|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-konsel/136 |
|
e-Konsel edisi 136 (15-5-2007)
|
|
Edisi (136) -- 15 Mei 2007
e-KONSEL
======================================================================
Milis Publikasi Elektronik Pelayanan Konseling Kristen
======================================================================
Daftar Isi:
= Pengantar : Kekerasan di Sekitar Kita
= Cakrawala : Alkitab dan Tindak Kekerasan
= TELAGA : Korban Tindak Kekerasan
= Bimbingan Alkitabiah: Ketika Anda Merasa Terluka
= Info : GetLife Inspiration Seminar
========== PENGANTAR REDAKSI ==========
Kekerasan ada di mana-mana dan sudah menjadi hal yang begitu umum
terjadi di sekitar kita. Lihat saja berita-berita kriminal yang
sering ditayangkan di berbagai stasiun televisi. Kekerasan tidak
hanya berupa tindakan kasar secara fisik saja, tetapi bisa juga
berupa kata-kata kasar yang menimbulkan luka batin dalam diri
korbannya. Hal ini bisa terjadi pada siapa saja, anak-anak maupun
orang tua, pria ataupun wanita.
Tidak hanya itu, pemulihan dari tindak kekerasan ini pun memerlukan
waktu yang tidak sebentar dan sering kali membutuhkan bantuan orang
lain. Kekerasan yang menimbulkan luka secara fisik tentu lebih mudah
diobati, namun bila kekerasan itu menimbulkan luka hati, campur
tangan Tuhan diperlukan dalam memulihkannya.
Topik Memulihkan Trauma Akibat Kekerasan yang kami angkat kali ini
akan melengkapi edisi sebelumnya (Memulihkan Trauma karena
Perkosaan). Kiranya, edisi ini dapat membuka setiap mata hati untuk
lebih bijaksana lagi dalam bertindak dan bertutur. Selamat menyimak,
Tuhan memberkati.
Pimpinan Redaksi e-Konsel,
Christiana Ratri Yuliani
========== CAKRAWALA ==========
ALKITAB DAN TINDAK KEKERASAN
Alkitab mengisahkan berbagai tindak kekerasan yang terjadi.
Pembunuhan, peperangan, dan sejumlah orang yang mati martir sering
disebutkan dalam kisah-kisah di Alkitab. Sering kali, kekerasan
terjadi karena perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang yang tidak
taat -- yang hidupnya tidak sesuai dengan kehendak Allah. Kekerasan
juga merupakan akibat dari perang yang Tuhan izinkan terjadi untuk
menghukum orang yang jahat dan untuk mengatur keadilan.
"Tongkat dan teguran" seperti yang terdapat dalam Amsal 29:15,
merupakan penekanan disiplin untuk menghilangkan kebodohan dari
seorang anak, untuk melindungi anak tersebut dari perilaku merusak
diri, "memberi nasihat", dan mengusahakan perdamaian dan relasi yang
baik dalam keluarga (Amsal 22:15, 23:13-14, 29:15,17).
Alkitab tidak mengizinkan atau membenarkan terjadinya kekerasan
terhadap anak, pasangan, orang tua, ataupun kekerasan dalam hal
seksual. Sebaliknya, Perjanjian Baru menekankan perilaku yang bukan
merupakan tindak kekerasan. Yesus tidak hanya menghukum pembunuh
saja, tetapi juga orang yang marah terhadap orang lain (Matius
5:21-23). Melalui Khotbah di Bukit, Yesus mengajarkan, "Jangan
menghakimi," atau sebaliknya kita akan dihakimi oleh kesalahan dan
kelemahan kita sendiri (Matius 7:1-5). Dalam surat kepada jemaat di
Kolose, para suami diajarkan untuk mengasihi istri mereka dan tidak
berbuat kasar kepada mereka, "Hai suami-suami, kasihilah isterimu
dan janganlah berlaku kasar terhadap dia" (Kolose 3:19). Para ayah
diperintahkan untuk "... janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan
tawar hatinya" (Kolose 3:21). Para majikan diperintahkan supaya
melakukan apa yang "adil dan benar". Tidak ada tempat untuk
melakukan kekerasan atau gangguan terhadap pekerja. "Hai tuan-tuan,
berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga
mempunyai tuan di sorga" (Kolose 4:1). Orang-orang percaya diajarkan
untuk menghilangkan "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan,
pertikaian, dan fitnah ..., demikian pula segala kejahatan." Kita
diajarkan untuk "... ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih
mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus
telah mengampuni kamu" (Efesus 4:31-32). Di antara orang percaya
diajarkan, "Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau
keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana
sepatutnya bagi orang-orang kudus. Demikian juga perkataan yang
kotor, yang kosong, atau yang sembrono -- karena hal-hal ini tidak
pantas -- tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur" (Efesus 5:3-4).
Dalam 1Timotius dan Yakobus, kita bisa membaca betapa pentingnya
memperlakukan saudara kita yang lebih tua dan orang lain yang lebih
senior dengan baik dan hormat. Tidak ada tempat bagi orang percaya
untuk melakukan kekerasan terhadap orang yang lebih tua (1Timotius
5:1-8,17; Yakobus 1:27).
Semua contoh di atas menggambarkan teladan yang baik. Meskipun
demikian, banyak yang gagal mengindahkan perintah-perintah ini,
padahal perintah ini jelas menunjukkan bahwa Allah menentang
kekerasan. Untuk itu, umat-Nya pun harus menentang kekerasan.
Bagaimana dengan korban kekerasan? Yesus mengatakan kepada kita
supaya kita mengasihi musuh kita dan mendoakan orang yang menganiaya
kita (Matius 5:43, 6:14; Filipi 4:6). Matius 5:39 mengatakan,
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang
berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi
kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." Kita diperintahkan
untuk mengampuni orang yang berbuat dosa kepada kita dan kita tidak
boleh khawatir tentang apa pun juga. Perintah ini menuntun para
konselor Kristen untuk memberi nasihat kepada para korban kekerasan
supaya tidak membalas pukulan, tindakan kasar, dan kekerasan
lainnya.
Sebenarnya, Alkitab tidak memerintahkan kepada kita untuk tidak
menjaga atau tenang-tenang saja apabila anak-anak atau orang tua
kita mendapat perlakuan kasar dari anggota keluarga lainnya. William
Barclay menuliskan pendapatnya tentang Matius 5:38-42, "Berulang
kali hidup membawa kita pada hal-hal yang besar atau pun kecil; dan
di ayat ini Yesus mengatakan bahwa orang Kristen yang sejati harus
belajar untuk tidak mudah marah dan tidak melakukan pembalasan yang
sia-sia." Dengan pertolongan Allah, korban kekerasan bisa belajar
mengasihi orang yang menganiaya mereka, mendoakan musuh mereka,
mengampuni orang yang kasar kepada mereka, dan percaya Allah akan
memberikan kedamaian dalam diri mereka di tengah-tengah situasi
kehidupan yang sulit ini. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi
korban dan konselornya untuk mengambil langkah pencegahan terhadap
kekerasan, melindungi korban dari bahaya yang mungkin datang, dan
untuk mengajarkan contoh-contoh tindakan baik yang telah diajarkan
dengan jelas oleh Alkitab.
SEBAB-SEBAB TINDAK KEKERASAN
Mengapa seseorang itu melakukan kekerasan terhadap orang lain baik
secara fisik maupun psikologis? Jawaban yang paling mendasar adalah
keberdosaan manusia, tetapi hal ini tidak menjelaskan mengapa ada
orang yang melakukan tindak kekerasan yang berdosa ini, sedang orang
lain tidak melakukannya. Sekali lagi, kita dihadapkan pada perilaku
kompleks yang tidak disebabkan oleh satu hal. Perkosaan bisa
menimbulkan akibat yang sangat berbeda bila dialami oleh seorang
anak yang sudah dewasa yang mengabaikan dan memperlakukan ibunya
yang sudah tua dengan tidak baik, atau bila dialami oleh seorang
anak yang pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh
ayahnya. Dalam daftar beberapa penyebab kekerasan berikut ini, perlu
Anda perhatikan bahwa setiap kasus konseling yang Anda hadapi,
semua, beberapa, atau bahkan tidak satu pun dari daftar berikut ini
yang bisa Anda gunakan. Setiap situasi memiliki penyebabnya sendiri.
Sebelum melihat penyebab-penyebabnya, kita perlu menghilangkan satu
pengertian yang salah, yang sering kali dipercayai oleh korban dan
keluarganya. Tidaklah benar bila kita menganggap bahwa korban
kekerasan biasanya memancing dengan memberi tanda bahwa dia ingin
diperlakukan kasar. Contohnya, sangat kejam dan tidak benar bila
kita menyimpulkan bahwa korban perkosaan benar-benar ingin diperkosa
dan mereka sebenarnya bisa mencegah hal ini bila mereka benar-benar
mau melarikan diri. Dalam kesempatan tertentu, tanpa disadari,
korban bisa saja mengundang reaksi dari pelaku, tapi hal ini
bukanlah hal yang biasa terjadi dan tentu saja tidak normal.
Perkosaan merupakan serangan kekerasan terhadap seorang wanita
dengan menggunakan seks sebagai senjata. Bagi kebanyakan korban,
peristiwa seperti ini sangat mengguncang dan sering kali menjadi
pengalaman hidup yang mengerikan. Korban perkosaan dan juga
korban-korban kekerasan lainnya tidak mengharapkan hal ini terjadi,
dan mereka pun juga tidak diam-diam menikmatinya.
Apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan? Berikut beberapa alasan
di antara begitu banyak, kompleks, dan bertumpuk-tumpuknya alasan
yang biasa ditemui konselor.
1. Stres yang disebabkan oleh lingkungan atau suasana.
Bertahun-tahun yang lalu, para psikolog untuk pertama kalinya
mengidentifikasikan adanya perilaku frustrasi-agresi
(frustration-agression). Saat seseorang sedang benar-benar
frustrasi, reaksi yang biasanya timbul adalah melampiaskan
perasaannya secara verbal atau fisik kepada orang lain atau
benda-benda di sekitarnya. Contohnya, seorang pengusaha yang
tertekan membentak sekretarisnya, atau seorang petenis yang
frustrasi membanting raketnya ke tanah, atau seseorang yang memukul
anjing kesayangan keluarganya.
Orang tua lebih mudah frustrasi karena tangisan atau rengekan
anak-anaknya. Mereka berharap ada suatu cara untuk "membungkam anak
itu". Mempunyai saudara yang sudah tua, yang semakin hari semakin
tergantung dan tidak dapat merawat dirinya sendiri, juga menjadi
penyebab frustrasi yang lebih parah. Jika mulai ada tekanan dalam
hal keuangan dan pekerjaan, akan lebih mudah lagi melampiaskannya
kepada anggota keluarga, apalagi bila anggota keluarga itu lemah,
tidak mampu menolong, atau tidak mampu mandiri. Kadang-kadang stres
yang disebabkan oleh hal-hal sepele bisa memicu kekerasan, misalnya,
tangisan anak yang menganggu/menginterupsi hubungan seksual orang
tuanya, atau frustrasi karena membersihkan sisa-sisa makanan atau
pakaian kotor. Tentu saja, stres yang terjadi dalam hidup pelaku
kekerasan bukan merupakan alasan baginya untuk melakukan kekerasan,
meskipun stres tersebut disebabkan oleh korbannya. Sebaliknya, stres
bisa membantu kita memahami mengapa ada orang melakukan kekerasan.
Seorang penulis menyatakan bahwa stres yang menyebabkan kekerasan
sering kali terjadi dalam tiga tahap. Pertama, tahap pembentukan
ketegangan di mana stres meningkat dan teknik-teknik untuk
mengatasinya menjadi semakin tidak efektif. Pada tahap yang kedua,
terjadilah kekerasan. Sering kali ledakan kekerasan itu tidak masuk
akal dan pelaku harus dihentikan secara fisik. Tahap ketiga adalah
tahap penyesalan setelah penyerangan. Orang yang melakukan kekerasan
ini meminta maaf yang sedalam-dalamnya, menunjukkan perasaan yang
sangat menyesal, berjanji tidak akan mengulangi lagi, dan
kadang-kadang membanjiri korbannya dengan hadiah-hadiah dan kasih
sayang. Hal ini menjadikan korban berharap kekerasan itu tidak akan
diulang lagi. Dengan demikian, korban diharapkan mau terus menjalin
hubungan, namun pada saat stres kembali menyerang, siklus ini
cenderung terulang lagi.
2. Belajar melakukan kekerasan.
Sering kali anak-anak yang mengalami kekerasan atau yang melihat
kekerasan dari orang tua mereka akan menjadi pelaku kekerasan.
Penelitian tentang kekerasan terhadap orang yang sudah tua
menunjukkan bahwa ternyata dari empat ratus anak yang dibesarkan
tanpa mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya, hanya satu yang
setelah dewasa menyerang orang tuanya, dibandingkan dengan satu dari
dua anak yang diperlakukan kasar oleh orang tuanya. Laporan lain
menunjukkan bahwa anak-anak yang diabaikan, tidak pernah belajar
bagaimana peduli terhadap orang lain sehingga mereka tumbuh menjadi
orang yang tidak peduli terhadap anak-anak mereka sendiri.
Penelitian lain mendukung kesimpulan tentang perlunya pembelajaran
sejak awal. Saat orang dewasa menampar atau memukul orang yang
merawatnya, orang yang ditampar itu akan lebih terdorong untuk
membalas tamparannya. Bila anak-anak tumbuh dalam lingkungan
keluarga di mana pukulan dan kontak fisik lainnya menjadi hal yang
biasa, anak-anak ini akan belajar melakukan kekerasan. Penelitian
terhadap beberapa veteran perang dan polisi rahasia pada masa rezim
totaliter telah menunjukkan bahwa orang biasa bisa dilatih untuk
menyakiti dan menyiksa orang lain tanpa merasa bersalah. Perilaku
kasar dan tindak kriminal jelas dapat dipelajari dan dihilangkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
3. Kegelisahan pribadi.
Kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa pelaku kekerasan adalah
orang yang merasa tidak aman, impulsif, dan terancam. Pada umumnya,
mereka memiliki konsep diri yang rendah. Kadang-kadang seseorang
yang senang memukul istrinya, memiliki rasa cemburu, posesif, atau
terintimidasi oleh istrinya sendiri sehingga sang suami mencoba
mendorong perasaan ketidakmampuannya dengan berlaku kasar. Beberapa
orang tua yang suka memukul, merasa tidak cukup baik sebagai orang
tua, sehingga mereka mencoba mengatur keturunannya dengan kekerasan.
Orang tua yang memiliki rasa toleransi yang rendah terhadap perilaku
hiperaktif normal yang dilakukan anak-anak mereka, menggunakan
kekerasan sebagai cara untuk mengatur anak-anaknya. Penelitian
terhadap narapidana pelaku perkosaan menunjukkan bahwa sering kali
mereka adalah seorang pemarah yang melampiaskan amarah dan memenuhi
kebutuhan seksualnya dengan menyerang wanita dan menggunakan seks
sebagai senjata. Sebaliknya, "incest" (hubungan seks dengan saudara
yang sedarah) tidak begitu menyakitkan, tetapi sering kali dilihat
sebagai pria yang melihat saudara perempuannya dengan kelembutan
hati dan pengertian. Beberapa ayah yang menikahi anak perempuannya
mendapatkan banyak kepuasan seksual di tempat lain, tetapi mereka
tidak memiliki kedekatan emosional yang berasal dari hubungan seks
ayah dan anak. Para pria lainnya dapat dengan mudah mengambil
keuntungan pribadi dengan melampiaskan kebutuhan seksualnya kepada
anak-anak yang ada di sekitarnya -- anak-anak yang tidak berani atau
tidak mau memprotes tindakan itu.
Masih ada sebab-sebab kekerasan lainnya. Kadang-kadang, ada kekuatan
untuk terus berjuang di antara pelaku kekerasan dan korban.
Penelitian menunjukkan bahwa film-film, barang-barang berbau
pornografi, dan program televisi yang menampilkan kekerasan seksual,
dapat dan turut meningkatkan kekerasan, khususnya kekerasan terhadap
wanita. Itulah sebabnya, terjadi kekerasan yang dilakukan oleh
orang-orang yang dibebani dengan tanggung jawab besar terhadap
keluarga.
Seorang ibu berusia 68 tahun yang meninggal akibat kelaparan
menyebabkan lingkungan sekitarnya diolok-olok. Tetapi seorang
wartawan melaporkan bagaimana anak ibu itu tidak mampu merawat
ibunya. Ibu itu adalah orang yang membingungkan, tidak dapat
mengendalikan diri, buta, tidak mau ditolong, dan tidak mau bekerja
sama. Ibu ini tidak mau makan dan kadang-kadang memasukkan makanan
yang sudah dikunyah ke dalam sakunya. Anak ibu ini sendirian merawat
ibunya, padahal dia juga harus bekerja. Dia tidak mengetahui
pelayanan sosial apa saja yang ada di lingkungannya, yang mungkin
dapat membantu. Dia tidak berkata-kata kasar kepada ibunya atau pun
melakukan kekerasan kepada ibunya. Dia berlaku kasar kepada ibunya
hanya dalam bentuk pengabaian karena tidak dia tahu bagaimana
mengatasi kesulitannya.
Uraian di atas menjelaskan kompleksitas dan kesulitan dalam usaha
menunjukkan kasus-kasus kekerasan. Namun, berbeda dari
masalah-masalah lainnya, dalam kasus kekerasan, korbannya mungkin
tidak begitu tertarik mengetahui mengapa kekerasan itu terjadi
sehingga diperlukan perhatian yang lebih dalam lagi untuk menolong
memulihkan para korban kekerasan. (t/Ratri)
Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Judul Buku : Christian Counseling: a Comprehensive Guide
Judul Asli Artikel: The Bible and Abuse
Penulis : Gary R. Collins, Ph.D.
Penerbit : Word Publishing, Dallas 1988
Halaman : 296 -- 299
========== TELAGA ==========
Pdt. Dr. Vivian Soesilo, seorang pakar dalam bidang konseling serta
dosen paruh waktu di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang,
memaparkan dampak apa saja yang dialami korban kekerasan serta
bagaimana cara mengatasinya. Berikut ringkasan tanya jawab dengan
beliau. Kiranya bermanfaat. Selamat menyimak.
KORBAN TINDAK KEKERASAN
T : Penderitaan macam apa yang biasanya dialami oleh korban tindak
kekerasan?
J : Sebetulnya, penderitaan yang dialami adalah penderitaan yang
cukup dahsyat. Sering kali, hati atau batinlah yang terluka
sehingga pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Batin yang
terluka itu menyebabkan seseorang bisa merasa harga dirinya
rendah, memiliki rasa takut yang berlebihan, menjadi orang yang
cepat marah, tidak bisa mengendalikan emosinya, tidak bisa
berkembang dengan normal secara jasmani, rohani, emosi,
mengalami kesulitan bergaul dengan orang lain, menjadi orang
yang cemburuan, bahkan menjadi orang yang ragu-ragu. Saat malam
hari, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena selalu bermimpi
buruk mengenai tindak kekerasan yang dia alami, jantungnya
berdebar-debar, sesak napas, keringat dingin, dan tidak
mempunyai rasa percaya diri.
------
T : Jika seseorang menjadi korban tindak kekerasan, apakah mungkin,
suatu saat nanti dia menjadi pelaku tindak kekerasan?
J : Sering kali terjadi seperti itu. Bukan dikatakan seratus persen,
tetapi kecenderungannya seperti itu. Kalau dia belum dipulihkan,
sering kali dia melakukannya lagi. Dampaknya, dia sering
marah-marah secara tak terkendali kepada orang lain karena
kemarahan terhadap orang yang melakukan tindak kekerasan
yang lalu belum terlampiaskan.
------
T : Apakah salah satu tanda yang cukup besar ini adalah masalah
emosi seperti ini?
J : Ya, biasanya emosi adalah salah satu tanda yang memperlihatkan
orang ini tiba-tiba meledak -- tidak bisa mengendalikan diri.
Mungkin kita bisa bertanya, "Apa yang terjadi dalam dirimu?" Dan
dia menjawab, "Aku tidak tahu," lalu biasanya dia langsung
meledak. Ahirnya, kita perlu bertanya kepadanya, "Pernahkah
kamu mengalami sesuatu yang melukai hatimu?"
------
T : Bagaimana dengan korban yang merasa karena kesalahannya sendiri,
dia menjadi korban tindak kekerasan? Misalnya, seseorang
melukainya karena dia berjalan di jalan yang sepi atau memakai
perhiasan yang berlebihan.
J : Sebetulnya, tindak kekerasan itu adalah tindakan kriminal dan
pelakunyalah yang bersalah. Dialah yang melakukan tindakan
kekerasan dan orang lain adalah korbannya. Korban mungkin bisa
dikatakan sebagai pemicu karena dia berpakaian terlalu mencolok
yang mengundang perhatian orang lain, tetapi tidak tertutup
kemungkinan bahwa yang bertanggung jawab adalah orang yang
melakukan tindak kekerasan.
------
T : Korban ini membutuhkan dukungan dari keluarga untuk bisa cepat
sembuh. Kalau keluarganya juga terkena imbasnya, apa yang bisa
dilakukan oleh keluarga itu?
J : Yang dapat dilakukan keluarganya adalah harus menjadi kuat demi
si korban ini. Keluarga harus bisa berdiri bersama-sama mencari
bantuan untuk anggota keluarganya ini. Kalau tidak bisa mencari
bantuan kepada sesama orang beriman, carilah bantuan kepada
konselor, teman baiknya, dan siapa saja yang mau membantu,
supaya bisa berdiri lagi dan mampu menghadapi masalah ini.
Hal ini memang membutuhkan kesabaran, tidak hanya sekali datang
ke tempat konseling kemudian bisa sembuh, tetapi membutuhkan
waktu.
------
T : Kalau ada orang yang mengalami tindak kekerasan seperti ini, apa
yang bisa kita lakukan?
J : Pertama-tama, kita dengarkan ceritanya, percayai apa yang telah
terjadi, terutama korban tindak kekerasan seksual seperti anak
kecil. Dia akan bercerita kepada orang tuanya, tetapi orang
tuanya tidak percaya dan hal itu menambah sakit hatinya. Jadi,
kita perlu memercayai apa yang dia katakan dan kita mau
mendampingi orang itu di dalam pemulihannya. Dengan demikian,
dia tahu masalahnya dan bisa mengidentifikasikannya. Setelah
itu, dia tahu perasaan-perasaan apa yang dia alami -- perasaan
marah yang berkecamuk di dalam hatinya, perasaan takut, rasa
bersalah, dan rasa malu. Apalagi tindak kekerasan seksual,
hal-hal itu harus dikeluarkan dan setelah dikeluarkan, dia
harus mempunyai komitmen untuk mau sembuh. Kalau dia mau sembuh,
dia harus mempunyai cara untuk mengampuni orang yang
menyakitinya, dia juga harus mempunyai batasan tentang bagaimana
melindungi dirinya sendiri. Semua itu membutuhkan waktu yang
lama.
------
T : Adakalanya luka itu sudah terlalu dalam atau mungkin terjadi di
usia yang terlalu dini. Mungkin secara emosi, mereka memang
menyadari bahwa dirinya pemarah, tetapi ketika akan mengingat
peristiwa itu, rasanya sudah seperti samar-samar. Bagaimana bisa
menolongnya?
J : Untuk menolong orang yang mau sembuh dari hati yang terluka ini,
dia harus mengingat kembali apa yang terjadi, bukannya
melupakan. Dia harus berdoa, minta tolong kepada Tuhan supaya
mengingatkan kembali apa yang telah terjadi, bukan untuk
mendendam, melainkan untuk menghadapi dan membereskannya.
------
T : Kalau luka badan bisa kita lihat, tetapi kalau luka hati itu
sulit untuk melihatnya. Apakah orang yang menjadi korban tindak
kekerasan yang begitu hebat menunjukkan tanda-tanda yang nyata
sehingga kita tahu bahwa orang ini sudah mulai sembuh?
J : Tanda-tandanya memang tidak terlihat secara fisik, tetapi kita
bisa melihat bahwa beban orang ini sudah terlepas. Dia akan
merasa sebagai seorang yang sudah tidak tertekan lagi. Saat dia
menghadapi sesuatu hal, dia tidak cepat tersinggung. Jadi, dia
adalah orang yang sudah bisa menghadapi masa lalu dan masa
depannya dengan lebih tenang, terutama hatinya akan lebih damai.
------
T : Kalau dia terus berpikir untuk membalas dendam, berarti dia itu
belum sembuh betul?
J : Belum, kalau orang yang sudah sembuh dari luka hatinya, dia
tidak akan berpikir untuk membalas dendam. Kemarahannya sudah
tidak ada lagi. Sebaliknya, dia bisa mengampuni. Dia menghadapi
masalahnya tidak dengan marah-marah tetapi dengan pengampunan.
------
T : Langkah apa yang biasanya ditempuh oleh seorang korban tindak
kekerasan supaya dia tidak menjadi korban kekerasan lagi?
J : Tentunya dia harus menjaga jarak dengan pelakunya. Dia harus
membuat batasan, supaya dia tidak dilukai oleh pelaku itu lagi.
Batasannya adalah bukan membenci dia, tetapi jaraknya tidak
terlalu dekat dengan orang itu lagi. Hal lainnya ialah dia harus
mengetahui kelemahan diri sendiri, apa yang dapat dia lakukan
dan mana yang tidak dapat dia lakukan, supaya tidak diperalat
oleh orang lain.
------
T : Apakah dengan melakukan pekerjaan yang positif, misalnya,
menjahit, memasak, dan sebagainya dapat menolong untuk melupakan
peristiwa yang menyakitkan?
J : Bukan melupakan, melainkan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal
tersebut. Memang orang yang mengalami tindak kekerasan tidak
boleh berdiam diri, dia harus mengingat kembali. Bukannya justru
dikendalikan oleh peristiwa itu, tapi dia bisa melakukan hal-hal
lain. Salah satu tanda orang sembuh dari tindak kekerasan adalah
dia tidak lagi dikendalikan oleh masa lampau, dia bisa bebas.
------
T : Sebenarnya, apakah peranan komunitas, misalnya, anggota sebuah
gereja atau organisasi lainnya? Apakah itu akan sangat membantu
proses kesembuhannya?
J : Tentu, komunitas yang mendukung akan membantu dia untuk cepat
sembuh. Komunitas yang mengerti, memerhatikan, dan mengasihi
tentu akan membantunya untuk pulih lebih cepat.
------
T : Kalau dia berbagi dengan sesama korban yang hampir sama
kasusnya, apakah itu dapat menolong?
J : Tentu bisa, itu merupakan suatu grup sendiri. Di negara-negara
tertentu, ada grup korban kekerasan seperti itu. Mereka bertemu
dan saling mendukung, itulah yang disebut grup terapi.
------
T : Orang-orang atau tentara yang terlibat di dalam peperangan,
apakah bisa menjadi korban tindak kekerasan?
J : Bisa, karena dia mengalami trauma dari apa yang dia lihat dan
lakukan di dalam peperangan, dia bisa menjadi pelaku tindak
kekerasan juga. Oleh sebab itu, karena banyaknya trauma yang
dialami oleh para veteran perang, penyembuhan sangat diperlukan.
------
T : Apakah ada ayat firman Tuhan untuk hal ini?
J : Surat Paulus kepada jemaatnya di Roma 12:17 dikatakan,
"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa
yang baik bagi semua orang!" Jadi, memang ada orang yang
bertindak jahat, tetapi janganlah kita membalas kejahatan dengan
kejahatan. Pengampunan, itulah penyelesaiannya.
Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. T221B
yang telah diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan.
-- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat
e-mail, silakan kirim surat ke: < owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org>
atau: < TELAGA(at)sabda.org >
atau kunjungi situs TELAGA di:
==> http://www.telaga.org/transkrip.php?korban_tindak_kekerasan.htm
========== BIMBINGAN ALKITABIAH ==========
KETIKA ANDA MERASA TERLUKA
Korban tindak kekerasan sangat membutuhkan nasihat-nasihat yang bisa
menenangkan hati mereka, sekaligus menguatkan iman mereka. Berikut
beberapa ayat Alkitab yang bisa digunakan untuk menolong mereka.
1Petrus 2:19-23
1Petrus 4:12-14
Matius 5:44
Roma 12:21
Efesus 4:31-32
Markus 13:11
1Petrus 4:16
Roma 12:19
Matius 6:14
1Korintus 6:7
1Petrus 3:9-10
1Petrus 3:14
Bahan diambil dari:
Indeks Pertolongan Masalah Sehari-hari (CD SABDA 2.0)
Nomor topik: 09722
Copyright : Yayasan Lembaga SABDA [Versi Elektronik (SABDA)]
========== INFO ==========
SPIRITUALITAS DI DUNIA BISNIS
Pernahkah terpikir:
- apa yang dimaksud "Spiritualitas di Dunia Bisnis?"
- apakah tren ini telah melanda Indonesia?
- apa dampaknya bagi bisnis Anda?
- bagaimana Anda harus mengantisipasinya?
Ikuti GetLife Inspiration Seminar yang membahas hal ini, yang
berjudul "Spiritualitas di Dunia Bisnis" dengan para INSPIRATORS:
1. Hari Darmawan
(founder & honorary chairman PT. Matahari Putra Prima Tbk.)
2. Paulus Bambang W.S.
(director United Tractors Tbk. & penggagas jaringan
BLife!Changers)
3. Ronny Lukito
(Chairman B&B Incorporations: Eiger, Exsport, Bodypack,
Northwand, dan Neosack)
4. Susanto Wibowo
(President Director YOGYA Group)
WHEN?
Sabtu, 26 Mei 2007, 13.00 WIB
WHERE?
BALAReA Room, Menara BTC Lt. P1
Jl. Dr. Djunjunan 143-149, Bandung
DAFTARKAN diri Anda di:
- Sdr. Ernesth (0812.212.1228/022-9129.2843)
- Seluruh jaringan Toko Buku VISI di BSM, IP, BTC, Molis, Sunda
- Radio Maestro, Jl. Kacapiring 12, Bandung
UNDANGAN:
- Umum = Rp 50.000,- (ditukarkan dengan 3 majalah GetLife)
- Mahasiswa = Rp 25.000,- (idem)
KHUSUS MAHASISWA (TEMPAT TERBATAS)
-----------------------------------------------------------
GETLIFE & UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA INSPIRATION SEMINAR
- Pekerjaan seperti apa yang harus dijalani?
- Trik-trik seperti apa yang harus diketahui untuk menjual diri saat
menghadapi interview kerja?
- Apa yang biasanya diharapkan oleh perusahaan?
Jika ingin tahu INSIGHT tentang hal ini, ikutilah GetLife &
Universitas Kristen Maranatha Inspiration Seminar yang berjudul:
"PREPARING FOR A BETTER LIFE"
- Hari : Sabtu, 26 Mei 2007
- Waktu : 09.00 WIB
- Tempat : GAP Lt. 8 Universitas Kristen Maranatha
- Pembicara: Paulus Bambang (Director United Tractors, Tbk)
Undangan: Rp 15.000,- (ditukar 1 majalah GetLife), yang dapat
diperoleh di:
- Sdr. Ernesth (0812.212.1228/(022) 9129.2843)
- Kantor MSDC Universitas Kristen Maranatha (GAP Lt. 2)
(022) 9188.8871
============================== e-KONSEL ==============================
PIMPINAN REDAKSI: Christiana Ratri Yuliani
PENANGGUNG JAWAB ISI dan TEKNIS
Yayasan Lembaga SABDA
INFRASTRUKTUR dan DISTRIBUTOR
Sistem Network I-KAN
Copyright(c) 2007 oleh YLSA
http://www.sabda.org/ylsa/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
======================================================================
Anda punya masalah/perlu konseling? masalah-konsel(at)sabda.org
Informasi/artikel/bahan/sumber konseling/surat/saran/pertanyaan/dll.
dapat dikirimkan ke alamat: owner-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berlangganan: subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Berhenti : unsubscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org
Sistem lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-konsel
ARSIP : http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/
Situs C3I : http://c3i.sabda.org/
======================================================================
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |