Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/438 |
|
e-BinaAnak edisi 438 (24-6-2009)
|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____ DAFTAR ISI EDISI 438/JUNI/2009 - SALAM DARI REDAKSI: Kita Dituntut untuk Setia - ARTIKEL 1: Kesetiaan Seorang Hamba - ARTIKEL 2: Siapa yang Melayani Anak-Anak? Peranan Guru - MUTIARA GURU - BAHAN MENGAJAR: Marilah Kita Setia kepada Yesus - WARNET PENA: Ilustrasi-Ilustrasi Mengenai Kesetiaan dalam SABDA Alkitab ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi: <binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org> ______________________________________________________________________ SALAM DARI REDAKSI KITA DITUNTUT UNTUK SETIA Shalom, Kesetiaan merupakan suatu hal yang dituntut dalam sebuah relasi, baik itu relasi sebagai suami istri, keluarga, bisnis, politik, organisasi, dan sebagainya. Ya, kesetiaan merupakan hal yang penting dalam sebuah relasi karena hal tersebut merupakan keteguhan hati, ketetapan hati, ketaatan, dan kepatuhan dari siapa saja yang terlibat dalam sebuah relasi. Seorang pelayan anak pun dituntut untuk menjadi hamba Tuhan yang setia, yang berarti memiliki keteguhan hati, ketaatan, dan kepatuhan kepada Allah yang telah mengembankan pelayanan kepadanya. Dalam pelayanan, tentu saja ada banyak rintangan, tantangan, atau hambatan yang menguji kesetiaan kita, namun ingatlah selalu, bahwa Yesus sudah terlebih dahulu memberikan teladan kesetiaan kepada kita. Dia setia menjalankan visi Allah dalam hidup-Nya, bahkan sampai harus mati di kayu salib demi dunia ini. Melalui artikel pertama edisi ini, Anda dapat belajar lebih dalam lagi mengenai arti kesetiaan seorang hamba. Sedang, artikel kedua akan semakin mendorong Anda untuk menjadi pelayan anak yang setia menjalankan peran-peran Anda dalam pelayanan. Kiranya seluruh sajian dalam edisi terakhir bulan Juni ini menjadi berkat bagi kita semua dan biarlah kita semakin bertumbuh sebagai pelayan anak yang serupa dengan Kristus. Pimpinan Redaksi e-BinaAnak, Davida Welni Dana http://www.sabda.org/publikasi/arsip/e-binaanak/ http://pepak.sabda.org/ "Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-Mu!" (Mazmur 43:3) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Mazmur+43:3 > ______________________________________________________________________ ARTIKEL 1 KESETIAAN SEORANG HAMBA Dalam bukunya, "The Christian Mind", Harry Blamires menulis sesuatu yang menarik tentang kesetiaan. Menurutnya, kesetiaan adalah "suatu kebajikan yang palsu yang sering dimanfaatkan untuk menutup-nutupi kegiatan yang tidak bermoral". Selanjutnya, ia mengemukakan bahwa kesetiaan itu dapat dikatakan buruk, dalam arti bahwa jika sesuatu kegiatan dibela atas dasar semata-mata kesetiaan saja, maka pembelaan itu sekali-kali tidak memunyai dasar rasional. Dengan kata lain, kesetiaan seperti yang sering kita jumpai, sekali-kali bukan suatu kebajikan Kristen. Apabila orang-orang menuntut sesuatu atas dasar kesetiaan, maka jelas bahwa apa yang dituntut itu adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip etika: setia kepada perusahaan meskipun tahu bahwa perusahaan itu melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan; setia kepada kawan supaya kawan jangan mendapat malu; setia kepada negara meskipun itu berarti terlibat dalam suatu manipulasi yang rendah dalam dunia internasional; setia kepada bangsa meskipun itu berarti menindas bangsa-bangsa lain dan bertentangan dengan perintah Allah untuk mengasihi. Integritas adalah suatu kebajikan Kristen, tapi kesetiaan yang buta sekali-kali bukan. Masalah ini istimewa dan menarik perhatian seseorang yang tinggal di Jepang. Di sana, kesetiaan itu disanjung secara berlebih-lebihan sebagai suatu kebajikan. Sejarah dan literatur penuh dengan kisah-kisah tentang kesetiaan sampai mati terhadap tuannya, meskipun kegunaannya tak bisa dipetiknya, sebab ia sudah telanjur mati. Bagi orang luar, hal ini mengagumkan dan serentak agak tolol nampaknya. Tapi bagi orang Kristen yang berpikir lebih mendalam, kesetiaan semacam itu mirip suatu penyembahan kepada berhala. Tidak wajar bahwa manusia yang satu rela bunuh diri atau membunuh orang lain melulu berdasarkan kesetiaan kepada seorang manusia. Bagi pemikiran Kristen, kesetiaan itu baru suatu kebajikan kalau dihubungkan dengan pengabdian kepada Allah, dan kata-kata yang dipakai untuk menyatakannya ialah biasanya kata-kata seperti kebaktian, pemuliaan, dan ketaatan. Menurut Harry Blamires, yang bukunya tadi disinggung, kesetiaan kepada seseorang, kepada partai, kepada negara, dan kepada suatu perjuangan tergantung dari pertanyaan apakah orang, partai, negara atau perjuangan itu berada dalam kebenaran pada saat kesetiaan itu dituntut. Apabila berada dalam kebenaran, maka kesetiaan itu tidak perlu lagi dituntut karena sudah semestinya. Tapi apabila kita berbicara tentang Allah, maka kita sadar bahwa Dia bukan sekadar benar dan baik, melainkan benar dan baik secara mutlak. Boleh jadi kita sewaktu-waktu mengalami cobaan dalam kesetiaan kita kepada Allah. Namun, pergumulan tersebut akan membawa kita pada sikap percaya dan mengandalkan Allah atau tidak. Pada akhirnya, kesetiaan itu akan merupakan ungkapan positif dari kepercayaan dan sikap mengandalkan Allah. Kesetiaan Yesus ditantang oleh Iblis pada mulanya, tatkala Iblis menawarkan suatu jalan keluar yang mudah sekali untuk menghindari kematian di kayu salib: "jika Engkau sujud menyembah aku" (Mat. 4:9-10). Tuhan menjawab, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Kata Yunani di sini ialah "latreuo", artinya kebaktian agamawi.) Tapi kesetiaan Yesus nyata juga dalam kehidupan-Nya sehari-hari: "Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya" (yang dimaksud Sang Bapa, Yoh. 8:29). Puncak kesetiaan Yesus ialah seperti yang dinyatakan-Nya dalam kata-kata-Nya di Taman Getsemani, "Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." (Luk 22:42) Tantangan akan kesetiaan kepada Allah ini secara gamblang dihadapkan kepada orang Kristen: "Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Mat. 6:24). Di sini jelas kita lihat bahwa seseorang tak mungkin menjadi hamba kepada dua tuan. Hal ini lebih nyata lagi dalam Lukas 16:13, di mana kata untuk "pelayan" ialah kata yang dipakai untuk "pelayan rumah tangga"; seseorang tak mungkin melayani dua rumah tangga pada saat yang bersamaan. Itulah masalahnya: apakah saya mutlak milik Tuhan dan rumah tangga-Nya atau tidak? Hal ini dilihat dengan jelas oleh perwira itu: "Jika aku berkata ... kepada hambaku, kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya" (Mat. 8:9). Ia mengerti bahwa Yesus berdaulat atas segala hal. Apabila Yesus adalah Tuhan, maka saya harus mengakui kedaulatan-Nya secara mutlak. Keadaan saya tidak mengizinkan saya untuk memilih ini atau itu, memisahkan mana yang saya suka turuti dan mana tidak. Dari diri saya diminta suatu kesetiaan tanpa syarat terhadap perintah-perintah Yesus. Tentu akan sering terjadi bahwa kita dihadapkan kepada konflik antara kesetiaan kita kepada keluarga sendiri dan kesetiaan kepada Kristus (Mat. 10:34-39). Dalam hal ini tentu tak ada keragu-raguan mana yang harus didahulukan. Ia memiliki prioritas yang tertinggi di atas sekalian handai tolan dan orang-orang yang kita kasihi. Pada dasarnya, jika kita mengasihi mereka, kita juga menyenangkan hati Tuhan, tapi ada kesempatan-kesempatan di mana kita harus menghadapi konflik, teristimewa kalau mereka yang kita kasihi itu bukan orang Kristen. Kita mungkin menghadapi konflik dalam hal kawin atau tidak dengan seorang penganut agama lain, dalam hal penggunaan hal libur, uang, dan sebagainya. Konflik ini timbul juga dalam hubungan-hubungan yang lain. Apakah akan menonton pertandingan bola atau pergi ke gereja, apakah akan menggunakan waktu kebaktian untuk belajar menjelang ujian? Mana yang harus diutamakan? Pilihan itu mungkin antara giat secara aktif dalam gerakan mahasiswa Kristen atau pergi berpacaran, menghadiri malam penelaahan Alkitab atau pergi menikmati permainan musik grup luar negeri. Kristus menuntut prioritas atas segala hal. Pilihan antara yang baik dan yang lebih baik, adalah lebih sukar daripada pilihan antara yang baik dan yang buruk. Diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Ambillah Aku Melayani Engkau Judul bab: Pertuanan atau Perhambaan? Penulis: Michael Griffiths Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 1981 Halaman: 34 -- 36 ______________________________________________________________________ ARTIKEL 2 Seorang guru sekolah minggu yang berkomitmen untuk setia dalam mengemban tugas pelayanannya, seperti Yesus setia dalam menjalankan penggenapan rencana Allah dalam dunia ini, harus mengetahui peranannya dalam pelayanan anak. Berikut ini artikel mengenai peran guru sebagai seorang pelayan anak. Kiranya menjadi motivasi bagi kita semua untuk lebih setia lagi dalam menjalankan pelayanan yang telah Tuhan percayakan. SIAPA YANG MELAYANI ANAK-ANAK? PERANAN GURU Bayangkan sensasi penemuan yang dirasakan oleh Christopher Columbus ketika untuk pertama kalinya dia melihat "dunia baru". Hatinya pasti akan lebih tergetar bila penduduk asli Amerikalah yang datang ke Spanyol, mengajaknya naik ke perahu mereka, dan membawanya ke pantai mereka sendiri, memberikannya cerita yang tiada habisnya mengenai segala sesuatu yang dilihatnya untuk pertama kali tersebut. Sederhananya, itulah peranan guru -- dia adalah kompas (penunjuk arah), peta, angin, arus, dan kapal. Guru memampukan murid untuk bisa belajar. Ingatkah ketika Yesus mengajar para pengikut-Nya -- menceritakan perumpamaan kepada mereka dan menuntun mereka kepada arti di balik simbol-simbol itu? Dia mengajar dengan menggunakan cerita-cerita, percakapan yang diarahkan, dan kegiatan-kegiatan belajar. Guru dari segala guru itu menyediakan semua sumber dan tuntunan yang diperlukan oleh murid-murid-Nya untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam pengajaran-Nya. Kita mulai melihat peranan guru dengan terlebih dahulu menjawab pertanyaan ini: Apakah yang dilakukan guru untuk memenuhi peranannya sebagai orang yang memampukan? Langkah pertama seorang guru adalah mengenal muridnya. Untuk bisa mengajar dengan efektif, guru harus tahu bagaimana murid-muridnya memproses informasi. Ketika kebutuhan dan kemampuan kelompok murid dipahami, guru dapat memilih tujuan pelajaran dan metode yang paling tepat dan materi-materi mana yang bisa diajarkan kepada mereka. Bila tujuan pelajaran, metode mengajar, dan bahan-bahan semuanya sesuai dengan kebutuhan mental, fisik, emosional, sosial dan spiritual, serta sifat-sifat murid, maka satu bagian penting dari tugas guru sudah dikerjakan sebelum pintu ruang kelas dibuka. Siap dan menunggu, guru bisa masuk ke aspek yang paling penting dari peranannya ketika murid pertama masuk ke ruang kelas. "Halo, Mark -- saya senang kau bisa datang. Apakah kakekmu sudah sembuh? Apakah kamu sudah menerima kartu ucapan ulang tahun yang aku kirimkan untukmu? Ada namamu di atas gantungan mantelmu. Ayo ceritakan, apa yang kamu lakukan minggu ini?" Ada kebenaran dari pepatah yang mengatakan bahwa murid-murid tidak peduli pada apa yang Anda ketahui hingga mereka tahu bahwa Anda peduli. Ketika seorang dewasa yang taat menjalin relasi yang penuh perhatian dengan seorang anak, dia sudah memiliki alat pengajaran yang paling utama. Bila ditanya, sebagian besar orang Kristen mungkin tidak bisa mengingat dari siapakah mereka untuk pertama kalinya mendengar ajaran Kristus tentang kasih, namun sebagian besar dari mereka akan tersenyum teringat pada para guru yang mengajarkan kata-kata itu! Guru yang tidak hanya mengasihi, tetapi juga bijaksana menolak godaan untuk memberikan pendampingan yang berlebihan kepada murid-muridnya. Ketika seorang murid terus-menerus mengerjakan tugasnya sesuai dengan caranya sendiri, murid itu seharusnya tetap diizinkan untuk mengerjakannya. Tujuan dari kegiatan melukis yang dilakukan oleh anak-anak bukanlah supaya anak tersebut menghasilkan suatu karya besar, namun supaya anak-anak tersebut menikmati garis, warna, dan kreativitas. Tujuan dari pelajaran sekolah minggu bukan supaya anak tidak sendirian sebelum orang tua mereka datang, tetapi supaya memahami suatu konsep yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tugas seorang guru sering kali hilang di antara tugas menggunting gambar untuk ditempel di flanel, menuang jus, dan kemudian membersihkan sisa-sisanya. Tugas yang hilang itu adalah tidak melakukan hal-hal semacam itu untuk sejenak dan mendapatkan perspektif keseluruhan tujuan. Bila tujuan guru adalah untuk membawa murid-muridnya kepada hubungan dengan Tuhan yang terus terjalin dan memotivasi mereka untuk melayani Dia dan sesama mereka, maka tujuan itu harus terus selalu diutamakan dalam pikiran guru. Bila anak-anak sudah cukup usia dan cukup dewasa, mereka dapat diizinkan untuk saling melayani memberikan jus dan kue. Ini mungkin memerlukan lebih banyak waktu dan handuk dibandingkan bila dilakukan sendiri oleh guru, namun cara itu dapat membuat anak-anak bisa mengalami apa yang para murid Yesus alami ketika Yesus membasuh kaki mereka dan mendorong mereka untuk saling melayani? Tugas lain dari seorang guru adalah membatasi ukuran kelas. Kita tidak tahu berapa jumlah orang yang mendengarkan Yesus ketika Dia berada di antara banyak orang, tetapi kita tahu Dia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan dua belas murid. Untuk murid tingkat dewasa, satu guru untuk dua belas murid adalah perbandingan yang tepat. Namun, untuk murid yang lebih muda, lebih sedikit jumlah muridnya lebih baik untuk ditangani oleh satu orang guru. Guru yang berpengalaman dalam berbagai tingkat kelas seharusnya mengikutsertakan guru baru di kelas kecil. Dengan demikian, para guru muda bisa mengamati guru yang sudah berpengalaman dalam mengajar sebelum mereka mengajar di kelas mereka sendiri. Bila jumlah murid yang terlalu banyak ditangani oleh satu guru, maka tidaklah mungkin untuk memberikan perhatian kepada setiap anak sesuai yang mereka inginkan. Setiap murid seharusnya disapa dengan hangat, dimotivasi, dan diberi dukungan semangat dalam setiap usaha mereka, dipuji atas keberhasilannya, dan diperlakukan dengan cara menunjukkan pemahaman yang simpatik terhadap keunikan sifat dan kebutuhan anak. Guru yang peka, yang mengajar di kelas kecil akan belajar apa yang bisa diharapkan dari setiap anak dan mungkin mengenali anak yang menunjukkan sifat-sifat yang tidak biasa di antara teman-teman sebayanya. Untuk bisa menjadi orang yang memampukan, guru harus memahami kemampuan setiap murid dan menempatkan tujuan di dalam jangkauan anak. Dengan setiap tujuan yang tercapai, guru mendorong murid sedikit lebih maju menuju tujuan utama. Namun, guru yang peka akan memerhatikan kemampuan individu dan tidak membandingkan usaha-usaha anak yang satu dengan yang lainnya. Setiap murid bisa saja membutuhkan ukuran pendampingan yang berbeda, tetapi seharusnya tidak ada yang menerima lebih dari yang mereka butuhkan. Berikut beberapa contoh yang bisa guru gunakan untuk memampukan murid-murid mereka menemukan kebenaran Alkitab dan menerapkannya dalam kehidupan mereka: "Dalam kamus Alkitab ini kamu akan menemukan jawaban atas pertanyaanmu tentang berhala. Cari saja dalam daftar kata-kata yang berawalan huruf `b`. Ketika kita mempelajari kata itu, maukah kamu menjelaskannya kepada kita?" "Tuhan menciptakan setiap kita istimewa. Gunakan cap dan kertas ini untuk membuat cap ibu jari dari setiap kelompok kalian. Gunakan kaca pembesar untuk memeriksanya. Ceritakan apa yang kalian temukan?" "Cerita Alkitab yang kita hari ini adalah tentang bagaimana Daud berbuat baik kepada temannya. Tunjukkan bahwa kamu tahu bagaimana menjadi penolong yang baik. Ini ada kain untuk membersihkan meja kita." Mengajar tentang Tuhan kepada anak-anak bukanlah tugas yang diterima dengan enggan sebagai kewajiban atau kepercayaan yang diberikan begitu saja. Sebaliknya, Alkitab mengingatkan bahwa para guru akan menerima penghakiman yang lebih berat daripada yang lainnya (Yakobus 3:1) dan bahwa kilangan batu menunggu orang yang menyebabkan seorang anak tersandung dan jatuh ke dalam dosa (Matius 18:6). Mengajar adalah hak istimewa dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka yang mau bekerja keras serta setia melakukan panggilan yang kuat dan status yang rendah. Ini mungkin pekerjaan yang paling penting di gereja, namun yang paling sedikit dihargai. Ironisnya, para guru yang setia mengajar anak-anak ini memiliki dampak yang lebih tahan lama, tetapi memiliki status yang lebih rendah daripada mereka yang mengajar orang dewasa. Di atas semuanya itu, para guru perlu dan berhak mendapatkan dorongan dan dukungan semangat. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus ...," demikian kata-kata yang ditujukan kepada gereja Ibrani, "supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (Ibrani 12:2-3) (t/Ratri) Diterjemahkan dari: Judul buku: The Complete Handbook for Children`s Ministry Judul asli artikel: The Role of the Teacher Penulis: Dr. Robert J. Choun dan Dr. Michael S. Lawson Penerbit: Thomas Nelson Publishers, Nashville 1993 Halaman: 34 -- 37 ______________________________________________________________________ MUTIARA GURU Allah meminta kita untuk setia, seperti Dia tetap setia. ______________________________________________________________________ BAHAN MENGAJAR MARILAH KITA SETIA KEPADA YESUS Persiapan: Sebagai pusat perhatian, letakkan sebuah gambar Yesus yang besar pada meja di bagian depan ruangan. Hiasi bingkai gambar itu dengan kain yang berwarna cerah. Nyanyian bersama: Pilih lagu-lagu rohani Kristen yang bertema kesetiaan. Renungan: Beberapa saat yang lalu, kita merenungkan apa yang Yesus lakukan bagi kita di kayu salib dan bagaimana Dia bangkit kembali. Pagi ini kita akan merenungkan kesetiaan kita kepada Yesus. Tidaklah baik untuk merasa malu akan teman-teman kita atau tidak menolong mereka terutama dalam hal seorang Teman seperti Yesus. Salah seorang murid menjadi takut ketika dia mendengar bahwa Yesus akan disalib. Dia takut bahwa dia juga akan disalib. Karenanya, dia berkata, "Aku tidak kenal Yesus. Aku bukan teman-Nya." Kemudian dia memikirkan besarnya kasih Yesus kepadanya. Dia menyesal dan malu akan dirinya sendiri. Tahukah kalian siapa dia? (Petrus). Sejak saat itu, Petrus selalu setia pada Yesus. Dia tidak pernah takut dan malu untuk memihak kepada Yesus. Seorang murid lainnya tidak setia kepada Yesus. Dia mengkhianati dan menjual Yesus kepada musuh-musuh-Nya seharga tiga puluh keping perak. Dalam Alkitab, tidak disebutkan dia pernah meminta pengampunan atas perbuatannya tersebut. Tahukah kalian, siapa dia? (Yudas). Kebanyakan dari pengikut Yesus setia kepada-Nya. Yohanes, Yakobus, Paulus, Silas, Barnabas, dan Timotius adalah beberapa di antara mereka. Masih ada banyak yang lain. Mereka semua akan memakai mahkota kemuliaan surga. Setia kepada Yesus berarti bahwa kita tidak boleh malu untuk memihak kepada-Nya. Kita harus datang ke sekolah minggu dan gereja dengan setia. Janganlah membiarkan sesuatu pun menghalangi kita untuk datang ke rumah Allah. Kita harus terus membaca Alkitab dan berdoa serta berusaha membawa orang untuk mengenal Yesus juga. Doa penutup: Mintalah anak-anak memikirkan orang-orang yang telah setia kepada Yesus sepanjang masa. Doronglah mereka untuk memohon kepada Yesus semangat untuk selalu setia pada-Nya. Pimpin mereka dalam doa. Diambil dan disesuaikan dari: Judul buku: Buku Pintar Sekolah Minggu Jilid 2 Penyusun: Badan Pembina DSM Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah Penerbit: BPK Gandum Mas, Malang 1996 Halaman: 42 ______________________________________________________________________ o/ WARNET PENA o/ ILUSTRASI-ILUSTRASI MENGENAI KESETIAAN DALAM SABDA ALKITAB http://alkitab.sabda.org/illustration.php Berikut ini beberapa renungan yang dapat Anda jadikan ilustrasi dan referensi untuk menyusun bahan pelajaran mengenai kesetiaan. Renungan-renungan tersebut sekaligus dapat menjadi kekuatan bagi Anda untuk belajar mengenai kesetiaan Allah dan bagaimana kita juga harus memiliki karakter setia dalam hidup kita. 1. Kesetiaan Allah http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=3841 2. Allah itu Setia http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=652 3. Tuntutan Kesetiaan http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=1323 4. Perasaan dan Kesetiaan http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=2307 5. Ujian Kesetiaan http://alkitab.sabda.org/illustration.php?id=1115 Oleh: Davida (Redaksi) ______________________________________________________________________ Pemimpin Redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Tatik Wahyuningsih Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2009 -- YLSA http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/ Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak Kunjungi Blog SABDA di http://blog.sabda.org ______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |