|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-konsel/345 |
|
e-Konsel edisi 345 (23-7-2013)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________
e-Konsel -- Menyelamatkan Pernikahan Kristen dari Perceraian
Edisi 345/Juli 2013
Salam kasih dalam Tuhan,
Tidak dapat disangkal bahwa mempertahankan sesuatu itu lebih sulit
dibandingkan dengan mendapatkannya. Rupanya, hal ini juga berlaku
dalam pernikahan. Untuk melangkah menuju pernikahan mungkin bisa
dikatakan lebih mudah ketimbang mempertahankan pernikahan yang sudah
terbentuk. Ada banyak tantangan dan ujian yang terus mendera
pernikahan sehingga banyak pernikahan yang akhirnya kandas karena
tidak memiliki fondasi yang kuat. Untuk mencegah pecahnya pernikahan
yang berujung pada perceraian, masing-masing kita harus duduk bersama
dengan pasangan dan berbicara dari hati ke hati.
Dalam edisi kedua bulan ini, kami mengetengahkan sebuah tip tentang
bagaimana menyelamatkan pernikahan dari perceraian. Silakan
menyimaknya dan semoga dengan sajian kami ini, Anda semakin
diperlengkapi untuk menolong konseli Anda yang mengalami masalah dalam
pernikahan mereka. Selamat membaca dan selamat melayani.
Pemimpin Redaksi e-Konsel,
S. Setyawati
< setya(at)in-christ.net >
< http://c3i.sabda.org/ >
TIP: MENYELAMATKAN PERNIKAHAN KRISTEN DARI PERCERAIAN: SEPULUH HAL
YANG HARUS ANDA KETAHUI
Ini menyedihkan, tetapi nyata. Kita semua telah dipengaruhi oleh
perceraian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir-akhir ini, ada sebuah pernyataan, "Meskipun mungkin
mengkhawatirkan untuk mendapati bahwa orang Kristen yang telah lahir
baru lebih cenderung mengalami perceraian daripada orang lain, namun
pola ini sudah ada sejak beberapa waktu. Yang lebih mengganggu lagi,
mungkin, adalah ketika orang-orang tersebut mengalami perceraian,
banyak dari mereka merasa bahwa komunitas orang percaya yang mereka
miliki cenderung lebih memberikan penolakan daripada dukungan dan
penyembuhan. Akan tetapi, penelitian juga memunculkan pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan efektivitas pelayanan gereja terhadap
keluarga. Tanggung jawab utama sebuah pernikahan adalah milik suami
dan istri, tetapi tingginya kasus perceraian dalam komunitas Kristen
memunculkan gagasan supaya gereja memberikan dukungan yang benar-benar
praktis dan mengubah hidup kepada pernikahan."
Ingatlah sikap Allah tentang perceraian "Aku membenci perceraian"
(Maleakhi 2:16). Saya berdoa agar tak seorang pun dari kita menganggap
perceraian sebagai sifat sembrono atau tak acuh. Meskipun ada beberapa
konsep atau prinsip penting yang dapat membantu mencegah pernikahan
Kristen memasuki sidang pengadilan perceraian, di bawah ini adalah 10
prinsip yang saya percaya sangat bermanfaat:
1. Buatlah komitmen yang tulus untuk hidup bagi Yesus Kristus. Dengan
memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus, setidaknya ada tiga
kesempatan penting yang langsung tersedia bagi Anda. Kesempatan itu
antara lain:
- Hubungan pribadi dengan Yesus Kristus memberi Anda pengertian
mendasar tentang apa yang benar dan yang salah.
- Hubungan pribadi dengan Yesus Kristus memberi Anda penghiburan pada
waktu berduka atau ketika Anda merasa sedih.
- Hubungan pribadi dengan Yesus Kristus dapat menolong mengarahkan
hidup Anda yang berada di sudut dan membimbing Anda melewati
sisi-sisi yang gelap.
2. Komitmen pada pernikahan yang berpusat pada Kristus. Pernikahan
yang berpusat pada Kristus paling tidak memperlihatkan tiga perilaku:
- Pernikahan yang berpusat pada Kristus membuktikan kesabaran pada
masa-masa stres dan penuh tantangan.
- Pernikahan yang berpusat pada Kristus berjalan dengan hati yang penuh
pengampunan, dan masing-masing pihak dapat melakukan sesuatu bagi
pasangannya, yang hanya bermanfaat bagi pasangan itu saja.
- Pernikahan yang berpusat pada Kristus itu tidak cepat marah dan
memberi respons terhadap emosi tanpa keinginan untuk membalas dendam.
3. Pernikahan Kristen menerima "apa pun keputusan yang ada".
Pernikahan Kristen yang berusaha keras untuk mencegah perceraian
memiliki hati Daniel dan setidaknya menunjukkan 3 perilaku:
- Pernikahan Kristen menerima "apa pun keputusan yang ada" dengan
menyatakan bahwa mereka bersedia melakukan apa saja untuk mencegah
terjadinya perceraian.
- Pernikahan Kristen menerima "apa pun keputusan yang ada" dan, seperti
Daniel, menunjukkan keberanian dalam menghadapi kesulitan dan
perselisihan pernikahan.
- Pernikahan Kristen menerima "apa pun keputusan yang ada" seperti
Daniel, dengan bertekun dalam "kondisi dan respons hati yang benar"
-- ketika diuji untuk membuat keputusan yang mudah, tetapi salah
tentang pernikahan, daripada keputusan yang sulit, tetapi benar.
4. Pernikahan Kristen membuang kata `perceraian` dari kamus mereka.
Pernikahan Kristen yang berjuang keras untuk mencegah perceraian
memahami bahwa menggunakan kata `cerai` dalam pernikahan dapat
mendorong mereka menuju pengadilan perceraian, paling tidak dengan 3
cara:
- Pernikahan Kristen memahami bahwa "Hidup dan mati dikuasai lidah"
(Amsal 10:18-21 dan Yakobus 3:6).
- Pernikahan Kristen memahami bahwa selama Anda membicarakan tentang
perceraian, maka perceraian akan menjadi sebuah pilihan.
- Pernikahan Kristen memahami bahwa ketika perbedaan pendapat meningkat,
kita cenderung berada pada jalur yang lebih sedikit melawan. Itulah
sebabnya, jika kita memikirkan tentang perceraian atau
menyebut-nyebutnya, perceraian hanya akan mendapatkan sedikit
perlawanan dari kita.
5. Pernikahan Kristen yang tidak bercerai mengerti bahwa pasangan
mereka tidak dapat memenuhi semua kebutuhan mereka. Pernikahan yang
berpusat pada Kristus, yang menjauh dari perceraian, mengerti bahwa
hanya Allah saja Pemenuh utama kebutuhan mereka, dalam 3 cara:
- Pernikahan Kristen memahami bahwa Allah yang memberi kita
perlindungan dan tujuan dalam hidup.
- Pernikahan Kristen memahami bahwa Allah memenuhi kebutuhan fisik Anda
dan memuaskan rasa lapar Anda akan kasih.
- Pernikahan Kristen memahami bahwa meskipun perkembangan masa
kanak-kanak mereka mungkin tidak terpenuhi (nyata atau tidak nyata),
mereka tidak boleh mengharapkan pasangan mereka untuk memenuhi
kebutuhan yang belum terpenuhi itu.
6. Pernikahan Kristen yang tidak bercerai berjalan dengan hati yang
mau mengampuni. Pernikahan ini menunjukkan pengampunan, setidaknya
dengan 3 cara:
- Pernikahan Kristen memahami bahwa pengampunan dimulai sebagai
pilihan hati dan tindakan dari kehendak bebas.
- Pernikahan Kristen memahami bahwa berjalan dalam pengampunan
merupakan proses sehari-hari.
- Pernikahan Kristen berjalan dalam pengampunan dan menjauh dari
perselisihan dengan tidak menyerang kepribadian pasangan atau melukai
mereka.
7. Pernikahan Kristen yang tidak ingin bercerai tentu berhati-hati
sehingga tidak melakukan penyerangan pribadi terhadap pasangan, dan
mereka mengerti bahwa:
- Pernikahan Kristen mengerti pentingnya penggunaan hikmat ketika
menegur pasangan mereka, khususnya pada masa-masa frustrasi.
- Pernikahan Kristen mengerti bahwa menyerang pasangan hanya akan
"meninggikan situasi".
- Pernikahan Kristen memahami bahwa menggunakan kata-kata kasar atau
melebih-lebihkan situasi hanya akan menurunkan kesempatan untuk
menyelesaikan konflik.
8. Pernikahan Kristen yang mencegah terjadinya perceraian dalam
pernikahan mereka mengerti bahwa pasangan mereka adalah penolong
mereka, bukan musuh mereka. Dengan demikian,
- Pernikahan Kristen memahami bahwa ketika mereka berbicara kasar
tentang pasangan mereka, pasangan mereka menjadi musuh mereka.
- Pernikahan Kristen memahami bahwa pernikahan bisa menjadi sesuatu
yang paling dekat dengan surga (penolong) atau sesuatu yang paling dekat
dengan neraka (musuh).
- Pernikahan Kristen memahami bahwa memiliki harapan yang salah
terhadap pasangan mereka, dapat mendorong pasangan mereka untuk
menjadi musuh ketika harapan-harapan mereka tidak terpenuhi.
9. Pernikahan Kristen yang tidak bercerai memahami kuasa pujian dan
doa, khususnya doa syafaat bagi pasangan mereka. Mereka mengerti bahwa
definisi doa syafaat dapat dikatakan sebagai berikut:
- Pernikahan Kristen memahami bahwa Yesus Kristus yang duduk di
sebelah kanan Allah bersyafaat bagi kita.
- Pernikahan Kristen memahami pentingnya mendoakan pasangan mereka
(bersyafaat).
- Pernikahan Kristen memahami pentingnya menjadi mediator antara Allah
dan pasangan mereka (bersyafaat).
10. Pernikahan Kristen yang menghindar dari perceraian memahami bahwa
nasihat sangat berguna, khususnya ketika konflik atau pendirian begitu
menantang. Itulah sebabnya:
- Pernikahan Kristen akan bersedia menolong orang lain dengan sukarela
(Galatia 2:1-2).
- Pernikahan Kristen akan mencari bantuan dari para
ahli atau orang-orang yang memiliki kepemimpinan (Galatia 2:2-9).
- Pernikahan Kristen memahami bahwa semua kebenaran adalah milik Allah
(Yohanes 14:6). (t/S. Setyawati)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: Healthy Living Seminars Family Life Blog
Alamat URL: http://healthylivingseminars.wordpress.com/2007/11/18/
saving-a-christian-marriage-from-divorce-ten-things-you-should-know/
Judul asli artikel: Saving a Christian Marriage from Divorce: Ten things you should know
Penulis: Dr. Tracy Scott
Tanggal akses: 18 Juni 2013
KOMUNITAS KONSEL: APAKAH SOLUSINYA HARUS BERCERAI?
Firman Tuhan mengajarkan bahwa apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh
diceraikan oleh manusia. Namun, semakin lama mengapa tingkat
perceraian justru semakin meningkat? Bahkan, perceraian tidak hanya
melanda pasangan yang usia pernikahannya seumur jagung. Pasangan
serasi yang mampu menyelamatkan pernikahannya selama bertahun-tahun
pun banyak yang akhirnya kandas. Apakah ini sebuah fenomena?
Melihat kenyataan ini, e-Konsel memberikan pertanyaan kepada para
Sahabat Konsel di Facebook Page e-Konsel. Bagaimana tanggapan mereka?
Simaklah catatan kami berikut ini.
e-Konsel: Menurut Anda, mengapa akhir-akhir ini banyak orang yang
lebih cepat memutuskan untuk mengatasi persoalan rumah tangga dengan
perceraian, padahal usia pernikahan sudah cukup lama?
Komentar:
Okti: Karena bagi pasangan-pasangan tersebut, cinta adalah sebuah
perasaan, bukan komitmen. Oleh karenanya, ketika "rasa" itu hilang
tergerus waktu dan situasi, mereka menganggap cinta sudah hilang, dan
pernikahan tidak layak dipertahankan dengan tidak adanya "cinta" itu.
Magda: Karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan. Berada pada
fase kejenuhan atas pernikahannya, sehingga membenarkan keputusan yang
jelas-jelas melanggar janji yang sudah mereka ikrarkan di hadapan
Tuhan.
e-Konsel: Mereka cenderung menjadikan adanya prinsip yang tidak bisa
dipersatukan sebagai alasan ya. Mungkinkah prinsip itu muncul setelah
bertahun-tahun menjalani pernikahan? Bukankah perbedaan prinsip
biasanya sudah terdeteksi pada awal masa pacaran, pertunangan, atau
pernikahan? Menurut Sahabat e-Konsel, adakah alasan positif/yang bisa
dimaklumi dari adanya perceraian?
Yunita: Sebenarnya tidak ada pemakluman untuk perceraian. Firman Tuhan
juga mengatakan bahwa Musa memperbolehkan perceraian pun karena
masing-masing pihak masih mengeraskan hati mereka. Sementara Yesus
sendiri bilang apa yang sudah Allah persatukan tidak boleh diceraikan
oleh manusia. Hmm ....
e-Konsel: Setuju dengan Yunita.
Wihananto: Pasangan yang memutuskan bercerai setelah menikah lama,
kemungkinan tidak siap untuk menerima perubahan-perubahan alami yang
terjadi dengan pasangan masing-masing. Faktor usia sudah pasti akan
membawa perubahan fisik pada masing-masing pribadi. Perubahan ini
kemudian dirasakan dan dipikirkan dengan logika manusia, sebagai
sesuatu masalah yang menghambat hubungan antara pasangan suami dan
istri. Dari sinilah bisa membawa pasangan untuk memutuskan bercerai.
e-Konsel: Hmmm, padahal semua orang kalau sudah tua juga akan
mengalami perubahan bentuk fisik lho, ya. Kalau alasannya karena itu,
bisa bercerai berulang kali dong, Pak Wihananto?
Belly: Iblis dikenal "SANGAT PANDAI BERMAIN DENGAN WAKTU!" Merasa
kesetiaan, cinta, dan sayang sudah pudar satu sama lain barangkali, di
samping situasi atau kondisi ekonomi yang makin sulit, penuaan, atau
bisa juga faktor kesehatan fisik (cacat) pasangan. Iblis menunggu
"SETIAP" celah yang bisa dimasuki sehingga ikrar (sumpah) saat
pembaptisan perkawinan pun dilupakan, banyak yang mengucapkan ikrar
tersebut bukan dari kesungguhan hati, tetapi karena bagian hal itu
adalah "WAJIB"/formalitas, mau tak mau ikrar itu diucapkan. Mungkin
begitu. Alasan positif adanya melakukan perceraian, walau sedikit
persentasenya tetapi pasti ada! Namun, tidak terkalahkan dalam
beratnya beban timbangan akan ada beban ini. Perkawinan dan
mengucapkan ikrar (sumpah) perkawinan bukanlah soal rasa, cinta,
kasih, kesetiaan, kenikmatan, kebahagiaan, atau kewajiban dan atau
tentang alasan lain, melainkan "TANGGUNG JAWAB". Anda sedang berjanji
dengan Tuhan, bukan berjanji dengan manusia yang "LEMAH dan BODOH"
yang sangat dan paling Anda cintai itu bung/mbak! Mungkin begitu.
e-Konsel: Setuju Belly. Pernikahan adalah janji suci di hadapan Tuhan.
Hal ini seharusnya tidak dicemari dengan keegoisan diri.
Kevin: Perceraian terjadi karena ekonomi semakin baik dan merasa mampu
berbahagia dengan usaha dari diri sendiri, dan mulai melihat
kebahagiaan orang lain. Sebenarnya, keluarga tanpa Yesus di rumah akan
sulit untuk berbahagia, karena dunia selalu menawarkan kebahagiaan
semu.
e-Konsel: Kedua pribadi, suami dan istri, perlu mawas diri dan
menempatkan diri sebagaimana seharusnya. Saling menopang dan tidak
merasa diri lebih unggul daripada yang lain. Bukan begitu, Kevin
Surbakti?
Depri: True, itu bukan pilihan mereka, tetapi mereka lebih dominan
dikuasai emosi.
e-Konsel: Oleh karena itu, manusia harus mengikutsertakan Tuhan dan
menundukkan diri pada kehendak-Nya, dan bukan emosinya, ya Dep.
Bagaimana dengan pendapat Anda? Silakan berikan komentar Anda di link
ini: < https://www.facebook.com/sabdakonsel/posts/10151637563448755 >.
Kontak: konsel(at)sabda.org
Redaksi: S. Setyawati, Santi T., dan Adiana
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |