|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-konsel/168 |
|
e-Konsel edisi 168 (15-9-2008)
|
|
_______________________________e-KONSEL_______________________________
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
_____________________________________________________________________
EDISI 168/15 September 2008
Daftar Isi:
= Pengantar: Kemampuan Setiap Anak Berbeda
= Cakrawala: Disgrafia Pada Anak yang Kesulitan Menulis dan Solusinya
= TELAGA: 1001 Akal Membantu Anak Belajar
= Tips: Membantu Anak Disgrafia
= Surat Anda: Transkrip Artikel Lengkap Mengenai Jodoh
PENGANTAR ____________________________________________________________
Salam dalam kasih Kristus,
Sering kali, muncul kasus anak-anak bermasalah karena ketidaktahuan
orang tua maupun para pendidik terhadap kemampuan si anak. Masih
banyak orang tua yang kurang menyadari bahwa setiap anak tidak
memiliki kemampuan yang sama. Kecenderungan untuk membandingkan anak
dengan anak lain masih dapat dijumpai dalam pola pendidikan orang
tua. Begitu pula dengan kemampuan anak dalam hal menulis.
Jika pada umur tertentu, orang tua mendapati anaknya begitu sulit
belajar menulis, biasanya orang tua akan segera mencari tahu apakah
anak-anak seumurannya banyak pula yang sulit belajar menulis. Jika
dijumpai bahwa sang anak tidak memiliki kemampuan menulis seperti
anak-anak pada umumnya, maka tidak jarang orang tua akan memaksa
anak dengan keras atau lantas menjadi depresi menghadapi masalah
tersebut. Apakah Pembaca terkasih memiliki anak atau mengenal anak
dengan kesulitan menulis di usia yang seharusnya sudah dapat menulis
dengan lancar?
Nah, jangan lewatkan edisi e-Konsel kali ini, tentang bagaimana Anda
dapat menangani anak yang sulit menulis dan bagaimana membantu anak
untuk terus bersemangat mengatasi kesulitannya dalam menulis.
Kiranya menjadi berkat bagi Pembaca terkasih.
Staf Redaksi e-Konsel,
Evie Wisnubroto
CAKRAWALA ____________________________________________________________
DISGRAFIA PADA ANAK YANG KESULITAN MENULIS DAN SOLUSINYA
KabarIndonesia -- Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi
secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan
kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang
tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak.
Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit
keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan
faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan
mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini.
Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan, mungkin baru
teridentifikasi saat usia sekolah.
Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama
ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapan
usianya. Umumnya, anak yang berusia 2 atau 3 tahun belum belajar
menulis, namun telah menyukai kegiatan menulis walaupun hanya
sekadar coretan yang belum bermakna. Ketika memasuki usia sekolah,
kegiatan menulis merupakan hal yang menyenangkan karena mereka
menyadari bahwa anak yang bisa menulis akan mendapatkan nilai baik
dari gurunya.
Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari
membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan, Burns;
Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari:
1. Scribble stage.
Tahap ini ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis
untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk membuat bentuk,
huruf yang dapat dikenali.
2. Linear repetitive stage.
Pada tahap ini, anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah
horisontal, dan huruf-huruf tersusun berupa barisan pada halaman
kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan
ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan
dengan kata yang pendek.
3. Random letter stage.
Pada tahap ini, anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat
diterima sebagai huruf dan dapat menuliskan huruf-huruf tersebut
dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu.
4. Letter name writing, phonetic writing.
Pada tahap ini, anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan
bunyi tertentu. Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf
untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan
namanya saja, atau menulis "bu" dengan sebagai lambang dari
"buku".
5. Transitional spelling.
Pada tahap ini, anak mulai memahami cara menulis secara
konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang berlaku umum. Anak
dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan
benar, seperti kata "buku", namun masih sering salah menuliskan
kata yang ejaannya mengikuti cara konvensional dan tidak hanya
ditentukan oleh bunyi yang terdengar, seperti hari "sabtu" tidak
ditulis "saptu", padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama
jika dibaca.
6. Conventional spelling.
Pada tahap ini, anak telah menguasai cara menulis secara
konvensional, yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang
berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.
Pada anak usia sekolah, perkembangan menulis telah berada pada tahap
terakhir, yaitu "conventional spelling". Selain telah dapat menulis
dengan huruf dan ejaan yang benar, anak pada usia kelas dua SD telah
memerhatikan aspek penampilan visual mereka.
Beberapa anak mengalami gangguan dalam menulis. Kesulitan menulis
ini disebut "disgrafia". Ada beberapa ciri khusus anak dengan
gangguan disgrafia, di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya, 2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih
tercampur, 3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional, 4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan, 5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap -- caranya
memegang alat tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir
menempel dengan kertas, 6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah
terlalu memerhatikan tangan yang dipakai untuk menulis, 7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang
tepat dan proporsional; dan
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh
tulisan yang sudah ada.
Teori konstruksi sosial Vygotsky (Santroks:2004) memiliki tiga
asumsi, yaitu:
1. kemampuan kognitif anak dapat dipahami hanya ketika mereka mampu
menganalisa dan menginterpretasikan sesuatu, 2. kemampuan kognitif anak dimediasi oleh penggunaan bahasa atau
kata-kata sebagai alat untuk mentransformasi dan memfasilitasi
aktivitas mental; dan
3. kemampuan kognitif berkaitan dengan hubungan sosial dan latar
belakang sosial budaya.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Vygotsky mengemukakan tiga
konsep belajar sebagai berikut.
1. Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu suatu wilayah (range)
antara level terendah, yaitu kemampuan yang dapat diraih anak
jika tanpa bimbingan, hingga level tertinggi, yaitu kemampuan
yang dapat diraih anak jika dengan bimbingan.
2. Scaffolding, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan.
3. Language and thought.
Aplikasi teori Vygotsky dapat digunakan guru dan orang tua untuk
membantu anak yang mengalami disgrafia.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:
1. Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari:
a) masalah penggunaan huruf kapital,
b) ketidakkonsistenan bentuk huruf,
c) alur yang tidak stabil (tulisan naik turun), dan
d) ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten.
2. Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut.
a) ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital.
b) ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf.
c) ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf.
d) ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan.
3. Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik
scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.
a. Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang
tua/guru.
b. Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan
mereka.
c. Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing
permasalahan.
d. Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak
menyatakan kembali kriteria tersebut.
e. Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan
bantuan.
f. Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.
g. Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas
pada kesalahan yang banyak dilakukan anak.
h. Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
i. Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru.
j. Mengevaluasi pekerjaan anak.
Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia
yang dialami anak hingga terdapat perubahan.
Referensi:
Santrock, John W. "Educational Psychology". McGraw-Hill Companies.
Hernowo. "Mengimpikan Buku Pelajaran yang Mampu, Menyenangkan dan
Menyalakan Otak". Disampaikan pada Seminar "Menggagas Buku Pelajaran
yang Mencerdaskan", 15 Agustus 2006, Penyelenggara Direktorat
Pendidikan Madrasah, Ditjen Pendidikan Islam, Departemen Agama,
Jakarta.
Soedijarto. "Mana Lebih Penting, Pendidikan Dasar atau Lanjutan?"
Tabloid Nakita No. 266/VI/8 Mei 2004.
"Penilaian Perkembangan Anak Didik di TK". Dalam Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan Disdik Prop. Banten Edisi keempat TH.III Vol.IV/2003.
Sekartini, Rini. "Hal-Hal yang Sepatutnya Dikuasai Balita". Tabloid
Nakita No. 203/IV/22 Februari 2003.
Bahan diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: KabarIndonesia.com
Penulis: Intan Irawati
Alamat URL: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20080718135102
TELAGA _______________________________________________________________
1001 AKAL MEMBANTU ANAK BELAJAR
Anak kita memiliki ciri perkembangannya yang khas dalam belajar pada
tiap masa kehidupannya.
Sebagai orang tua, kita dapat menjadi penolong yang jauh lebih
efektif bila kita memahami apa yang dibutuhkan anak kita sesuai
dengan masa pertumbuhannya. Berikut akan kami sampaikan beberapa hal
yang dapat kita lakukan agar anak-anak kita dapat menguasai
keterampilan belajar secara lebih optimal. Pada saat yang sama, kita
pun dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering terjadi. Dalam
banyak hal, karena kurangnya pemahaman, banyak orang tua tanpa
disadari justru menghambat tumbuhnya keterampilan belajar pada
anak-anaknya.
Masa Prasekolah
Pada masa prasekolah, yang paling penting bagi seorang anak adalah
belajar mengenai bagaimana cara belajar, bukan sekadar belajar isi
materi pelajaran. Untuk itu, orang tua dapat membantu melatih anak
dengan beberapa cara, antara lain:
1. Melatih anak memulai dan menyelesaikan pekerjaan.
Biarkan anak memilih permainan atau kegiatan tanpa didikte
orang tua. Beri kesempatan kepada anak untuk melakukan
kegiatannya sampai selesai dan membereskan apa yang sudah dia
kerjakan. Usahakan untuk tidak memotong permainan atau kegiatan
anak dengan memberikan usulan lain. Biarkan dia menekuni apa yang
sedang ia mainkan atau lakukan.
2. Melatih anak mengerjakan tugas sendiri.
Hal ini ternyata harus dimulai sejak anak masih bayi. Ketika dia
sudah mulai dapat menikmati mainan-mainan sederhana di
ranjangnya, orang tua yang baru pertama kali punya anak biasanya
akan sangat terdorong untuk selalu menemaninya bermain.
Sesungguhnya, anak perlu dilatih untuk mengisi waktunya sendiri
dan bermain sendiri. Kebiasaan untuk selalu menemani bayi bermain
dapat menciptakan kebergantungan pada orang lain. Kebiasaan ini
dapat terus melekat menjadi pola belajar yang juga sangat
bergantung pada orang lain.
3. Melatih anak menyukai baca dan tulis.
Membaca dan menulis adalah dasar dari semua keterampilan belajar.
Dengan keterampilan baca dan tulis yang baik, anak dapat masuk ke
dalam berbagai bidang pelajaran. Oleh sebab itu, sejak kecil
tanamkan minat baca dan tulis yang besar. Biarkan anak
membolak-balik buku-buku atau mencoret-coret kertas.
Sering-seringlah memberi pujian. Kegiatan ini jauh lebih
bermanfaat daripada permainan-permainan elektronik yang tampaknya
lebih menarik. Ajaklah anak ke perpustakaan atau toko buku secara
rutin dan biasakan untuk mengalokasikan dana untuk membeli buku
sebanyak dana untuk membeli mainan. Bacakan cerita-cerita menarik
dengan buku di tangan. Sediakan buku-buku menarik sebanyak
mungkin segera setelah anak mulai dapat membaca. Terus kembangkan
minat anak untuk menulis dengan memberi kesempatan melatih
kemampuan motoriknya untuk mencoret-coret atau menyusun
abjad-abjad menjadi kata-kata sederhana yang bermakna.
Masa Sekolah Dasar
Masa sekolah dasar merupakan masa sangat penting bagi anak-anak
untuk mengembangkan dasar-dasar pola belajar yang sudah ditanamkan
pada masa prasekolah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan orang
tua untuk membangun keterampilan belajar anak-anaknya antara lain
sebagai berikut.
1. Kembangkan kemampuan baca dan tulis.
Terus ciptakan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan
baca dan tulisnya. Di tengah kesibukan anak dengan pelajaran
sekolah dan kesibukan orang tua dengan pekerjaan, kebiasaan untuk
berkunjung ke perpustakaan perlu terus dihidupkan. Banyak
orang tua hanya bersemangat pada masa prasekolah. Ketika anak
sudah di sekolah dasar, kebiasaan baik ini justru ditinggalkan.
Lebih baik anak mendapat nilai PR pas-pasan, akan tetapi program
ini tetap berlangsung. Jika anak terus dipaksa mengerjakan PR dan
beban lainnya sehingga tidak sempat membaca dan menulis hal yang
ia sukai, anak akan kehilangan sukacita belajar yang justru
sangat penting bagi kehidupannya. Dorong semangat anak menulis
dengan cara mengirimkan tulisan untuk majalah dinding sekolah
atau majalah anak-anak, atau memperkenalkan dengan sahabat pena.
2. Bantu anak membangun pola belajar mandiri.
Pola belajar mandiri harus dimulai dengan menyusun jadwal belajar
sendiri. Buatlah suatu papan jadwal dengan kartu-kartu kegiatan.
Pada tahap awal, temani anak untuk menyusun rencana hariannya
sehingga ia dapat memutuskan sendiri kapan mengerjakan
kewajibannya dan kapan dia memunyai waktu bersantai atau
mengerjakan apa yang ia sukai. Dengan demikian, anak tidak merasa
didikte. Anak juga akan belajar untuk mengerjakan apa yang
disukai dan apa yang tidak disukai, namun harus dikerjakan.
Perlahan-lahan, latihlah anak untuk mendahulukan tugas yang sulit
sehingga dia tidak perlu cemas dan tegang pada malam hari karena
tugas belum selesai.
3. Ajarkan anak ketekunan dan ketelitian.
Beberapa orang tua mengatakan bahwa sekolah umumnya hanya
memberikan materi pelajaran, tetapi tidak mengajarkan cara
belajar yang baik yang akan menumbuhkan ketekunan dan ketelitian.
Anak harus dilatih untuk tekun, yaitu dengan memberi kesempatan
pada anak untuk menyelesaikan sendiri pekerjaan yang mampu dia
lakukan. Perasaan puas dengan hasil pekerjaan sendiri merupakan
suatu perasaan penting bagi anak untuk tumbuhnya ketekunan. Akan
sulit bagi anak untuk menumbuhkan ketekunan jika dia merasa
tugas-tugas yang dihadapi terlalu sulit untuk diselesaikan. Sebab
itu, jika PR terlalu banyak atau sulit, orang tua harus
membicarakan hal ini dengan pihak sekolah. Ketelitian juga dapat
ditumbuhkan dengan cara meminta anak memeriksa sendiri apa yang
sudah dikerjakannya. Untuk pertama kali, dapat dibuat suatu
perjanjian, misalnya: "Jika jawaban soal-soal kali ini dikerjakan
tanpa salah, besok Mama yang periksa. Kalau ada kesalahan satu
saja, kita periksa bersama-sama. Tetapi jika soal kali ini ada
kesalahan lebih dari satu, besok kamu harus periksa sendiri, baru
setelah itu Mama yang periksa." Setelah anak periksa sendiri
masih ada kesalahan, orang tua jangan langsung menunjukkan
kesalahan, tapi beri kesempatan satu kali lagi untuk ia periksa
sendiri.
4. Berikan fasilitas belajar yang dibutuhkan untuk mengerjakan
PR-nya.
Seperti juga ketika kita masih kecil, anak-anak kadang membuat
orang tua frustasi dengan mengatakan, "Pa, besok saya harus
membawa kapas tiga gulung untuk proyek di sekolah." Dan dia
mengatakannya pada pukul 12.00 malam ketika kita sudah memakai
baju tidur. Mary Leonhardt menganjurkan agar situasi pada saat
itu tidak dipakai untuk mengajar anak tentang tanggung jawab.
Saat itu adalah saatnya menunjukkan kepada anak bahwa Anda pun
melihat pekerjaan rumahnya sangat penting, seperti yang ia
rasakan. Tanpa perlu marah-marah, gantilah baju dan carilah
apotik 24 jam untuk mendapatkan kapas tersebut. Tanpa Anda perlu
katakan dengan nada marah, anak akan berkata dalam hatinya, "Lain
kali aku akan lebih teliti mempersiapkan tugasku, sehingga Papa
tidak perlu serepot ini." Jika Anda tidak yakin anak menyadari
hal itu, katakan esok harinya: "Papa akan lebih senang jika kamu
memerhatikan tugas lebih awal, sehingga kita dapat mempersiapkan
lebih baik."
5. Berikan hadiah dengan bijaksana.
Hadiah akan mengajarkan anak suatu nilai. Jika Anda memberikan
hadiah pada prestasi anak, maka dia akan belajar bahwa yang
bernilai adalah prestasi. Tapi jika Anda memberikan hadiah pada
proses, maka dia akan belajar bahwa proses lebih bernilai
daripada prestasi. Mary Leonhardt menganjurkan agar orang tua
memberikan hadiah bukan pada prestasi, tapi proses. Misalnya
dengan mengatakan, "Kamu boleh main sepeda keliling rumah setelah
mengulang pelajaran selama lima belas menit." Atau Anda dapat
memberikan pelukan dan pujian setelah anak memainkan lagu yang
sulit di pianonya sebanyak tiga kali sekalipun pada kali yang
ketiga masih banyak kesalahan. Pujilah untuk kemampuan dia
bertahan lama dalam belajar lebih daripada ketika dia berhasil
mendapatkan nilai sepuluh dalam ulangan.
Masa Remaja
Pada masa remaja, ketika anak masuk ke SMP, cara orang tua untuk
membimbing anaknya akan berubah 180 derajat. Jika pola yang
diterapkan pada usia SD tetap diteruskan, hasilnya justru lebih
sering kurang efektif atau bahkan akan gagal total. Untuk itu,
orang tua perlu sangat hati-hati pada masa remaja ini sehingga dapat
terus menjadi penolong bagi anaknya. Beberapa kiat yang dapat
diterapkan pada masa ini antara lain sebagai berikut.
1. Jangan terlalu banyak menanyakan tugas anak.
Kalau pada masa SD, anak sangat butuh dikontrol, ditanya, dan
dibimbing, pada masa remaja hal ini justru dapat menimbulkan
penolakan yang luar biasa. Anak yang memasuki masa remaja umumnya
merasa sangat risih jika orang tua terlalu banyak ikut campur,
apalagi sampai menanyakan apa yang dilakukan anaknya kepada
teman-temannya atau guru-gurunya. Pada masa ini, orang tua harus
lebih banyak memberikan kebebasan pada anak untuk belajar secara
mandiri, bahkan untuk bergumul dengan kegagalan maupun
keberhasilan.
2. Berikan bantuan jika diminta dan usahakan bantuan seminimal
mungkin.
Orang tua perlu membantu jika anak meminta bantuan. Tetapi
prinsipnya, jangan sampai anak tergantung kepada kita dalam
mengerjakan tugasnya. Berikan bantuan seperlunya saja. Bantuan
tidak harus langsung untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang,
kita hanya perlu memberi rangsangan agar dia dapat memecahkan
masalahnya sendiri. Berikan rangsangan supaya bukan selalu Anda
yang mengajari anak, tetapi bagaimana anak mengajari Anda.
3. Jangan sepelekan masalah emosi, kesehatan, dan status sosial.
Menurunnya prestasi belajar tidak selalu karena kemampuan
intelektual yang kurang atau karena kemalasan. Anak remaja banyak
diganggu oleh masalah emosi dalam pergaulan, kesehatan, atau
konflik di antara kelompok mereka. Orang tua perlu mendampingi
anak sebagai pendengar yang baik dan mencoba untuk memahami
pergumulan mereka di luar lingkup kegiatan belajar di sekolah.
Kadang-kadang tanpa menyinggung masalah nilai prestasi, anak
dapat meningkat karena ia merasa sebagian beban hidupnya sudah
dipikul bersama kedua orang tuanya.
4. Hargai minat dan bakat anak.
Anak tidak harus selalu mendapat nilai bagus dalam semua bidang.
Jika anak lebih berminat pada matematika dan tidak memunyai bakat
dalam pelajaran bahasa, kita harus memberikan peluang kepada anak
untuk lebih menekuni matematika dan rela hati menerima nilai
bahasa yang tidak setinggi nilai matematika. Arahkan anak untuk
memilih jurusan yang sesuai dengan bakatnya dan menghargai
minatnya itu. Jika anak memilih jurusan sesuai minatnya,
kemungkinan untuk berprestasi jauh lebih besar dibandingkan jika
dia memilih jurusan yang hanya sekadar memenuhi keinginan hati
orang tua. Anak yang memilih jurusan yang bukan pilihannya
sendiri cenderung bermasalah karena hatinya memberontak dan tidak
puas.
Kiranya kiat-kiat di atas dapat membawa manfaat bagi Anda dan dapat
memberi tambahan bekal dalam mendampingi anak-anak agar mereka dapat
menguasai pola belajar yang efektif dan bertumbuh menjadi
pribadi-pribadi yang mandiri.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: TELAGA
Penulis: Ev. Anne Kartawijaya, M.Div
Alamat URL: http://www.telaga.org/artikel.php?membantu_anak_belajar.htm
TIPS _________________________________________________________________
MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak
dengan gangguan ini.
1. Pahami keadaan anak.
Sebaiknya orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan
keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk
tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya.
Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang
tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika
memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau
bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk
memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan,
bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak.
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk
belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer
atau mesin ketik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar
dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak
bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui
kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak.
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak.
Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu
akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang
tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya
dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis.
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan
tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan
tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat
untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk
orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan
menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak
tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Diambil dari:
Nama situs: tabloid-nakita.com
Penulis: Marfuah Panji Astuti
Alamat URL: http://www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05233-02.htm
SURAT Anda ___________________________________________________________
Dari: suriyadi
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |