Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/378 |
|
e-BinaAnak edisi 378 (17-4-2008)
|
|
___e-BinaAnak (Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak)____ DAFTAR ISI EDISI 378/APRIL/2008 - SALAM DARI REDAKSI - ARTIKEL 1: Disiplin Sebagai Kebutuhan Anak - ARTIKEL 2: Seberapa Efektifkah Pendisiplinan yang Anda Terapkan? - WARNET PENA: Seputar Disiplin Anak dalam Telaga - STOP PRESS!: Lowongan Tenaga Pendidik PESTA (Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam) - MUTIARA GURU ______________________________________________________________________ o/ SALAM DARI REDAKSI o/ Shalom, Pernahkah kita membandingkan keluarga yang menerapkan disiplin kepada anak-anaknya dengan keluarga yang memberikan toleransi berlebihan kepada anak-anaknya dan mengabaikan disiplin yang sebenarnya merupakan salah satu kebutuhan dasar anak? Tentu saja akan ada perbedaannya. Disiplin yang diterapkan dengan tepat akan membuat kehidupan anak lebih teratur dan terarah. Sedangkan toleransi berlebihan lebih banyak memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan anak. Mari simak penjelasan Bapak B.S. Sidjabat dalam sajian minggu ini. Disiplin merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan oleh para orang tua maupun pendidik. Kebutuhan ini akan menentukan kualitas hidup mereka di masa yang akan datang, baik itu kualitas hidup rohani maupun dalam pertumbuhan mental dan jasmaninya. Pentingnya disiplin mengharuskan orang tua dan para pendidik terus-menerus mengevaluasi efektivitas dari penerapan disiplin mereka terhadap anak. Untuk membantu, Beverly La Haye menuliskan hal-hal tersebut dalam artikel kedua minggu ini. Silakan simak semua sajian kami dan semoga dapat menjadi berkat melimpah bagi kita semua. Selamat mendisiplin anak-anak Anda dalam Kristus. Pimpinan Redaksi e-BinaAnak, Davida Welni Dana "Maka haruslah engkau insaf, bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya." (Ulangan 8:5) < http://sabdaweb.sabda.org/?p=Ulangan+8:5 > ______________________________________________________________________ o/ ARTIKEL 1 o/ DISIPLIN SEBAGAI KEBUTUHAN ANAK Oleh: B.S. Sidjabat PENGANTAR Disiplin merupakan salah satu kebutuhan dasar anak dalam rangka pembentukan dan pengembangan wataknya secara sehat. Tujuannya ialah agar anak dapat secara kreatif dan dinamis mengembangkan hidupnya di kemudian hari. Kalau orang tua mengasihi anaknya, maka mereka juga harus mendisiplinnya. Kasih dan disiplin harus berjalan bersama-sama secara seimbang. Dalam perkataan lain, kasih tanpa disiplin mengakibatkan munculnya rasa sentimen dan ketidakpedulian. Sebaliknya, disiplin tanpa kasih merupakan tindakan kejam (tirani). Banyak orang tua, karena berbagai alasan termasuk kesibukan, tidak memunyai pemahaman dan pengertian, mengabaikan kebutuhan anak dalam disiplin ini. Akibatnya, di kemudian hari anak memberontak, sulit dikendalikan, mencari perhatian secara berlebihan. Orang tua demikian tentu akan mengalami konflik berkesinambungan dengan anaknya, bahkan tidak jarang yang mengalami kekecewaan dan perasaan terluka. Karena itulah bahasan kita mengenai disiplin ini amat perlu, selain menjadi masukan dalam pelayanan, juga menjadi alat refleksi bagi diri kita sendiri. DASAR TEOLOGIS DISIPLIN Pentingnya disiplin orang tua bagi anaknya bukan saja karena alasan sosiologis dan psikologis, tetapi juga karena pemahaman teologis. Keterangan singkat berikut ini akan menjadi pertimbangan bagi kita. 1. Allah Bapa senantiasa mendisiplin manusia ciptaan-Nya, baik secara individual maupun secara kelompok. Cara Tuhan mendisiplin umat-Nya sama dengan cara ayah mendisiplin anaknya (Ul. 8:5; Mzm 6:2, 38:2-3). Tujuan Allah mendisiplin manusia adalah agar mereka taat, hormat, dan takut kepada-Nya. Karena itu Tuhan memberikan pengajaran, memberikan teguran, menyatakan nasihat, dan jika perlu mengizinkan terjadinya penderitaan, seperti sakit-penyakit, kerugian, bahkan pembuangan ke tempat atau negeri lain. Sejarah Israel menyatakan umat kerajaan Israel Utara terbuang selama 40 tahun ke Asyur dan umat Yehuda ke negeri Babilonia selama 70 tahun. Dalam Perjanjian Baru, penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa Allah mendisiplin umat-Nya agar taat kepada-Nya. Ia menyatakan disiplin sebagai bukti kasih-Nya (12:5, 6) meskipun pada mulanya mendatangkan dukacita (12:10, 11). 2. Tuhan Yesus Kristus pun menegakkan disiplin bagi murid-murid-Nya dengan memberikan contoh dalam segi-segi bagaimana menggunakan waktu, menggunakan uang, hidup berdoa secara tekun. Dia pun menyatakan bahwa kepentingan orang lain mesti didahulukan sebagaimana tampak dalam hal Yesus melayani orang yang datang kepada-Nya meskipun sering kali belum sempat (bd. Mrk. 3:20-21). Bilamana murid-murid-Nya degil, sering kali Ia berterus-terang menegur mereka dengan keras (bd. Mrk 8:14-21). Bilamana murid-murid ingin membalas kejahatan dengan kejahatan, Dia menyatakan sikap mengasihi dan mengalihkan perhatian mereka kepada tugas lain (bd. Luk. 9:51-56). Yesus pun menyatakan agar murid-murid-Nya belajar hidup secara tertib dalam arti memelihara kesucian hidup agar senantiasa merasakan kehadiran Allah (bd. Mat. 5:8). Bagi Yesus, orang dewasa harus mendisiplin anggota tubuhnya -- tangan, kaki, mata -- agar tidak membawa keburukan bagi orang lain, apalagi "menyesatkan" anak-anak di bawah asuhan mereka (Mat. 18:8-10). Sebab Dia sendiri melarang murid-murid mengabaikan atau meremehkan anak-anak kecil (Mat. 19:13-15). Tidak jarang pula Yesus menyatakan bahwa Dia tetap mengasihi murid-murid-Nya sekalipun mereka kurang cepat menangkap ajaran Sang Guru (Yoh. 13,15). 3. Alkitab mengajarkan bahwa Roh Kudus datang untuk menyatakan kebenaran Ilahi bagi orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Dia hadir ke dunia untuk membuat orang insyaf akan dosa dan kejahatannya lalu berbalik kepada Sang Kebenaran yang memerdekakan, yaitu Yesus Kristus (Yoh. 16:6-8, 11-13). Roh Kudus juga datang untuk membuat orang memiliki hikmat hidup dan kekuatan batiniah agar dapat hidup sesuai kehendak Allah. (Ef. 1:16, 17, 3:16-18). Roh Kudus pun datang ke dalam hidup dan persekutuan orang-orang percaya guna memberikan kekuatan dalam mengatasi kelemahan (Rom. 8:2-6) serta buah kehidupan (Gal. 5:22-23). Dalam Kisah Para Rasul tampak sekali bagaimana sikap dan tindakan Roh Kudus dalam menegakkan disiplin. Ingatlah kasus Ananias dan Safira karena ingin "mencari nama dan muka" lalu berdusta kepada rasul Petrus (Kis. 5). Ingat pula kasus Simon tukang sihir di Samaria yang ingin terkenal lalu hendak membeli kuasa Roh Kudus dengan uang (Kis. 8). Rupanya Roh Kudus tidak menginginkan sikap pura-pura terjadi terjadi dalam kehidupan anak-anak Tuhan. Surat Paulus kepada jemaat di Korintus cukup banyak menyinggung masalah disiplin hidup agar mereka tertib dalam kehidupan bersama, kehidupan persekutuan, kehidupan memelihara tubuh, dan sejenisnya. Dia mengajak jemaat untuk terus sadar bahwa Roh Kudus mendiami mereka sehingga mereka menghindarkan diri dari segala godaan mencemarkan diri (3:16, 6:19-20). Mereka harus menertibkan cara berpikir mereka sendiri agar tetap memelihara suara hati yang jernih di dalam mengambil keputusan dalam hidup bersamaan dengan orang lain (8:1-3). Mereka harus mengendalikan diri dalam ibadah agar tidak menonjolkan diri, mencari kemuliaan diri sendiri sehingga firman Allah tidak diberitakan sebagaimana mestinya (12-14). TUGAS ORANG TUA Paul Meier (1982) menegaskan karena pentingnya disiplin bagi anak, kitab Amsal saja menuliskan beberapa nats mengenai tugas orang tua untuk mendisiplin anaknya (13:24, 19:18, 22:6, 22:15, 23:13, 29:15, 17). Ditambahkan pula oleh Meier bahwa ayah harus mendapat tempat sebagai kepala rumah tangga; dan ibu sebagai pendampingnya (bd. Kej. 2:18). Kalau ayah tidak berperan sebagai kepala dalam rumah tangga, maka anak tidak memiliki idola yang jelas, tidak memunyai konsep otoritas secara jelas dan benar pula. Akhirnya keadaan demikian dapat menimbulkan gangguan kepribadian pada anak, seperti timbulnya pemberontakan terhadap orang tua dan orang lain. Rasul Paulus juga menyatakan tekanan yang sama dalam surat kirimannya (Ef. 6:4; Kol. 3:21). Tugas orang tua ialah mendidik anak dalam ajaran dan nasihat Tuhan sehingga anak terhindar dari "sakit hati" dan "tawar hati". Betapa kecewanya anak di kemudian hari karena orang tua tidak pernah menegakkan ketertiban; tidak membantu anak mengerti mana yang baik dan mana yang buruk; dan tidak menolong mereka mengatasi tantangan dan kejahatan serta bagaimana melakukan kebaikan. Sikap otoriter justru menimbulkan rasa takut dan keinginan balas dendam pada diri anak. Sikap mengekang orang tua justru menimbulkan kepasifan dan tiadanya kreativitas dan inisiatif pada kehidupan anak di kemudian hari. Dalam hal apa sajakah orang tua membantu anak hidup tertib, teratur, dan memiliki rasa tanggung jawab? Jawabnya, dalam segala aspek kehidupan, antara lain: 1. pola dan waktu minum dan makan serta istirahat, 2. buang air (toilet tranning) dan buang sampah, 3. kehidupan iman, rohani, ibadah, doa pribadi dan bersama, 4. mengurus diri sendiri -- mandi, berpakaian, memelihara "mainan", atau barang pribadi lainnya, 5. belajar -- mengerjakan PR, persiapan ujian, dll., 6. membantu pengurusan kebersihan rumah serta lingkungan. 7. dalam hal berelasi serta berkomunikasi secara sopan, memberitahukan kepada orang tua rencana-rencana kerja, atau kegiatan di sekolah dan di luarnya. 8. menepati janji atau ucapan, termasuk mengembalikan barang pinjaman dari teman. Disiplin dengan Tegas dan Kasih Sayang James Dobson merupakan tokoh pendidikan anak yang terkenal dalam mengemukakan berbagai prinsip efektif bagi orang tua di dalam mendisiplinkan anak. Buku-bukunya yang mengemukakan gagasan disiplin ini ialah "Dare to Discipline" (1970) dan "Discipline With Love" (1983). Menurut Dobson, tujuan disiplin bagi anak ialah agar mereka dapat belajar bagaimana cara hidup bertanggung jawab. Prinsip Dobson yang dituangkan dalam karyanya "The New Dare to Disciplin" (1992) adalah sebagai berikut. 1. Orang tua harus mengembangkan rasa hormat dalam diri anak terhadap orang tuanya sendiri. Rasa hormat itu harus ditumbuhkan melalui komunikasi yang akrab, lalu dikembangkan dan dipelihara dengan penyediaan waktu dalam menjawab pertanyaan anak. Dengan begitu anak belajar mengenai otoritas secara benar dan tepat. 2. Orang tua harus menghukum anak atas tingkah lakunya yang jelas memberontak atau menentang orang tua; melawan terhadap aturan yang sudah diterangkan dan ditetapkan atau disetujui sebelumnya. Hukuman fisik harus dikenakan bagi anak, pada bagian "pantat" (spanking). Orang tua harus memberitahukan mengapa ia melakukannya; dan jangan dilakukan hukuman jauh setelah anak melupakan pelanggaran yang dibuatnya. Menurut Dobson, kalau anak sudah berusia sembilan tahun, tidak tepat lagi memukulnya di bagian pantat, atau mengenakan hukuman fisik pada bagian tubuh lainnya, tetapi paling-paling menekan bagian tertentu dari bahunya untuk menyadarkan dirinya bahwa ia bersalah. 3. Orang tua harus mengendalikan diri agar tidak menyimpan amarah berkepanjangan. Jangan pula ia menyimpan emosi benci terhadap anak ketika menghukumnya secara fisik. Sebelum melakukan hukuman fisik, orang tua harus menghitung dalam hatinya angka satu hingga sepuluh guna meredakan emosinya. 4. Orang tua tidak memberikan sogokan kepada anak berupa benda, agar ia berlaku tertib. Hal ini dapat menumbuhkan akar materialisme. Sekalipun demikian, Dobson juga mengemukakan bahwa untuk mendisiplin anak, kita dapat memperkuat sikap dan perilaku positif dengan jalan menghargainya. Kalau ada hal positif, patut dipuji yang diperbuat anak, ia patut mendapat sanjungan orang tua. Prinsip ini disebut "reinforcement". Hal ini dilakukan dengan memberikan hadiah karena ia berbuat baik. Prinsipnya antara lain adalah sebagai berikut: 1. hadiah harus sesegera mungkin, 2. hadiah tidak selalu berupa benda, bisa juga pujian, kata yang membangun (Ef. 4:29), dan 3. kalau tingkah laku yang diharapkan terbentuk, maka perbuatan memberi hadiah dihentikan saja. Perkara lain yang harus diperhatikan dalam membangun sikap disiplin pada diri anak ialah prinsip kerja sama. Untuk menimbulkan rasa tanggung jawab dalam diri anak, orang tua perlu menyatakan keinginannya kepada anak. Bahwa orang tua meminta pendapat atau meminta tolong kepada anak tidak salah, justru dapat membuat anak merasa berharga. Apalagi kalau anak itu sudah berusia di atas lima tahun (TK atau SD). Kemudian orang tua dapat mengajak anaknya melakukan apa yang direncanakan bersama-sama. Dengan begitu, orang tua memberikan contoh di hadapan anaknya. Selanjutnya, orang tua perlu memberikan tugas bagi anak agar ia mengerjakannya. Jika ada kesalahan, orang tua memberikan koreksi dan kesempatan kedua. Jika anak berhasil, maka anak layak mendapat pujian dan penghargaan. Bisa melalui hadiah material dan bisa pula dengan pujian bahwa anak itu hebat, pintar, dan sejenisnya. Hal ini dapat diterapkan dalam kegiatan belajar, kegiatan ibadah dan doa, kegiatan membersihkan rumah, mencuci piring, pakaian, dll. (Parents & Children, ed. Jay Kesler, 1986; The Enycyclopedia of Parenting, 1982). MASALAH NILAI BUDAYA Salah satu persoalan yang tidak biasa kita mungkiri ialah pengaruh nilai budaya terhadap kehidupan orang tua yang selanjutnya memberi dampak bagi pendisiplinan anaknya. Biasanya pengaruh dan gaya disiplin yang diperoleh orang tua dari keluarga asalnya (family of origin) ikut serta terefleksi dalam pendidikan dan pembinaan anaknya. 1. Boleh saja (permisif). Ada orang tua yang tidak mendisiplin anaknya, sehingga di rumah anak bebas melakukan apa saja, tanpa peraturan dan pedoman atau batasan (boundary) yang jelas. Hal demikian terjadi karena orang tua sibuk, lemah, dan kurang pemahaman mengenai pendidikan anak secara baik. 2. Kekuasaan. Ada orang tua yang amat menekankan sikap otoriter terhadap anaknya; banyak larangan; sehingga anak takut dan merasa tidak bebas untuk berkreasi; takut berbuat kesalahan dan mencoba memperbaikinya. Anak yang diancam oleh orang tua namun tidak pernah terlaksana ancaman itu, bisa membuat anak memandang rendah wibawa mereka. Bisa saja anak memandang orang tuanya sebagai "pembohong". 3. Hierarkis. Ada orang tua yang takut mendisiplin anaknya karena kehadiran nenek atau kakek. Campur tangan kakek atau nenek dalam mendisiplin anak pada dasarnya menghambat anak memiliki konsep yang benar mengenai ayah atau bapak. Anak demikian akan manja, tidak punya pendirian yang baik. Sebaliknya pengaruh kakek atau nenek bagi anak harus diminimalkan oleh kehadiran ayah dan ibu di tengah-tengah rumah tangga. 4. Penumbuhan rasa malu dan takut. Ada orang tua yang terus mengumandangkan istilah "Kamu nggak tahu malu!" bagi anaknya yang berlaku tidak sopan. Ada pula yang menakut-nakuti anak agar berperilaku baik seperti takut kepada polisi, dokter, dll.. Model demikian cukup sering kita temukan di tengah-tengah masyarakat. Di samping membawa hasil baik, hal demikian tentu saja membawa pengaruh negatif. Anak kurang diajak berpikir rasional. 5. Pengaruh pembantu rumah tangga. Di perkotaan sudah banyak orang tua yang karena sibuk, maka pembinaan anak ditangani oleh pembantu rumah tangga. Banyak pembantu rumah tangga tidak memunyai keterampilan dalam pembinaan dan disiplin anak, di samping memunyai motif ekonomis saja dalam menunaikan tugasnya. Pada umumnya, anak yang diasuh dan dibesarkan oleh pembantu cenderung nakal, tidak tertib karena pembantu rumah tangga tidak mampu mengendalikan secara kreatif. Bahan bacaan: Baker. 1997. Kendalikan Selagi Mampu (Terj.). Bandung: Kalam Hidup. Drehner, John. 1992. Tujuh Kebutuhan Anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Dobson, James. 1992. New Dare to Discipline. Kesler, Jay. 1986. Parents & Children. Victor Books. Meier, Paul D. 1977. Christian Child-Rearing and Personality Development. Baker. Diambil dari: Nama situs: PEPAK (Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen) Penulis: B.S. Sidjabat Alamat URL: http://pepak.sabda.org/pustaka/030200/?kata=kebutuhan+disiplin ______________________________________________________________________ o/ ARTIKEL 2 o/ SEBERAPA EFEKTIFKAH PENDISIPLINAN YANG ANDA TERAPKAN? Adalah sikap yang bijak jika Anda rehat sejenak dan memerhatikan pendisiplinan yang Anda terapkan bersama anak Anda serta mengevaluasi kualitas dan hasil pendisiplinan tersebut dengan saksama. Anak-anak tidak akan tahu bagaimana harus bersikap jika mereka tidak mengerti apa yang Anda harap mereka lakukan. Pendisiplinan harus dimulai dengan komunikasi yang baik. Tujuan akhir dari pendisiplinan yang diterapkan oleh orang tua haruslah mengajarkan anak disiplin diri; komunikasi adalah langkah awal untuk mencapai tujuan tersebut. Dasar rencana disiplin yang baik pasti mengandung beberapa aspek di bawah ini. Tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada diri Anda sendiri. 1. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan bersifat membangun? Pendisiplinan haruslah membantu anak, bukannya membuat mereka frustrasi. Amsal 23:19: "Hai anakku, dengarkanlah, dan jadilah bijak, tujukanlah hatimu ke jalan yang benar.", 2. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan memunculkan pilihan-pilihan yang bijak? Pendisiplinan haruslah menuntun dan mendidik anak untuk bisa membuat pilihan-pilihan yang bijak bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, Anda membantunya untuk berdisiplin diri. Amsal 19:20, "Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan.", 3. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan konsisten? Pendisiplinan yang sejati berarti setia dan konsisten meresponi ketidaktaatan. Kedisiplinan yang diterapkan sekali waktu dan kemudian diabaikan bukanlah pendisiplinan yang efektif. Amsal 29:17, "Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.", 4. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan mengomunikasikan kasih? Pendisiplinan harus diterapkan atas dasar kasih. Pendisiplinan juga merupakan wujud tindakan yang mengungkapkan bahwa anak tersebut adalah anggota keluarga. Ingat, "Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibrani 12:6) 5. Apakah pendisiplinan yang Anda terapkan merupakan rahasia? Anak perlu tahu bahwa pendisiplinan yang Anda terapkan adalah hanya antara orang tua dan dirinya sendiri dan bahwa pendisiplinan tersebut tidak akan menjadi topik pembicaraan dengan tetangga. Yeremia 31:34b, "sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." Kerahasiaan tersebut juga akan membuat anak Anda percaya bahwa Anda telah memaafkannya dan melupakan kesalahannya. Ada beberapa metode penerapan pendisiplinan yang kreatif, dan orang tua bijaksana harus memilih yang paling cocok untuk setiap kondisi. 1. Anda boleh melarangnya melakukan/memiliki seuatu yang sangat penting baginya. Ini berarti mencabut hak istimewanya untuk menggunakan atau melakukan sesuatu yang menyenangkan baginya. Jika Johnny bermain "malam" (lilin yang dapat dibentuk-bentuk) dan terus menggosokkannya di meja makan yang terbuat dari mahoni (dan seharusnya ia tahu bahwa hal itu tidak boleh dilakukan), maka Anda boleh melarangnya untuk bermain dengan malam tersebut selama beberapa hari. Pastikan bahwa Anda telah memberitahunya (pastikan Anda telah melakukannya) untuk tidak memainkan malam pada meja perabotan. Oleh karena itu, cara yang paling tepat untuk membantunya mengingat hal tersebut adalah mencabut haknya untuk bermain malam tersebut selama beberapa hari. Hal itu akan menjadi semacam pengingat baginya untuk tidak bermain malam di meja yang bagus, namun hanya pada meja yang khusus disediakan oleh ibunya. 2. Anda boleh mengisolasi anak Anda dari teman-temannya atau dalam kamarnya. Penting untuk Anda tidak mengisolasinya di kamar seolah-olah ia akan ada di dalam kamar selamanya. Tujuan dari tindakan ini adalah mendorongnya untuk mengubah sikap, dan saat ia merasa sanggup melakukannya, ia boleh keluar dari kamarnya dan bermain lagi. Mungkin Sally dijauhi teman-temannya karena ia kerap membuat masalah. Pertama-tama, Anda harus memberitahunya bahwa ia menimbulkan masalah. Lalu katakan padanya bahwa ia terpaksa masuk ke dalam kamarnya dan bermain sendirian sampai ia memutuskan bahwa ia sanggup memerbaiki sikapnya. Selalu katakan padanya bahwa saat ia mengubah sikapnya, ia boleh keluar dari kamar dan bermain dengan teman-temannya lagi. 3. Anda boleh membiarkan anak menanggung konsekuensi dari apa yang dilakukannya. Jika Anda telah memberitahukan konsekuensi dari segala tindakan dan hal itu tidak efektif, maka ada baiknya Anda membiarkan anak Anda merasakan konsekuesinya sendiri. Hal ini tidak boleh dilakukan jika konsekuensi dari apa yang ia lakukan mungkin membahayakan anak Anda -- Anda harus memikirkan konsekuensi yang mungkin terjadi. Tapi ingat, sedikit rasa sakit fisik yang sementara, jauh lebih baik daripada pukulan yang tidak akan membuahkan hasil yang baik. Misalnya, Mary memiliki kebiasaan buruk. Ia suka menarik ekor kucing. Anda sudah memeringatkannya berulang kali, namun hal tersebut tidak berhasil. Anda akhirnya memutuskan agar ia merasakan konsekuensi dari apa yang ia lakukan -- menariki ekor kucing. Meski ia jelas akan mengalami sedikit luka fisik, ia juga akan belajar dari apa yang dialaminya -- bahwa bukanlah hak yang bijak untuk menarik-narik ekor kucing. 4. Anda boleh menggunakan "sistem bonus uang" bagi perilaku baik dan buruk. Metode ini memiliki beberapa kekurangan. Mungkin kekurangan yang paling buruk ialah bahwa metode ini membangun motivasi yang tidak baik. Beberapa orang tua membuat daftar poin untuk tugas-tugas mingguan. Kemudian anak-anak menjumlahkan poin-poin yang ia dapat karena telah melakukan tugas yang Anda berikan, seperti merapikan tempat tidur, mencuci piring, membuang sampah, dan lain-lain. Saat mereka tidak melakukan suatu tugas, maka poin yang mereka peroleh dikurangi. Bonus pada setiap akhir pekan biasanya berupa uang. Namun, banyak dari kita tidak ingin anak-anak kita melakukan sesuatu dengan motivasi untuk mendapatkan uang. Mereka harus tahu bahwa ada hal-hal yang setiap anggota keluarga harus lakukan untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai salah satu anggota keluarga. Metode ini tidak lain adalah cara lain penyuapan yang lebih halus dan tidak akan dapat membuat orang tua sampai pada sebab utama atas kurangnya motivasi atau ketidaktaatan yang dilakukan oleh anak. Akan jauh lebih baik jadinya jika orang tua terkadang memberi anak bonus spesial karena kesediaannya bekerja sama saat ia dengan spontan melakukan tanggung jawabnya dalam keluarga. 5. Anda boleh memukul anak Anda. Pemukulan haruslah menjadi pilihan terakhir dan dilakukan saat terjadi penentangan dari pihak anak yang disengaja atau ketika metode yang lain tidak efektif. Pemukulan tidak boleh dilakukan dengan tujuan agar anak-anak mau mengerjakan pekerjaan rumah. Saat pemukulan dilakukan untuk penentangan yang sengaja dilakukan oleh anak dan dilakukan sesuai dengan yang Alkitab ajarkan, maka anak akan berpikir, "Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi." Ada pemukulan yang benar dan yang salah. Pemukulan yang salah adalah pemukulan yang dilakukan dengan kejam, sadis, dan dengan penuh amarah. Hal seperti itu akan menyebabkan anak dipenuhi dengan amarah dan dendam, yang membuatnya menderita. Pemukulan yang baik dilakukan dengan pendekatan yang positif. Pertama-tama, ada komunikasi mengapa pemukulan dilakukan, dan disertai dengan "tongkat didikan" dan kasih. Seorang ayah memiliki tongkat didikan bertuliskan: "Untuk anakku dengan kasih". Alkitab menyatakan dengan jelas mengenai hubungan kasih dan tongkat didikan. (t/Dian) Diterjemahkan dari: Judul buku: How to Develop Your Child`s Temperament Penulis: Beverly La Haye Penerbit: Harvest House Publishers, Oregon 1977 Halaman: 142 -- 145 ______________________________________________________________________ o/ WARNET PENA o/ SEPUTAR DISIPLIN ANAK DALAM TELAGA http://www.telaga.org/ Banyak cara untuk menjadi orang tua dan pendidik yang pintar dalam menerapkan disiplin yang baik dan benar kepada anak. Salah satunya adalah melalui situs TELAGA. Anda bisa mendapatkan rekaman siaran langsung program acara Tegur Sapa Gembala Keluarga dari LBKK Malang. Jika hanya ingin membaca, tersedia pula transkrip lengkap dari percakapan tersebut dan juga ringkasannya. Berikut tautan seputar disiplin yang dapat Anda akses melalui situs TELAGA. 1. Mendisiplin Anak Transkrip: http://www.telaga.org/transkrip.php?pembinaan_anak.htm Ringkasan: http://www.telaga.org/ringkasan.php?mendisiplin_anak.htm MP3: http://www.ylsa.org/telaga/mp3/T011A.MP3 2. Mendisiplin Bukan Menghancurkan Anak Transkrip: http://www.telaga.org/transkrip.php?mendisiplin_bukan_menghancurkan.htm Ringkasan: http://www.telaga.org/ringkasan.php?mendisiplin_bukan_menghancurkan.htm MP3: http://www.ylsa.org/telaga/mp3/T132B.MP3 3. Disiplin dan Emosi Anak Transkrip: http://www.telaga.org/transkrip.php?disiplin_dan_emosi_anak.htm Ringkasan: http://www.telaga.org/ringkasan.php?disiplin_dan_emosi_anak.htm Oleh: Davida (Redaksi) ______________________________________________________________________ o/ STOP PRESS! o/ LOWONGAN TENAGA PENDIDIK PESTA (PENDIDIKAN ELEKTRONIK STUDI TEOLOGIA AWAM) Yayasan Lembaga SABDA mengajak para profesional muda untuk bersama-sama melayani Tuhan melalui dunia teknologi informasi. Melalui program pendidikan jarak jauh, yaitu Pendidikan Elektronik Studi Teologi Awam (PESTA), YLSA ingin mengembangkan pelayanannya lebih luas lagi. Untuk itu, dicari tenaga PENDIDIK yang berkualitas untuk bekerja di YLSA, dengan syarat-syarat sebagai berikut. 1. Sudah lahir baru dalam Kristus dan sudah dibaptis. 2. Pendidikan S1/S2 Jurusan PAK/Teologia. 3. Memiliki kemampuan menulis dan membuat modul pelajaran. 4. Memiliki kemampuan komunikasi yang baik (verbal dan non verbal). 5. Bisa bekerja dalam tim. 6. Bisa mengoperasikan komputer dengan lancar. 7. Terbiasa dengan internet. 8. Bersedia ditempatkan di Solo, Jawa Tengah. 9. Bersedia kerja penuh waktu (full time -- dalam kantor) dengan masa kerja minimal dua tahun. 10. Pria/Wanita, diutamakan belum menikah. Jika Anda dipanggil Tuhan untuk terjun dalam pelayanan elektronik, silakan mengirim surat lamaran dan CV secepatnya ke: YLSA Kotak Pos 25 SLONS 57135 atau kirim e-mail ke: ==> rekrutmen-ylsa(at)sabda.org Untuk mengetahui pelayanan PESTA lebih lanjut, silakan berkunjung ke: ==> http://www.pesta.org/ ______________________________________________________________________ o/ MUTIARA GURU o/ Could you provide new ways to see and hear you? Could you guide me from within? - Beth Fowler - ______________________________________________________________________ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke redaksi: <binaanak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-binaanak(at)hub.xc.org> ______________________________________________________________________ Pimpinan Redaksi: Davida Welni Dana Staf Redaksi: Kristina Dwi Lestari dan Christiana Ratri Yuliani Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2008 -- YLSA http://www.ylsa.org/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan: <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Alamat berhenti: <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)hub.xc.org> Arsip e-BinaAnak: http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://pepak.sabda.org/ Bergabunglah dalam Network Anak di Situs In-Christ.Net: http://www.in-christ.net/komunitas_umum/network_anak ______________PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN GURU_______________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |