|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-konsel/375 |
|
e-Konsel edisi 375 (4-8-2015)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________
e-Konsel -- Kemarahan yang Suci
Edisi 375/Agustus 2015
Salam damai,
Siapa yang tak pernah marah? Kemungkinan besar jawabannya adalah tidak
seorang pun. Dalam kitab Perjanjian Lama, kita dapat membaca ayat-ayat
yang mengungkapkan kemarahan Allah kepada umat-Nya. Demikian juga,
Yesus dalam Perjanjian Baru pernah marah di Bait Allah. Namun, yang
menjadi pertanyaan kemudian adalah kemarahan seperti apa yang disebut
"sehat/suci", dan bagaimana menanganinya sehingga tidak membuahkan
dosa dan merusak relasi?
Nah, untuk lebih jelas mengungkap mengenai kemarahan dan cara
menanganinya dengan tepat, e-Konsel kali ini memberikan dua artikel
yang berkenaan dengan kemarahan. Silakan menyimak, kiranya Anda
mendapat berkat dan dapat menjadi berkat dari apa yang kami sajikan.
Staf Redaksi e-Konsel,
N. Risanti
< http://c3i.sabda.org/ >
CAKRAWALA: KEMARAHAN
Diringkas oleh: S. Setyawati
Kemarahan adalah gejolak emosi yang biasanya terlihat saat seseorang
merasa terancam, frustrasi, atau diperlakukan tidak adil. Kemarahan
dapat memunculkan kekuatan yang tidak terduga, dan terekspresi melalui
perlawanan fisik, sumpah serapah, dan bentuk-bentuk negatif lainnya.
Setiap orang pernah marah, tetapi kemarahan yang tidak diatasi dengan
baik dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, yang memengaruhi tubuh dan
kerohanian seseorang.
Arti Kemarahan
Dalam 1 Raja-Raja 19:10, 14 dituliskan bahwa Elia marah karena kecewa
dengan akibat yang diterima setelah ia sungguh-sungguh melayani Tuhan.
Entah ia marah kepada dirinya sendiri, orang Israel, atau kepada
Tuhan, tidak disebutkan dengan jelas. Namun, Alkitab menuliskan bahwa
kemarahan tidak selalu buruk atau berdosa. Allah sendiri pernah marah
(Mazmur 7:11), demikian juga dengan Tuhan Yesus (Markus 3:5). Namun,
kita harus menyadari bahwa kemarahan dapat mengakibatkan dosa.
Alkitab memakai beberapa kata Yunani yang berarti marah:
- "Orge", kata ini muncul dalam Matius 21:12 saat Yesus marah-marah di
bait Allah dan dalam Efesus 4:26 "boleh marah tapi jangan berdosa".
"Orge" adalah kemarahan karena adanya dosa, perbuatan yang tidak
benar, ketidakadilan, tetapi tidak mengandung unsur benci dan dapat
dikontrol karena tujuannya untuk memperbaiki kesalahan. Namun,
kemarahan yang benar ("orge") juga dapat berubah menjadi keinginan
untuk membalas dendam.
- "Parogismis", yang juga berarti sakit hati atau tersinggung. Kata
ini muncul dalam Efesus 4:26. "Parogismis" yang dibiarkan bertahan
akan dimanfaatkan Iblis agar kita berbuat dosa (Efesus 4:27).
- "Thumos", kata ini muncul dalam Efesus 4:3. "Thumos" mengandung
unsur kegeraman, kemarahan yang meluap-luap, dan perasaan
bermusuhan.
Akibat dari Kemarahan
Mengatasi kemarahan memang tidak mudah. Bahkan, ada orang yang
menerima kemarahan sebagai suatu kenikmatan. Banyak orang terbiasa
marah karena kemarahan membuat mereka merasa superior. Akan tetapi,
kemarahan yang disimpan dalam hati sangat berbahaya. Kemarahan membuat
tekanan darah naik, jantung berdebar lebih cepat, hormon adrenalin
lebih banyak beredar dalam pembuluh darah, otot-otot tegang, dan
pencernaan tidak bekerja dengan baik. Kemarahan yang ditahan, lama-
kelamaan akan menjadi gelombang emosi yang dapat meledak sewaktu-
waktu.
Kemarahan tidak hanya menimbulkan efek buruk secara fisik, tetapi
psikis juga. Saat kita marah, kita sulit membuat keputusan yang masuk
akal. Kemarahan yang bertumpuk-tumpuk juga dapat menyebabkan depresi.
Karena itu, Alkitab mengingatkan kita untuk tidak membangkitkan
kemarahan dalam hati anak-anak kita supaya mereka tidak putus asa,
kecewa, dan tawar hati. Selain itu, kemarahan juga dapat merenggangkan
hubungan. Kritik dan debat yang disertai kemarahan dapat memutuskan
hubungan dengan sesama. Akhirnya, seorang pemarah tidak memiliki
sahabat dan kesepian. Lebih parah lagi jika kemarahan tidak diatasi.
Itu akan memunculkan dendam dan persoalan yang menyakiti banyak orang
(Ibrani 12:15).
Konseling bagi Orang-Orang yang Marah
Karena setiap orang bisa marah, seorang konselor harus tahu bagaimana
menolong mereka.
1. Ajaklah konseli untuk menyadari bahwa ia sedang marah dan tolonglah
dia untuk mengutarakan kemarahannya. Ketika konseli tidak menyadari
atau menyangkal kemarahannya, hal ini tidak dapat diatasi.
Kemarahan yang dipendam menimbulkan dendam dan membuat konseli
mengalami masalah psikis dan gangguan kesehatan lainnya. Jadi,
akuilah kemarahan dengan jujur dan selesaikanlah sebelum matahari
terbenam (Efesus 4:26). Ekspresikan kemarahan dalam bentuk yang
konstruktif, bukan destruktif. Orang yang sedang marah dapat
melukai orang lain melalui kata-kata atau tindakannya (Amsal 14:29;
Amsal 15:18). Ekspresi kemarahan destruktif hanya akan menjauhkan
kita dari sesama, menyebabkan pertengkaran, serta menimbulkan
perasaan bersalah dan kegelisahan yang mendalam. Kemarahan yang
meluap-luap juga berbahaya. Karena itu, janganlah kita cepat marah
dan kendalikan diri kita (Amsal 16:32; Amsal 19:11; Yakobus 1:19).
Tenangkan diri dan berterusteranglah kepada seseorang yang membuat
Anda jengkel atau marah, tanpa menyakitinya.
2. Anjurkan kepada konseli untuk mengarahkan energi kemarahannya untuk
hal-hal yang membangun, misalnya berkebun, berjalan-jalan,
berolahraga, dll.. Hal ini sangat efektif, terutama jika kita tidak
dapat mengubah hal-hal yang membangkitkan kemarahan. Selain itu,
ajaklah konseli untuk memikirkan kemarahannya secara rasional.
Ajaklah konseli merenungkan apakah kemarahannya beralasan? Jangan
biarkan hal- hal kecil membuat kemarahan kita meledak. Carilah
solusi untuk menyelesaikan penyebab kemarahannya. Jangan marah
secara terus-menerus dan seolah-olah menikmatinya. Sebaliknya,
serahkan kemarahan kepada Tuhan agar ketegangan dapat diatasi
dengan lebih mudah. "Jawaban lemah lembut meredakan murka, tetapi
perkataan pedas mendatangkan amarah." (Amsal 15:1) Paulus juga
menasihati agar kita ramah seorang terhadap yang lain, saling
mengampuni, penuh kasih seperti Allah dalam Kristus Yesus, yang
telah mengampuni kita (Efesus 4:32). Setelah menyadari,
mengekspresikan, dan mengevaluasi kembali kemarahan, kita harus
menyatakan kasih dalam tindakan -- perbuatan baik dan pengampunan
yang tulus.
Diringkas dari:
Judul asli buku: Effective Christian Counseling
Judul buku terjemahan: Konseling Kristen yang Efektif
Judul bab: Pokok-Pokok Persoalan dalam Konseling Kristen - bagian I
Penulis: DR. Gary R. Collins
Penerjemah: Esther Susabda
Penerbit: Departemen Literatur SAAT, Malang 1998
Halaman: 141 -- 145
TANYA JAWAB: APAKAH ADA HAL BAIK DI BALIK KEMARAHAN?
Tanya:
Apakah seorang ayah yang tidak dapat mengontrol perangainya terhadap
anaknya laki-laki yang masih remaja akan benar-benar terisap dalam
pasir pengisap ketidakdewasaan emosionalnya sendiri? Dapatkah seorang
perempuan (yang ayahnya meninggalkan dia dan ibunya ketika ia berusia
6 tahun) tidak meledak-ledak saat ia kecewa dengan pria? Apakah ada
masa depan bagi pemarah yang tampaknya tidak dapat mempertahankan
pekerjaan tetapnya karena perangainya yang cepat marah?
Jawab:
Ya. Kemarahan adalah emosi alami yang Allah bangun dalam pengalaman
manusia untuk membiarkan adanya kesempatan bagi pengekspresian
ketidaksenangan. Namun, mengapa banyak orang menyakiti satu terhadap
yang lain dengan kemarahan mereka jika kemarahan adalah emosi
pemberian Allah dan alami? Mengapa kemarahan mengarah pada kekerasan
yang tidak masuk akal, perceraian yang menyesakkan, relasi yang retak,
hati yang terluka, ego yang tersayat, pembunuh berdarah dingin, bunuh
diri yang menyedihkan, serta tindak kekerasan secara verbal,
emosional, dan fisik? Kebenarannya adalah bahwa kemarahan tidak
menjadi masalah, kecuali kemarahan tersebut menyebabkan kita berdosa
terhadap seseorang atau Allah. Tragedi timbul dari kemarahan berdosa,
yang semakin membabi buta.
Penyelidikan Kitab Suci
Untuk memahami emosi yang kuat ini, kita harus mengambil waktu sejenak
dan berpaling dari sumber-sumber yang berfokus pada pertolongan diri
sendiri, penelitian empiris psikologis, dan episode terakhir Oprah
atau Dr. Phil, dan berbalik kepada penyelidikan Kitab Suci untuk
mendapatkan pemahaman.
Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa kita diciptakan dalam rupa
dan gambar Allah (Kejadian 1:26-27). Kita diciptakan untuk memiliki
relasi penyembahan yang sempurna, devosi, dan kasih kepada Allah di
dalam Alkitab. Dalam Kejadian 1:31 dikatakan, "Dan, Allah melihat
segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya, dan semuanya itu sangat
baik. Jadilah petang, dan jadilah pagi. Inilah hari yang keenam". Pada
mulanya, segala sesuatu "baik". Dengan kata lain, kita baik -- secara
relasi, rasio, keinginan, emosi, dan fisik.
Jika demikian, dari mana asalnya kemarahan?
Dalam Kejadian 3, Adam dan Hawa berdosa terhadap Allah karena
memberontak dan tidak taat kepada-Nya. Pelanggaran ini membuat dosa
dipasangkan dalam diri manusia dan semua sisi kemanusiaan. Manusia
menyimpang dari kesempurnaan menjadi benar-benar ternoda oleh karena
dosa. Alih-alih mengalami kehidupan yang benar dan sukacita sejati
dalam keakraban yang tetap dengan Sang Pencipta, dosa menjadi awal
relasi dan interaksi yang retak dan rapuh. Tidak membutuhkan waktu
yang lama setelah kejatuhan manusia, dosa dapat menyatakan dirinya
dalam berbagai relasi. Dalam Kejadian 4, dosa muncul dalam hati Kain
ketika ia memandang rendah saudaranya, Habel.
Gambaran yang Allah lukiskan dan rindukan untuk kita mengerti adalah
bahwa kemarahan berawal dari hati dan dapat mendatangkan malapetaka di
rumah. Ini adalah bukti bahwa masalah kemarahan adalah masalah hati.
Meskipun Kain marah kepada Allah, ia melampiaskan kemarahannya kepada
Habel. Kitab Suci berkata, "Kemudian, TUHAN bertanya kepada Kain,
`Mengapa engkau marah? Dan, mengapa wajahmu muram?`" Lalu, Allah
memberikan kesempatan kepada Kain untuk melakukan pemulihan, tetapi
juga memperingatkannya akan konsekuensi karena tidak mengatasi
kemarahannya. Akan tetapi, Kain tidak mengindahkan desakan Allah dan
membunuh saudaranya. Dengan jelas, Alkitab memperlihatkan sifat
kemarahan dalam relasi manusia yang menyedihkan dan menghancurkan.
Pelajaran Alkitabiah
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari tentang kemarahan dari
Kejadian 4.
- Kemarahan adalah masalah hati.
- Kemarahan terwujud dalam relasi dan sering kali berasal dari atau
diekspresikan di rumah.
- Allah menyadari adanya kemarahan kita dan disposisi yang dihasilkan
oleh kemarahan, serta sumber dan dampaknya.
- Allah memberi kita kesempatan-kesempatan untuk mengatasi kemarahan
kita dan membuat pilihan-pilihan yang benar untuk mendamaikan relasi
yang rusak.
- Allah memperingatkan kita bahwa jika kita tidak membuat pilihan yang
benar, kemarahan dan dosa-dosa yang lain akan menguasai dan
mengontrol kita.
- Kita harus hidup dengan konsekuensi destruktif dari kemarahan yang
berdosa.
Apakah hati Anda sedang marah? Jika demikian, tolaklah untuk
membiarkan kemarahan menguasai Anda. Ambillah inventarisasi pribadi di
hati Anda dan pemicu-pemicu dalam hidup Anda yang membuat Anda
menunjukkan kemarahan. Bagaimana dengan orang atau situasi yang
membangkitkan respons yang menonjol dan sering kali menimbulkan dosa?
Sepuluh sumber kemarahan yang umum: tidak merasa diterima, kegagalan
menentukan pilihan, dianiaya, pengabaian atau kekerasan masa lalu,
mekanisme pertahanan, takut diserang, kurangnya kedewasaan emosi,
kecemasan di luar batas, kurangnya keteladanan dalam keluarga, dan
bergaul dengan para pemarah.
Mengatasi Kemarahan
- Menahan diri dari kemarahan. Alkitab tidak mengajar kita untuk
"mengelola kemarahan", tetapi sebaliknya, untuk "Berhentilah marah
dan tinggalkanlah panas hati. Jangan marah, karena hanya akan
mendatangkan kejahatan" (Mazmur 37:8).
- Putuskan apa yang harus diabaikan. "Orang bodoh menyatakan amarahnya
saat itu juga, tetapi orang bijak mengabaikan penghinaan." (Amsal
12:16) Tentukan hal-hal dalam hidup yang menjengkelkan Anda, yang
harus diabaikan.
- Cobalah untuk tidak cepat terprovokasi dan marah. "Jangan mudah
marah dalam hati, karena kemarahan menetap dalam dada orang bodoh."
(Pengkhotbah 7:9) "Siapa cepat marah, berlaku bodoh, dan seorang
penipu tidak disukai." (Amsal 14:17) Sadarilah hal-hal yang membuat
Anda cepat marah dalam merespons dan jangan membiarkannya mengontrol
respons Anda.
- Cegahlah kemarahan dalam percakapan. "Jawaban lemah lembut meredakan
murka, tetapi perkataan pedas mendatangkan amarah." (Amsal 15:1)
"Marahlah dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam
kalau kemarahanmu belum padam." (Efesus 4:26) "Saudara-saudara yang
kukasihi, perhatikanlah ini: hendaklah tiap-tiap orang cepat untuk
mendengar, tetapi lambat untuk berbicara, dan lambat untuk marah.
Sebab, amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran Allah." (Yakobus
1:19-20)
- Buanglah kemarahan. "Namun, sekarang, buanglah semua itu: kemarahan,
kemurkaan, kebencian, fitnah, dan perkataan kotor dari mulutmu."
(Kolose 3:8) Membuang kemarahan berarti berhenti menanggapi orang
dan situasi dengan kemarahan.
- Ingatkan diri Anda tentang konsekuensinya. "Orang yang sangat cepat
marah akan menanggung denda, sebab jika engkau menolongnya, hanya
akan memperpanjang amarahnya." (Amsal 19:19) Ada konsekuensi dari
kemarahan berdosa yang membutuhkan pemulihan.
Jika Anda memerlukan pertolongan dalam mengatasi kemarahan,
kembangkanlah kedewasaan rohani Anda dengan menghubungi konselor
Kristen untuk pertolongan lebih lanjut. Ingatlah selalu, kemarahan
adalah masalah hati, muncul dalam relasi, dan diketahui Allah. Allah
kita yang bijaksana selalu memberi kita kesempatan untuk mengatasinya
supaya kita dapat memotong kekuasaan kemarahan dan konsekuensi yang
mengerikan. (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: Biblical Counseling Coalition
Alamat URL: http://biblicalcounselingcoalition.org/blogs/2013/03/13/is-there-hope-for-dealing-with-anger/
Judul asli artikel: Is there Hope for Dealing with Anger?
Penulis artikel: Dwayne Bond
Tanggal akses: 24 Maret 2015
STOP PRESS: PUBLIKASI E-REFORMED
Bergabunglah menjadi pelanggan Publikasi e-Reformed untuk mendapatkan
artikel/tulisan Kristen yang bercorakkan teologi Reformed. Dengan
berlangganan publikasi e-Reformed, Anda akan mendapat berbagai
peninggalan karya-karya tulisan yang sangat berguna dari tokoh-tokoh
Reformed di masa lampau ataupun di masa sekarang ini.
Untuk berlangganan secara gratis, silakan mengirimkan alamat email
Anda ke < subscribe-i-kan-untuk-reformed(at)hub.xc.org >.
Mari, mempelajari kebenaran Tuhan bersama publikasi e-Reformed!
Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati dan N. Risanti
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |