|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-binasiswa/9 |
|
e-BinaSiswa edisi 9 (7-2-2013)
|
|
e-BinaSiswa -- Pacaran (1)
Edisi 09/Februari 2013
DAFTAR ISI
ARTIKEL 1 : PROSES PACARAN YANG BENAR
ARTIKEL 2 : PANDANGAN KRISTEN DALAM MEMAKNAI HARI KASIH SAYANG
STOP PRESS: IKUTILAH! KELAS DISKUSI DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK)
PERIODE MEI/JUNI 2013
Shalom,
Sudah bukan hal baru lagi bahwa di antara anak-anak remaja banyak yang
menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang biasa kita kenal dengan
berpacaran. Meski secara psikologi mereka belum siap untuk mengerti
arti hubungan lawan jenis dengan baik, perkembangan hormon seksual
mendorong mereka untuk melakukan hal itu. Hal inilah yang sering kali
membuat para orang tua dan pembina remaja di gereja merasa khawatir,
kalau remaja mereka akan terjerumus ke dalam gaya berpacaran yang
salah dalam pergaulan mereka.
Untuk mendampingi remaja binaan Anda, simaklah artikel tentang
bagaimana mengarahkan remaja sehingga mereka dapat menjalani masa
pacaran dengan baik. Kami juga mengajak Anda untuk menyimak artikel
khusus tentang memaknai hari Valentine. Selamat membaca, Tuhan Yesus
memberkati.
Pemimpin Redaksi e-BinaSiswa,
Doni K.
< doni(at)in-christ.net >
< http://remaja.sabda.org >
ARTIKEL 1: PROSES PACARAN YANG BENAR
Bagi kebanyakan remaja saat ini, pacaran telah dijadikan sebagai
tujuan hidup atau semacam cita-cita. Memiliki pacar ataupun menjadi
pacar seseorang dianggap sebagai sebuah status yang membanggakan,
sehingga tidak sedikit remaja yang merasa malu apabila belum memiliki
pacar. Padahal, yang dimaksud dengan berpacaran tidaklah sesederhana
itu. Pacaran merupakan sebuah tahap di mana kita dan pasangan belajar
untuk lebih saling mengenal, sebelum nantinya masuk ke tahap yang
lebih jauh, yaitu pernikahan. Pacaran itu sendiri merupakan sebuah
proses. Kurangnya pemahaman akan hal inilah yang menyebabkan pacaran
kita kerap putus di tengah jalan. Seperti apa sih proses yang
dimaksud?
Berikut adalah penjelasan dari Pdt. Yakub Susabda tentang proses
pacaran yang benar, yang kami kutip dari buku beliau yang berjudul
"Pastoral Konseling".
1. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari "Subjective Love" ke
"Objective Love"
"Subjective love" sebenarnya tidak berbeda dari manipulative love,
yaitu "kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulasi orang
yang menerimanya". Pemberian yang dipaksakan sesuai dengan kemauan dan
tugas dari si pemberi, dan tidak memperhitungkan akan apa yang
sebenarnya dibutuhkan oleh si penerima. Sesuai dengan "sinful
nature"nya, setiap anak kecil telah belajar mengembangkan "subjective
love". Dan, "subjective love" ini tidak dapat menjadi dasar
pernikahan. Pacaran merupakan saat yang tepat untuk mematikan "sinful
nature" tersebut dan mengubah kecenderungan "subjective love" menjadi
"objective love", yaitu memberi sesuai dengan apa yang baik yang
betul-betul dibutuhkan si penerima.
2. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari "Envious Love" ke "Jealous
Love"
"Envious" sering diterjemahkan sama dengan "jealous", yaitu cemburu.
Padahal "envious" memunyai pengertian yang berbeda. "Envious" adalah
rasa cemburu yang negatif, yang ingin mengambil dan merebut apa yang
tidak menjadi haknya. Sedangkan "jealous" adalah rasa cemburu yang
positif, yang menuntut apa yang memang menjadi hak dan miliknya. Oleh
sebab itu, tidaklah mengherankan kalau Alkitab sering menyaksikan
Allah sebagai Allah yang "jealous", yang cemburu. Israel adalah milik-
Nya, umat tebusan-Nya. Kalau Israel menyembah berhala atau lebih
memercayai bangsa-bangsa kafir sebagai pelindungnya, Allah cemburu dan
akan merebut Israel kembali kepada-Nya.
Begitu pula dengan pergaulan pemuda-pemudi. Pacaran pemuda-pemudi
Kristen harus ditandai dengan "jealous love". Mereka tidak boleh
menuntut "sesuatu" yang bukan atau belum menjadi haknya (seperti:
hubungan seksual, wewenang mengatur kehidupannya, dan sebagainya).
Tetapi, mereka harus menuntut apa yang memang menjadi haknya, seperti
kesempatan untuk dialog, pelayanan ibadah pada Allah dalam Tuhan
Yesus, dan sebagainya.
3. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari "Romantic Love" ke "Real
Love"
"Romantic love" adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam
mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa "kehidupan ini
manis semata-mata". Pemuda-pemudi yang berpacaran biasanya terjerat ke
dalam "romantic love". Mereka semata-mata menikmati hidup sepuas-
puasnya tanpa mencoba mempertanyakan realitasnya, misalnya mengajukan
pertanyaan berikut ini:
- Apakah kata-kata dan janji-janjinya dapat dipercaya?
- Apakah ia memang orang yang begitu sabar, "caring", penuh tanggung
jawab seperti yang selama ini ditampilkan?
- Apakah realitas hidup akan seperti ini terus (penuh cumbu rayu,
rekreasi, jalan-jalan, cari hiburan)?
Pacaran merupakan persiapan pernikahan. Oleh karena itu, pacaran
Kristen tidak mengenal "dimabuk cinta". Pacaran Kristen boleh
dinikmati, tetapi harus berpegang pada hal-hal yang realistis.
4. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari "Activity Center" ke
"Dialog Center"
Pacaran orang-orang non-Kristen hampir selalu "activity center". Isi
dan pusat dari pacaran tidak lain daripada aktivitas (nonton, jalan-
jalan, duduk berdampingan, cari tempat rekreasi, dan sebagainya),
sehingga pacaran 10 tahun pun tetap merupakan dua pribadi yang tidak
saling mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristen berbeda. Sekali
lagi, orang-orang Kristen juga boleh berekreasi dan sebagainya, tetapi
"center"nya (isi dan pusatnya) bukan pada rekreasi itu sendiri, tetapi
pada dialog, yaitu interaksi antara dua pribadi secara utuh sehingga
hasilnya suatu pengenalan yang benar dan mendalam.
5. Pacaran Merupakan Proses Peralihan dari "Sexual Oriented" ke
"Personal Oriented"
Pacaran orang Kristen bukanlah saat untuk melatih dan melampiaskan
kebutuhan seksual. Orientasi dari kedua insan tersebut bukanlah pada
hal-hal seksual, melainkan, sekali lagi, pada pengenalan pribadi yang
mendalam.
Jadi, masa pacaran tidak lain dari masa persiapan pernikahan. Oleh
karena itu, pengenalan pribadi yang mendalam merupakan keharusan.
Melalui dialog, kita akan mengenal beberapa hal yang sangat primer
sebagai dasar pertimbangan apakah pacaran akan diteruskan atau putus
sampai di sini. Beberapa hal yang primer tersebut, antara lain:
1. Imannya
Apakah sebagai orang Kristen ia betul-betul sudah dilahirkan kembali
(Yohanes 3:3), memunyai rasa takut akan Tuhan (Amsal 1:7) lebih
daripada ketakutannya pada manusia, sehingga di tempat-tempat yang
tersembunyi dari mata manusia sekalipun ia tetap takut berbuat dosa.
Apakah ia memunyai kehausan akan kebenaran Allah dan menjunjung tinggi
hal-hal rohani?
2. Kematangan Pribadinya
Apakah ia dapat menyelesaikan konflik-konflik dalam hidupnya dengan
cara yang baik? Dapat bergaul dan menghormati orang-orang tua? Apakah
ia menghargai pendapat orang lain?
3. Temperamennya
Apakah ia dapat menerima dan memberi kasih secara sehat? Dapat
menempatkan diri dalam lingkungan yang baru, bahkan sanggup membina
komunikasi dengan mereka? Apakah emosinya cukup stabil?
4. Tanggung Jawabnya
Apakah ia secara konsisten dapat menunjukkan tanggung jawabnya, baik
dalam studi, pekerjaan, uang, seks, dan sebagainya?
Kegagalan dialog akan menutup kemungkinan mengenali hal-hal yang
primer di atas. Dan, pacaran 10 tahun sekalipun tidak akan
mempersiapkan mereka memasuki pernikahan.
Kegagalan dalam dialog biasanya ditandai dengan pemikiran-pemikiran
berikut ini:
1. Saya takut bertengkar dengan dia, takut menanyakan hal-hal yang
tidak ia sukai.
2. Setiap kali bertemu, kami selalu mencari acara keluar atau kami
ingin selalu bercumbuan saja.
3. Saya rasa "dia akan meninggalkan saya" kalau saya menuntut
kebenaran yang saya yakini. Saya takut ditinggalkan.
4. Saya tidak keberatan atas kebiasaannya, wataknya, bahkan jalan
pikirannya asalkan dia tetap mencintai saya, dan sebagainya. (RM)
Diambil dan disunting dari:
Judul buletin: Shining Star
Edisi buletin: Tahun ke-VII, No.78, 2006
Penulis : Pdt. Yakub Susabda
Penerbit : Komisi Remaja GKI Gunung Sahari, Jakarta 2006
Halaman : 12 -- 14
ARTIKEL 2: PANDANGAN KRISTEN DALAM MEMAKNAI HARI KASIH SAYANG
Diringkas oleh: Doni K.
Valentine’s Day telah menjadi satu momen yang membudaya di Indonesia,
meskipun bukan merupakan budaya asli bangsa. Jadi, mari kita
menyelidiki sejarah dari valentine’s day ini.
Salah satu versi mengatakan Valentine’s Day berasal dari nama seorang
Santo beragama Katolik Roma, yaitu Santo Valentine. Romawi pernah
diperintah oleh Kaisar Claudius II, yang dalam masa kepemimpinannya
pernah terjadi perang besar (tidak ada penjelasan mendetail tentang
perang itu). Sementara itu, rakyatnya menentang terjadinya perang dan
tidak secara sukarela mengikuti kebijakan pemerintah, yaitu wajib
militer.
Alasan masyarakat yang paling logis pada saat itu adalah mereka sudah
berkeluarga dan tidak mau hal buruk terjadi pada mereka di kemudian
hari, sebagai akibat dari mengikuti perang tersebut. Ada juga yang
beralasan karena dalam waktu dekat, mereka akan segera bertunangan
ataupun menikah. Mendengar hal itu, Kaisar Claudius II menjadi murka.
Akhirnya, ia mengeluarkan peraturan bahwa di seluruh kerajaan Roma
DILARANG ADANYA PERTUNANGAN DAN/ATAU PERNIKAHAN, dan semua rakyatnya
yang berjenis kelamin laki-laki harus mengikuti wajib militer.
Kebijakan Kaisar ini mengakibatkan banyak sekali kehancuran dan
ketidaktenteraman bagi rakyatnya. Banyak keluarga yang kehilangan
suami dan/atau anak laki-laki mereka karena kesewenang-wenangan Kaisar
Claudius II pada saat itu.
Seorang Pastor dari biara kecil di daerah Roma, secara diam-diam
memberikan pemberkatan pernikahan bagi pasangan-pasangan yang berniat
untuk menikah dan menyembunyikan sertifikat mereka dengan baik. Hal
ini berlangsung terus, sampai kemudian rahasia kecil ini terbongkar
dan pastor tersebut ditangkap, lalu dijebloskan ke dalam penjara.
Selama di penjara, pastor tersebut berkenalan dengan anak gadis dari
kepala sipir penjara. Gadis itu secara rutin menemui pastor dan mereka
saling bertukar cerita kesukaan juga kesedihan dari balik pintu
penjara. Karena kebaikan hati dan pertolongan yang telah diberikan
oleh pastor tersebut, masyarakat pada saat itu menuntut pembebasannya.
Kaisar Claudius II akhirnya menjatuhkan hukuman mati, yaitu dipenggal
kepalanya. Sehari sebelum hari kematiannya, pastor dengan nama
Valentine itu membuat sebuah surat yang ditujukan kepada teman-
temannya dan teristimewa untuk putri kepala sipir penjara yang
dibubuhkan tulisan "from your Valentine".
Ironisnya, Kaisar Claudius menetapkan tanggal 14 Februari tahun 270
sebagai hari pelaksanaan hukuman mati bagi Pastor Valentine. Semenjak
itu, masyarakat menyebut hari itu sebagai Valentine’s Day dan
keesokkannya merayakan Lupercalia.
Kurang lebih 800 tahun kemudian, golongan Gereja Katolik Roma yang
menganut PAGANISM (tidak percaya pada hal-hal mistis) menolak adanya
Perayaan Lupercalia untuk memberikan persembahan kepada Dewi Cinta
ataupun Dewi Kesuburan Wanita. Mereka mengangkat Pastor Valentine
menjadi seorang Santo dan mendeklarasikan bahwa setiap tanggal 14
Februari adalah St. Valentine’s Day.
Secara garis besar, kita dapat menyimpulkan bahwa perayaan-perayaan
tersebut awalnya merupakan wujud ungkapan syukur suatu bangsa.
Seorang pujangga bernama Eleanor Whitesides menulis: "To make a
valentine God took two shafts of wood and on that wood in love and
anguish placed His Son, who gave His Heart that mine might be made
new." Secara bebas dapat diartikan: "Untuk menciptakan suatu
valentine, Allah telah mengambil dua potong kayu dan di atas kayu itu,
dengan kasih dan derita, Ia menempatkan Anak-Nya yang telah memberikan
hati-Nya supaya hatiku dapat dijadikan baru."
Seharusnya, inilah yang menjadi makna dari Hari Kasih Sayang bagi umat
kristiani di seluruh dunia. Bukan karena menghormati seorang Santo,
yang adalah seratus persen manusia, melainkan memberikan penghargaan
tertinggi kepada Allah yang 100 persen manusia dan 100 persen Allah.
Bukti kasih Allah sangat nyata bagi manusia, yang adalah "pengantin-
pengantin-Nya", seperti sudah tertulis dalam 2 Korintus 11:2. Rasul
Paulus memberikan analogi, sehubungan dengan gencarnya perayaan
Valentine’s Day, tentang hubungan kasih antara Kristus dengan jemaat-
Nya (Efesus 5:25). Jemaat Tuhan yang berkumpul menjadi satu untuk
beribadah kepada Tuhan akan disebut sebagai gereja. Gereja adalah
tubuh Kristus. Apabila hubungan suami istri dalam suatu keluarga
retak, maka gereja akan retak dan tubuh Kristus akan retak.
Namun, ketika hubungan suami istri dalam membina keluarga kuat dan
didasari oleh firman Tuhan, gereja pun akan kuat dan tubuh Kristus di
dunia ini akan menjadi kuat. Makna Hari Kasih Sayang adalah memberikan
ungkapan kasih yang tulus dan mendalam kepada setiap orang sebagai
ucapan syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Yesus
kepada seluruh umat manusia, tanpa kecuali.
Geliat budaya Valentine’s Day ini mulai masuk ke Indonesia
diperkirakan pada akhir abad 19. Anak-anak muda di Indonesia, khusus
yang beragama Kristen, umumnya membatasi makna Valentine’s Day pada
penyataan kasih HANYA kepada orang yang saat itu sedang dekat dengan
dirinya. Biasanya, penyataan-penyataan ini diungkapkan dengan
memberikan bunga mawar, bingkisan cokelat, boneka, dan pernak-pernik
lucu lainnya.
Rasul Yohanes menulis dalam 1 Yohanes 4:7-11 yang intinya berbunyi:
"Marilah kita saling mengasihi, sebab KASIH ITU BERASAL DARI ALLAH;
dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari ALLAH dan mengenal Allah.
Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah
adalah kasih. Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, kita juga harus
saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah.
Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasih-Nya
sempurna di dalam kita."
Firman Tuhan sangat tegas mengatakan bahwa Kasih berasal dari Allah,
dan mengasihi merupakan respons kita terhadap kasih yang sudah
diberikan kepada kita. Dan, Tuhan tidak mengatakannya hanya pada satu
momen atau hanya beberapa kali saja, tetapi selalu (saling) karena
saat kita mengasihi, sosok Kristus terpancar dalam diri kita.
Selamat mengasihi saudara-saudara karena dari kehidupan kitalah setiap
orang dapat melihat teladan Kristus yang ajaib.
Diringkas dari:
Nama situs: Tata Ibadah, Liturgi, dan Tulisan-tulisan Kristen
Alamat URL: http://stefycreative.blogspot.com/2010/02/pandangan-kristen-dalam-memaknai-hari.html
Penulis : Rev. Stefy H.V. Rompas
Tanggal akses: 16 Januari 2013
STOP PRESS: IKUTILAH! KELAS DISKUSI
DASAR-DASAR IMAN KRISTEN (DIK) PERIODE MEI/JUNI 2013
Apakah Anda rindu mempelajari pokok-pokok penting seputar iman Kristen
bersama rekan-rekan seiman dari berbagai penjuru melalui dunia maya?
Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) < http://ylsa.org > mengundang Anda untuk
bergabung di kelas diskusi Dasar-Dasar Iman Kristen Mei/Juni 2013 yang
diselenggarakan oleh Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam (PESTA)
< http://pesta.org >. Dalam kelas ini setiap peserta akan belajar
bersama secara khusus tentang penciptaan manusia, kejatuhan manusia
dalam dosa, rencana keselamatan Allah melalui Yesus Kristus, dan hidup
baru dalam Kristus. Pelajaran-pelajaran ini sangat berguna, baik orang
Kristen lama maupun baru, untuk memiliki dasar-dasar iman kepercayaan
yang teguh sesuai dengan kebenaran Alkitab.
Diskusi akan dilakukan melalui milis diskusi (email) dan berlangsung
mulai 08 Mei - 18 Juni 2013. Pendaftaran dibuka mulai hari ini dan
segera hubungi Admin PESTA di < kusuma(at)in-christ.net >. Secepatnya,
kami akan mengirimkan bahan DIK untuk dikerjakan setiap peserta
sebagai tugas tertulis.
Peserta kelas hanya dibatasi untuk 20 orang saja. Karena itu,
daftarkanlah diri Anda sekarang juga!
Kontak: binasiswa(at)sabda.org
Redaksi: Doni K. dan Yusak
Berlangganan: subscribe-i-kan-untuk-siswa(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-untuk-siswa(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-binasiswa/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |