|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/e-binaanak/56 |
|
e-BinaAnak edisi 56 (19-12-2001)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <><
Daftar Isi: Edisi 056/Desember/2001
-----------
o/ SALAM DARI REDAKSI : Selamat Natal.......
o/ CERITA NATAL : Natal -- Selalu Penuh Rahasia
o/ ARTIKEL NATAL : Lagu Natal dari Desa di Gunung
[Sejarah Lagu Malam Kudus]
o/ DARI MEJA REDAKSI : Selamat Hari Natal dan
"Merry Christmas" dari Berbagai Negara!!
***********************************************************************
Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi di:
Meilania <submit-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org>
***********************************************************************
o/ SALAM DARI REDAKSI
Salam sejahtera dalam Kristus,
Selama bulan Desember ini, kita, para Guru Sekolah Minggu dan
Pelayan Anak disibukkan dengan berbagai persiapan untuk perayaan
Natal anak-anak Sekolah Minggu kita. Kiranya kesibukan ini tidak
menyita perhatian anda untuk menikmati kehadiran Kristus dalam hati
anda. Nah, Cerita Natal yang kami sajikan dalam edisi ini akan kami
peruntukkan bagi guru-guru untuk jerih payahnya yang tak kenal
lelah, khususnya dalam membimbing anak-anak Sekolah Minggu. Ingatlah
ditengah kecapaian dan kesulitan, jerih payah anda tidak akan sia-
sia, karena Tuhan hidup dan Roh-Nya bekerja di hati anak-anak yang
anda sedang layani, bahkan di hati anak-anak yang menyulitkan anda.
Selamat Natal.......
Kiranya peringatan Natal tahun ini dapat meningkatkan semangat
kasih dan perhatian kita terhadap anak-anak Sekolah Minggu, dan
sekaligus mempererat persaudaraan dengan rekan-rekan sepelayanan.
Tim Redaksi.
"Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat,
yaitu Kristus,
Tuhan,
di kota Daud." (Lukas 2:11)
< http://www.bit.net.id/SABDA-Web/Luk/T_Luk2.htm 2:11 >
*********************************************************************
o/ CERITA NATAL
NATAL -- SELALU PENUH RAHASIA
=============================
Phylis bukan anak yang mudah untuk dikasihi. Saya menginginkan
yang terbaik baginya dan saya berdoa supaya Tuhan memberkatinya,
tetapi kadang-kadang saya memang berharap ia tidak termasuk dalam
kelompok Sekolah Minggu yang saya ajar. Rambutnya tidak pernah
disisir, kuku tangannya kotor, dan hidungnya beringus. Ia menjauhi
anak-anak yang lain dan kalau berjalan ia biasa menghentak-hentakkan
kakinya. Selain itu, ia adalah seorang anak perempuan yang tidak
pernah bisa duduk tenang, ia benci disentuh, dan kalau berbicara ia
selalu tak mau mengalah.
Waktu itu saya berumur dua puluh tahun, dan tahun itu untuk
pertamakalinya saya mempersiapkan sandiwara di gereja tua yang
besar, Gereja Baptis Tabernakel di sebelah barat Chicago. Pada
permulaan masa Advent, saya memegang lembaran ketikan naskah
sandiwara Natal sambil berdiri di depan anak-anak yang berkumpul.
"Siapa yang mau mendapat peran yang terlibat dalam percakapan,
angkat tangan," kata saya, dan hampir semua anak mengangkat
tangannya. Tetapi, tentu saja tidak termasuk Phylis. Dan setelah
membagikan peran untuk setiap anak yang berminat, saya masih
mempunyai beberapa peran.
"Phylis," kata saya, "maukah kamu mengucapkan sedikit kata-kata
dalam sandiwara Natal?"
"Siapa bilang saya mau ikut sandiwara?" katanya, sambil
menyilangkan tangannya di depan dada dan duduk miring ke belakang
sehingga kursinya hanya bertumpu pada ke dua kaki belakangnya.
"Pada malam yang sama mungkin saya pergi ke pesta," katanya dengan
angkuh.
Tuhan, saya berdoa dalam hati, tolonglah saya untuk mengasihi
Phylis. "Tetapi kalau mau, saya masih mempunyai beberapa peran."
"Tidak akan," kata Phylis dan memang ia tidak mau.
Pada waktu gladiresik sore hari, anak-anak duduk di bagian
depan bangku gereja yang digelapkan. Mereka berbisik-bisik,
sementara itu orang-orang dewasa merapikan penutup kepala gembala-
gembala yang dibuat dari handuk mandi dan menyempurnakan letak
lingkaran cahaya yang terbuat dari perada di sekeliling malaikat-
malaikat.
"Baiklah ambil tempat masing-masing," teriak saya dari balik
altar. Pembawa cerita mulai: "Pada waktu itu, dikeluarkan suatu
keputusan ..." Saya merasakan desiran getaran halus. Sekali lagi
saya terbawa ke dalam cerita yang indah ini.
"Maria tidak kelihatan seperti mau melahirkan bayi," tiba-tiba
terdengar gumaman pelan yang serak di belakang saya. Phylis memang
tidak mau ikut sandiwara, tetapi tentu ia tidak mau melewatkan
gladiresik! "Ssst! bisik saya, sambil menepuk tangannya. Ia
merenggut tangannya dan berkata, "Iya, iya!"
Di akhir adegan itu lampu sorot hanya menyinari keluarga yang
kudus itu, dan anak-anak bersenandung menyanyikan lagu "Malam
Kudus". Bagus sekali - tetapi siapa yang bergerak di depan
palungan? Phylis! Anda tidak tahu dimana anak itu akan muncul.
Sekarang ia memasukkan tangannya ke dalam palungan, meremas tangan
boneka yang ada didalamnya, dan menghilang di tengah kegelapan.
"Phylis," kata saya, "apa yang kau lakukan di sana?
"Saya hanya melihat-lihat." katanya. "Lagipula di dalamnya
bukan bayi. Hanya sebuah boneka. Saya menyentuhnya."
"Tuhan tolonglah saya untuk mengasihi Phylis."
"Baiklah," kata saya kepada para pemain. "Setiap orang harus
sudah ada di sini jam setengah tujuh untuk berganti pakaian dan
bersiap-siap supaya dapat dimulai tepat jam tujuh. Sampai nanti
malam."
Phylis menghentakkan kakinya di sepanjang jalan di antara
deretan tempat duduk, bersama anak-anak yang mau pulang. Mudah-
mudahan pikir saya, ia sudah puas melihatnya sore ini dan tidak
kembali malam nanti. Saya tahu pikiran seperti ini bukan sikap
seorang guru Kristen, tetapi saya benar-benar mengharapkan supaya
sandiwara itu berjalan dengan lancar.
Sekitar jam 18.45 suasana di balik panggung ramai dan sibuk.
Para malaikat saling membantu mengenakan jubah yang terbuat dari
sprai. Yusuf dan orang-orang majus mengatur kawat janggut yang
dikaitkan di belakang telinga mereka. Maria memandang ke cermin
mencoba untuk menangkap eksprsi yang tepat sebagai ibu Juruselamat.
Saya berjalan dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain,
membantu sebisa mungkin. Phylis tidak terlihat dan saya mulai
tenang.
Satu menit sebelum jam tujuh, Ny. Wright masuk. Ia menggendong
bayinya yang mungil yang baru lahir. Bayinya terbungkus kain putih,
bayi ini akan mengganti boneka yang kami pakai dalam gladi resik.
"Bayi ini baru disusui,jadi ia akan tidur selama sandiwara."
katanya. "Anda dapat menaruhnya di palungan sesudah lampu
dipadamkan," bisik saya.
Ketika suara piano mulai terdengar, saya duduk di kursi saya
yang disediakan untuk juru bisik di barisan depan bangku gereja.
Diiringi dengan alunan musik pembuka. Palungan disoroti cahaya lampu
dan pembawa cerita memulainya.
Tetapi tidak ada rasa getaran seperti biasanya apabila saya
mendengar awal cerita Natal, saya malahan merasakan sesuatu yang
menghantam dan mendorong lutut saya. "Geser," terdengar suara yang
sudah saya kenal betul. "Saya tidak jadi pergi ke pesta."
Tanpa melepaskan pandangan dari sandiwara yang sedang
berlangsung, saya bergeser dan menepuk lutut Phylis. Tetapi ia
menepiskan tangan saya kembali ke pangkuan saya. "Saya berusaha,
ya Tuhan," kata saya dalam hati.
Para malaikat bernyanyi di depan para gembala. Para gembala
kembali ke Betlehem dan mengambil anak domba untuk dipersembahkan
kepada bayi Yesus. Orang-orang Majus menghadap raja Herodes, lalu
mereka pergi ke palungan. Maria duduk di palungan "menyimpan segala
perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya". Bagus sekali.
Phylis duduk dengan tenang sampai saya lupa ia berada di sebelah
saya, tetapi waktu saya menyadari ia sudah pergi, sudah terlambat.
Ia menghentakkan kakinya menuju palungan seperti yang dilakukan
waktu gladi resik. Tetapi kali ini ia terkejut, terpesona, lalu
membalik, matanya terbelalak takjub, dan cepat-cepat kembali
menemui saya.
"Dia hidup!" bisiknya dengan suara yang cukup keras. Dari
barisan tempat duduk di sebelah seseorang bertanya "Apa katanya?"
"Katanya, 'Dia hidup!'" Seperti riakan air kolam, kata-kata itu
diteruskan dari barisan demi barisan sampai kembali lagi ke depan
altar. "Dia hidup ... hidup ... hidup..." Suasana menjadi gempar
karena setiap orang merasakn hadirat Yesus.
Dan itu adalah alasan sebenarnya dari apa yang kita rayakan.
Dia hidup! Imanuel - Tuhan beserta kita. Tuhan yang sudah menjelma
menjadi manusia. Anak perempuan yang keras dan sukar dikendalikan
sudah membawa kembali pesan Natal yang agung. Tuhan hidup!
Lampu dinyalakan, dan waktu kami berdiri menyanyi "Kesukaan
bagi dunia", suara itu menggetarkan gereja kami yang besar dan tua,
dan itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Saya menaruh lengan saya di sekeliling bahu Phylis yang kecil
dan sempit. "Kamu adalah bagian yang terbaik dari sandiwara ini,"
bisik saya, sambil menariknya ke arah saya. Phylis menjawab, "Saya
tidak ikut sandiwara," katanya. Tetapi kali ini ia tidak mendorong
saya.
Sumber:
Judul Buku: Kisah Nyata Seputar Natal
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Penulis : Doris Swehla
Halaman : 84 - 87
*********************************************************************
o/ ARTIKEL NATAL
LAGU NATAL DARI DESA DI GUNUNG
==============================
(Sejarah Lagu MALAM KUDUS)
Kita tentu akan merasa ada sesuatu yang kurang kalau ada
perayaan Natal tanpa menyanyikan "Malam Kudus", bukan?
Terjemahan-terjemahan lagu Natal kesayangan itu sedikit berbeda
satu dari yang lainnya, namun semuanya hampir serupa. Hal itu
berlaku juga dalam bahasa-bahasa asing. Lagu itu begitu sederhana,
sehingga tidak perlu banyak selisih pendapat atau perbedaan kata
dalam menterjemahkannya.
"Malam Kudus" sungguh merupakan lagu pilihan, karena
dinyanyikan dan dikasihi di seluruh dunia. Bahkan para musikus
ternama rela memasukkannya pada acara konser dan piringan hitam
mereka.
Anehnya, nyanyian yang terkenal di seluruh dunia itu
sesungguhnya berasal dari sebuah desa kecil di daerah pegunungan
negeri Austria. Inilah ceritanya ...
1. ORGEL YANG RUSAK
Orgel di gereja desa Oberndorf sedang rusak. Tikus-tikus sudah
mengunyah banyak bagian dalam dari orgel itu.
Seorang tukang orgel telah dipanggil dari tempat lain. Tetapi
menjelang Hari Natal tahun 1818, orgel itu belum selesai
diperbaiki. Sandiwara Natal terpaksa dipindahkan dari gedung
gereja, karena bagian-bagian orgel yang sedang dibetulkan itu masih
berserakan di lantai ruang kebaktian.
Tentu tidak seorangpun yang mau kehilangan kesempatan melihat
sandiwara Natal. Pertunjukan itu akan dipentaskan oleh beberapa
pemain kenamaan yang biasa mengadakan tour keliling. Drama Natal
sudah menjadi tradisi di desa itu, sama seperti di desa-desa
lainnya di negeri Austria.
Untunglah, seorang pemilik kapal yang kaya raya mempunyai rumah
besar di desa itu. Ia mengundang para anggota gereja untuk
menyaksikan sandiwara Natal itu di rumahnya.
Tentu saja Josef Mohr, pendeta pembantu dari gereja itu
diundang pula. Pada malam tanggal 23 Desember, ia turut menyaksikan
pertunjukan di rumah orang kaya itu.
Sesudah drama Natal itu selesai, Pendeta Mohr tidak terus
pulang. Ia mendaki sebuah bukit kecil yang berdekatan. Dari
puncaknya ia memandang jauh ke bawah, dan melihat desa di lembah
yang disinari cahaya bintang yang gemerlapan. Sungguh malam itu
indah sekali ... malam yang kudus ... malam yang sunyi...
2. HADIAH NATAL YANG ISTIMEWA
Pendeta Mohr baru sampai ke rumah tengah malam. Tetapi ia belum
juga siap tidur. Ia menyalakan lilin, lalu mulai menulis sebuah
syair tentang apa yang telah dilihatnya dan dirasakannya pada malam
itu.
Keesokan harinya pendeta muda itu pergi ke rumah temannya Franz
Gruber, yang juga masih muda, adalah kepala sekolah di desa
Arnsdorf, yang terletak tiga kilometer jauhnya dari Oberndorf. Ia
pun merangkap pemimpin musik di gereja yang dilayani oleh Josef
Mohr.
Pendeta Mohr lalu memberikan sehelai kertas lipatan kepada
kawannya. "Inilah hadiah Natal untukmu," katanya, "sebuah syair
yang baru saja saya karang tadi malam."
"Terima kasih, pendeta!" balas Franz Gruber.
Setelah mereka berdua diam sejenak, lalu pendeta muda itu
bertanya: "Mungkin engkau dapat membuat lagunya, ya?"
Franz Gruber senang atas saran itu. Segera ia mulai bekerja
dengan syair hasil karya Josef Mohr.
Pada sore harinya tukang orgel itu sudah cukup membersihkan
ruang kebaktian sehingga gedung gereja dapat dipakai lagi. Tetapi
orgel itu sendiri masih belum dapat digunakan.
Penduduk desa berkumpul untuk merayakan Malam Natal. Dengan
keheranan mereka menerima pengumuman, bahwa termasuk pada acara
malam itu ada sebuah lagu Natal yang baru.
Franz Gruber sudah membuat aransemen khusus dari lagu
ciptaannya untuk dua suara, diiringi oleh gitar dan koor. Mulailah
dia memetik senar pada gitar yang tergantung dipundaknya dengan
tali hijau. Lalu ia membawakan suara bas, sedangkan Josef Mohr
menyanyikan suara tenor.
Paduan suara gereja bergabung dengan duet itu pada saat-saat
yang telah ditentukan. Dan untuk pertama kalinya lagu "Malam Kudus"
diperdengarkan.
3. BAGAIMANA TERSEBAR?
Tukang orgel turut hadir dalam kebaktian Malam Natal itu. Ia
senang sekali mendengarkan lagu Natal yang baru. Mulailah dia
bersenandung, mengingat not-not melodi itu dan mengulang-ulangi
kata-katanya.
"Malam Kudus" masih tetap bergema dalam ingatannya pada saat ia
selesai memperbaiki orgel di Obendorf. lalu pulang.
Sekarang masuklah beberapa tokoh baru dalam ceritanya, yaitu:
Strasser bersaudara. Keempat gadis Strasser itu adalah anak-anak
seorang pembuat sarung tangan. Mereka berbakat luar biasa di bidang
musik.
Sewaktu masih kecil, keempat gadis Strasser itu suka menyanyi
di pasar, sedangkan ayah mereka menjual sarung tangan buatannya.
Banyak orang mulai memperhatikan mereka, dan bahkan memberi mereka
uang atas nyanyiannya.
Demikian kecilnya permulaan karier keempat gadis Strasser itu,
hanya sekedar menyanyi di pasar. Tetapi mereka cepat menjadi tenar.
Mereka sempat berkeliling ke banyak kota. Yang terutama mereka
tonjolkan ialah lagu-lagu rakyat dari tanah air mereka, yakni dari
daerah pegunungan negeri Austria.
Tukang orgel tadi mampir ke rumah keempat Strasser bersaudara.
Kepada mereka ia nyanyikan lagu Natal yang baru saja dipelajarinya
dari kedua penciptanya di gereja desa itu.
Salah seorang penyanyi wanita itu menuliskan kata-kata dan
not-not yang mereka dengarkan dari tukang orgel teman mereka.
Dengan berbuat demikian mereka pun dapat menghafalkannya.
Keempat wanita itu senang menambahkan "Malam Kudus" pada acara
mereka. Makin lama makin banyak orang yang mendengarnya, sehingga
lagu Natal itu mulai dibawa ke negeri-negeri lain pula.
Pernah seorang pemimpin konser terkenal mengundang keempat
kakak-beradik dari keluarga Strasser itu untuk menghadiri
konsernya. Sebagai atraksi penutup yang tak diumumkan sebelumnya,
ia pun memanggil keempat wanita itu untuk maju ke depan dan
menyanyi. Antara lain mereka menyanyikan "Malam Kudus", yang oleh
mereka diberi judul "Lagu dari Surga."
Raja dan ratu daerah Saksen menghadiri konser itu. Mereka
mengundang rombongan penyanyi Strasser itu untuk datang ke istana
pada Malam Natal. Tentu saja di sana pun mereka membawakan lagu
"Malam Kudus."
4. RAHASIA ASAL USULNYA
Lagu Natal yang indah itu umumnya dikenal hanya sebagai "lagu
rakyat" saja. Tetapi sang raja ingin tahu siapakan pengarangnya.
Pemimpin musik di istana, yaitu komponis besar Felix Mendelssohn,
juga tidak tahu tentang asal-usul lagu Natal itu.
Sang raja mengirim utusan khusus untuk menyelidiki rahasia itu.
Utusannya hampir saja pulang dengan tangan kosong. Lalu secara
kebetulan ia mendengar seekor burung piaraan yang sedang bersiul.
Lagu siulannya tak lain ialah "Malam Kudus"!
Setelah utusan raja tahu bahwa itu dulu dibawa oleh seseroang
dalam perjalanannya dari derah pegunungan Austria, maka pergilah
dia ke sana serta menyelidiki lebih jauh. Mula-mula ia menyangka
bahwa barangkali ia akan menemukan lagu itu dalam naskah-naskah
karangan Johann Michael Haydn, seorang komponis bangsa Austria yang
terkenal. Tetapi sia-sia semua penelitiannya.
Akan tetapi usaha utusan raja itu telah menimbulkan rasa ingin
tahu pada penduduk setempat. Seorang pemimpin koor anak-anak merasa
bahwa salah seorang muridnya mungkin pernah melatih burung yang
pandai mengidungkan "Malam Kudus" itu. Maka ia menyembunyikan diri
sambil bersiul menirukan suara burung tersebut.
Segera muncullah seorang anak laki-laki, mencari burung
piaraannya yang sudah lama lolos. Ternyata anak itu bernama Felix
Gruber. Dan lagu yang sudah termashur itu, yang dulu diajarkan
kepada burung piaraanya, ditulis asli oleh ayahnya sendiri.
Demikianlah seorang bocah dan seekor burung turut mengambil
peranan dalam menyatakan kepada dunia luar, siapakah sebenarnya
yang mengarang "Lagu Natal dari Desa di Gunung" itu.
5. TANDA PENGENAL ORANG KRISTEN
Setelah satu abad lebih, "Malam Kudus" sesungguhnya menjadi
milik bersama seluruh umat manusia. Bahkan lagu Natal itu pernah
dipakai secara luarbiasa, untuk menciptakan hubungan persahabatan
antara orang-orang Kristen dari dua bangsa yang sangat berbeda
bahasa dan latar belakangnya.
Pada waktu Natal tahun 1943, seluruh daerah Lautan Pasifik
diliputi Perang Dunia Kedua. Beberapa Minggu setelah Hari Natal
itu, sebuah pesawat terbang Amerika Serikat mengalami kerusakan
yang hebat dalam peperangan, sehingga jatuh ke dalam samudera di
dekat salah satu pulau Indonesia.
Kelima orang awak kapal itu, yang luka-luka semua, terapung-
apung pada pecahan-pecahan kapalnya yang sudah tenggelam. Lalu
nampak pada mereka beberapa perahu yang makin mendekat. Orang-orang
yang asing bagi mereka mendayung dengan cepatnya dan menolong
mereka masuk ke dalam perahu-perahu itu.
Penerbang-penerbang bangsa Amerika itu ragu-ragu dan curiga:
Apakah orang-orang ini masih dibawah kuasa Jepang, musuh mereka?
Apakah orang-orang ini belum beradab, dan hanya menarik mereka
dari laut untuk memperlakukan mereka secara kejam?
Segala macam kekuatiran terkilas pada pikiran mereka, karena
mereka sama sekali tidak dapat berbicara dalam bahasa pendayung
berkulit coklat itu. Sebaliknya, orang-orang tersebut sama sekali
tak dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Rupa-rupanya tiada jalan
untuk mengetahui dengan pasti, apakah tentara angkatan udara itu
telah jatuh ke dalam tangan kawan atau lawan.
Akhirnya, sesudah semua perahu itu mendarat di pantai, salah
seorang penduduk pulau itu mulai menyanyikan "Malam Kudus".
Kata-kata dalam bahasa Indonesia itu masih asing bagi para
penerbang yang capai dan curiga. Tetapi lagunya segera mereka
kenali. dengan tersenyum tanda perasaan lega, turutlah mereka
menyanyi dalam bahasa mereka sendiri. Insaflah mereka sekarang
bahwa mereka sudah jatuh ke dalam tangan orang-orang Kristen
sesamanya, yang akan merawat mereka.
6. LAGU DUNIAWI DAN SURGAWI
Bagaimana dengan sisa hidup kedua orang yang mula-mula
menciptakan lagu "Malam Kudus"?
Josef Mohr hidup dari tahun 1792 sampai tahun 1848. Franz
Gruber hidup dari tahun 1787 sampai tahun 1863. Kedua orang itu
terus melayani Tuhan bertahun-tahun lamanya dengan berbagai-bagai
cara. Namun sejauh pengetahuan orang, mereka tidak pernah menulis
apa-apa lagi yang luar biasa. Nama-nama mereka pasti sudah
dilupakan oleh dunia sekarang ... kecuali satu kejadian, yaitu:
Pada masa muda mereka pernah bekerja sama untuk menghasilkan sebuah
lagu pilihan.
Gereja kecil di desa Oberndorf itu dilanda banjir pegunungan
pada tahun 1899, sehingga hancur luluh. Sebuah gedung gereja yang
baru sudah dibangun di sana. Di sebelah dalamnya ada pahatan dari
marmer dan perunggu sebagai peringatan lagu "Malam Kudus".
Pahatan itu menggambarkan Pendeta Mohr, seakan-akan ia sedang
bersandar di jendela, melihat keluar dari rumah Tuhan di Surga.
Tangannya di taruh di telinga. Ia tersenyum sambil mendengar suara
anak-anak di bumi yang sedang menyanyikan lagu Natal karangannya.
Di belakangnya berdiri Franz Gruber, yang juga tersenyum sambil
memetik gitarnya.
Sungguh tepat sekali kiasan dalam pahatan itu! Seolah-olah
seisi dunia, juga seisi surga, turut menyanyikan "Lagu Natal dari
Desa di Gunung."
Sumber: e-Reformed Edisi 02/1999
Subscribe: <subscribe-i-kan-untuk-reformed@XC.Org>
http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed/
**********************************************************************
o/ DARI MEJA REDAKSI
Segenap staf Redaksi e-BinaAnak mengucapkan kepada seluruh
pembaca e-BinaAnak:
X
XXX
XXXXX
XXXXXXX
XXXXXXXXX
"BOAS FESTAS"
"JOYEUX NOEL"
"VESELE VANOCE"
"MELE KALIKIMAKA"
"NODLAG SONA DHUIT"
"BLWYDDYN NEWYDD DDA"
"GOD JUL"
"BUON ANNO"
"FELIZ NATAL"
"FELIZ NAVIDAD"
"MERRY CHRISTMAS"
"KALA CHRISTOUGENA"
"VROLIJK KERSTFEEST"
"FROHLICHE WEIHNACHTEN"
"BUON NATALE-GODT NYTAR"
"HUAN YING SHENG TAN CHIEH"
"WESOLYCH SWIAT-SRETAN BOZIC"
"MOADIM LESIMHA-LINKSMU KALEDU"
"HAUSKAA JOULUA-AID SAID MOUBARK"
"'N PRETTIG KERSTMIS"
"ONNZLLISTA UUTTA VUOTTA"
"Z ROZHDESTYOM KHRYSTOVYM"
"NADOLIG LLAWEN-GOTT NYTTSAR"
"FELIC NADAL-GOJAN KRISTNASKON"
"S NOVYM GODOM-FELIZ ANO NUEVO"
"GLEDILEG JOL-NOELINIZ KUTLU OLSUM"
"EEN GELUKKIG NIEUWJAAR-SRETAN BOSIC"
"KRIHSTLINDJA GEZUAR-KALA CHRISTOUGENA"
Ind.==> "SELAMAT HARI NATAL - AHNINGU NAJU METU"
"SARBATORI FERICITE-BUON ANNO"
"ZORIONEKO GABON-HRISTOS SE RODI"
"BOLDOG KARACSONNY-VESELE VIANOCE"
"MERRY CHRISTMAS - - HAPPY NEW YEAR"
"ROOMSAID JOULU PUHI -KUNG HO SHENG TEN"
"FELICES PASUAS-EIN GLUCKICHES NEWJAHR"
"PRIECIGUS ZIEMAN SVETKUS SARBATORI VESLLE"
"BONNE ANNEBLWYDDYN NEWYDD DDADRFELIZ NATAL"
XXXXX
XXXXX
XXXXX
XXXXXXXXXXXXX
__________________________________________________
Sumber: ICW Vol.2/2000 Edisi 090 "Yesus dan Natal"
Subscribe: < subscribe-i-kan-ICW@xc.org >
http://www.sabda.org/publikasi/icw/090/
*********************************************************************
Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk berhenti kirim e-mail ke: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk Lyris: http://hub.xc.org/scripts/lyris.pl?enter=i-kan-BinaAnak
Untuk Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
*********************************************************************
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) e-BinaAnak 2001 YLSA
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |