|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-doa/67 |
|
e-Doa edisi 67 (29-11-2012)
|
|
_________________________________e-Doa________________________________
(Sekolah Doa Elektronik)
BULETIN DOA -- Doa dan Puasa 2
Edisi November 2012, Vol.04 No.67
DAFTAR ISI:
RENUNGAN DOA: DOA PADA WAKTU ANGIN RIBUT
ARTIKEL DOA: DOA DAN PUASA 2
Shalom,
Pada edisi Doa dan Puasa sebelumnya, kita telah belajar kehidupan doa
Daniel dan Nabi Yoel. Kami akan melanjutkan pada pokok bahasan yang
kedua mengenai puasa. Berpuasa jelas memiliki makna yang jauh
melampaui sekadar menahan rasa lapar. Kekuatan puasa dalam beberapa
kisah Alkitab mampu "mendatangkan" kuasa surga ke atas bumi. Saat itu
terjadi, hal-hal yang tidak pernah kita pikirkan pun akan kita alami.
Seperti apakah puasa yang dikenan Tuhan? Apakah semua bentuk puasa itu
menurunkan kuasa surgawi? Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.
Redaksi Tamu e-Doa,
Berlian Sri Marmadi
< http://doa.sabda.org >
RENUNGAN DOA: DOA PADA WAKTU ANGIN RIBUT
Peristiwa angin ribut pertama yang terjadi adalah ketika Yesus dan
murid-murid pergi ke bagian Tenggara Kapernaum (Matius 8:5), yaitu
ketika mereka sedang menyeberangi danau Galilea menuju daerah orang
Gerasa (Markus 5:1; Lukas 8:26). Yang kedua terjadi pada waktu murid-
murid menyeberang ke Barat Laut menuju Genesaret (Matius 14:34;
Markus 6:53; Yohanes 6:17) setelah memberi makan 5.000 orang.
Doa dan keadaan murid-murid dalam dua peristiwa itu serupa. "Tuhan,
tolonglah, kita binasa." Pada waktu angin ribut kedua, murid-murid
sangat ketakutan. Mereka mengira bahwa mereka melihat hantu sehingga
ketakutan. Petrus yang pada saat itu mencoba berjalan di atas air,
berdoa, "Tuhan, tolonglah aku!" ketika ia mulai tenggelam. Dalam
setiap angin ribut, murid-murid mengira bahwa mereka berada dalam
bahaya. Mereka takut mati.
Pelajaran-pelajaran yang dapat kita tarik dari pengalaman-pengalaman
ini, terdapat dalam jawaban-jawaban Yesus atas doa-doa dan ketakutan
mereka. Pada waktu angin ribut yang pertama, Yesus tertidur. Ketika
Yesus bangun, Ia berkata, "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang
percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka
danau itu menjadi teduh sekali." (Matius 8:26)
Murid-murid berkata, "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau
pun taat kepada-Nya?" (Matius 6:27) Perahu itu tidak akan tenggelam
apabila Yesus; Pencipta danau, angin, dan gelombang ada di dalamnya.
Yesus, Tuhan kita yang Mahakudus, beserta dengan kita dalam seluruh
angin ribut kehidupan. Jika kita membiarkan Dia mengendalikan
kehidupan kita, maka akan ada ketenangan. Jawaban atas pertanyaan
murid-murid ialah bahwa Yesus adalah Allah. Akan tetapi, apakah mereka
sungguh-sungguh percaya hal itu? Mungkin untuk lebih meyakinkan
mereka, diperlukan suatu angin ribut lagi.
Angin ribut berikutnya terjadi setelah Yesus memberi makan lima ribu
orang. Pada waktu itu orang banyak ingin membawa Yesus dengan paksa
dan menjadikan Dia raja (Yohanes 6:15). Oleh sebab itu, Ia mendesak
murid-murid untuk menyeberangi danau, sementara Ia menyuruh orang
banyak itu pulang dan Ia naik ke gunung untuk berdoa. Saat itu adalah
saat yang genting. Saat itu belum waktunya Ia menjadi raja: pertama-
tama, Ia harus disalibkan untuk menyediakan pengampunan dan
keselamatan bagi umat manusia. Ketika murid-murid sedang mendayung
perahu mereka dengan sekuat tenaga, Yesus mendoakan mereka. Yesus
melihat mereka berada dalam bahaya dan Yesus menghampiri mereka dengan
berjalan di atas air. Murid-murid melihat Dia dan menjerit-jerit
ketakutan. Yesus menenangkan mereka dengan memperkenalkan diri-Nya,
"Tenanglah! Aku ini, jangan takut" (Markus 6:50). "Aku ini," dapat
diterjemahkan: AKU yang kekal; AKU yang agung; AKU TUHAN ALLAH, dan Ia
beserta dengan mereka dan kita dalam angin ribut kehidupan.
Pengalaman ini mengajar Petrus dan murid-murid bahwa Yesus mengamati
mereka dalam angin ribut itu dan Ia menyertai mereka, meskipun tidak
terlihat. Murid-murid menemukan bahwa: "Sesungguhnya Engkau Anak
Allah." (Matius 14:33) Arahkanlah pandangan kita kepada Yesus dalam
setiap angin ribut kehidupan karena Ia membawa damai sejahtera dan
ketenangan.
Diambil dari:
Judul majalah: Sahabat Gembala No.1 Tahun XXII Januari 1989
Penulis: J. Wesley Brill
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1989
Halaman: 25 -- 26
ARTIKEL: DOA DAN PUASA 2
Sekarang, marilah kita membuka kembali nubuat itu dalam versinya yang
pertama dalam Yoel 2:28, "Kemudian daripada itu akan terjadi, bahwa
Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia ..." Petrus berkata,
"pada hari-hari terakhir", sedangkan Yoel berkata, "kemudian dari pada
itu." Yang dimaksud Nabi Yoel dengan kata-kata "kemudian dari pada
itu" adalah menunjuk kepada sesuatu yang telah dikatakan sebelumnya
dalam nubuat tersebut. Dalam ayat-ayat sebelumnya digambarkan suatu
keadaan yang kering dan tandus. Seluruh negeri yang diwariskan kepada
umat Allah telah menjadi rusak sehingga tak ada tanaman yang berbuah.
Ditinjau dari sudut pandang manusia, tak ada secercah harapan, tak ada
lagi jalan keluar. Lalu, apakah yang diperintahkan Tuhan kepada umat-
Nya? Tuhan menyuruh umat-Nya melakukan puasa bersama sebagai obat
penawarnya -- "Adakan puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya,
kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah Tuhan
Allahmu dan berteriaklah kepada Tuhan." (Yoel 1:14) "Kudus" berarti
dipisahkan, dikhususkan bagi Tuhan. Karena itu, panggilan Tuhan untuk
berpuasa harus mendapat perhatian yang utama. Segala urusan lain yang
bersifat keagamaan dan duniawi harus dinomorduakan. Yang teristimewa,
yang mendapat panggilan itu adalah para tua-tua. Memang yang paling
bertanggung jawab dalam hal ini adalah para pemimpin, tetapi seluruh
penduduk negeri pun harus ambil bagian, tidak boleh ada pengecualian.
Umat Allah harus bersatu untuk dapat mengatasi kesulitan mereka.
Mereka harus berkumpul untuk berpuasa bersama-sama seperti yang
dilakukan pada zaman Yosafat, zaman Ezra, maupun zaman Ratu Ester.
Dalam Yoel 2:1-2, seruan itu diulangi kembali untuk kedua kalinya:
"tetapi sekarang juga demikianlah firman Tuhan, berbaliklah kepada-Ku
dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dan dengan
mengaduh (berduka cita terjemahan Inggrisnya)". Pada saat-saat Krisis
seperti ini, doa saja tidak cukup. Doa harus disertai dengan puasa,
ratap, tangis, dan perkabungan. Perhatikan sekali lagi hubungan erat
antara puasa dan perkabungan.
Selanjutnya dalam Yoel 2:15, seruan untuk berpuasa itu disampaikan
lagi untuk ketiga kalinya, "Tiuplah sangkakala di Sion, adakanlah
puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya." Sion menggambarkan
persidangan umat Allah. "Meniup sangkakala" merupakan semacam
pemberitahuan yang paling efektif untuk menjangkau seluruh masyarakat.
Melihat cara mengumumkan yang demikian itu, Alkitab menunjukkan bahwa
akan ada waktunya di mana puasa harus dimaklumatkan kepada seluruh
umat. Selanjutnya dikatakan, "Kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah
jemaah, himpunkanlah orang-orang yang sudah tua, kumpulkanlah anak-
anak, bahkan anak-anak yang menyusu ... Baiklah para imam, pelayan-
pelayan Tuhan menangis di antara balai depan dan mezbah." (Yoel 2:16-
17) Sekali lagi, meskipun seluruh umat ikut serta, ada penekanan
khusus yang ditunjukkan kepada para pemimpin itu sendiri: Para imam,
para pelayan Tuhan, dan para tua-tua (penatua).
Sampai tiga kali dalam ayat-ayat tersebut Tuhan memanggil umat-Nya
untuk berpuasa. Kemudian, Tuhan memberi suatu janji: "Kemudian dari
pada itu ... Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia".
Kemudian, sesudah apa? Roh Allah sudah mulai dicurahkan pada saat ini.
Cukup banyak tanda yang menunjukkan bahwa "hujan akhir" Tuhan sudah
sangat dekat. Tetapi, hingga kini kita baru melihat sebagian kecil
saja dari pencurahan besar-besaran yang dinubuatkan oleh Alkitab.
Allah masih menunggu sampai kita memenuhi semua persyaratan yang
diajukan oleh-Nya. Sesungguhnya, kita harus bersatu dalam doa dan
puasa bersama-sama untuk mendatangkan "hujan akhir" yang paripurna!
Dalam hal ini, keadaan kita sekarang hampir sama seperti yang dialami
Nabi Daniel pada permulaan pemerintahan Raja Darius. Daniel dengan
jelas melihat campur tangan Tuhan dalam percaturan politik pada waktu
itu. Ia mengetahui dari Kitab Suci bahwa waktunya telah tiba bagi
Tuhan untuk merestorasi umat-Nya. Terdorong oleh kesaksian tersebut,
Daniel memberi dirinya untuk berdoa dan berpuasa. Hanya dengan cara
demikianlah janji Tuhan akan mencapai penggenapannya yang sempurna.
Sasaran utama yang hendak dicapai Tuhan pada zaman Daniel adalah
restorasi. Tuhan bermaksud memulihkan umat-Nya untuk kembali kepada
warisan mereka yang telah hilang, akibat ketidaktaatan mereka sendiri.
Demikian juga sekarang, pencurahan Roh Kudus merupakan sarana yang
ditetapkan oleh Tuhan untuk mengadakan pemulihan kembali. Tuhan
sendiri yang mengatakannya dalam Yoel 2:25, "Aku akan memulihkan
kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang ..."
Tiga setengah abad yang lampau, Gereja mulai mengalami suatu
reformasi. Sekarang ini, Tuhan tidak berminat lagi terhadap reformasi
atau pembaruan. Yang dikehendaki-Nya adalah restorasi. Tuhan sedang
bekerja untuk mengembalikan setiap jengkal tanah warisan yang telah
dicuri umat-Nya. "Hujan awal" dari Tuhan telah memulai suatu gereja
yang benar-benar memenuhi persyaratan kekudusan, kuasa, dan
ketertiban. Kini, "hujan akhir" itu akan memulihkan gereja tersebut,
sehingga kembali kepada standar-standar yang mulia itu. Hanya pada
waktu itulah, tujuan pendirian Gereja di dunia ini akan dapat dicapai
oleh gereja itu sendiri. Itulah sasaran yang sedang dituju oleh Tuhan
sekarang ini.
Puasa yang Benar Menurut Kitab Yesaya
Yesaya pasal 58 menjelaskan dua cara berpuasa yang berbeda. Ayat 6-12
memperlihatkan jenis puasa yang berkenan di hadapan Tuhan. Pada ayat
3-5, Yesaya menggambarkan jenis puasa yang tidak dapat diterima oleh
Tuhan/berpuasa yang salah. Kesalahannya terletak pada motivasi dan
sikap-sikap keliru dari orang-orang yang berpuasa itu sendiri. Bagi
orang-orang yang digambarkan di sini, puasa tidak lebih dari pada
suatu upacara agama. Inilah puasa yang dilakukan oleh kaum Farisi pada
zaman Yesus. Tidak ada penyesalan dan kerendahan hati yang sungguh-
sungguh. Mereka tetap meneruskan semua urusan duniawi mereka dan tetap
bersikap serakah, mementingkan diri, sombong, dan senang menindas
orang kecil (ayat 3-4). Ungkapan menundukkan kepala seperti gelagah
(ayat 5), tepat sekali untuk menggambarkan bentuk ibadah dan cara-cara
berdoa yang hingga kini masih dipraktikkan para penganut agama Yahudi
Ortodoks. Mereka menunduk-nundukkan kepala mereka ke depan sambil
mengucapkan berulang-ulang doa-doa hafalan, yang mereka sendiri tidak
paham artinya.
Pada ayat 6, Yesaya menggambarkan motivasi di balik puasa: "membuka
belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk...
memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan kuk". Belenggu ini
dapat dilepaskan jika umat Tuhan, terutama para pemimpin, menaati
seruan Tuhan untuk berpuasa dan berdoa. Pada ayat 7, Yesaya
menggambarkan sikap-sikap terhadap sesama manusia, terutama terhadap
orang miskin dan orang tertindas, yang merupakan bagian dari bentuk
puasa yang berkenan kepada Tuhan. Puasa semacam itu harus disertai
perbuatan, kebajikan yang tulus, dan penuh kasih terhadap sesama
manusia, terutama mereka yang membutuhkan bantuan materi dan keuangan.
Sekali lagi, Yesaya memperingatkan sikap-sikap keliru yang berhubungan
dengan puasa yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, kemudian ia
membandingkannya dengan sikap kasih yang sesungguhnya -- "Apabila
engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi
menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau
menyerahkan kepada orang lapar apa yang kuinginkan sendiri dan
memuaskan hati orang yang tertindas ... (Yesaya 58:9-10). Mengenakan
kuk, menunjuk-nunjuk orang dengan jari, dan memfitnah semuanya dapat
dirangkum dalam tiga perkataan yaitu legalisme, kritik, dan
kemunafikan.
Lalu, berkat-berkat apa yang dijanjikan bagi orang-orang yang
menjalankan ibadah puasa yang berkenan kepada Tuhan. Berkat-berkat itu
disebutkan secara bertahap dalam ayat 8-12. Pertama-tama, Yesaya
menggambarkan berkat-berkat kesehatan dan kebenaran (kesalahan) --
"Dan waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan
pulih dengan segera, kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan
Tuhan barisan belakangmu". Hal ini selaras dengan janji yang terdapat
dalam Maleakhi 4:2, "Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan
terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya ..." Dalam
Kitab Maleakhi, menurut konteksnya, ayat-ayat itu menunjukkan bahwa
penggenapannya akan terjadi secara istimewa menjelang akhir zaman.
Pada ayat 9, Yesaya menggambarkan berkat lain yang diterima, yaitu
semua doa kita akan terkabul -- "Pada waktu itulah engkau akan
memanggil dan Tuhan akan menjawab engkau akan berteriak minta tolong
dan Ia akan berkata `Inilah Aku`!" Setiap saat Allah bersedia
dipanggil oleh manusia dan siap sedia untuk mengabulkan setiap
permohonan yang diajukan, untuk memenuhi kebutuhan kita. Yesaya juga
menggambarkan berkat berupa tuntunan atau bimbingan yang diberikannya,
dan berkat berupa keberhasilan dalam kehidupan -- "Maka terangmu akan
terbit dalam gelap dan kegelapan akan seperti rembang tengah hari,
Tuhan akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di
tanah yang kering dan akan membarui kekuatanmu, engkau akan seperti
taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah
mengecewakan." (Ayat 10-11)
Akhirnya, Yesaya menggambarkan berkat berupa pemulihan itu sendiri:
"Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad dan akan
memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan
disebutkan yang memperbaiki tembok yang tembus, yang membetulkan jalan
supaya tempat itu dapat dihuni." (ayat 12) Seperti Nabi Yoel, Yesaya
juga menunjukkan betapa eratnya hubungan antara berpuasa dan pemulihan
yang akan dialami umat Allah. Pasal Kitab Yesaya mengenai berpuasa itu
diakhiri dengan kata-kata, "membangun reruntuhan, memperbaiki tembok
yang tembus, membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni".
Pekerjaan pemulihan ini merupakan rencana dan tujuan Tuhan bagi umat-
Nya dewasa ini. Sarana Tuhan untuk melaksanakan semua ini adalah doa
dan puasa.
Setelah melihat pesan yang demikian jelas dari firman Tuhan mengenai
hal ini; masing-masing kita perlu membuat suatu keputusan. Dalam
Yehezkiel 22:30, Tuhan berkata, "Aku mencari di tengah-tengah mereka
seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan Negara
itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak
menemuinya." Dewasa ini, sekali lagi Tuhan sedang mencari orang yang
seperti itu. Maukah Anda menyediakan diri untuk maksud tersebut?
Maukah Anda memberi diri Anda untuk berdoa dan berpuasa? Maukah Anda
bersekutu dengan orang-orang lain yang memiliki visi dan tujuan yang
sama, dan bersama-sama mereka menyisihkan waktu yang khusus untuk
berdoa dan berpuasa?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: Pelita Kristen, Februari - Maret 1996, No. 322 - 323,
Tahun XXVII
Judul asli artikel: Berpuasa Mendatangkan Hujan Akhir
Penulis: Derek Prince
Penerbit: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan
Dep. Agama RI, Jakarta
Halaman: 5 -- 7
Kontak: < doa(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti
Tim Editor: Davida Welni Dana, Berlian Sri Marmadi, dan Santi Titik
Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/doa >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-buah-doa(at)hub.xc.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |