Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/540 |
|
e-BinaAnak edisi 540 (28-6-2011)
|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____ DAFTAR ISI TIP: PENDIDIKAN ROHANI UNTUK ANAK KESAKSIAN: MAAF SEORANG ANAK Shalom, Setiap guru sekolah minggu dan orang tua tentunya memiliki kerinduan untuk melihat anak layannya mengalami pertumbuhan secara sehat. Untuk itulah, pendidikan rohani perlu dilakukan kepada anak sejak usia dini, supaya nantinya mereka dapat menghadapi tantangan hidup di masa yang akan datang. Pada edisi ini, kami menyajikan tip dan kesaksian mengenai kehidupan rohani anak. Kiranya bermanfaat bagi Anda. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati. Pimpinan Redaksi e-BinaAnak, Fitri Nurhana < fitri(at)in-christ.net > < http://pepak.sabda.org/ > TIP: PENDIDIKAN ROHANI UNTUK ANAK Anak-anak Anda merupakan tanggung jawab Anda, dan Anda memunyai andil untuk memastikan mereka mengenal Tuhan. Anak-anak kita harus mengenal Tuhan untuk mengetahui kehidupan yang abadi. Apakah saya siap untuk hal ini? Apa yang telah saya kerjakan supaya anak saya mengenal Tuhan? Itu merupakan pertanyaan yang penting untuk para orang tua. Anak-anak kita memiliki jiwa yang membutuhkan keselamatan, dan kita memiliki peranan yang penting dalam memastikan mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Banyak orang tua yang menangkap hal ini dengan jelas. Tapi banyak orang tua lain yang sepertinya tidak. Tindakan mereka pasif dan teralihkan. Mereka tidak mengerti bagaimana atau apa yang mereka lakukan, untuk memastikan anak-anak mereka mengenal Tuhan. Mereka melepaskan tanggung jawab itu kepada gereja (sepertinya mereka yakin 1 jam dalam seminggu di Sekolah Minggu akan berhasil). Singkatnya, mereka kurang memiliki visi untuk anak-anak mereka, dan gagal mempersiapkan mereka untuk meraih masa depan. Melihat Selangkah Lebih Maju Para orang tua harus memiliki visi untuk anak-anak mereka. Ketika anak-anak telah dewasa, mereka akan jadi apa? Apakah mereka akan melayani Tuhan? Apakah mereka akan memiliki kapasitas untuk mengasihi orang lain? Apakah mereka akan diperlengkapi untuk meneruskan warisan rohani? Ada kalanya orang tua mengerti mengenai fondasi. Mereka mengetahui mereka memberikan warisan iman yang akan hidup selama beberapa generasi, yang pada akhirnya meliputi ribuan orang di silsilah keluarga. Pada hari-hari sekarang ini, kebanyakan orang telah kehilangan perspektif akan waktu, dan cenderung memandang hidup hanya sebatas keluarga dekat kita dan ambisi pribadi. Mungkin itulah sebabnya kita mengalami "wabah" perceraian, para ayah menelantarkan keluarganya, dan orang tua lebih memprioritaskan hal-hal yang memberikan keuntungan kompetitif pada anak mereka. Tantangan untuk para orang tua: Ajari anak Anda hukum Tuhan sebagaimana yang diperintahkan dalam kitab Ulangan. Tips Membuat Anak Mengenal Tuhan: 1. Dengan bersungguh-sungguh, Anda sendiri berkomitmen pada Tuhan. 2. Ajari anak Anda hubungan yang sehat dengan orang lain. 3. Disiplin. 4. Perkenalkan anak Anda pada Juru Selamat. 5. Persiapkan anak Anda untuk memberikan pengaruh pada dunia. Diambil dari: Nama situs: yunusmonne.multiply.com Alamat URL: http://yunusmonne.multiply.com/journal/item/16/ Mendidik_Kerohanian_Si_Kecil Judul asli artikel: Mendidik Kerohanian Si Kecil Penulis: Yunus Sully Tanggal akses: 12 April 2011 KESAKSIAN: MAAF SEORANG ANAK Mendung yang menghimpit bumi bagaikan membakar tubuh, bukannya memberi keteduhan. Daun-daun pepohonan tak bergerak sedikit pun, sebagaimana layaknya bila ada angin menghembus perlahan-lahan. Memang, sudah empat hari ini cuaca panas seperti ini berlangsung. Tak habis-habisnya orang mengeluh, mencaci maki, atau entah mengapa lagi. Celakanya, bila udara begitu panas, Ratna jadi sakit kepala. Bising sedikit saja sudah cukup menjadi siksaan baginya. Tambah lagi, pembantunya sedang cuti, memaksanya mengerjakan sendiri urusan rumah tangga, melayani suami, serta anaknya. Suaminya yang penyabar, biasanya sudah maklum perihal Ratna, bila istrinya itu sedang terserang migren -- sakit kepala berkepanjangan. Tetapi, Ruri yang baru berusia tujuh tahun itu, belum begitu mengerti akan siksaan yang tengah diderita oleh ibunya. Apalagi melihat ibunya tidak tidur-tiduran sebagaimana layaknya orang yang sedang sakit. Ruri asyik bermain dengan teman-temannya sepulang sekolah. Kian lama kian seru mereka berkejar-kejaran. Saat itulah Ruri menubruk ibunya yang sedang meletakkan secangkir kopi di meja, untuk menyambut suaminya sepulang kantor. Prak! Cangkir dan piring terlepas dari tangan Ratna dan pecah bertebaran di lantai. Paf... Tangan ibunya melayang pada pipinya, lalu meninggalkan bekas merah. "Tidur!" teriak ibunya. Dari tadi kupanggil agar tidur siang, kau tetap bandel! Lihat akibatnya! Awas, kalau kau tidak naik ke tempat tidur, akan kuusir kau dari rumah ini! Biar tahu rasa! Ruri bergegas menuju tempat tidurnya. Tanpa menyempatkan diri lagi untuk mencuci tangan serta kakinya, ia langsung merebahkan diri di tempat tidur itu. Air mata yang tadi masih bisa ditahannya, kini berderai membasahi bantal guling yang didekapnya erat-erat. Penyesalan bercampur kepedihan bergumul dalam hatinya. Ia belum pernah ditampar ibunya sehebat itu, dan inilah yang lebih memedihkan hatinya daripada sakit hati pipinya itu sendiri. Setelah lama menahan, akhirnya ia pun terlelap dalam tidur yang gelisah. Sementara itu, Ratna tak sanggup lagi meneruskan pekerjaannya. Apalagi setelah membungkuk-bungkuk untuk membersihkan lantai itu, sakit kepalanya bertambah berat. Rasanya di tusuk-tusuk berjuta pisau. Sambil memijit-mijit kepalanya, ia merebahkan diri di tempat tidur. Serasa hendak mati saja kalau sedang menderita seperti ini. Ia terpaksa menelan obat tidur, tapi sanggup lagi menunggu kedatangan suaminya. Ratna pun tertidur pulas sampai malam. Ketika ia terbangun, hujan telah turun. Udara terasa sejuk baginya. Sakit kepalanya pun hilang. Ia mendapatkan suaminya sedang asyik menikmati acara televisi. Tetapi Ruri tidak tampak. "Entah mengapa", jawab suaminya. "Katanya tadi, dia tidak mau menjadi anak bandel lagi dan akan menurut perintah Ibu untuk tidur. Maka sehabis makan malam, dia langsung naik ke tempat tidur lagi. Apa yang terjadi?" "Nanti kuceritakan," jawab Ratna sambil bergegas menuju ke kamar Ruri. Pelan-pelan ia menghampiri tubuh kecil yang melingkar menempel pada bantal guling. Pelan-pelan pula bantal guling itu disisihkannya. Basah bantal itu. "Ruri, kau tidur?" bisiknya. "Tidak, mama," balas Ruri dengan suara kecil. "Ruri maafkan mama, ya! Mama menyesal karena tadi begitu marah padamu. Lain kali, mama tidak akan berbuat begitu lagi, Ruri...." Sepasang lengan kecil segera memeluk lehernya dan ciuman hangat mesra mendarat dikedua belah pipi bergantian. Suatu kehangatan yang sangat mengharukan, membuat dada Ratna lebih terasa lega lagi. Begitulah seorang anak kecil yang memaafkan. Ikhlas, tanpa pamrih, tanpa kata, apalagi dendam yang berkepanjangan. Saat itu Ratna benar-benar menghayati makna ajaran Tuhan Yesus, mengajak orang-orang yang percaya untuk datang kepada-Nya seperti anak-anak. Hati seorang anak memang bersih, tulus dalam menaruh percaya, maupun mengampuni suatu kesalahan yang betapa pun sakitnya. ".... Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:3) Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Untaian Mutiara Judul artikel: Maaf Seorang Anak Penulis: Betsy. T Penerbit: Gandum Mas, Malang Halaman: 10 -- 12 Kontak: < binaanak(at)sabda.org > Redaksi: Fitri Nurhana, Melina Martha, dan Truly Almendo Pasaribu (c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://www.ylsa.org > Rekening: BCA Pasar Legi Solo; No. 0790266579 a.n. Yulia Oeniyati < http://blog.sabda.org/ > < http://fb.sabda.org/binaanak > Berlangganan: < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org > Berhenti: < unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org >
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |