Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-konsel/189

e-Konsel edisi 189 (1-8-2009)

Konseling pada Orang yang Ingin Bunuh Diri

______________________________e-KONSEL________________________________

        Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________

EDISI 189/1 Agustus 2009

Daftar Isi:
  = Pengantar: Bunuh Diri Bukanlah Penyelesaian Masalah
  = Cakrawala: Bagaimana Melayani Orang yang Memunyai Kecenderungan
               Bunuh Diri
  = Referensi: Artikel-Artikel Lain tentang Bunuh Diri
  = Tips: Konseling kepada Orang yang Ingin Bunuh Diri

PENGANTAR ____________________________________________________________

  Salam dalam kasih Kristus,

  Banyak orang yang memerlukan konseling khusus, salah satunya adalah 
  orang-orang yang cenderung menyelesaikan permasalahan dengan cara 
  bunuh diri. Permasalahan yang pelik atau penderitaan yang 
  berkepanjangan bisa menjadi pemicu keinginan seseorang untuk 
  mengakhiri hidupnya. Lihat saja beberapa kasus bunuh diri yang 
  dilakukan oleh para tenaga kerja Indonesia di negara lain. 
  Kebanyakan dari mereka nekad bunuh diri karena tekanan dan 
  penderitaan yang mereka alami, baik fisik maupun psikis. Walaupun 
  bunuh diri bukanlah penyelesaian masalah, tetapi itulah yang mereka 
  pilih.

  Yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kita bisa mencegah 
  mereka supaya tidak bunuh diri dan lari dari kenyataan. Memang bukan 
  hal yang mudah, tetapi setidaknya ada langkah-langkah pencegahan 
  yang bisa kita pelajari dan terapkan. Mari kita mempelajari 
  langkah-langkah tersebut.

  Pimpinan Redaksi e-Konsel,
  Christiana Ratri Yuliani
  http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
  http://c3i.sabda.org/

CAKRAWALA ____________________________________________________________

   BAGAIMANA MELAYANI ORANG YANG MEMUNYAI KECENDERUNGAN BUNUH DIRI

  Apabila Anda sampai berhubungan dengan seseorang yang memunyai 
  kecenderungan untuk bunuh diri, campur tangan yang nyata dari Anda 
  diperlukan. Nyawa seseorang sedang dipertaruhkan, dan entah Anda mau 
  atau tidak mau, Anda harus terlibat! Tugas awal Anda adalah menolong 
  orang ini agar tetap hidup. Yang kedua adalah menolong dia 
  mendapatkan pengertian tentang bagaimana ia sampai pada keadaan ini, 
  lalu bimbinglah dia untuk membuat perubahan-perubahan yang perlu, 
  yang menjamin bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi.

  Juga, ingatlah bahwa Anda tidak senantiasa dapat hadir dalam hidup
  orang tersebut dan hidup orang itu juga bukanlah beban Anda. Peranan
  Anda hanyalah untuk memberikan pertolongan sebanyak mungkin.

  Banyak orang yang memikirkan bunuh diri menghubungi seorang teman,
  gereja, atau yayasan untuk meminta pertolongan. Jadi, prosedur yang
  disarankan di sini difokuskan pada rencana untuk melayani mereka
  yang menelepon. Prinsip-prinsip yang sama dapat digunakan dalam
  kontak temu muka dengan seseorang yang dalam konseling menunjukkan
  pikiran-pikiran atau maksud-maksud bunuh diri.

  Langkah 1: Adakan hubungan, pelihara kontak dengan orang tersebut,
  jalin hubungan yang simpatik, dan dapatkan informasi.

  Bagi banyak orang, bunuh diri merupakan proses bertahap pada saat 
  berada dalam stres. Mereka mulai mencari cara-cara pemecahan 
  berbagai masalah yang mereka alami dan mencoba pilihan pertama, 
  kemudian pilihan kedua, ketiga, keempat, atau kelima, dan boleh jadi 
  banyak pilihan yang lain lagi, yang tidak ada hasilnya, sebelum 
  mereka tiba pada cara pemecahan masalah dengan bunuh diri. Banyak 
  yang berjuang melawan pilihan ini dan mencari lagi pilihan-pilihan 
  yang lain, tetapi jika menemukan jalan buntu, mereka kembali pada 
  pilihan terakhir ini sebagai jalan keluar. Ingatlah bahwa orang yang 
  cenderung untuk bunuh diri memunyai sikap bertentangan terhadap 
  hidup dan mati. Ia ingin bunuh diri dan bosan dengan apa yang 
  terjadi dalam hidupnya. Pada waktu yang sama, ia ingin diselamatkan 
  oleh seseorang. Jika orang ini menghubungi, penting untuk mulai 
  membangun sebuah hubungan yang positif dengannya. Hubungan ini dapat 
  memengaruhinya sehingga ia memutuskan untuk tetap hidup. Jika orang 
  ini menelepon, katakanlah hal-hal seperti: "Anda melakukan hal yang 
  tepat dengan menelepon saya", "Saya senang Anda menghubungi saya", 
  "Saya rasa ada pertolongan untuk Anda".

  Pernyataan-pernyataan ini penting karena pernyataan-pernyataan ini 
  meyakinkan dia bahwa dia membuat keputusan yang tepat dan bahwa ada 
  orang lain yang memedulikan dia. Persetujuan lisan ini dapat 
  merupakan suatu cara untuk menyampaikan pesan kepadanya bahwa ia 
  dapat membuat keputusan-keputusan lain yang tepat. Orang yang 
  memunyai kecenderungan untuk bunuh diri membutuhkan Anda untuk 
  berbicara kepadanya dengan tenang atau lembut, penuh keyakinan, dan 
  dengan suara yang berwibawa (tetapi tidak sebagai orang yang 
  berkuasa), dan dengan cara sedemikian rupa sehingga ia tidak akan 
  merasa ditantang. Perhatian, penerimaan, dan kepedulian yang tulus 
  adalah sangat penting.

  Ketika Anda berbicara, penting sekali untuk menemukan suatu dasar
  pemufakatan yang dengannya Anda dan orang yang menghubungi itu
  dapat sepakat. Yang dapat dijadikan titik awal adalah fakta bahwa
  orang yang menghubungi itu memunyai masalah dan membutuhkan
  pertolongan, dan Anda ingin menolongnya. Kadang-kadang, bila
  seseorang yang menelepon Anda itu tidak jelas dan ragu-ragu,
  diperlukan usaha lebih banyak untuk menemukan dasar pemufakatan.
  Penting sekali untuk menggunakan kata "tolong" berkali-kali dalam
  konteks yang berbeda. Juga penting untuk menunjukkan perhatian pada
  si penelepon dan berusaha membedakan perasaan-perasaannya. Suatu
  hubungan atas dasar percaya harus dibangun. Ini dapat dilakukan
  dengan memberikan jawaban-jawaban yang terus terang terhadap
  pertanyaan-pertanyaan. Anda tidak usah takut untuk memperkenalkan
  diri serta hubungan Anda dengan gereja atau organisasi jika
  ditanyakan. Jika Anda ditanyai apakah Anda pernah menolong orang
  dalam keadaan yang sama dan ternyata Anda belum pernah, jujurlah,
  tetapi biarkan ia juga mengetahui bahwa Anda merasa memunyai cara
  dan pengetahuan untuk menolongnya.

  Untuk memperkokoh hubungan ini, perkenalkan diri Anda dan cobalah 
  mengetahui nama orang itu, nomor telepon, dan alamatnya. 
  Pertanyaan-pertanyaan ini hendaknya disisip-sisipkan selama 
  percakapan Anda berdua sehingga orang tersebut tidak terlalu merasa 
  terancam olehnya. Jika terdapat keengganan untuk memberitahukan 
  nama, jangan menekan si penelepon untuk masalah tersebut. Anda dapat 
  bertanya, "Bolehkah saya mengetahui nama depan Anda agar saya dapat 
  menyapa Anda dengan nama? Saya lebih senang demikian." Jika ia tidak 
  ingin memberikan alamatnya, Anda dapat menanyakan dari bagian kota 
  mana ia berasal. Jika ia memberikan wilayah yang luas, Anda dapat 
  memberi tanggapan dengan berkata, "Oh, tempat itu dekat dengan ...." 
  Pernyataan ini boleh jadi akan mendorongnya untuk memberikan 
  informasi tambahan.

  Anda mungkin mendapati bahwa ada orang yang meminta Anda berjanji 
  untuk tidak mengatakan kepada siapapun bahwa ia telah menelepon 
  Anda. Para konselor profesional dan para pendeta memunyai hak untuk 
  merahasiakan beberapa informasi. Akan tetapi, beberapa undang-undang 
  negara bagian di Amerika Serikat (di California, misalnya) 
  mengharuskan seorang konselor menghubungi pihak-pihak yang 
  berwewenang apabila seseorang mengancam akan bunuh diri atau 
  membunuh orang lain, dan Anda tidak dapat berjanji untuk tidak 
  melakukannya. Tetapi Anda dapat meyakinkan orang itu bahwa Anda 
  tidak akan melakukan apa-apa yang dapat merugikannya.

  Dalam percakapan itu, Anda juga harus berusaha mendapatkan nomor
  telepon dari orang-orang penting lainnya yang dapat menolong orang
  ini -- kerabat, para tetangga, dokter, dan sebagainya.

  Langkah 2: Kenalilah dan jelaskanlah masalahnya.

  Dengarlah cerita orang itu dengan memberikan interupsi sesedikit
  mungkin. Doronglah ia untuk mengatakan kepada Anda (1) apa yang
  telah menyebabkan dia sampai pada keadaannya ini; (2) apa yang
  membuatnya gelisah saat ini; dan (3) apa yang telah ia usahakan
  sebelumnya untuk menanggulangi keadaannya. Jangan menentang apa yang
  dikatakannya. Pernyataan-pernyataan seperti "Anda tidak usah merasa
  demikian" atau "Segala sesuatu tidaklah seburuk apa yang terlihat"
  merupakan kemunduran bagi orang itu, dan tidak terlalu dapat
  menolongnya. Pusatkan perhatian pada apa yang dirasakan orang itu,
  dan bantulah ia untuk menjelaskan perasaan-perasaannya. Jika ia
  mengalami kesulitan dalam mengekspresikan perasaan-perasaannya,
  bantulah ia untuk menyebutkannya. Cobalah untuk merefleksikan apa
  yang menurut perkiraan Anda sedang ia pikirkan dan rasakan karena
  hal ini akan menolongnya untuk menunjukkan permasalahannya dengan
  tepat. Keadaan tidak berdaya yang menguasainya, sekarang dapat
  dipecahkan menjadi masalah-masalah yang khusus, sehingga jalan
  keluar terhadap masalah itu dapat terlihat dengan lebih mudah. Ia
  harus ditolong untuk melihat bahwa keadaannya yang sukar dapat
  menghalangi kemampuannya untuk menilai situasinya. Apabila ia dapat
  melihat permasalahan-permasalahan itu, ia dapat mulai menyusun suatu
  rencana tertentu untuk memecahkannya. Dan jika Anda mengerti sifat
  masalah yang sedang ia berusaha atasi, Anda dapat lebih mengerti
  kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Anda ingin menyelidiki
  alasan-alasan mengapa ia ingin mati.

  Jika seseorang menelepon dan hanya berbicara mengenai depresi atau
  tertekan, kalimat-kalimat atau pertanyaan-pertanyaan seperti berikut
  ini akan menolong.

  "Anda kelihatannya telah mengalami depresi selama waktu yang cukup
  lama."

  "Berapa kali Anda merasa tertekan selama beberapa minggu ini?"
  
  "Kapan Anda menjadi depresi?"

  "Apakah Anda pernah berpikir bahwa hidup ini tidak berharga untuk
  dijalani?"

  "Apakah Anda telah berpikir untuk menyudahinya?"

  Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dapat menolong orang yang
  ragu-ragu menuangkan perasaan-perasaannya dengan kata-kata. Ancaman
  bunuh diri yang sungguh-sungguh harus diberitahukan secara terbuka
  agar Anda dapat menolong orang itu.

  Apabila seseorang mengalami kesulitan dalam berbicara mengenai bunuh 
  diri, ia biasanya lega jika mengetahui bahwa Anda tidak takut 
  membicarakan hal tersebut secara terbuka. Kadang-kadang hal ini 
  dapat melepaskannya dari perasaan terjerat. Bunuh diri harus 
  didiskusikan dengan cara yang terbuka, yang tidak bersifat moralis. 
  Bunuh diri bukanlah suatu masalah moral bagi orang yang memunyai 
  kecenderungan untuk bunuh diri. Bunuh diri merupakan akibat stres 
  bagi kebanyakan orang. Banyak orang yang telah bergumul dengan 
  perasaan-perasaan bersalah, dan apabila ada diskusi mengenai bunuh 
  diri sebagai tindakan yang tidak bermoral, ini dapat menambah beban 
  perasaan bersalah itu dan menyebabkan keputusasaan yang lebih dalam 
  lagi.

  Jika Anda berbicara secara langsung kepada seorang remaja yang
  sedang berpikir untuk bunuh diri, berbicaralah padanya mengenai
  keyakinannya tentang kematian. Banyak di antara mereka belum pernah
  melihat orang mati atau pergi ke pemakaman. Mereka tidak mengerti
  kesudahannya. Boleh jadi mereka hanya memikirkan perhatian yang akan
  mereka terima. Menolong mereka untuk mendapatkan pandangan yang
  lebih realistis mengenai kematian akan menghalangi mereka untuk
  melakukan bunuh diri.

  Langkah 3: Menilai potensi untuk bunuh diri atau keadaan yang
  mematikan.

  Sejumlah faktor dibutuhkan dalam mengadakan penilaian ini. Saat Anda
  mendengarkan orang tersebut, Anda akan menerima potongan-potongan
  informasi yang akan mendukung Anda dalam menilai.

  1. Umur dan Jenis Kelamin
     Ingatlah bahwa angka bunuh diri naik pada usia yang lebih lanjut
     dan bahwa pria lebih mungkin melakukan bunuh diri daripada
     wanita. Pria bujangan yang berumur, lebih mudah diserang
     keinginan bunuh diri. Wanita yang lebih muda, lebih kecil
     kemungkinannya untuk melaksanakan rencana mereka. Orang-orang
     yang menderita karena kecanduan alkohol dianggap memiliki risiko
     tinggi. Dan orang-orang yang hanya sesekali minum minuman keras 
     lebih mudah terdorong untuk bunuh diri daripada peminum yang 
     berat dan kronis. Alkohol sering bermanfaat sebagai penahan rasa 
     sakit dan kemudian menjadi sumber rasa sakit baru. Jika sakitnya 
     sudah tidak tertahankan lagi, maka dalam keadaan tenang dan 
     sadar, bunuh diri dapat menjadi pilihan.

  2. Sejarah Tingkah Laku yang Menunjukkan Niat Bunuh Diri
     Adalah penting untuk mencoba menentukan apakah ini merupakan
     usaha yang pertama atau salah satu dari beberapa seri. Semakin
     baru serangan perilaku yang menunjukkan niat untuk bunuh diri
     terjadi, semakin cepat dan lebih mudah pencegahannya. Tetapi pada
     waktu yang sama, campur tangan yang aktif semakin dibutuhkan.
     Suatu pola yang luas mengenai tingkah laku yang menunjukkan niat
     bunuh diri akan memerlukan terapi jangka panjang dari para ahli.
     Jika orang itu telah berulang kali melakukan usaha bunuh diri,
     kemungkinan besar suatu saat nanti ia berhasil dan benar-benar
     bunuh diri. Tugas dari paramedis dan para ahli adalah membantu
     memutuskan niat bunuh diri dan menolong orang tersebut menyusun
     rencana untuk kehidupan.

  3. Menilai Rencana Bunuh Diri 
     Ada tiga bagian rencana tersebut.
     a. Seberapa mematikankah rencana itu? Apabila seseorang telah
        mengaku bahwa ia sedang merencanakan untuk menyudahi semuanya,
        Anda dapat bertanya, "Mengapa Anda sampai berpikir untuk bunuh
        diri?" Kadang-kadang perkataan-perkataan yang kasar itu dapat
        mengembalikan kenyataan tentang situasinya. Menembak dan
        menggantung diri dianggap metode-metode yang paling mematikan, 
        dan yang kedua adalah dengan menggunakan obat tidur dan racun 
        karbon monoksida. Sifat mematikan dari suatu metode dapat 
        diukur dari seberapa tiba-tibanya titik balik tak dapat
        dicapai. Orang juga menggunakan bahan peledak, pisau, racun,
        dan menenggelamkan diri.

     b. Bagaimana tersedianya? Jika sebuah pistol atau sebotol pil
        sudah ada di tangan, risikonya lebih besar. Tanyakanlah pil
        jenis apa yang ada dan di mana pil-pil itu berada. Jika ia
        merencanakan untuk menggunakan pistol, tanyakan, "Apakah Anda
        memiliki pistol? Di mana? Apakah Anda memunyai peluru?"

     c. Seberapa spesifiknya rencana itu? Jika ia telah merencanakan
        rincian-rinciannya dengan sangat baik, risikonya lebih tinggi.
        Jika orang itu berkata, "Saya memunyai seratus pil dan saya
        juga akan menghidupkan gas. Saya telah menutup semua lubang di
        pintu dan jendela sehingga gas tidak dapat keluar," ini jelas
        sangat spesifik. Tetapi jika ia berkata bahwa ia harus pergi
        dan membeli pil atau pistol atau pipa untuk pembuangan asap
        mobil, risikonya lebih kecil.

     Ingatlah bahwa sekalipun Anda sedang berbicara dengan orang yang
     memunyai perencanaan yang baik dan peralatan telah tersedia, ia
     tetap menelepon. Ini menandakan bahwa masih ada suatu benih kecil
     keinginan untuk tetap hidup. Jika seseorang berada dalam situasi
     seperti ini dan tidak mau mengatakan siapa dia (atau jika ia
     telah memulai proses bunuh diri), mungkin Anda perlu menyusun
     suatu sistem untuk mendapatkan bantuan dari teman sekerja Anda.
     Teman sekerja itu harus memberitahukan polisi, yang akan melacak
     orang yang menelepon tersebut.

  4. Stres
     Ini harus dinilai dari sudut pandang si penelepon. Bagi Anda,
     boleh jadi hal ini kelihatannya tidak berarti, tetapi bagi orang
     itu amat penting. Jika ia telah mengalami kehilangan, nasib sial,
     atau bahkan keberhasilan, ini dapat menciptakan stres atau
     ketegangan.

  5. Gejala-Gejala
     Gejala-gejala apa yang ada dalam hidup orang ini? Depresi?
     Kecanduan alkohol? Kegelisahan? Apakah orang itu mengalami
     gangguan jiwa? Ingatlah bahwa depresi disertai kegelisahan adalah
     gejala yang paling buruk. Bila faktor-faktor stres dan 
     gejala-gejalanya tinggi, maka tindakan-tindakan Anda harus cepat.

  6. Sarana
     Sarana apa saja yang dimiliki orang itu yang dapat menolongnya?
     Apakah ada teman-teman atau kerabat di dekatnya? Apakah
     pelayanan-pelayanan konseling tersedia baginya dalam lingkungan
     masyarakat atau pekerjaannya? Apakah ia memunyai tempat tinggal?
     Kurangnya sarana membuat faktor risiko lebih tinggi. Jika orang
     itu tinggal di rumahnya dan lingkungannya tidak sehat, adalah
     lebih baik baginya apabila ia dirawat di tempat lain. Ia perlu
     dipisahkan dari orang tua atau pasangannya yang turut memberatkan
     persoalannya. Bila orang itu hidup dalam sebuah lingkungan yang
     penuh tekanan (sebuah lingkungan yang sangat negatif di mana
     harga diri orang itu senantiasa diserang), akan lebih baik jika 
     ia keluar dari pengaruh lingkungan tersebut.

  7. Gaya Hidup
     Bagaimana gaya hidupnya? Jika tidak stabil, seperti sering
     mengalami ganti pekerjaan atau kehilangan pekerjaan, tempat
     tinggal berpindah-pindah, minum minuman keras, tingkah laku yang
     bersifat menurutkan kata hati, dan sebagainya, maka risikonya
     lebih tinggi.

  8. Komunikasi dengan Orang Lain
     Apakah orang itu telah memisahkan dirinya dari orang lain,
     termasuk teman-teman dan keluarganya? Jika demikian, ia
     kemungkinan memunyai risiko yang tinggi. Jika ia tetap bergaul
     dengan orang lain, Anda dapat memakai orang-orang itu untuk
     menolongnya.

  9. Status Kesehatan
     Jika tidak ada masalah-masalah fisik, risikonya lebih kecil. Jika
     ada penyakit atau luka yang fatal, bicarakanlah hal itu dan
     amatilah sejauh mana keparahan penyakitnya itu. Apakah hal itu
     benar-benar merupakan kasusnya, atau hanya ada dalam pikiran
     orang itu? Apakah ia telah mendatangi seorang dokter? Beberapa
     orang yang mengidap penyakit yang tidak tersembuhkan mungkin
     memikirkan bunuh diri sebagai suatu cara untuk menghilangkan rasa
     sakitnya dan meringankan beban keluarganya.

     Hanya ada satu kriteria yang menguatirkan, yaitu memiliki rencana
     bunuh diri yang bersifat mematikan dan khusus. Jika keadaannya
     serius, jangan Anda berusaha menangani masalah itu seorang diri.
     Anggota-anggota keluarga yang bertanggung jawab, seorang dokter
     keluarga, atau konselor yang ahli harus dilibatkan dalam 
     rencana-rencana tersebut.

  Langkah 4: Rumuskan suatu rencana untuk menolong orang yang
  menelepon.

  Adalah penting untuk mencari tahu bagian mana dari rencana itu yang
  telah dilakukannya dan meminta dia untuk melakukan sebaliknya. Jika
  ia telah menghidupkan gas dan menutup jendela-jendela, mintalah dia
  untuk mematikan gas dan membuka jendela-jendela. Jangan biarkan dia
  berjanji untuk melakukannya ketika Anda meletakkan telepon. Berikan
  instruksi-instruksi khusus, dan tetap berada di telepon sementara ia
  melaksanakannya. Mintalah ia untuk membuka pintu dan jendela. Jika
  ia memiliki sebuah pistol, suruhlah ia mengosongkannya. Jika pistol
  itu otomatis, suruhlah ia mengeluarkan penjepitnya dari rongga
  peluru, kemudian keluarkanlah peluru-peluru dari dalam penjepitnya.
  Kemudian ia harus meletakkan peluru-peluru itu dalam sebuah laci dan
  menaruh senjatanya di tempat yang sulit untuk diambil kembali dengan
  segera. Jika orang itu memiliki pil, Anda dapat memintanya untuk
  membuang pil itu di WC. Jika ia tidak mau mencabut rencana itu,
  teruslah berbicara sampai hubungan Anda mencapai titik di mana ia
  memercayai Anda.

  Kemudian mintalah janji darinya. Minta dia berjanji untuk menelepon
  Anda jika ia memunyai kesulitan yang lain atau jika ia tergoda lagi
  untuk bunuh diri. Para ahli telah melihat bahwa hal ini sangat
  efektif. Orang itu dapat melalaikan kewajiban-kewajiban yang lain,
  tetapi ia akan tetap menepati janjinya untuk menelepon Anda.
  Perkataan-perkataan Anda yang memberi semangat di telepon dapat
  membuat orang itu bertahan hidup.

  Seorang konselor yang ahli menyatakan bahwa pada suatu kesempatan,
  ketika ia ke luar kota, seorang konseli menelepon dan menanyakannya.
  Orang laki-laki tersebut merasa sangat tertekan malam itu, dan
  belakangan diketahui bahwa ia telah merencanakan untuk bunuh diri
  pada malam itu juga. Istri sang konselor menjawab dengan berkata,
  "Suami saya tidak ada di sini malam ini, tetapi saya tahu bahwa ia
  ingin berbicara dengan Anda. Saya akan menyuruhnya menelepon Anda
  segera setelah ia kembali, dan saya juga ingin agar Anda menelepon
  kembali. Saya akan memberitahukan suami saya, dan terima kasih atas
  kesediaan Anda untuk menelepon." Belakangan, ketika si konselor
  berjumpa dengan orang ini, ia mengatakan bahwa kata-kata istri
  konselor itu membuat ia mempertahankan hidupnya malam itu.

  Bantulah orang itu mengetahui kekuatan-kekuatan dan kemampuannya. 
  Jika ia telah menyerahkan dirinya pada Anda dan setuju untuk tidak 
  melakukan apa-apa, bantulah dia memperluas pandangannya tentang 
  persoalannya dan menemukan kemampuan yang tidak terlihat olehnya 
  selama krisis itu. Boleh jadi ada orang-orang lain yang dapat 
  menolongnya. Dalam beberapa kasus, seseorang mungkin perlu 
  dimasukkan ke rumah sakit. Jika orang itu sangat stres, yakinkanlah 
  dia bahwa proses penyembuhan meliputi juga beberapa hal yang enak 
  dan yang tidak enak. Mungkin Anda mengetahui beberapa tempat atau 
  lembaga di mana ia bisa mendapatkan makanan atau pekerjaan yang 
  dibutuhkannya, atau juga bantuan hukum yang dicarinya. Mungkin ada 
  tetangga yang dapat tinggal bersamanya atau menolongnya dalam soal 
  emosinya. Yakinkan dia bahwa ada berbagai alternatif yang positif 
  untuk menggantikan pilihan bunuh diri. Barangkali ia tidak dapat 
  melihat alternatif-alternatif itu sekarang, tetapi yakinkan dia 
  bahwa dengan kerja sama antara Anda dengannya, hal-hal tersebut 
  dapat ditemukan.

  Sebelum menutup pembicaraan di telepon, tugas Anda yang terakhir 
  adalah mengusahakan agar orang itu berhubungan secara pribadi dengan 
  seseorang. Anda dapat memintanya datang ke gereja untuk konseling 
  atau mendatangi suatu lembaga yang Anda ketahui dapat menolong orang 
  itu. Anda dapat juga berkata, misalnya, "Saya dapat berjumpa dengan 
  Anda besok, pada pukul 11.00" atau "Saya ingin Anda menemui pendeta 
  kami. Dapatkah Anda datang?" Biarlah ia mengetahui bahwa Anda ingin 
  berjumpa lagi dengannya atau bekerja mengatasi masalah itu 
  dengannya, dan bahwa ia bisa mendapatkan pertolongan lebih jauh lagi 
  dengan menemui seseorang secara pribadi.

  Dalam jenis konseling yang ini, penting untuk menyampaikan pada
  orang tersebut bahwa Anda memedulikannya. Selain itu, Anda juga
  harus lebih berhati-hati melayaninya, mengingat Yesus sendiri juga
  memedulikannya. Dalam beberapa hal, bisa jadi Anda merasa terbeban
  untuk mengatakan hal ini selama percakapan pertama di telepon. Pada
  kali lain, mungkin lebih baik Anda mengatakannya secara langsung
  dalam tatap muka. Berhati-hatilah sehingga pendekatan dan nada
  berbicara Anda tidak seperti orang berkhotbah. Kebenaran kasih Allah
  harus dijelaskan secara alamiah dan jujur, dengan pimpinan langsung
  oleh Roh Kudus untuk menerangkannya pada waktu yang tepat.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul buku: Konseling Krisis: Membantu Orang dalam Krisis dan Stres
  Penulis: H. Norman Wright
  Penerjemah: Tidak dicantumkan
  Penerbit: Gandum Mas, Malang 1996
  Halaman: 140 -- 148

REFERENSI ____________________________________________________________

               ARTIKEL-ARTIKEL LAIN TENTANG BUNUH DIRI

  Berikut dua artikel yang berkaitan dengan topik bunuh diri, yang 
  dapat Anda simak melalui:

  1. Situs C3I
     --> http://c3i.sabda.org/bagian_bunuh_diri

  2. Publikasi e-Konsel
     --> http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/110/

TIPS _________________________________________________________________

             KONSELING KEPADA ORANG YANG INGIN BUNUH DIRI

  Seseorang yang putus asa menelepon; percobaan bunuh diri sedang
  terjadi atau setidaknya hampir terjadi. Anda telah mengumpulkan
  fakta-fakta situasinya. Itu berarti saatnya untuk bertindak. Apa
  yang bisa Anda lakukan?

  Suatu Strategi yang Tegas

  Ketika keinginan untuk bunuh diri meningkat atau rencana yang 
  mematikan dan dapat dikerjakan sepertinya akan dilakukan, kita harus 
  segera bertindak. Kita perlu menentukan di mana orang tersebut 
  berada dan segera membantu dia dan melakukan apa saja yang 
  diperlukan, termasuk melibatkan polisi.

  Sebagian besar aturan sosial tidak berlaku dalam situasi seperti 
  ini. Penolong mungkin khawatir merusak kepercayaan atau kehilangan 
  kepercayaan dari orang yang bunuh diri itu dengan terburu-buru 
  melakukan tindakan pencegahan bunuh diri padahal si penelepon telah 
  memperingatkannya untuk tidak berusaha mencegahnya bunuh diri. Namun 
  meskipun seseorang telah berjanji untuk tidak melapor polisi, 
  terlalu jujur tidak akan ada artinya di pemakaman seseorang.
  
  Memberi sinyal tanda bahaya agar sekretaris atau pasangan Anda 
  menuju ruangan di mana Anda menerima telepon tersebut adalah 
  strategi pencegahan yang baik. Kemudian, dengan catatan yang ditulis 
  secara terburu-buru, Anda dapat meminta mereka menelepon seseorang 
  untuk melacak nomor telepon tersebut atau mengirimkan tim darurat.

  Strategi-Strategi Lainnya

  Strategi yang sederhana adalah berusaha untuk membuat orang tersebut 
  terus berbicara. Selama penelepon itu terus terhubung dan berbicara, 
  bunuh diri tidak akan terjadi (kecuali jika usaha bunuh diri 
  tersebut telah dilakukan dan efeknya terjadi sekarang). Berbicara 
  adalah suatu antisipasi, penyembuhan terjadi di dalamnya. Seperti 
  peristiwa-peristiwa lainnya ketika seseorang putus asa, mendengarkan 
  saja -- benar-benar mendengarkan -- bisa meredam emosi yang 
  berbahaya. Jadi, teruslah berbicara. Ini adalah langkah pertama yang 
  baik.

  Langkah yang lebih baik adalah meminta komitmen dari penelepon. 
  Setelah lama bercakap-cakap, tidaklah wajar bagi penelepon untuk 
  tidak merasa berutang kepada penolongnya. Atau mungkin ada sesuatu 
  hal sebelumnya yang membuatnya merasa perlu menelepon. Bahkan rasa 
  berutang tersebut bisa dimanfaatkan oleh penolong.

  Buatlah perjanjian dengan orang tersebut dan ikatlah dia dengan 
  perjanjian itu. Katakan, "Anda tahu, setelah semua yang kita lakukan 
  bersama, tidakkah Anda merasa berutang kepada saya setidaknya karena 
  Anda menelepon saya sebelum Anda melakukan sesuatu yang berbahaya? 
  Berjanjilah kepada saya bahwa Anda akan melakukan hal kecil tersebut 
  untuk saya." Fakta bahwa seseorang merasa berkewajiban untuk 
  menelepon sebelum melakukan sesuatu, bisa mencegah dia untuk 
  melanjutkan rencana bunuh dirinya.

  Bahkan strategi yang lebih baik adalah strategi yang dibarengi 
  dengan penerapan rencana. Orang yang ingin bunuh diri telah membuat 
  rencana yang mematikan; sekaranglah saatnya untuk memberikan rencana 
  hidup. Hal ini bisa dimulai dengan menyingkirkan alat-alat yang 
  dapat membuat rencana bunuh diri yang sudah jelas itu menjadi mudah 
  dilakukan. Itu berarti meminta orang lain untuk melumpuhkan senjata 
  atau menyingkirkan obat-obat yang mematikan dari rumah.

  Suatu rencana hidup membantu penelepon mulai berjalan menuju 
  kehidupan dan kesehatan. Langkah pertama mungkin sederhana, misalnya 
  cukup percaya kepada penolong untuk memberitahukan nama, atau 
  menjadwalkan pertemuan pribadi dan berjanji untuk menepatinya. Ini 
  bisa mencakup perjanjian untuk saling menelepon setiap hari. Bisa 
  dimulai dengan suatu perjanjian untuk bertemu dengan seorang 
  psikolog. Kadang-kadang, hal ini akan melibatkan langkah menuju iman 
  Kristen.

  Rencana hidup akhirnya harus lebih kompleks, bercabang ke suatu 
  program terapetik yang utuh, yang melibatkan pengobatan (medis), 
  psikologis, dan profesional Kristen.

  Strategi yang Paling Penting

  Sebagian besar orang bisa berdoa sambil mendengarkan, dan membawa 
  kuasa Tuhan dalam sebuah situasi adalah sesuatu yang sangat penting. 
  Namun, tidak benar jika Anda berpikir, "Yang bisa saya lakukan 
  hanyalah berdoa." "Yang terbaik yang bisa saya lakukan untuk kasus 
  ini adalah berdoa, dan itu sudah sangat cukup", itulah yang benar. 
  (t/Ratri)

  Diterjemahkan dari:
  Judul buku: Leadership Handbook of Outreach and Care - Practical
	      Insight from a Cross Section of Ministry Leaders
  Judul asli artikel: Counseling Suicidal People
  Penulis: James D. Berkley
  Penerbit: Baker Books, Michigan 1994
  Halaman: 327 -- 328

_______________________________e-KONSEL ______________________________

Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana
Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA
INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN
Copyright(c) 2009
YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
silakan kirim ke:
konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org