Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/704

e-BinaAnak edisi 704 (13-5-2015)

Melayani Generasi "Digital Native" (I)

e-BinaAnak -- Melayani Generasi "Digital Native" (I)
Edisi 704/Mei/I/2015

Salam sukacita,

Perkembangan teknologi, yang cenderung semakin cepat, secara tidak
langsung menjadi salah satu pemisah generasi. Mengapa demikian? Akhir-
akhir ini, kita sering mendengar istilah generasi "digital native".
Istilah ini mengacu pada generasi yang lahir dan hidup seiring dengan
perkembangan internet. Generasi ini ialah anak-anak yang dilahirkan
pada awal 1990-an. Dengan adanya generasi ini, mau tak mau, generasi
sebelum tahun 1990-an dianggap sebagai generasi immigrant -- generasi
yang belum mengenal internet.

Faktanya, anak-anak layan kita termasuk dalam generasi digital native.
Pola pikir, cara bekerja, dan cara berinteraksi pun pasti sudah
mengalami perkembangan. Bagaimanakah kita sebagai pelayan anak
menyikapi hal ini? Bagaimanakah cara kita melayani mereka agar mereka
tetap memiliki fokus hidup kepada Tuhan dan firman-Nya? Sajian e-
BinaAnak kali ini akan menolong kita semua untuk membuka wawasan
tentang bagaimana kita dapat mengajar dan melayani generasi digital.
Tuhan Yesus memberkati.

Staf Redaksi e-BinaAnak,
Santi T.
< http://pepak.sabda.org/>


Ketika kita menceritakan kebenaran firman Tuhan, bukan perkataan atau
peralatan baik yang kita gunakan, melainkan Firman itulah yang memberi
pencerahan bagi setiap orang yang mendengarnya. (Tilestian)


                  ARTIKEL: MENGAJAR GENERASI DIGITAL

Akhir-akhir ini, saya dengan santai mengamati program pelayanan umum
(dari berbagai usia) di sebuah gereja kecil yang saya kunjungi, dan
ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Saya memperhatikan sesuatu
tentang anak-anak yang saya kira belum pernah saya lihat sebelumnya --
walaupun saya yakin, saya pernah melihat hal yang sama sebelumnya.

Kyra (5 tahun) mengikuti gurunya mengitari ruangan sambil memegang
sebuah DVD, dan tak henti-hentinya memohon kepada gurunya untuk
memberinya remote sehingga dia bisa melihat video Kristen kesukaannya.
Maria (11 tahun) memainkan gawainya (gadget-nya), memainkan game,
mengirimkan SMS kepada teman-temannya, dan menjalankan aplikasi-
aplikasi baru yang dia unduh. Sementara itu, Jordan (8 tahun) bermain
dengan gawai baru milik ayahnya, membuat video konyol tentang anak-
anak, kemudian memutarnya kembali untuk lucu-lucuan. Dua anak lainnya
sedang duduk berdua di depan satu-satunya komputer di ruangan itu
sambil memainkan video game Kristen dan mengeluhkan koneksi Internet
yang lemah sehingga mereka tidak dapat bermain dengan orang-orang lain
secara daring (online).

Lalu, apa yang menyentak saya mengenai sekelompok kecil anak-anak ini?
Hal yang menarik perhatian saya bukanlah banyaknya media dan gawai
dalam pelayanan yang sederhana. Hal yang benar-benar saya lihat untuk
pertama kali adalah bagaimana anak-anak itu -- mulai yang paling muda
hingga yang praremaja -- secara alami mengintegrasikan semua teknologi
pada saat itu ke dalam pengalaman santai mereka malam itu.

Kita terbiasa mengatakan bahwa anak-anak masa kini adalah generasi
"kabel". Meskipun hal ini benar, kita perlu menambahkan kata
"nirkabel" dan "terlepas" ke dalam campuran itu. Anak-anak terhubung
dengan teknologi di mana pun mereka berada -- entah itu dengan
komputer rumah atau berjalan-jalan sambil ber-SMS-an. Anak-anak
sekarang ini secara unik terampil dalam menggunakan perangkat
teknologi dan dilengkapi dengan keberadaan teknologi global -- jauh
lebih banyak daripada kebanyakan kita, orang dewasa, yang
mengajar/mengarahkan mereka.

Sebuah teka-teki sudah berkembang dalam pendidikan umum yang telah
membiarkan mayoritas tenaga pengajar profesional benar-benar
kehilangan hal-hal ini: mengamati para murid yang saat berada di luar
kelas dengan cepat menguasai setiap perkembangan teknologi yang ada,
memasuki ruang kelas mereka dan pandangan mereka tidak lagi bersinar,
meninggalkan kelas, atau "loyo" karena gaya pengajaran berbasis mata
pelajaran sangat ketinggalan zaman dan tidak berkembang, sehingga hal
itu menyebabkan pengalaman di dalam kelas tidak relevan lagi.

Alasan umum yang diungkapkan oleh para siswa yang telah diwawancara
mengenai topik ini adalah "Saya benar-benar bosan saat masuk ke dalam
kelas". Banyak yang mengatakan bahwa mereka harus mematikan otak
mereka ketika mereka masuk ke dalam kelas karena guru-guru mereka
tidak mengerti bagaimana cara terbaik mereka dalam belajar. Para siswa
zaman sekarang menolak metode pengajaran yang berbasis mata pelajaran.
"Guru saya hanya bicara, bicara, dan bicara terus," kata anak-anak
itu. "Bukan tidak memperhatikan -- Saya hanya tidak mendengarkan,"
itulah yang terbaca pada salah satu kaos klasik.

Begitu banyak tenaga pengajar, meskipun memiliki keahlian,
pengetahuan, profesionalisme, dan dedikasi terhadap panggilan mereka,
merasa frustrasi jika harus berelasi dengan para siswa mereka dengan
cara yang riil dan berarti karena teknologi pada dasarnya telah
menghubungkan kembali otak murid-murid mereka. Pemisahan digital ini
merupakan masalah antargenerasi yang muncul secara tidak terduga dari
era teknologi zaman kita hidup saat ini -- dan hal itu mengandung
implikasi terhadap pelayanan anak-anak kita.

Sebagian dari kita menyusuri aula-aula gereja setiap minggu sambil
mencoba memperlengkapi anak-anak kita dengan pengetahuan akan relasi
dengan Allah. Hal yang lebih penting daripada semua adalah membuka
pikiran kita -- dan hati kita -- terhadap realita keunikan
"pengabelan" dan kemampuan anak-anak. Bahkan, jika kita sendiri tidak
menggunakan teknologi yang muncul dengan keterampilan sederhana
seperti yang dilakukan anak-anak kita, kita dapat belajar menjadi
penyusup dalam dunia mereka. Hanya dengan keinginan dan keterbukaan
untuk belajar, berusaha, dan beradaptasi dapat menolong kita
menghindari efek "loyo" dengan anak-anak yang kita layani.

TEMUILAH GENERASI DIGITAL

Para ahli pembelajaran dan peneliti pendidikan seperti Marc Prensky
(Teaching Digital Natives), Don Tapscott (Grown Up Digital), dan Josh
Spear (Undercurrent.com) telah membahas masalah kesenjangan digital
dalam pendidikan, dengan membuka perbincangan yang menyemangati dan
mengasyikkan di antara para pengajar dari berbagai tingkat.

Prensky mencetuskan istilah "digital natives" dalam sebuah artikel
pada tahun 2001, "Digital Natives, Digital Immigrants". Generasi
digital menurut Prensky adalah "generasi pelajar baru yang memasuki
lembaga pendidikan" -- dengan kata lain, anak-anak zaman sekarang.
Mereka adalah anak-anak yang menerima dunia digital sebagai habitat
aslinya, dan benar-benar alami. Mereka dilahirkan ke dalam sebuah
keadaan ketika teknologi terus berevolusi dengan kecepatan yang terus
bertambah. Mereka bertatap muka satu sama lain dan dengan dunia mereka
melalui peralatan digital.

Sebaliknya, Prensky mendefinisikan "digital immigrants" (generasi
pemakai baru digital - Red.) adalah mereka yang tidak lahir pada era
digital, tetapi harus beradaptasi dan berbaur agar berguna dalam dunia
semacam itu. Seorang digital imigran adalah seseorang yang tidak
digital secara alami; contohnya, seseorang yang tetap mencetak email
atau panggilan dalam bentuk kertas untuk memastikan bahwa sebuah email
telah diterima.

Para ahli yang lain sepakat dengan Prensky. Tapscott menggarisbawahi
delapan karakteristik generasi muda masa kini mengenai apa yang ia
sebut "Net Generation Norms" (Norma-Norma Generasi Jaringan - Red.).
Berikut ini adalah ringkasan dari Norma-Norma Tapscott seperti yang
diterapkan kepada anak-anak.

a. Mereka mengharapkan kebebasan dalam segala sesuatu yang mereka
   lakukan. "Pilihan itu seumpama oksigen bagi mereka," tulis Tim
   Windsor, penulis blog "Zero Percent Idle". "Sementara generasi tua
   merasa kewalahan dengan penyebaran jalur-jalur penjualan, jenis
   produk, dan merek, [generasi digital] menerimanya begitu saja.
   Generasi digital memanfaatkan teknologi yang menghambat kekacauan
   tersebut untuk menemukan pesan pemasaran yang sesuai kebutuhan
   mereka."

b. Mereka senang menyesuaikan dan menjadikannya sesuai selera. Anak-
   anak dapat mengubah media tempat mereka tinggal -- menyesuaikan
   segala hal dari nada dering mereka hingga konten daring yang mereka
   ciptakan.

c. Mereka secara alamiah mengamati dengan teliti. Anak-anak
   mengharapkan sejumlah besar informasi secara daring, dan seiring
   dengan bertambahnya usia mereka, penyerangan tiba-tiba secara
   daring akan semakin berkembang. Mereka secara alami dan intens
   mengamati dengan teliti apa pun yang mereka lihat secara daring,
   menilai dan meninjau secara terus-menerus, dan akhirnya
   mengharapkan lebih lagi dari berbagai penyedia konten, sumber-
   sumber, atau produk daring.

d. Mereka mencari integritas dan keterbukaan. Ketika secara efisien
   mengamat-amati dan meneliti organisasi dan produk, anak-anak juga
   menggunakan teknologi untuk membedakan apakah nilai-nilai yang
   mereka temukan sesuai dengan nilai-nilai mereka, baik secara sadar
   atau tidak sadar. Dengan akses yang tersedia untuk mengulas secara
   jujur dari pendapat publik, hanya sedikit organisasi yang secara
   efektif dapat menyembunyikan produk, jasa, dan integritas mereka
   dari konsumen.

e. Mereka menginginkan hiburan dalam pendidikan dan pengalaman sosial
   mereka. Windsor menyatakan bahwa 82 persen anak-anak usia 2 -- 17
   memiliki akses rutin ke video game, dengan penjualan industri yang
   meledak dari 8,4 juta dolar Amerika pada tahun 2005 dan yang
   diperkirakan akan mencapai 46,5 juta dolar Amerika pada tahun 2010.
   Bermain adalah bagian hidup anak-anak, entah untuk pendidikan atau
   bersenang-senang.

f. Mereka menginginkan dan mengharapkan kolaborasi dan hubungan. Di
   mana-mana, anak-anak secara konstan berkolaborasi melalui media
   sosial, video game dengan banyak pengguna, berbagi file, ber-SMS,
   dan banyak lagi. Mereka mencari pengaruh, saran, dan pengalaman
   orang lain, hampir dari menit ke menit.

g. Mereka mengharapkan dan "membutuhkan" kecepatan. Mungkin salah satu
   sifat pembeda terbesar dari generasi digital adalah kebutuhan atau
   permintaan mereka akan informasi instan dan komunikasi yang cepat.
   Kelambatan tidak akan menghambat; dari pengalaman, mereka tahu
   bahwa kecepatan itu memungkinkan dan mereka berharap lebih lagi.

h. Mereka secara aktif mengejar inovasi. Anak-anak akan mengganti
   mainan teknologi seperti telepon sebelum mainan tersebut usang.
   Mereka menginginkan gawai baru karena alat tersebut memiliki fitur-
   fitur baru. Mereka secara konstan mengejar inovasi karena inovasi
   itu menghibur, membantu mereka berkolaborasi, dan memungkinkan
   mereka belajar dengan cara-cara yang baru.

Mempelajari karakteristik-karakteristik tersebut dapat membantu
menginformasikan kepada Anda cara mendekati anak-anak dalam pelayanan
Anda agar dapat berelasi dengan mereka secara efektif. [tN.Risanti]

[Bersambung ke edisi BA 705/Mei/2015]

Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: Children Ministry
Alamat URL: http://childrensministry.com/articles/teaching-digital-natives/
Judul asli artikel: Teaching Digital Natives
Penulis artikel: Jennifer Hooks
Tanggal akses: 17 April 2015


       BAHAN MENGAJAR: ANAK TUHAN, BIJAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI

Ditulis oleh: Santi T.

Pengantar:

Teknologi terus mengalami perkembangan. Bahkan, teknologi kerap
memberikan inovasi-inovasi baru yang selalu menggoda manusia untuk
mencoba dan memilikinya. Mulai dari gawai, komputer, kamera, dll.,
kecanggihan teknologi terus "melambaikan tangannya" untuk mengajak
pengguna teknologi, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa,
tenggelam di dalamnya.

Tujuan:
Bahan mengajar kali ini akan menolong anak-anak SM supaya bijaksana
dalam menyikapi setiap perkembangan teknologi dan penggunaan media
digital yang mereka miliki.

Bacaan: 1 Korintus 10:23
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu
berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala
sesuatu membangun.

Bahan-bahan:
1. Gambar-gambar bertema teknologi. Misal: Handphone, Laptop, Media
   Sosial (Facebook/Twitter), Tablet, Televisi, dll..
2. Kertas folio.
3. Bolpoin

Langkah-Langkah:
1. Guru SM membagi anak-anak menjadi beberapa kelompok. Setiap
   kelompok terdiri dari 3 -- 4 orang.
2. Guru SM membacakan pengantar/pendahuluan tentang permainan ini
   supaya anak-anak SM memiliki konsep/pandangan yang jelas tentang
   kondisi teknologi saat ini.
3. Guru SM membacakan firman Tuhan (1 Korintus 10:23) yang menjadi
   dasar permainan ini.
4. Guru SM akan memberikan beberapa pertanyaan dan anak-anak harus
   mendiskusikan jawabannya. Dalam memberikan pertanyaan, guru SM juga
   menunjukkan gambar-gambar sesuai dengan yang ia inginkan.

Contoh pertanyaan:
(Mengambil gambar Handphone.) Pertanyaan:
- Apakah kamu punya Handphone?
- Mengapa kamu perlu handphone?
- Kapan kamu menggunakannya? (setiap saat, kalau perlu/butuh)

Pertanyaan ini bisa diaplikasikan untuk gambar-gambar yang lain.
Pertanyaan pengembangan:
- Apa dampak positif dan negatif dari media ini? (jawaban harus sesuai
  dengan gambar yang guru tunjukkan kepada anak-anak SM)
- Bagaimana seharusnya anak-anak Tuhan menggunakan media digital ini?

5. Semua lembar kertas hasil diskusi dikumpulkan dan dibacakan dalam
   kelompok besar.
6. Guru SM memberikan penjelasan tentang penggunaan media digital
   kepada anak-anak SM.

Penjelasan tentang Penggunaan Media Digital
a. Teknologi diciptakan oleh Allah, dan harus digunakan untuk
   kemuliaan nama-Nya.
b. Jika kita diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memiliki media digital
   (Handphone, Laptop, Media Sosial (Facebook/Twitter), Tablet,
   Televisi, dll.), kita harus menggunakannya dengan bertanggung
   jawab.
c. Setiap orang percaya dipanggil untuk memberitakan Kabar Baik. Jadi,
   jika Tuhan memercayakan kepada kita sebuah media digital, salah
   satu bentuk tanggung jawab kita adalah menggunakannya untuk
   memberitakan Injil-Nya.
d. Kita harus selalu diisi oleh firman Tuhan, dengan membaca Alkitab
   dan merenungkannya, supaya kita bisa memberitakannya kepada sesama
   kita melalui media-media yang sudah ada.
e. Kita harus terus meminta pertolongan Roh Kudus supaya kita
   senantiasa dituntun untuk bisa menggunakan media digital/menyikapi
   perkembangan teknologi dengan bijaksana.

7. Doa penutup.


Kontak: binaanak(at)sabda.org
Redaksi: Davida, Santi T., dan Elly
Berlangganan: subscribe-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org