ARTIKEL
Mendengarkan Injil Lagi untuk Pertama Kalinya
Apakah Anda ingat kapan pertama kali Anda mendengar kebenaran Injil? Bagi kebanyakan dari antara kita yang dibesarkan di keluarga Kristen, jawabannya adalah tidak. Sebagian besar dari kita tidak ingat kapan pertama kali kita mendengar seseorang mengatakan bahwa Yesus telah mati demi dosa-dosa kita. Kita mungkin ingat ketika kita benar-benar memahami maknanya atau benar-benar memercayainya, tetapi tidak ingat kapan kita mendengarnya. Sayangnya, sebagian besar dari kita, kabar terbaik yang pernah kita dengar telah menjadi hal yang lumrah dan biasa, bukan menakjubkan bagi kita setiap saat kita mendengarnya.
Salah satu keuntungan melayani di pelayanan anak-anak adalah bahwa Anda sering mendengar kabar baik tentang Yesus lagi untuk pertama kalinya. Anda bisa mengagumi Allah yang menjadi manusia dan datang ke bumi. Anda bisa mendengar kebenaran tentang Kristus "yang menyerahkan hidup-Nya", melalui telinga anak-anak yang mendengarnya untuk pertama kalinya. Anda bisa kagum saat mendengar kebangkitan dan kagum lagi dan lagi atas kebenaran ini.
Beberapa minggu yang lalu, saat saya berdiri di depan sebuah ruangan yang berisi 100 anak-anak, saya siap untuk mengajar tentang salib. Saya sangat antusias untuk mengajar tentang salib, tetapi saya memikirkan salib dengan pikiran seseorang yang telah mendengar ceritanya ratusan, bahkan ribuan kali. Jujur saja, saya tidak memikirkan anak di ruangan yang belum pernah mendengarnya sebelumnya. Dan, saat kami membaca Yohanes 18-19 bersama-sama, Allah membuka telinga saya untuk mendengarnya lagi untuk pertama kalinya.
Tepat di depan saya pada setiap minggu adalah sekelompok anak usia 4-6 tahun yang umumnya berjuang untuk mendengarkan, dan saya sering bertanya-tanya berapa banyak yang mereka dengar dan apakah mereka mengerti semua itu, tetapi minggu ini bukan itu masalahnya. Di antara kelompok itu, ada seorang anak laki-laki bermata lebar yang mendengar kabar terbaik yang pernah dia dengar — dan dia mendengarnya untuk PERTAMA KALINYA.
Kami memulai pelajaran dengan Yesus dan murid-murid di kebun dan membaca tentang para tentara yang datang untuk menangkap Dia. Kami membaca Yohanes 18:4-6,
"Yesus, yang mengetahui semua hal yang akan terjadi pada-Nya, maju ke depan dan bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang kamu cari?' Mereka menjawab, 'Yesus dari Nazaret.' Yesus berkata kepada mereka, 'Akulah Yesus.' Dan juga Yudas, yang mengkhianati Dia, berdiri bersama mereka. Ketika Yesus berkata, 'Akulah Yesus,' orang-orang itu mundur dan jatuh ke tanah."
... dan salah satu anak yang lebih besar di ruangan tersebut menjelaskan bahwa tentara-tentara tersebut jatuh ke tanah karena ketika Yesus berkata, "Akulah Yesus," pada dasarnya mengatakan bahwa Dia adalah Allah. Dia membandingkan dirinya dengan "AKULAH AKU". Ketika anak kecil ini mendengarnya, dia mendongak dan melihat kepada saya bertanya-tanya dan berkata, "Benarkah? Dia adalah Allah?"
Kemudian, dalam Yohanes 18:22, ketika kita membaca:
Ketika Yesus berkata demikian, seorang penjaga yang berdiri di situ menampar muka-Nya dan berkata, "Begitukah cara-Mu menjawab Imam Besar?”
... Anak kecil yang sama tampak marah, dan berkata cukup keras sehingga seluruh ruangan bisa mendengar, "Tidak ... itu hal yang buruk. Mengapa mereka melakukan itu?"
Kami melanjutkan dan membaca tentang penyangkalan Petrus, dan anak laki-laki yang sama memberi tanggapan, "Berhentilah berbohong." Kami membaca tentang persidangan Yesus di hadapan Pilatus, dan pemukulan, dan orang banyak berteriak menyalibkan Dia, dan saat kami semakin dekat ke salib, anak kecil ini jelas tergerak dengan apa yang dia dengar.
Akhirnya, saya menjelaskan bahwa tentara-tentara menempatkan Yesus di kayu salib dan meninggalkan Dia di sana sampai mati, dan anak itu berkata, "Tidak, mereka tidak dapat membunuh Allah." Saya melanjutkan dan membaca Yohanes 19:30: Yesus berkata, "Sudah selesai." Kemudian, Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Dan, saya mengingatkan anak-anak tentang apa yang telah Yesus katakan kepada Pilatus — bahwa Yesus bersedia mati untuk umat-Nya sehingga Ia menyerahkan nyawa-Nya dan mati karena kasih-Nya yang besar untuk umat-Nya. Saya menjelaskan bahwa karena Dia mati, kita dapat hidup selamanya bersama Dia. Saat saya mengucapkan kata-kata itu dan menyelesaikan ceritanya, saya melihat anak kecil itu, dan dengan senyum lebar di wajahnya dia berkata, "Wow! Itu sangat keren!"
Tidak peduli berapa kali Anda pernah mendengar ceritanya, atau bahkan berapa kali Anda telah mengajarkan ceritanya, luangkan waktu sebentar dan bacalah kisah kematian Yesus untuk menggantikan kita sekali lagi dan bacalah dengan telinga yang baru. Berhenti dan ingatkan diri Anda bahwa ini BENAR-BENAR TERJADI! Pencipta alam semesta melangkah keluar dari tempat yang adalah hak-Nya dan melangkah ke dunia. Dia datang sebagai bayi yang tak berdaya. Dia menjalani kehidupan yang sempurna dan tanpa dosa, dan Dia rela pergi ke kayu salib dan menderita dan mati untuk dosa kita. Lalu, tiga hari kemudian, Dia bangkit kembali, menaklukkan kuasa dosa dan maut sehingga semua orang yang percaya kepada-Nya akan dibangkitkan untuk hidup bersama Dia selamanya.
Kisah tentang salib adalah cerita yang kita dengar setiap tahun, atau setiap minggu, atau bahkan mungkin setiap hari ..., tetapi mari kita semua mengambil isyarat dari anak laki-laki kecil ini dan mendengarnya lagi untuk pertama kalinya. Dan, minggu depan, saat Anda mengajar tentang salib, jangan biarkan hal itu menjadi sesuatu yang biasa, tetapi ingatlah anak yang belum pernah mendengar Kabar Baik ini, dan ingatlah bahwa Anda memberitakan kabar terhebat yang pernah ada. Janganlah kita bosan mengajar tentang salib dan Kristus yang disalibkan! (t/Jing-Jing)
Download Audio
|