesional, tetapi David memilih serangkaian kunjungan
  penggembalaan.

  Selama satu kunjungan, David menyatakan tidak sanggup mencintai
  seseorang karena takut terluka untuk kedua kalinya. Secara bertahap,
  dia semakin menjadi penyediri. Namun setelah berjam-jam percakapan,
  dia mulai melihat akibat dari ketakutannya. Sekarang dengan berhati-
  hati ia melangkah untuk mencintai lagi. Kunjungan duka menolongnya
  menghadapi ketakutannya sebelum itu menjadi semacam penyakit.

  Seseorang mungkin memperoleh kesan bahwa saya tidak melakukan apa
  pun kecuali mengunjungi yang berduka. Saya mengakui, saya menganggap
  kunjungan penggembalan penting. Tetapi saya hanya memiliki sepuluh
  sampai lima belas waktu kunjungan seminggu. Maka saya membuat
  kunjungan kepada keluarga yang berkabung sebagai bagian dari
  kunjungan penggembalaan tetap saya. Segera setelah penguburan, saya
  membuat catatan pada kalender -- satu minggu, tiga minggu, dan tiga
  bulan kemudian. Ketika minggu itu tiba, saya memasukkan keluarga
  yang ditinggalkan dalam kunjungan minggu itu.

  Setelah penguburan, saya atau sekretaris gereja juga menandai
  tanggal-tanggal perayaan dan hari ulang tahun pada catatan kecil
  untuk menelepon keluarga yang ditingalkan. Karena peristiwa-
  peristiwa khusus dapat menambah duka, maka telepon dari seorang
  hamba Tuhan, betapapun singkatnya, membawa berita yang menghiburkan
  bahwa seseorang memahami keadaan mereka. Juga sekitar hari
  pengucapan syukur dan Natal, saya menelepon keluarga-keluarga mereka
  yang anggota keluarganya meninggal selama tahun itu.

  Kunjungan yang Lebih Berkembang
  -------------------------------

  Pelayanan bagi keluarga Grace yang berduka tidak semata-mata jatuh
  di atas pundak saya. Berapa minggu setelah penguburan, saya
  menghubungi seseorang yang telah melalui keadaan serupa dan meminta
  anggota itu untuk mengunjungi keluarga yang berduka itu. Dengan
  mengalami situasi yang serupa, pengunjung itu biasanya mengerti
  dengan tepat kata-kata mana yang melukai dan yang menyembuhkan.

  Bagian program kami ini sedang dalam pertumbuhan. Namun, kami mulai
  menawarkan serangkaian enam minggu pelajaran tentang dukacita,
  mendengar secara aktif dan tanggap, serta pemahaman teologi tentang
  penderitaan.

  Ini yang saya harapkan bagi para pengunjung:
  1. Komitmen Satu Tahun.
     Saya mengusulkan kunjungan paling sedikit tiap empat sampai enam
     minggu selama satu tahun. (Pertama saya meminta izin keluarga
     yang berduka apakah mereka bersedia menerima kunjungan seorang
     anggota. Saya menunjukkan bahwa kunjungan ini akan menjadi
     kesempatan membagi pergumulan mereka.)

  2. Persahabatan dan Perhatian.
     Saya menekankan tujuan kunjungan mereka adalah menjadi seseorang
     yang ramah untuk diajak berbicara. Pergumulan perkabungan tidak
     harus menjadi topik pembicaraan setiap kunjungan, tetapi tetap
     harus senantiasa sesuai dengan keadaan.

  3. Laporan Permasalahan atau Kebutuhan.
     Saya meminta para pengunjung untuk menghubungi saya jika mereka
     mempunyai pertanyaan tentang topik yang timbul atau perhatian
     tentang bagaimana keluarga yang ditinggalkan menangani dukacita.

  Walaupun baru mulai, program ini telah mempunyai dampak. Baru-baru
  ini suami seorang wanita berusia 80 tahun meninggal. Pasangan ini
  telah menikah selama 55 tahun dan selama itu sang suami mengatur
  masalah-masalah keuangan. Setelah kematian suaminya, wanita itu
  kewalahan dengan keputusan-keputusan keuangan dan kertas kerja.

  Anggota yang saya minta untuk mengunjungi wanita ini juga seorang
  janda penatua. Melalui campur tangannya, kepada janda yang baru itu
  diberikan latihan dalam perencanaan keuangan dan tata buku oleh
  anggota organisasi warga pensiunan. Karena pengunjung itu telah
  melalui situasi serupa, dia dapat meyakinkan bahwa Allah sungguh
  menolongnya dalam tugasnya dan bahwa dengan kekuatan Allah dia akan
  sanggup melaksanakannya.

  Kunjungan Sewaktu-waktu
  -----------------------

  Inilah arti pelayanan yang kita lakukan: Kehidupan yang dijamah oleh
  kasih dan kuasa Injil Yesus Kristus.

  Suatu ketika saya menerima surat dari seorang anggota jemaat yang
  kehilangan suaminya lebih dari setahun yang lalu. Kemudian saya
  membuka surat itu dan mulai membaca:
     "Gembala yang terkasih,
     Kata-kata tidak dapat mengungkapkan penghargaan saya untuk
     kunjungan-kunjungan Anda. Kehadiran Anda menolong saya melalui
     pergumulan yang paling berat yang pernah saya alami dalam hidup
     saya, kematian suami saya ..."

  Surat ini mengingatkan saya bahwa pelayanan terjadi kapan saja,
  yaitu ketika kasih diungkapkan dan usaha dilakukan untuk membagi
  kuasa Injil.

  [Kevin E. Ruffcorn adalah Gembala, Grace Lutheran Church di Oconto
   Falls, Wisconsin.]

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku   : Kepemimpinan Vol. 16/Th IV
  Judul Artikel: Kunjungan Bagi yang Berkabung
  Penulis      : Kevin E. Ruffcorn
  Penerbit     : ANDI, Yogyakarta 1989
  Halaman      : 11 - 15


*BIMBINGAN *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-* ALKITABIAH*

           -*- DUKA KARENA KEMATIAN ORANG YANG DIKASIHI -*-

  AYAT ALKITAB
  ============
  Wahyu 21:4             Yohanes 14:1-3      Mazmur 23:4-6
  Filipi 1:21, 23        1Petrus 1:3-5
  Yohanes 11:25,26       2Korintus 5:1

  LATAR BELAKANG
  ==============
  Dukacita adalah derita emosional yang menusuk dalam disebabkan oleh
  kematian orang yang dikasihi. Peristiwa kematian akan menyebabkan
  orang mengalami kesedihan, penderitaan dan kepedihan. Meninggalnya
  salah seorang yang dikasihi sungguh menyebabkan suasana sedih dan
  sepi.

  Masa sedemikian adalah masa sulit. Orang yang ditinggal sering
  merasa bahwa pengalamannya unik, tak seorang pun menanggung
  kehilangan seperti yang dideritanya. Berangsur-angsur melalui proses
  waktu, biasanya orang akan pulih ke keadaan semula. Tetapi orang-
  orang tertentu terus mengalami kedukaan berkepanjangan. Dalam arti
  tertentu, tak seorang pun dapat bebas sempurna dari merasa
  kehilangan kekasihnya.

  Proses penyembuhan yang disebut di atas, biasanya sebagai berikut:
  1. Kejutan awal akibat kematian: dampak emosi yang dalam itu kadang-
     kadang melumpuhkan seseorang.
  2. Pelepasan emosi: masa menangis.
  3. Kesepian dan kemuraman: Perasaan kehilangan sering berkaitan
     dengan derajat ketergantungannya pada orang yang meninggal.
  4. Rasa bersalah: "Seharusnya aku bertindak lain," atau "Seharusnya
     aku bertindak lebih ..." dan sebagainya.
  5. Marah dan berontak: "Mengapa Allah bertindak seperti ini
     terhadapku?", 6. Tahap kehilangan gairah: "Aku tak tahan," atau "Masa bodohlah.", 7. Berangsur-angsur kembali pada pengharapan: "Hidup harus berjalan
     terus." "Aku akan sanggup menanggungnya." "Allah akan membantu
     mengatasi semua ini.", 8. Kembali pada kenyataan dan kewajaran: menerima fakta kehilangan
     dan menyesuaikan diri dengannya.

  Harus kita ingat, bahwa dukacita tidak dapat diramalkan dan tak pula
  dapat diurut tahapannya. Kadang-kadang tahap-tahap duka muncul
  bersama dan saling tumpang tindih. Ada kalanya orang yang berduka
  merasa lepas sementara dari tahap sedih tertentu, untuk kemudian
  kembali terulang.

  Untuk membimbing orang yang berduka, diperlukan keikhlasan, kepekaan
  dan kelembutan khusus, simpati dan empati. Kita perlu bergantung
  pada pimpinan Roh Kudus. Terlalu gampang dan banyak bicara, atau
  memberikan jawaban, adalah bertindak lancang. Ucapan-ucapan kita
  harus tulus dan bermakna, peka dan tepat dengan situasi tersebut,
  sebab hiburan sejati bagi orang yang berduka tergantung di mana
  sesungguhnya dia berada dalam proses dukanya.

  Jangan menganggap Anda memiliki jawaban untuk segala hal. Akui
  bahwa Anda tidak mengerti mengapa atau bagaimana sampai Allah
  melakukan itu.

  Jangan ucapkan hal-hal klise dan basi tentang kematian dan
  penderitaan.

  Jangan katakan bahwa kalau yang berduka lebih rohani atau lebih
  akrab dengan Allah, kedukaannya akan lebih ringan.

  Ingat bahwa kesempatan yang singkat untuk melayani tidak akan
  memadai untuk menolong yang berduka. Namun kita layani semampu kita,
  membagikan Yesus Kristus dan berita Firman Tuhan, sambil percaya
  bahwa Allah akan melakukan bagian-Nya.

  Jangan memompakan padanya usaha untuk membuatnya riang dan senang.

  STRATEGI BIMBINGAN
  ==================
  1. Nyatakan kepadanya bahwa Anda memperhatikan dia dan ingin
     menolong. Silakan dia menceritakan kematian orang yang
     dikasihinya dan bagaimana perasaannya. Jadilah pendengar yang
     sabar. Ini membantu dia mengalirkan perasaan-perasaan dukanya.

  2. Katakan bahwa menangis dan berduka adalah sehat. Ini merupakan
     pengalaman lazim manusia yang kita semua harus melaluinya. Ada
     yang mengatakan bahwa duka adalah "karunia Allah". Ia dapat
     menjadi jalan bagi Allah untuk membantu kita bereaksi terhadap
     kejutan dahsyat yang disebabkan oleh kematian dan akibat-akibat
     emosional yang mengikutinya. Yesus berkata: "Berbahagialah mereka
     yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Matius 5:4).
     "Yesus sendiri menangis di depan kubur Lazarus." (Yohanes 11:35).

  3. Nyatakan kepadanya bahwa mengungkapkan perasaan-perasaan
     bersalah, marah, bingung atau muram, adalah baik. Perasaan
     tersebut tidak boleh ditekan olehnya atau ditolak oleh
     pembimbing. Dorong dia untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya.

  4. Katakan kepadanya bahwa apa yang dirasakannya adalah wajar dalam
     proses berduka dan bahwa penerimaan serta penyembuhan akan
     datang, walaupun mungkin perlahan-lahan. Allah ingin memikul
     kepedihan dan kedukaan kita serta menghibur, memberi harapan dan
     kekuatan. Pada saat sedemikian, hidup akan terasa tak berarti,
     tetapi ingat -- Kristus tak berubah, Batu Karang yang teguh,
     dasar yang di atas-Nya kita dapat membangun ulang hidup kita.

  5. Tanyakan dia apakah dia pernah menerima Yesus Kristus menjadi
     Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Jika belum, jelaskan "Damai
     dengan Allah".
     [[Red: "Damai dengan Allah" -- Traktat untuk menolong/menuntun
     orang non Kristen agar dapat menerima Kristus (dari LPMI/PPA);
     atau dalam Buku Pegangan Pelayanan ini, halaman 5; atau dalam
     CD-SABDA: Topik 17750.]]

  6. Katakan bahwa bagi orang Kristen, kematian bukanlah akhir
     kehidupan. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah
     mengalahkan dosa dan maut, sehingga beriman kepada-Nya kini,
     berarti: kita "tidak akan mati selama-lamanya" (Yoh 11:25-26);
     "kita memiliki hidup kekal" (Yohanes 3:16); "kita punya tempat
     terjamin di surga" (Yohanes 14:1-6), "kita akan menerima tubuh
     kebangkitan" (1Korintus 15:51,52). Juga, "jikalau kita percaya,
     bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita percaya juga bahwa
     mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan bersama-
     sama dengan Dia." (1Tesalonika 4:14); jadi akan terjadi pertemuan
     kembali penuh kemuliaan kelak, antara kita dan semua mereka yang
     kita kasihi dan yang ada di dalam Tuhan!

     Nasihatkan orang tersebut untuk mulai membaca dan mempelajari
     Alkitab. Alkitab adalah sumber kekuatan dan penghiburan.

  7. Katakan bahwa Allah menganggap hidup kita di bumi sebagai
     persiapan untuk kesukaan besar surgawi (Markus 8:36). Karena itu,
     Dia mengizinkan ujian, penderitaan dan kematian orang yang kita
     kasihi, dalam hidup kita, agar kita menyadari betapa kita perlu
     percaya pada-Nya. "Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah
     dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan
     menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada
     Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (2Korintus 1:9).

  8. Jika dia mengungkapkan rasa bersalah atas aspek tertentu dari
     kematian orang yang dikasihinya (biasa terjadi pada kasus bunuh
     diri), nasihatkan dia untuk tidak mengecam diri berlebihan. Dia
     tidak perlu memikul rasa bersalah atas sesuatu yang tidak benar-
     benar dilakukannya. Semuanya sudah lewat, dan dia harus belajar
     menyerahkan semua penyesalannya kepada Tuhan. Jika ada sesuatu
     yang ingin diakuinya kepada Tuhan, lakukanlah, tetapi terimalah
     keampunan-Nya dalam terang (1Yohanes 1:9).

  9. Jika nampaknya dia diliputi oleh perasaan kehilangan, kesepian
     dan gelap tentang apa yang harus dilakukannya kelak, anjurkan dia
     untuk menceritakan itu pada keluarganya dan mempercayai mereka
     untuk memberi dukungan emosional dan kekuatan. Gereja dapat
     mengisi kekosongan yang tersisa. Dia harus terlibat dalam
     persekutuan gereja. Pendeta dapat memberikan dukungan emosional.
     Jika dia belum menjadi anggota, dia harus melibatkan diri dalam
     suatu gereja yang mementingkan Alkitab. Belajar menerima kehendak
     Allah atas apa yang telah terjadi, memiliki hati yang bersyukur
     atas apa yang telah dialami bersama dengan orang yang dikasihi
     dan atas janji Tuhan tentang hal-hal yang akan dialami kelak,
     serta mengulurkan tangan kasih Kristen menolong mereka yang
     sedang pedih, akan menjadi cara kesembuhan dan faktor penting
     untuk belajar kembali menjalani hidup.

 10. Berdoalah meminta pengertian, hiburan dan berkat bagi hidupnya,
     bersamanya.

  -----------------------------Kutipan--------------------------------
  Menurut Billy Graham:
  Keyakinan kita akan masa depan berdasar teguh pada kenyataan yang
  Allah telah buat bagi kita dalam Kristus. Karena Kristus hidup, kita
  tak perlu muram, bagaimana pun situasi kita. "Jika kita telah mati
  dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.
  Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang
  kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:8,23).
  --------------------------Kutipan_Selesai---------------------------

-*- Sumber -*-:
  Judul Buku: Buku Pegangan Pelayanan
  Penulis   : Billy Graham
  Penerbit  : Persekutuan Pembaca Alkitab
  Halaman   : 55 - 59
  CD-SABDA  : Topik 17543


TANYA *-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* JAWAB*

                       -*- PERTANYAAN ANDA -*-
                         Dr. Esther Susabda

  Pertanyaan:
  ===========
  Saya seorang ibu rumah tangga (35 th) dengan tiga anak. Menghadapi
  musibah kematian suami saya secara mendadak 5 bulan lalu, sampai
  hari ini perasaan sedih, bersalah sulit sekali dihilangkan, terutama
  karena anak kami Ani (9 th) menjadi pendiam dan murung. Banyak usaha
  yang sudah kami (saya dan keluarga dekat) lakukan, misal tidak
  membicarakan kematian ayahnya dan mengungsikan semua barang-barang
  termasuk foto-foto keluarga. Teman-teman baiknya berusaha menghibur
  dan membawa Ani ke tempat-tempat hiburan. Ani sendiri mencoba untuk
  riang bersama mereka tetapi setibanya di rumah, ia banyak menangis.

  Bagaimana saya harus menolong, karena di pihak lain saya sendiri
  juga sangat kehilangan. Adik-adiknya masih kecil usia 5 dan 3 tahun,
  mereka belum tahu banyak dan sering dibawa oleh neneknya, karena
  sekarang saya harus bekerja. Saya merasa lelah, sedih dan seringkali
  ada perasaan marah pada Tuhan, mengapa saya mendapat cobaan berat
  seperti ini. Bagaimana saya harus mengatasi??

  Jawaban:
  --------
  Saya ikut merasakan kepedihan hati Ibu. Memang tidak mudah dengan
  beban-beban kehidupan yang begitu berat, sekarang Ibu harus
  memikulnya sendiri. Belum lagi masalah Ani yang membuat ibu sangat
  gelisah. Satu pihak mungkin ingin sekali melupakan apa yang telah
  terjadi dan "go on with life" (melanjutkan kehidupan ini), tapi
  melihat Ani yang sedih, seolah-oleh kenangan yang menyakitkan dengan
  kehilangan suami yang kekasih hidup lagi. Saya tidak tahu persis apa
  yang menjadi pergumulan ibu (karena setiap kasus sejenis mempunyai
  keunikan masing-masing), tetapi ada beberapa saran yang mungkin
  dapat menolong:
  a. Hindari keinginan untuk menolak realita (avoid denial).
     Ani harus ditolong bagaimana menghadapi kenyataan ini. Jangan
     ditutupi kenyataan bahwa ayah memang sudah meninggal dan tidak
     bisa kembali lagi bersama-sama kalian. Tuhan memberikan
     kelengkapan mekanisme dalam tubuh manusia secara ajaib untuk
     mengatasi baik perasaan kehilangan maupun perasaan untuk bangkit.
     Jadi biarkan anak merasakan kehilangan dan kesedihannya secara
     wajar. Ani membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan dan
     menyelesaikan proses kehilangan (grief process) ini. Dengan
     melihat kembali masa-masa indah bersama ayah melalui foto-foto,
     barang-barang yang mengingatkan kembali kehadiran ayah, justru
     mempercepat proses penyembuhannya (bukan sebaliknya). Hal ini
     akan terjadi jikalau ada bimbingan dan support yang Anda berikan,
     dan bukan justru "tidak mengijinkan kesedihan tersebut
     dikeluarkan."

  b. Sempatkan untuk berbicara secara pribadi dengan Ani.
     Anak-anak seusianya memang belum dapat memahami secara utuh
     realita kematian dan kehidupan sesungguhnya. Piaget seorang
     psikolog dan pendidik menggolongkan anak usia 9-12 tahun dalam
     masa pertumbuhan kognitif yang konkrit, yang berarti ia mulai
     memahami dunia realita melalui apa yang ia alami dan rasakan
     secara nyata. Sedangkan pemahaman tentang Tuhan yang mengasihi,
     memberikan tempat untuk ayah di surga seringkali sulit dipahami
     dan membutuhkan waktu untuk mencerna. Mungkin sekali kesedihannya
     ditambah dengan ketakutan yang baru yaitu bagaimana jika Tuhan
     juga mengambil anda sebagai ibu secara mendadak pula.

     Jadi, dengan membiarkan Ani mengutarakan kesedihan, ketakutan dan
     kehilangannya sedikit demi sedikit setiap hari, tanpa sadar
     kesembuhannya akan mulai nampak. Katakan kepadanya bahwa andapun
     melewati masa-masa yang sulit untuk menyesuaikan kehidupan tanpa
     ayahnya.

  c. Bagi Anda sendiri, mungkin ada baiknya kalau Anda mendapatkan
     teman-teman yang bisa memahami perasaan Anda, dan mungkin
     mendukung Anda dalam doa. Proses penyembuhan dari kesusahan
     memang seringkali seperti siklus. Nanti pada saat-saat ulang
     tahun pernikahan (anniversaries) atau munculnya kenangan saat-
     saat indah yang lain, perasaan sedih, kehilangan pasti akan
     terulang lagi. Namun syukur kepada Tuhan, ingatan tersebut makin
     lama makin pendek, dan setelah itu kesembuhan yang seutuhnya akan
     tiba.

-*- Sumber -*-:
  Judul Buletin : Parakaleo VI/4, Okt - Des 1999
  Pengasuh Kolom: Dr. Esther Susabda
  Penerbit      : STTRII Jakarta
  Halaman       : 4


*SURAT*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-DARI ANDA-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*SURAT*

  Dari: Bo Logiantara <bo@>
  >Redaksi Yth.
  >Dengan senang hati saya membaca e-Konsel terbitan bulan Maret tsb.
  >Bukan saja karena isinya sangat berguna. Bukankah tema yang dipakai
  >itu menjadi bahan pemikiran banyak orang didalam hidup atau
  >kariernya? Dan e-Konsel berhasil dalam memberikan petunjuk-petunjuk
  >yang berguna.
  >
  >Tetapi juga karena semua penulisnya adalah orang-orang yang relevan
  >bagi bagi banyak orang di Indonesia. Apa yang mereka utarakan
  >didukung oleh pengertian akan cara hidup dan kultur kebanyakan
  >orang di Indonesia secara umum.
  >
  >Pasti tidak mudah untuk membatasi diri dalam pembuatan e-Konsel
  >tsb., tetapi saya teringat akan banyak kursus bagi kaum awam di
  >berbagai STT di Indonesia. Mungkin akan menarik untuk mengumpulkan
  >berbagai pendidikan awamiah yang bermutu di Indonesia.
  >
  >Semoga kalian tetap diberkati.
  >Salam, Bo Logiantara

  Redaksi:
  Terima kasih untuk kiriman suratnya. Terima kasih juga untuk
  dukungannya. Sehubungan dengan permintaan Anda untuk mengumpulkan
  informasi tentang pendidikan teologia untuk orang awam, kami setuju
  bahwa itu akan menjadi informasi yang menarik untuk dimuat. Nah,
  untuk itu, kami ingin menghimbau kepada pembaca e-Konsel yang
  mengetahui informasi tsb. untuk mengirimkannya kepada Redaksi agar
  bisa kami sampaikan kepada pembaca yang lain. Sebelumnya, kami
  ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan selamat melayani.


e-KONSEL*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*e-KONSEL

                         STAF REDAKSI e-Konsel
                  Yulia O., Lani M., Ka Fung, Kiki F.
                    PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
                         Yayasan Lembaga SABDA
                     INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
                          Sistem Network I-KAN
                      Copyright(c) 2003 oleh YLSA

*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Anda punya masalah atau perlu konseling? <masalah-konsel@sabda.org>
  Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
  dapat dikirimkan ke alamat:             <owner-i-kan-konsel@xc.org>
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*
  Berlangganan: Kirim e-mail kosong ke: subscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Berhenti:     Kirim e-mail kosong:  unsubscribe-i-kan-konsel@xc.org
  Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
  ARSIP publikasi e-Konsel:  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org