|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-konsel/187 |
|
e-Konsel edisi 187 (1-7-2009)
|
|
______________________________e-KONSEL________________________________
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
______________________________________________________________________
EDISI 187/1 Juli 2009
Daftar Isi:
= Pengantar: Usaha untuk Mendapatkan Keturunan
= Cakrawala 1: Apakah Anak-Anak Adopsi Memiliki Lebih Banyak
Masalah?
= Cakrawala 2: Ma, Aku Anak Pungut, Ya?
= TELAGA: Anak Adopsi
= INFO: Jelajahi Dunia Internet Melalui Indonesian Christian
WebWatch
PENGANTAR ____________________________________________________________
Salam dalam kasih Kristus,
Setiap pasangan suami istri pasti ingin rumah tangganya dilengkapi
dengan lahirnya keturunan. Anak bukan hanya merupakan generasi
penerus. Anak merupakan berkat karunia Tuhan bagi setiap pasangan
suami istri. Namun, Tuhan terkadang memiliki rencana indah yang
kadang tidak kita mengerti. Tidak semua pasangan mudah memiliki
anak. Bahkan beberapa pasangan, karena alasan tertentu, tidak bisa
memiliki keturunan.
Karena keadaan itu, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengadopsi
anak. Mengadopsi anak berarti mengangkat seorang anak yang bukan
darah dagingnya sendiri untuk diasuh dan dibesarkan layaknya anak
sendiri. Tentu saja ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi
oleh calon orang tua yang ingin melakukan tindakan ini. Pada satu
sisi, pilihan ini tentu membahagiakan calon orang tua karena
setidaknya kebahagiaan rumah tangga mereka akan lengkap dengan
hadirnya anak. Pada sisi lain, orang tua punya tantangan yang lebih
besar ketika membesarkan anak adopsi.
Melalui edisi Anak Adopsi kali ini, redaksi mengajak Pembaca untuk
melihat tantangan-tantangan yang dihadapi orang tua saat mereka
memutuskan untuk mengadopsi seorang anak. Kiranya sajian
artikel-artikel berikut ini bisa menambah wawasan Pembaca.
Selamat menyimak!
Pimpinan Redaksi e-Konsel,
Christiana Ratri Yuliani
http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
http://c3i.sabda.org/
CAKRAWALA 1___________________________________________________________
APAKAH ANAK-ANAK ADOPSI MEMILIKI LEBIH BANYAK MASALAH?
Masalah-masalah penyesuaian dan perkembangan pada anak adopsi
sedikit lebih banyak daripada anak kandung. Beberapa penulis
menyatakan bahwa anak kandung nampaknya lebih sedikit mengalami
masalah kejiwaan dan sosial daripada anak adopsi karena
masalah-masalah identitas di kemudian hari. Bisa juga, anak adopsi
mengalami masalah "bawaan" yang mungkin disebabkan oleh kehamilan
remaja yang membuat stres dan disertai dengan kurangnya nutrisi
serta perawatan medis. Kehamilan seperti itu berujung pada bobot
bayi yang lebih ringan dan komplikasi-komplikasinya.
Carol Nadelson menunjukkan bahwa anak adopsi rapuh secara emosional.
Masalah-masalah emosional mereka adalah seputar kesulitan mereka
dalam membangun identitas dan konsep diri. Saat Anda menyadari bahwa
Anda diadopsi, itu berarti secara "de facto" Anda diberikan atau
ditolak. Rasa tidak menentu ini dapat mengakibatkan anak adopsi
merasa bahwa mereka pasti sangat buruk sampai-sampai mereka ditolak.
Atau, mereka merasa bersalah karena merasa bahwa orang tua kandung
mereka sangat jahat karena menolak mereka. Yang paling parah, anak
adopsi merasa khawatir tentang apakah mereka akan ditolak lagi.
Dalam mengenali masalah-masalah pada masa remaja akhir, anak adopsi
tampak lebih rapuh daripada orang-orang pada umumnya. Mereka mungkin
asyik dengan perasaan terpisah dan terasing, tidak hanya pada usia
belasan, tetapi juga pada saat menikah, kelahiran anak mereka
sendiri, atau kematian orang tua adopsi. Mereka mungkin saja
khawatir kalau-kalau mereka melakukan inses secara tidak sengaja.
Beberapa anak adopsi merasa sangat ingin menemukan orang tua kandung
mereka. Kadang-kadang, anak remaja hanya berpura-pura saat mereka
mengancam untuk mencari orang tua kandung mereka -- untuk "menguji"
orang tua adopsi mereka. Bagi beberapa orang, pencarian orang tua
kandung mereka merupakan suatu pengalaman positif.
Meskipun beberapa orang setuju bahwa anak adopsi mungkin memiliki
masalah yang lebih banyak daripada anak kandung -- dan untuk alasan
yang tepat -- kebanyakan anak adopsi baik-baik saja dan banyak yang
tumbuh dengan baik. (t/Ratri)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku: Child Care Parent Care
Judul asli artikel: Do Adopted Children Have More Problems?
Penulis: Marilyn Heins, M.D. dan Anne M. Seiden, M.D.
Penerbit: Doubleday & Company, Inc., New York 1987
Halaman: 791 -- 792
CAKRAWALA 2___________________________________________________________
MA, AKU ANAK PUNGUT, YA?
Sebagian besar pasangan mengharapkan keturunan dari pernikahannya.
Biasanya setelah 5 tahun menikah tanpa anak, muncul keinginan untuk
mengadopsi anak. Pertanyaan yang sering muncul adalah: "Kapan
sebaiknya memberitahu sang anak bahwa kita bukan orang tua
kandungnya?" Ketika bermaksud mengadopsi anak, sebaiknya kita
mengerti bahwa pada prinsipnya semua ibu menyayangi anaknya. Di sisi
lain, beberapa kehamilan terjadi karena kecelakaan, mungkin akibat
hubungan seksual di luar nikah atau kegagalan alat kontrasepsi.
Maka, ada juga anak yang sejak dari kandungan sudah merasakan
penolakan orang tuanya. Tapi umumnya, begitu anak lahir, sang ibu
jatuh hati padanya. Kalau dia terpaksa menyerahkan anaknya kepada
orang lain, itu karena dia tidak berdaya dan tidak mampu merawatnya
sendiri.
Kita cukup sering mendengar kisah lain dari anak-anak yang diadopsi.
Ada juga keluarga yang sengaja mengangkat anak untuk "memancing"
kehamilan sendiri sehingga lahirlah anak kandung. Entah bagaimana
menjelaskan mitos ini secara ilmiah, tetapi dalam beberapa kasus,
hal ini terjadi. Setelah punya anak angkat, sang ibu hamil. Tidak
lama kemudian, lahirlah anak kedua, yang adalah anak kandung. Namun,
muncul permasalahan ketika ternyata kedua anak ini punya karakter
dan wajah yang sangat berbeda.
Beberapa Kasus
Ina
Ina seorang remaja 14 tahun, kelas 3 SMP, suatu kali diajak orang
tuanya menemui seorang konselor. Masalahnya, akhir-akhir ini Ina
sering diajak teman cowoknya, seorang siswa SMU. "Pacar?" Kalau
ditanya, Ina selalu menjawab, "Cuma teman." Yang menjadi masalah
buat mamanya, Ina diajak "clubbing" alias "dugem". Kalau dilarang,
Ina mengambek. Terkadang dia pergi juga, tidak peduli pada larangan
mamanya. Orang tua mana yang tidak kuatir?
Beberapa hari lalu, iseng-iseng mamanya membuka HP Ina. Mamanya
terkejut karena "galery" HP berisi gambar-gambar porno. Menurut Ina,
temannya itulah yang memasukkan gambar-gambar itu ke HP-nya. Mamanya
marah. HP Ina disita. Dia juga tidak diizinkan bertemu dengan teman
cowoknya.
Saya memandang Ina. Dia remaja, berkulit agak gelap dan sedikit
montok. Berbeda dengan mamanya yang langsing dan terlihat cantik
pada usia tengah baya. Mungkin ibu ini merasakan sesuatu melalui
pandangan saya. Beberapa saat setelah saya berbicara dengan Ina,
saya pun berbicara dengan orang tuanya. Dari situ saya mendengar
rahasia mereka, "Ina itu anak adopsi, Bu," kata mamanya, "kami
mengadopsinya lewat sebuah panti asuhan, waktu Ina berusia dua
bulan. Pihak panti tidak bersedia memberitahu latar belakang ibu
kandung Ina. Apakah ini memengaruhi kebiasan dan karakter Ina?"
Ina baru tahu bahwa dia anak adopsi saat dia beranjak remaja. Ibu
dan bapak angkatnya terpaksa memberitahu Ina karena beberapa
temannya membandingkan Ina dengan orang tuanya. Mula-mula Ina tidak
peduli, tetapi mungkin karena tekanannya cukup kuat, akhirnya dia
bertanya. "Tidak ada jalan lain. Dia membawa bukti-bukti fisik,"
cerita mamanya. "Akhirnya kami memang memberitahu dia bagaimana dia
bisa bersama kami. Saya juga menyatakan bahwa Ina tetap anak kami
dan kami sangat menyayangi dia. Tapi rupanya dia kecewa. Sejak itu,
kami merasakan dia makin tertutup, sering jalan dengan temannya dan
marah kalau kemauannya tidak dituruti."
Rio
Rio berusia 13 tahun ketika seorang anggota keluarga dekatnya
memberitahu bahwa dia bukan anak kandung orang tuanya. Karena itu,
dia menanyakan kebenaran informasi ini pada orang tuanya. "Jangan
dengarkan orang lain," jawab mamanya. "Kamu anak Mama." "Aku tahu,
Ma," jawab Rio, "aku anak Mama. Tapi apakah Mama yang melahirkan
aku?" Mamanya berusaha berkelit, "Rio, kamu anak Mama dan Papa. Kami
sayang sama kamu. Jangan tanya itu lagi, ya. Mama sedih jika Rio
meragukan Mama dan Papa."
Rio tidak menjawab. Sejak itu memang dia tidak pernah lagi
menanyakan asal-usulnya. Tetapi mamanya terus berada dalam
kekhawatiran. Dia takut anak sulungnya itu marah karena merasa
dikelabui. Ibu ini tidak siap menghadapi kebenaran. Bagaimana kalau
Rio menuntut haknya untuk informasi, seperti yang kita lihat di
sinetron-sinetron TV?
Grace
Saya bertemu Grace dan mamanya beberapa waktu lalu. Dia seorang
gadis cilik yang mandiri, berani, sopan, dan menyenangkan. Pada
waktu itu usianya 8 tahun. Saya cukup "surprised" saat ibunya
mengatakan bahwa Grace datang ke rumah mereka ketika berusia 3,5
tahun. "Jadi, waktu itu Mama umurnya berapa, ya?" komentar Grace
yang ikut mendengarkan percakapan kami.
Pada kesempatan lain, mama Grace menjelaskan bahwa sejak usia 4
tahun, Grace telah diberitahu mengenai hal ini. Mula-mula Grace
nampaknya tidak begitu mengerti artinya karena beberapa kali setelah
itu dia masih terus bertanya. Namun, sejak usia 5 tahun, Grace
mengerti bahwa dia bukan anak kandung mama dan papanya.
Yang Perlu Diperhatikan
Dari percakapan saya dengan mama Grace, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan jika kita mengadopsi anak.
Pertama, walaupun diperkirakan ada karakter bawaan orang tua asal
yang kurang baik dalam diri anak itu, kita percaya bahwa ada
anugerah Tuhan untuk mengubahnya. Tugas kita adalah membimbing anak
tersebut untuk mengenal Tuhan.
Kedua, sampaikan pada anak bahwa dia bukanlah anak yang kita
lahirkan, melainkan anak yang diberikan Tuhan dalam keluarga.
Beritahukan kenyataan ini sewaktu anak masih kecil dan masih
bergantung pada kita sebagai orang tua yang mengasuhnya. Hal ini
dapat disampaikan berulang kali (jika dia menanyakan terus) sampai
dia mengerti maksudnya. Jelaskan dengan contoh-contoh dan cerita.
Gunakan istilah positif dalam berbicara. Misalnya, "anak angkat",
bukan "anak pungut". Usahakan agar anak benar-benar tahu bahwa kita
sungguh-sungguh mengasihi dia.
Ketiga, jika kita tidak tahu riwayat keluarga asalnya, kita harus
hati-hati dengan berbagai penyakit yang mungkin ada dan bersifat
genetik, misalnya alergi dan kesehatan mental. Perhatian ekstra
memang harus diberikan sampai kita mendapat konfirmasi dari tenaga
ahli.
Keempat, walaupun tidak mudah, kita harus menyiapkan dia untuk
menyambut adik lain yang akan hadir dalam keluarga.
"Loosing Isaiah"
Ketika ingin menulis artikel ini, kami teringat film "Loosing
Isaiah". Siapa pun Anda yang mengadopsi anak, perlu menonton film
tersebut. Dikisahkan, Isaiah, seorang anak kulit hitam yang lahir
dari seorang ibu tunggal yang pecandu. Saat mamanya sedang memakai
candu di tempat pembuangan sampah, Isaiah terangkut truk sampah.
Dalam keadaan sekarat dia ditemukan oleh pemulung dan dibawa ke
rumah sakit pemerintah. Seorang dokter yang bertugas merawatnya
jatuh hati padanya. Dokter ini membawa Isaiah ke rumahnya dan
merawat bayi mungil ini seperti anaknya sendiri.
Namun apa yang terjadi. Ibu kandung yang pecandu ini berusaha
merebut buah hatinya. Untuk itu dia masuk dalam pusat rehabilitasi,
lalu berusaha mencari pekerjaan. Setelah mapan dan merasa mampu, dia
mengunjungi Isaiah di sekolahnya. Dia bersyukur melihat Isaiah yang
sehat, pandai, dan tampan. Didukung oleh keluarga kulit hitam di
lingkungannya, ibu kandung Isaiah menggugat ibu angkat anaknya.
Pengadilan mengabulkan permintaan sang ibu kandung. Maka Isaiah pun
berpindah tangan.
Namun, Isaiah yang saat itu berusia tiga tahun sudah lupa pada sosok
wanita yang tidak dikenalnya itu. Dia menangis dan menyatakan
protesnya dengan tidak mau makan saat dalam asuhan ibu kandungnya.
Cerita ini berakhir dengan bahagia. Isaiah akhirnya dikembalikan
kepada ibu angkatnya. Kasih kedua ibu ini pada Isaiah membuatnya
sekarang memunyai dua ibu.
Dalam hidup seorang anak, apakah kandung atau anak asuh, yang dia
butuhkan adalah cinta yang tulus, terus-menerus, dan tanpa syarat
dari si pengasuh. Semoga ini jadi perenungan bagi setiap kita para
orang tua.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: Ayahbunda.org
Penulis: Roswitha Ndraha dan Julianto Simanjuntak
Alamat URL: http://ayahbunda.org/index.php?option=com_content&task=view&id=81&Itemid=38
TELAGA _______________________________________________________________
ANAK ADOPSI
Tidak semua pasangan nikah dikaruniai anak, sehingga mengadopsi anak
menjadi sebuah alternatif yang layak dipertimbangkan. Sungguhpun
demikian, kita mesti memastikan beberapa hal di bawah ini agar tidak
melakukan kesalahan dalam mengadopsi anak.
Motivasi
Kita harus memiliki motivasi yang benar dalam mengadopsi anak dan
motivasi yang benar adalah keinginan untuk membagi kasih dan hidup
dengan anak serta membesarkannya menjadi penggenap rencana Allah
dalam hidupnya. Ada orang yang memiliki motivasi yang keliru,
misalkan ada yang ingin berstatus memunyai anak namun tidak bersedia
membagi hidup dan kasih dengan anak. Atau ada yang bercita-cita agar
anak menjadi penerus dirinya belaka dan melupakan satu fakta yang
hakiki, yakni anak adalah manusia ciptaan Tuhan yang Ia tempatkan di
bumi untuk menggenapi rencana-Nya, bukan rencana kita. Singkat kata,
kita mengadopsi anak karena ingin mengasihinya, bukan memakainya
demi kepentingan pribadi. Jika unsur kasih tidak kuat, maka bila
suatu saat anak kandung lahir, niscaya anak adopsi akan menjadi anak
terbuang. Atau, bila motivasi kasih tidak kuat, sewaktu anak adopsi
mengembangkan masalah, orang tua dengan mudah mengusirnya atau
mengembalikannya kepada orang tua kandung.
Kesiapan
Sebelum mengadopsi anak, kita mesti siap menerima kedatangannya di
dalam kehidupan kita. Ada orang yang mengadopsi anak namun tidak
siap untuk mengakomodasi kehadiran anak dalam jadwal kehidupannya.
Anak langsung diserahkan kepada perawat. Kita pun harus siap
menerima kehadiran anak yang bukan dari darah daging sendiri --
bentuk fisiknya mungkin akan sangat berbeda dari kita dan sifat atau
tabiatnya juga berlainan. Dengan kata lain, kita selayaknya
menyiapkan diri untuk menghadapi perbedaan ciri -- baik itu ciri
fisik maupun ciri kepribadian.
Selain kedua hal di atas, ada beberapa hal teknis yang mesti kita
pertimbangkan dalam mengadopsi anak.
1. Sebaiknya kita mengadopsi anak sejak bayi sehingga terjalin
ikatan yang kuat antara anak dan orang tua.
2. Kita harus memastikan kesiapan pribadi untuk mengadopsi anak
sesuai jenis kelamin yang diharapkan. Ada orang yang lebih nyaman
dengan anak perempuan atau sebaliknya.
3. Sebaiknya anak adopsi diberitahukan status sebenarnya pada waktu
ia berusia di bawah 10 tahun, sehingga kalaupun harus terjadi
pergolakan, hal itu akan terjadi pada usia kanak-kanak, bukan
remaja.
4. Jika harus terjadi kontak dengan orang tua kandung, sebaiknya itu
terjadi sewaktu anak sudah mendekati usia akil balig untuk
mencegah terjadinya kerancuan.
Tuhan tidak membedakan anak -- baik anak yang dibesarkan orang tua
kandung atau bukan. Samuel dibesarkan oleh Iman Eli, bukan oleh
ibunya, Hana, namun Tuhan memberkati dan memakai Samuel. Nama Samuel
berarti "aku telah memintanya dari Tuhan" (1 Samuel 1:20). Inilah
yang Hana katakan, "Untuk mendapat anak inilah aku berdoa dan Tuhan
telah memberikan kepadaku apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku
pun menyerahkannya kepada Tuhan; seumur hidup terserahlah ia kiranya
kepada Tuhan." (1:27-28)
Hampir semua anak adopsi tahu bahwa ia bukanlah anak kandung orang
tuanya. Kadang ini terlihat dari ciri fisik yang begitu berbeda,
namun ada kalanya perasaan ini muncul dengan sendirinya. Itu
sebabnya jauh lebih baik bila ia diberitahukan status sebenarnya
pada waktu ia masih kecil. Sama seperti anak lain, anak adopsi tidak
harus menimbulkan masalah, namun orang tua mesti mewaspadai hal-hal
berikut ini.
Ketertolakan dan Kemarahan
Anak adopsi cenderung mengembangkan rasa ketertolakan --
bagaimanapun ia diserahkan orang tuanya kepada orang lain. Rasa
ketertolakan berpotensi membuatnya merasa tidak berharga dan
berpandangan negatif terhadap dirinya. Itu sebabnya kita mesti
ekstra peka dalam mengasuhnya. Jika rasa ketertolakan berlanjut, ia
dapat memberontak dan berusaha menjauhkan diri dari keluarga. Pada
dasarnya, isi dari ketertolakan adalah kesedihan dan kemarahan. Ia
pun dapat merasa tertipu sebab selama ini ia merasa sebagai anak
kandung.
Rasa Tidak Aman
Anak adopsi cenderung membandingkan diri dengan anak lain dan
berupaya terlalu keras untuk membuktikan bahwa ia layak dikasihi dan
menjadi bagian dari keluarga yang mengadopsinya. Ia merasa tidak
diinginkan oleh orang tua kandung, jadi sekarang ia berusaha keras
mendapatkan penerimaan ini. Perilaku ini tidak sehat dan berpotensi
menimbulkan masalah karena dengan mudah ia dapat kehilangan jati
dirinya dan terjebak dalam perilaku menyenangkan orang secara
membabi buta.
Ketersesatan
Anak adopsi bisa pula merasa terhilang dalam hidup sebab tiba-tiba
ia merasa sebatang kara. Tanpa penjagaan dan kasih yang kuat, ia
dapat melakukan hal-hal yang salah karena kehilangan arah hidup. Ia
beranggapan tidak ada seorang pun yang sungguh peduli kepadanya,
jadi mengapakah ia harus memedulikan perasaan orang lain.
Tindakan Orang Tua
1. Orang tua mesti memperlakukan anak adopsi seperti anak kandung
karena fakta inilah yang akan berbicara kepadanya tatkala ia
tengah mengalami pergolakan.
2. Orang tua harus kuat bertahan dan tidak terjebak ke dalam upaya
anak menguji batas kesabaran. Anak adopsi kadang berperilaku
buruk seolah-olah meminta untuk ditolak kembali -- jadi,
menggenapi "nasib" sebagai anak yang terbuang.
3. Orang tua tetap mesti mendisiplinnya dan tidak boleh
memperlakukannya secara khusus. Kasih dan disiplin harus
diberikan secara seimbang.
Firman Tuhan: Yefta adalah anak yang terbuang dan akhirnya menjadi
anak berperilaku buruk (Hakim-Hakim 11:1-4). Anak adopsi bukanlah
anak yang terbuang; sebaliknya, anak adopsi adalah anak yang
terselamatkan. Tuhan menyelamatkan dan memberinya keluarga yang
baru.
Sajian di atas kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. T199A
yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. Jika Anda ingin
mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim
surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org>
atau < TELAGA(at)sabda.org >. Atau kunjungi situs TELAGA di:
==> http://www.telaga.org/audio/anak_adopsi
INFO _______________________________________________________________
JELAJAHI DUNIA INTERNET MELALUI INDONESIAN CHRISTIAN WEBWATCH
Apakah Anda membutuhkan informasi situs-situs Kristen maupun umum
sebagai referensi dalam pelayanan Anda?
Publikasi Indonesian Christian WebWatch (ICW) hadir untuk menjawab
kebutuhan Anda. Setiap dua kali dalam sebulan, Anda akan mendapatkan
banyak informasi mengenai situs-situs Kristen yang berbahasa
Indonesia maupun berbahasa Inggris. Tidak hanya itu, pelanggan juga
dimanjakan dengan ulasan situs umum, ulasan milis publikasi, ulasan
milis diskusi, serta artikel-artikel menarik seputar kekristenan dan
dunia internet. Newsletter/majalah elektronik yang diterbitkan
Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) ini dapat Anda peroleh dengan GRATIS!
Bagi Anda para konselor, hamba Tuhan atau siapa pun yang ingin
memperluas jaringan dan tidak ketinggalan informasi tentang situs
Kristen terbaru, segeralah berlangganan ICW. Untuk berlangganan,
Anda hanya harus mengirimkan e-mail ke alamat berikut ini.
==> <subscribe-i-kan-icw(at)hub.xc.org>
Untuk menyimak topik-topik apa saja yang pernah disajikan, silakan
kunjungi:
==> http://www.sabda.org/publikasi/icw/
_______________________________e-KONSEL ______________________________
Pimpinan Redaksi: Christiana Ratri Yuliani
Staf Redaksi: Tatik Wahyuningsih dan Dian Pradana
Penanggung Jawab Isi Dan Teknis Yayasan Lembaga SABDA
INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR Sistem Network I-KAN
Copyright(c) 2009
YLSA -- http://www.ylsa.org/
Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda punya masalah/perlu konseling? atau ingin mengirimkan
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
silakan kirim ke:
konsel(at)sabda.org atau owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
ARSIP: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I: http://c3i.sabda.org/
Network Konseling: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_konseling
Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org/
______________________________________________________________________
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |