Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/287 |
|
e-BinaAnak edisi 287 (5-7-2006)
|
|
______________________________e-BinaAnak______________________________ Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak ================================================== Daftar Isi: 287/Juli/2006 ---------- - SALAM DARI REDAKSI - ARTIKEL (1) : Bila Orang Tua Bercerai - ARTIKEL (2) : Perceraian Juga Terjadi pada Anak-Anak - TIPS : Perceraian Orang Tua - BAHAN MENGAJAR : Perceraian: Terkoyak - WARNET PENA : Taman Bermain Anak-Anak - MUTIARA GURU ---------------------------------------------------------------------- Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <staf-BinaAnak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak(at)xc.org> ====================================================================== -=- SALAM DARI REDAKSI -=- Salam kasih, Berbagai stasiun televisi belakangan ini sering menayangkan kasus perceraian para artis. Yang memprihatinkan adalah bagaimana anak- anak mereka menjadi korban dari perpisahan ini. Tak jarang anak-anak itu menjadi bahan rebutan. Lebih parah lagi, mereka dijadikan alasan untuk bercerai. "Demi kebaikan anak-anak, kami harus bercerai," begitu kira-kira mereka berkata. Kita tidak dapat menutup mata akan hal perceraian ini karena hal tersebut tidak hanya terjadi di kalangan artis saja. Mungkin saja hal ini terjadi di gereja kita, dan anak-anak korban perceraian tersebut adalah murid-murid sekolah minggu kita. Tentu saja kita tidak boleh menutup mata terhadap keadaan mereka. Anak-anak yang orang tuanya bercerai, mau tidak mau harus mendapatkan perhatian ekstra dari para pendidiknya. Apa yang guru-guru sekolah minggu lakukan dalam kasus ini? Silakan simak edisi perdana bulan ini yang membuka tema "Masalah-Masalah dalam Keluarga Anak SM". Selain masalah perceraian keluarga anak sekolah minggu, tiga topik berikut akan diulas bulan ini. 1. Kekerasan terhadap Anak 2. Keluarga yang Belum Percaya 3. Masalah Disiplin Selamat melayani! Redaksi e-BinaAnak, Davida "Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Markus 10:9 < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=Markus+10:9 > -=- ARTIKEL (1) -=- BILA ORANG TUA BERCERAI ======================= Perceraian dialami berbagai macam manusia, tetapi rata-rata terjadi pada mereka yang tidak bahagia dalam perkawinannya. Sikap orang tua yang cepat memutuskan menempuh jalan perceraian seringkali menunjukkan adanya semacam ketidakstabilan emosional pada dirinya. Bila demikian halnya, anak-anaknya juga akan ikut dihinggapi ketidakstabilan yang sama. Kesedihan orang tua yang bercerai sangat memengaruhi perkembangan anaknya. Seorang ibu yang karena kehancuran hatinya, bersikap acuh tak acuh terhadap suaminya yang datang menengok anak-anaknya, akan menyulitkan terciptanya hubungan ayah dan anak. Baik bagi si ayah maupun si anak, situasi tersebut akan terasa menegangkan dan sangat tidak memuaskan. Terkadang seorang ibu melarang anaknya untuk bertemu dengan ayahnya. Hal ini sangat berbahaya karena orang tua yang tidak nampak akan menjadi tumpuan terciptanya beraneka ragam khayalan pada anak. Situasi yang demikian dapat menjadi bumerang di kemudian hari, tidak hanya bagi anak, tetapi juga bagi orang tua yang tinggal bersamanya. Anak yang orang tuanya bercerai mempunyai problem emosional tersendiri. Ia merupakan korban dari dua orang tua yang mempunyai problem dan kesulitan yang mereka kira hanya dapat dipecahkan melalui perceraian. Akibatnya, jalan hidup anak telah terenggut oleh keputusan itu. Anak dari orang tua yang bercerai cenderung dibesarkan dalam kondisi sosial yang kurang sehat daripada anak-anak dalam rumah tangga normal. Penyelidikan para ahli telah membuktikan bahwa banyak anak yang terganggu jiwanya, dan banyak anak-anak nakal adalah anak-anak dari keluarga yang berantakan. Tetapi jika orang tua mampu memberi pemahaman kepada anak-anaknya tentang konflik yang mereka hadapi, kadang-kadang anak-anak tersebut akan dapat mengatasinya, meskipun tidak serta merta membebaskan mereka dari konflik. Biasanya, anak- anak yang orang tuanya bercerai lebih banyak terlibat dalam kenakalan dan kejahatan, secara individu atau kelompok. Terkadang bisa ditunjukkan pula bahwa anak-anak dari hasil perceraian (bahkan dari perkawinan yang gagal) cenderung lebih mudah menemui kegagalan dalam kehidupan perkawinannya sendiri. Ada alasan kuat mengapa orang tua sangat sukar untuk bisa rujuk kembali, dalam kasus ini adalah sang ibu. Dia sukar memenuhi keinginan sang anak karena setelah melalui kegagalan tersebut, masing-masing pihak menimpakan kesalahannya pada pihak-pihak lawan, dengan membesar-besarkan kesalahan pihak lawan dan meminimalkan kesalahan sendiri. Sejak dia memutuskan untuk bercerai, seorang ibu tidak ingin melihat ayah dari anaknya secara keseluruhan. Mereka tak mungkin bersatu kembali karena suaminya tak bertanggung jawab atau tidak setia. Dia ingin menjelaskan kepada teman-temannya bahwa sang ayah dari anaknya itu orang yang sulit dan dia juga ingin agar anaknya percaya akan hal tersebut, walaupun dia tahu bahwa tindakan yang dilakukannya itu tidak adil. Jadi, ketika sang anak menginginkan kembalinya sang ayah, pertentangan itu akan muncul kembali di hatinya. Anak dari orang tua yang bercerai seringkali adalah anak yang tidak mempunyai keyakinan diri karena situasi rumah yang tidak stabil. Ditambah lagi bila anak tersebut sering berpindah-pindah tempat tinggal karena alasan keluarga, atau karena orang tuanya hidup terpisah. Berbagai akibat perceraian yang sering dijumpai misalnya kesulitan pendidikan dan ekonomi, kurang atau tidak adanya pengawasan dari orang tua, pengabdian yang terbagi (anak-anak dijadikan tameng atau perisai dalam pertengkaran orang tua), kesulitan dalam menentukan sikap pengabdian terhadap lingkungan baru (problem orang tua tiri), penghancuran terhadap ide atau cita-citanya, kurangnya keyakinan emosional, dan sebagainya. Sekarang mari kita pikirkan mengapa seorang anak ingin agar kedua orang tuanya yang bercerai itu bisa rujuk kembali. Anak-anak seperti ini, sebelum perceraian terjadi, telah biasa hidup dengan kedua orang tua mereka. Mereka berpikir bahwa mereka masih membutuhkan kedua orang tuanya yang masing-masing memberi kepuasan batin tersendiri bagi si anak. Pikiran tentang kedua orang tuanya yang tak mungkin bersatu kembali itu sangat menakutkan mereka, setidak- tidaknya sampai ketika mereka akan menjadi terbiasa oleh perceraian dan segala konsekuensinya. Barangkali anak-anak setuju akan pendapat ibunya bahwa ayahnya memang salah. Tetapi jika sang ibu terlalu membesar-besarkan, anak akan memperkecil kesalahan si ayah dengan harapan keduanya mau rujuk kembali. Dr. Benyamin Spock dalam bukunya, "Raising Children In A Difficult Time", secara gamblang mengemukakan bahwa alasan lain mengapa seorang anak menonjolkan orang tua yang hidup terpisah darinya karena perceraian adalah karena mereka tahu bahwa mereka adalah keturunan kedua orang tuanya, yang menyandang bentuk fisik dan rohani yang sama dengan mereka berdua. Jika salah satunya bersifat buruk, mereka sendiri pun akan mengidap sifat buruk tersebut. Anggapan serupa ini seringkali dijumpai pada anak-anak yang mempunyai catatan kriminalitas. Mungkin sekali anak-anak menjadi marah kepada kedua orang tuanya karena mereka telah bercerai. Kemarahan ini harus dikeluarkannya secara langsung, tidak secara sembunyi-sembunyi, tetapi dengan kata- kata langsung. Pada umumnya, kaum pria maupun wanita yang bercerai akan kawin lagi. Dan keuntungan atau kerugian yang didapat anak- anak dalam kehidupan perkawinan kedua dari orang tuanya akan tergantung dari bagaimana pernikahan yang kedua itu sendiri berjalan. Seorang anak mungkin secara tiba-tiba meminta pada ibunya untuk mencari seorang ayah baru baginya. Sikap seperti ini pada dasarnya tidak berlawanan dengan cintanya terhadap sang ayah. Biasanya hal yang seperti ini timbul jika ayahnya tak dapat setiap hari berkumpul dengan mereka, entah karena tugas ataupun karena perceraian, karena mereka ingin memiliki seorang ayah seperti anak-anak lain, yakni ayah yang dapat berkumpul bersama mereka setiap hari. Bagaimanapun juga, tidak ada anak yang dilahirkan dengan telah memiliki satu kebiasaan. Kebiasaan tersebut merupakan hasil dari satu proses yang diterapkan oleh orang tuanya dalam perkembangan kepribadian anaknya. Bahkan sebenarnya, tak ada proses khusus yang diterapkan. Anak menyerap semua yang ada di sekelilingnya. Bila lingkungan baik, ia akan berkembang menjadi individu yang baik. Namun bila keadaannya tidak menguntungkan, misalnya dalam situasi broken home di mana orang tuanya hidup berpisah, ia akan berkembang sebagai pribadi yang akan menghindarkan diri dari kehidupan normal, menjadi anti sosial, agresif serta cenderung melakukan hal-hal yang sifatnya destruktif. Bahan diedit dari sumber: Judul buku : Butir-Butir Mutiara Rumah tangga Penulis : Alex Sobur Penerbit : Kanisius, Yogyakarta dan BPK Gunung Mulia, Jakarta 1987 Halaman : 281 - 284 -=- ARTIKEL (2) -=- PERCERAIAN JUGA TERJADI PADA ANAK-ANAK ====================================== Artikel oleh: Kathi Mills Dalam enam bulan setelah kelahiran anak bungsuku, Chris, aku mendengar berita tentang dua pasangan di gereja kami yang akan bercerai. Aku tidak dapat memercayainya! Orang Kristen tidak boleh bercerai! Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana dengan kesaksian kristiani mereka? Kira-kira apa yang dipikirkan oleh mereka? Lalu beberapa waktu kemudian, perceraian itu terjadi padaku. Tiba- tiba aku menjadi ibu tunggal dari tiga anak, pencari nafkah tunggal untuk kebutuhan rumah tangga kami, orang yang bertanggung jawab atas semua anak secara fisik, emosi, dan rohani. Bahkan sebagai orang Kristen, semuanya ini hampir melebihi dari yang dapat aku tanggung. Setelah berpindah tempat tinggal, anak-anakku dan aku memutuskan untuk bergabung di sebuah gereja besar di mana hanya sedikit orang yang kami kenal. Hampir tak seorang pun yang memerhatikan situasi kami dan aku pun segan untuk menceritakannya kepada mereka. Namun, seorang guru sekolah minggu yang bijaksana dan cerdas mengetahui bahwa Chris memiliki beberapa masalah di dalam kelas, masalah yang sebelumnya dia lihat banyak terjadi pada anak-anak yang mengalami stres karena perceraian. Ia meneleponku dan itu merupakan awal dari segalanya, tidak hanya untukku sendiri, namun juga untuk anak-anakku. Karena ketajaman dan kemauannya untuk terlibat, anak-anakku dan aku belajar menjadi kelompok yang saling mendukung untuk keluarga-keluarga yang mengalami perpisahan dan perceraian. Kelompok ini bertemu seminggu sekali di gereja untuk memberikan kestabilan emosi dan pengarahan yang kami perlukan guna memulai perjalanan kami kembali seperti sediakala. Dan kegiatan ini membuka mata kami terhadap kenyataan bahwa kami tidak sendiri dalam situasi yang menyakitkan ini. Ada banyak keluarga Kristen yang hancur akibat perceraian. Apa yang membuat guru sekolah minggu yang perhatian ini mengetahui masalah kami? Dia telah memerhatikan pola perilaku yang umum terjadi pada anak-anak yang menghadapi perceraian. 1. Anak-anak yang mudah bergaul dan ramah seringkali menjadi mudah murung, menarik diri, dan cemberut. Mereka mungkin meluapkannya dengan menangis atau meledakkan kemarahannya jika terpancing sedikit saja. 2. Anak-anak yang dulunya cukup aman di sekolah minggu menjadi penakut, suka menangis, dan merengek-rengek sampai orang tua mereka kembali. 3. Anak-anak yang mengalami perceraian bisa melampiaskannya kepada anak-anak lain -- memukul, menggigit, menendang, atau memberi nama sebutan lain. 4. Anak-anak ini mungkin menarik diri mereka sendiri, menolak untuk bergabung pada saat "sharing" dengan anak-anak lain. Meskipun tanda-tanda ini tidak selalu muncul pada anak-anak yang mengalami perceraian (kalaupun muncul, bisa disebabkan oleh masalah lain), perilaku mereka sangat perlu diperhatikan. Jika menurut Anda salah satu anak di kelas Anda mengalami perceraian, apa yang dapat Anda lakukan? 1. Jika Anda tahu salah satu atau kedua orang tua benar-benar merasa nyaman atas keterlibatan dan perhatian Anda, lakukanlah dengan sangat hati-hati dan banyak-banyaklah berdoa. Jelaskan kepada orang tua itu tentang perhatian Anda terhadap perilaku anak di dalam kelas. Biarkan orang tua bercerita semau mereka. Jangan menyelidik. 2. Jika Anda mendapati bahwa anak ini benar-benar mengalami perceraian, pekalah terhadap kebutuhannya dan masalah-masalah perilakunya di dalam kelas. Anak-anak korban perceraian membutuhkan kasih dan perlu mendapatkan keyakinan dari orang dewasa dalam kehidupan mereka. Sedikit pelukan, kata-kata hiburan, dan sedikit tambahan perhatian dapat menimbulkan hal-hal yang luar biasa. 3. Carilah kelompok pendukung untuk keluarga yang bercerai dari gereja Anda atau gereja lain maupun dari komunitas yang ada. Jika kesempatan itu muncul, bersiap-siaplah untuk menawarkan informasi ini. Anda tidak dapat berharap akan bisa menyelesaikan semua masalah dan menyembuhkan luka anak-anak yang ada di kelas Anda, namun Anda dapat peka terhadap masalah dan luka itu. Kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa perceraian bukanlah masalah yang terbatas pada dunia sekuler saja, namun juga terjadi di gereja. Anda dapat mendoakan anak-anak ini dan keluarganya, meminta Tuhan untuk menunjukkan kepada Anda apa yang dapat Anda lakukan untuk anak-anak korban perceraian ini. [Kathi Mills adalah seorang pengarang dan editor yang tinggal di Santa Paula, California bersama dengan suaminya, Larry, dan anak bungsunya, Chris.] (t/ratri) Bahan diterjemahkan dari sumber: Judul buku : Sunday School Smart Pages Judul artikel: Divorce Happens to Children Too Editor : Wes dan Sheryl Haystead Penerbit : Gospel Light, Ventura, California, USA 1992 Halaman : 167 -=- TIPS -=- PERCERAIAN ORANG TUA ==================== Banyak anak korban perceraian yang menyalahkan diri mereka sendiri atas konflik yang terjadi. Mereka percaya jika mereka berperilaku lebih baik, perceraian itu tidak akan terjadi. Anak-anak harus diingatkan berulang-ulang bahwa perceraian itu merupakan perpisahan orang tua dan bukan antara orang tua dan anak. Karena beberapa perceraian melibatkan orang tua yang kasar, pernyataan bahwa betapa ayah dan ibu masih mencintai anak-anak mereka tidak selalu tepat. Jadi, sudah seharusnya guru bersikap seperi berikut ini. 1. Memaklumi jika anak menangis dan bersedih. 2. Memahami luapan kemarahan dan kesedihan anak. 3. Bersedia mendengarkan. 4. Tetap memerhatikan, tanpa mengatakan yang tidak semestinya tentang situasi di rumah. Pada saat seperti ini anak akan mengalami "shock", ketidakpercayaan, kesedihan, dan kesepian; khawatir tentang dunianya yang berubah; dan akan malu karena merasa berbeda dari teman-teman sekelasnya. Anak- anak ini akan menunjukkan kemarahan dan mungkin bingung untuk setia kepada ayah atau ibunya. Pada saat seperti ini, guru harus benar- benar mengawasi, memerhatikan tingkah laku anak, dan mengamati apakah anak mengalami depresi atau menarik diri dari teman-temannya. Suasana hati yang benar-benar berubah termasuk perubahan tingkah laku yang radikal bisa menunjukkan perlunya penanganan secara profesional. Staf pastoral gereja mungkin dapat menawarkan bantuan konseling atau memberikan referensi sumber-sumber lain. Guru yang ingin membangun hubungan yang bermanfaat dengan anak dari keluarga yang retak harus bijaksana untuk mengingat beberapa hal berikut. 1. Jangan mencoba untuk mengisi peran orang tua yang tidak ada. 2. Waspadalah karena orang tua yang baru saja bercerai mudah mendapat kritikan dan mudah goyah. 3. Waspadalah pada orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak setelah memperjuangkannya. 4. Sarankan untuk mengikuti konseling pada konselor profesional. Beberapa tahun yang lalu perceraian adalah hal yang jarang terjadi karena perpisahan memberikan kesan yang buruk bahwa keluarga yang pecah itu akan tersingkir dari "masyarakat yang terhormat". Sekarang ini, sulit untuk menemui sebuah keluarga besar yang tidak terdapat barang satu perceraian di dalamnya. Karena perceraian sudah menjadi hal yang umum, kita menjadi tidak peka terhadap akibat-akibatnya, khususnya terhadap anak. Dunia anak korban perceraian berubah selamanya; dalam sekejap saja anak bisa kehilangan orang tua, kakek, nenek, bibi, paman, dan saudara-saudara sepupu. Dia mungkin menjauhi teman-temannya, gereja, sekolah, dan rumah. Hanya sedikit pengalaman dalam hidup yang berdampak sangat luar biasa seperti perceraian orang tuanya. Dahulu gereja mungkin tidak memedulikan anak yang seperti ini, namun kini gereja harus membuka tangannya lebar-lebar untuk merangkul anak-anak yang menderita karena pengalaman ini.(t/ratri) Bahan diterjemahkan dari sumber: Judul buku : The Complete Handbook for Children`s Ministry Judul artikel: Parent in Divorce Penulis : Dr. Robert J. Choun dan Dr. Michael S. Lawson Penerbit : Thomas Nelson Publishers, Nashville, USA 1993 Halaman : 146 - 147 -=- BAHAN MENGAJAR -=- PERCERAIAN: TERKOYAK ==================== REFLEKSI UNTUK ORANG TUA/GURU Kata lain dari perceraian adalah pemutusan atau pemotongan, seperti pada kata amputasi. Maknanya tidak jauh berbeda. Selalu ada rasa sakit, yang semakin sakit bila sebuah keluarga (saya memakai istilah ini secara luas) mengalami perpecahan. Entah perpecahan itu terjadi dalam pernikahan, hubungan orang tua dan anak, gereja, masyarakat, atau negara, dinamikanya hampir selalu sama. Saat sebuah hubungan dibangun dengan sungguh-sungguh, dengan saling memberi dan menerima janji serta kepercayaan, tiba-tiba terjadilah pengkhianatan atau kekecewaan, kebisuan, kesalahpahaman, kecurigaan, dan impian yang hancur yang menggoncangkan fondasi dan merobohkan dinding. Yesus berbicara sangat keras mengenai perceraian karena Dia tahu akibatnya. Dia datang untuk mendamaikan dua pihak yang terlibat dalam perceraian terbesar. Ketika manusia memutuskan untuk keluar dari keluarga Allah dengan berbuat dosa, bagian dari diri Allah yang tersayat dan luka terbuka itu terlihat pada tangan dan kaki Kristus. Kita tidak dipanggil untuk menghakimi orang lain, namun sebagai orang Kristen kita dipanggil untuk mengasihi orang lain dengan anugerah dan belas kasihan seperti yang kita terima dari Allah. Mungkin kita tidak selalu dapat menjawab pertanyaan dari mereka yang terluka, namun kita dapat berusaha agar hadirat Tuhan yang memulihkan nyata dalam perbuatan dan perkataan kita. REFLEKSI UNTUK SELURUH ANGGOTA KELUARGA/KELAS GSM Tak seorang pun berencana untuk mengakhiri pernikahan mereka dengan perceraian. Pada kenyataannya, orang tidak menghendaki hal ini terjadi. Tentu saja anak-anak menjadi takut dan bingung ketika orang tua mereka memutuskan untuk bercerai. Terkadang anak-anak mengira merekalah yang bersalah sebab mereka sering membuat gaduh, tidak merapikan rumah, atau lupa membuang sampah. Tetapi itu semua tidak benar. Orang tua memutuskan untuk bercerai karena diri mereka sendiri. Memang menyedihkan, tetapi sama sekali bukan karena anak- anak! Allah tahu persis bagaimana rasanya mengalami perceraian. Ketika Allah menciptakan manusia, Dia ingin kita hidup bersama dengan-Nya, saling mengasihi dan selalu bahagia, tetapi bukan demikian yang terjadi. Namun, Allah tidak pernah menyerah begitu saja. Dia bahkan mengirim Anak-Nya sendiri, Yesus, untuk membawa kita kembali pada- Nya. Hari 1: Adam dan Hawa Mengkhianati Kepercayaan Allah (Kejadian 3:8-24) a. Mengapa Allah menyuruh laki-laki dan perempuan itu meninggalkan Taman Eden dan segala cara hidup mereka? b. Sebutkan tiga peraturan terpenting dalam keluargamu. Apa yang akan terjadi jika kamu melanggar peraturan-peraturan itu? Hari 2: Ketidaktaatan Ratu Wasti (Ester 1:10-22) a. Apa yang dikhawatirkan raja mengenai apa yang dipikirkan orang ketika Ratu menolak untuk datang? b. Pada perikop ini kita hanya diberi satu sisi dari kisah tersebut. Bicarakanlah apa yang terjadi ketika ada kesalahpahaman dalam keluarga Anda. Mintalah tiap-tiap anggota keluarga membagikan apa yang mereka ingat dan bagaimana persoalan itu dapat diatasi. Hari 3: Setialah (Maleakhi 2:10-16) a. Sebutkan dua hal yang dibenci Tuhan! b. Allah menginginkan kita setia dalam segala hal yang kita lakukan. Ceritakanlah tentang seorang sahabatmu dan bagaimana kamu menyatakan kesetiaanmu padanya. Hari 4: Ajaran tentang Perceraian (Markus 10:1-9) a. Bagaimana Yesus menjelaskan bahwa Musa mengizinkan perceraian? b. Pada siapakah kamu merasa paling dekat? Apa yang membuatmu merasa dekat? Hari 5: Seorang Perempuan Kedapatan Berbuat Zinah (Yohanes 8:1-11) Perzinahan dan pelanggaran susila merupakan perkecualian terhadap perceraian yang Yesus nyatakan. Hal ini membuat tindakan Yesus tampak semakin menarik perhatian. Lihat Matius 19:9! a. Apa yang akan terjadi pada perempuan itu seandainya Yesus tidak ada di sana? b. Kita semua pernah melakukan hal-hal yang memalukan. Yesus mengasihi kita dan Dia selalu menyertai kita apa pun yang sedang kita hadapi. Berdoalah bersama supaya Allah membantu kita untuk terus melangkah tanpa rasa malu dan bersalah. Berdoalah juga agar Allah membantumu untuk tidak melakukan hal-hal yang membuatmu malu. Hari 6: Kekudusan Pernikahan (1 Korintus 7:10-17) a. Bagaimana Paulus mendorong jemaat Korintus untuk menjalani kehidupan mereka? b. Kita didorong untuk hidup seperti apa yang telah Allah tetapkan bagi kita. Bagikanlah pemikiran-pemikiranmu mengenai kehidupan seperti yang apa telah Allah tetapkan bagimu dan bagaimana kamu menjalaninya. Bahan diedit dari sumber: Judul buku : Belajar Bersama Penulis : Janise Y. Cook Penerbit : Yayasan Gloria, Yogyakarta 1999 Halaman : 67 - 69 -=- WARNET PENA -=- TAMAN BERMAIN ANAK-ANAK ======================= http://www.unikids.co.id Situs ini adalah salah satu situs tempat bermain maya anak-anak Indonesia. Kehadiran situs ini patut disambut dengan gembira karena selama ini anak-anak harus puas dengan situs berbahasa asing. Selain menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya, situs ini juga dapat memenuhi harapan anak-anak memiliki cara pandang tersendiri tentang dunia anak. Dengan teknologi "shockwave multimedia", situs ini berusaha menghadirkan interaktivitas bagi anak-anak. Situs ini tidak hanya dapat dipakai sebagai tempat bermain dan bersenang- senang melainkan dapat dipakai sebagai wahana hiburan dan belajar. Anak-anak akan menemukan petualangan menarik di situs ini, seperti kisah Webby Si Penjelajah dan Koko Kuya Momon. Untuk bergembira bersama dengan anak-anak Anda, silakan berkunjung ke situs web taman bermain anak-anak ini. [Sumber: ICW edisi 44/1999 Arsip : http://www.sabda.org/publikasi/icw/044/] -=- MUTIARA GURU -=- "Saya yakin Tuhan melarang perceraian karena Tuhan tahu dampak dari perceraian itu terlalu pahit, baik bagi yang melakukannya, korbannya, pasangannya atau anak-anaknya." - Kutipan Paul Gunadi dari gurunya - ---------------------------------------------------------------------- Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbet Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2006 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ====================================================================== Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan : <subscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org> Alamat Berhenti : <unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org> Arsip e-BinaAnak : http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/ ------------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------------
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |