Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/275 |
|
e-BinaAnak edisi 275 (17-4-2006)
|
|
><> Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak <>< ================================================== Daftar Isi: 275/April/2006 ---------- ^o^ SALAM DARI REDAKSI ^o^ ARTIKEL : Mengapa Harus Salib? ^o^ BAHAN MENGAJAR (1): Naskah Drama: Memilih Salib ^o^ BAHAN MENGAJAR (2): Yesus Disalibkan dan Mati ^o^ WARNET PENA : Jesus And Kidz.Com ^o^ MUTIARA GURU ^o^----------------------------------------------------------------^o^ Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi: <staf-BinaAnak(at)sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak(at)xc.org> ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ^o^ SALAM DARI REDAKSI Salam kasih, Apa yang dapat Anda ceritakan kepada anak-anak yang Anda layani tentang salib Kristus? Mari kita mengevaluasi, mungkin saja selama ini kita hanya menyinggung salib Kristus itu sebagai sebatang kayu yang harus dipikul Tuhan Yesus melewati jalan menuju Bukit Tengkorak atau kayu di mana tangan dan kaki Yesus dipakukan sampai Dia menghembuskan nafas yang terakhir di dunia ini. Makna salib lebih dari itu! Salib merupakan lambang kepedulian Allah kepada umat manusia yang penuh dosa ini. Dalam edisi kali ini kita akan bersama-sama belajar makna rohani lambang salib melalui Artikel dan juga Bahan Mengajar berupa naskah drama dan cerita. Kiranya melalui sajian-sajian tersebut Anda dan murid-murid Anda dapat semakin mengerti arti penderitaan dan pengorbanan Kristus yang telah dilakukan-Nya bagi kita. Selamat mengajar! Redaksi e-BinaAnak, (Davida) "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1Petrus 2:24) < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=1Petrus+2:24 > ^o^ ARTIKEL -------------------------------------------------------^o^ ^ MENGAPA HARUS SALIB? ^ ==================== Pada minggu sengsara menjelang Paskah, kita memperingati dan sekaligus diperingatkan bahwa Allahlah yang telah memilih jalan penderitaan yaitu jalan salib, untuk menyelamatkan dunia umat manusia termasuk Anda dan saya. Ini bukan karena Dia harus begitu, tetapi karena Dia ingin begitu. Aneh bin ajaib. Sebab jalan salib sesungguhnya bertolak belakang dengan nalar yang normal dan wajar. Menurut jalan yang wajar, manusialah yang seharusnya membawa korban kepada Allah. Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru sebaliknya. Allah membawa korban bagi manusia. Menurut nalar yang wajar, orang lainlah yang dikorbankan untuk kepentingan diri sendiri. Ingat tragedi Mei 1998? Ingat Ambon? Dan banyak lagi. Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru sebaliknya: Allah mengorbankan Diri-Nya sendiri, demi keselamatan pihak lain, Anda dan saya. Menurut nalar yang wajar, orang akan memilih jalan pintas yang singkat dan mudah daripada jalan yang panjang dan sulit. Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru sebaliknya: Allah memilih jalan yang sulit dan cawan berisi minuman yang pahit. Menurut nalar yang wajar, survival atau bertahan hidup adalah segala-galanya. Kata pepatah, semut pun akan melawan bila terinjak. Namun, yang terjadi pada peristiwa salib justru sebaliknya, di dalam kebebasan dan kedaulatan-Nya, Allah memilih kematian. Mengapa harus salib? Padahal Allah dengan mudah dapat memilih jalan lain. Yang lebih enak. Yang lebih gampang. Tentu tidak mungkin kita dapat menyelami sedalam-dalamnya "logika" Allah. Dia sendiri telah memperingatkan, "Jalan-Ku bukanlah jalanmu, dan pemikiran-Ku bukanlah pemikiranmu." Jangan coba-coba berspekulasi. Namun, paling sedikit kita dapat mengatakan, dengan memilih jalan salib itu Dia mau memberikan contoh dan teladan untuk kita panuti. Dia mau memberi kita pelajaran yang amat berharga untuk kita ikuti. Pelajaran yang pertama adalah, bahwa kasih itu mahal. Tak pernah mudah. Tak pernah murah. Di satu pihak, dalam kepercayaan kristiani, tidak ada nilai yang lebih diagungkan daripada kasih. Namun, di lain pihak, di dalam praktik kristiani, tidak ada nilai yang telah mengalami inflasi yang begitu hebat selain kasih. Di mana-mana, kasih telah menjadi verbal. Di mana-mana, kasih telah menjadi vulgar. Ia telah menjadi barang murahan. Menurut pengamatan saya, penyebab utamanya adalah karena kasih telah menjadi tuntutan kepada orang lain, dan bukan pertama-tama menjadi tuntutan kepada diri sendiri. Ketika kepentingan diri sendiri dirugikan, orang pun dengan segera berteriak: mana kasih itu? Namun, ketika ia merugikan kepentingan orang lain, adakah ia menuntut kepada diri sendiri: mana kasih itu? Jalan salib adalah ketika Allah menuntut diri-Nya sendiri. Kalian menolak Aku, kalian membenci Aku, kalian melanggar perintah- perintah-Ku, tetapi Aku mengasihimu. Bukan kalian yang mengasihi Aku, tetapi Aku yang mengasihi kalian. Kasih yang sejati tidak mengatakan "apabila". Kasih yang sejati mengatakan "meskipun". Allah tidak mengatakan, Aku mengasihi kamu "apabila" kamu begini atau begitu. Yang Dia katakan adalah, Aku mengasihi kamu "meskipun" kamu begini atau begitu. Kasih yang sejati tidak menuntut, kecuali kepada diri sendiri. Ia diuji, justru ketika kita berhadapan dengan orang yang "tidak layak" kita kasihi. Bukan "apabila", tetapi "meskipun". Oleh karena itu, kasih itu tak pernah mudah. Ia tak pernah murah. Allah menempuh jalan salib, sebab Allah bersedia membayar mahal untuk kasih-Nya kepada manusia. Pelajaran kedua dari peristiwa salib adalah, tidak ada kemenangan yang lebih sempurna daripada kemenangan atas diri sendiri. Itulah yang terjadi di Bukit Golgota, Allah mengalahkan Diri-Nya sendiri! Yesus tidak disalibkan. Dia menyalibkan Diri-Nya sendiri. Mengalahkan lawan-lawan yang hebat adalah keperkasaan. Akan tetapi, mengalahkan diri sendiri adalah keperkasaan yang jauh lebih hebat. Bukankah di sini letak kegagalan kita menilai kebesaran seseorang? Kebesaran seseorang sering kita nilai dari keberhasilannya mengatasi lawan-lawan yang tangguh. Ini tidak salah, tapi tidak cukup. Ada begitu banyak "orang besar" di dunia ini yang menjadi besar karena berhasil menundukkan lawan-lawan yang tangguh. Akan tetapi, kemudian jatuh karena gagal menundukkan dirinya sendiri. Kepentingan-kepentingannya sendiri. Kepentingan-kepentingan golongannya sendiri. Kepentingan-kepentingan keluarganya sendiri. Egonya sendiri. Ada begitu banyak "orang besar" di dunia ini yang naik takhta dengan perkasa, tetapi turun dengan amat tragisnya. Bukan terutama karena ia dikalahkan oleh orang lain, namun sering hanya karena ia gagal mengalahkan egonya sendiri. Di atas salib, Yesus berhasil mengalahkan kuasa Iblis. Namun, bukan ini yang paling utama. Kapan saja dan dengan cara apa saja, Iblis sebenarnya dapat dikalahkan dengan mudah. Kemenangan salib menjadi kemenangan yang sempurna, justru karena di sana Allah mengalahkan diri-Nya sendiri. Yaitu, dengan memilih jalan salib. Bukan jalan lain yang lebih mudah. Bukan mempertahankan takhta, tetapi seperti dikatakan Paulus, justru dengan "mengosongkan diri". Bahan diedit dari sumber: Judul Buku: Mengapa Harus Salib? Penulis : Eka Darmaputera Penerbit : Gloria Graffa, Yogyakarta, 2004 Halaman : 54 - 58 ^o^ BAHAN MENGAJAR (1) --------------------------------------------^o^ ^ NASKAH DRAMA: MEMILIH SALIB ^ =========================== (Drama Paskah Satu Babak) PEMAIN 1. Seseorang (Penjual Salib) 2. Pria 3. Pemuda 4. Manajer 5. Si Kaya NASKAH Panggung dalam keadaan kosong, tanpa dekor apa pun. Terdengar suara hiruk-pikuk seperti di jalan ramai. Seorang lelaki setengah baya muncul dari kanan panggung sambil membawa sebuah tas perjalanan dan beberapa buah salib dengan berbagai ukuran, besar sekali, besar, sedang, dan kecil. Seseorang: ---------- "Aaaah ... lelah sekali rasanya, setelah menempuh perjalanan yang jauh. Saudara-saudara, bolehkah saya numpang beristirahat sejenak di sini? Saya berasal dari negeri yang jauh, sepanjang perjalanan, saya telah menawarkan salib. Banyak orang telah mengambilnya, dari ukuran yang besar sampai yang kecil dengan berbagai alasan. Tentu saja yang kecil yang paling laris, saya tidak tahu mengapa begitu. Dan anehnya, yang paling besar ini, sampai sekarang belum ada peminatnya. Barangkali di antara Saudara ada yang berminat? Ayo, salib, salib. Siapa yang mau, silakan datang dan pilih sendiri. Ayo, tidak usah bayar alias gratis! Nah, itu ada seseorang sedang menuju ke mari, coba saya tawarkan dia. Selamat pagi, Pak. Maukah Bapak mampir sejenak untuk memilih sebuah salib?" Pria: ----- "Maaf. Saya sedang terburu-buru, saya tidak mempunyai cukup waktu untuk urusan seperti ini, lain kali saja. Ngemis kok di sembarang tempat, huh!" [Sambil beranjak pergi.] Seseorang: ---------- "Sungguh kasihan. Ia tidak tahu, betapa pentingnya salib bagi hidupnya. Apakah tidak ada seseorang yang pernah memberitahukannya?" Pemuda: ------- "Permisi! Bolehkah saya meminta sebuah salib, Pak?" Seseorang: ---------- "Oh, tentu saja, tentu saja boleh!" [Kepada Penonton] "Ini baru kejutan! Belum ditawari, sudah meminta!" "Ayo, silakan Dik, pilih mana yang kau suka! Gratis, lho ..." Pemuda: ------- "Gratis?" [Seseorang menganggukkan kepalanya, Pemuda memilih-milih salib, lalu mengambil salib terbesar kedua.] "Ah, kukira yang ini cocok untukku!" Seseorang: ---------- "Mengapa begitu?" Pemuda: ------- "Pertama-tama, tentu saja karena gratis, maka kupilih yang cukup besar. Kedua, aku masih muda, masih mampu memikul salib yang besar. Lagipula, sangat membanggakan rasanya, di mana-mana orang dapat melihat salib yang kubawa. Yah, aku pilih yang ini saja!" Seseorang: ---------- "Tunggu dulu! Kalau begitu, mengapa tidak kaupilih yang paling besar saja?" Pemuda: ------- "Waaah .... Kalau yang itu terlalu berat untukku. Lagipula, kayunya kasar dan tampak buruk lagi! Ah, sudahlah, aku pilih yang ini saja. Boleh kan?" Seseorang: ---------- "Oh, boleh, boleh ... Sangaaat ... boleh! Silakan kau ambil yang itu saja!" Pemuda: ------- "Terima kasih!" [Berlalu sambil membawa salibnya.] Seseorang: ---------- "Haaaahh ..." [Menarik napas panjang.] "Di mana-mana anak muda selalu sama, semangat tinggi, ingin selalu menonjol, tapi ... takut, kalau diberi tanggung jawab yang lebih besar. Haaaaahhh ..." Manajer: -------- [Masuk dari kiri panggung, berdasi, membawa tas kantor, seorang eksekutif muda] "Lho, kok pagi-pagi sudah mengeluh panjang pendek, ada apa ini?" Seseorang: ---------- "Oh, tidak, tidak, saya sedang latihan ilmu pernapasan! Apakah Saudara juga berminat dengan salib-salib ini?" Manajer: -------- "Salib? Wah, kebetulan sekali. Saya memang sedang mencari-cari salib yang cocok untuk saya." Seseorang: ---------- "Maksud Saudara?" Manajer: -------- "Begini! Sebagai seseorang yang sedang memperoleh karir yang baik, saya membutuhkan sebuah salib yang cocok yang dapat mewakili keberadaan saya." Seseorang: ---------- [Menunjuk pada salib yang paling besar.] "Kalau begitu, salib yang besar itu pasti cocok untuk menjadi simbol kehebatan Saudara! Bukankah begitu?" Manajer: -------- "Oh, bukan, bukan itu maksud saya!" Seseorang: ---------- "Lalu, bagaimana maksud Saudara yang sebenarnya? Coba katakan!" Manajer: -------- "Bukan maksud saya untuk memilih sebuah salib besar yang dapat melambangkan kehebatan saya! Bukan, sama sekali, bukan!" Seseorang: ---------- "Lantas, bagaimana?" Manajer: -------- "Justru, sebaliknya. Saya menginginkan sebuah salib yang fleksibel. Yang mudah diajak menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi saya. Jadi, sebuah salib yang sedang besarnya dan cantik penampilannya." Seseorang: ---------- "Yang sedang besarnya, banyak, yang cantik penampilannya, banyak, yang bisa dua-duanya yah cuma ini!" [Menunjuk salib yang sedang.] Manajer: -------- [Mengambil dengan antusias.] "Ini yang gue cari ...!" Seseorang: ---------- "Huss! Seperti iklan saja!" Manajer: -------- "Oh iya, lupa! Oke, saya ambil salib yang ini saja! Cantik penampilannya, besarnya pun sedang. Mudah terlihat pada saat diperlukan, sesuai dengan jabatan dan kedudukan saya, mudah pula disembunyikan bilamana membahayakan karir saya. [Membuka tas dan memasukkan salib.] Seseorang: ---------- "Oooh ... begitu ...." [Mengangguk-anggukkan kepala] "Pintar sekali Saudara ini!" Manajer: -------- "Yaah ... bukankah Tuhan mengatakan bahwa kita harus cerdik seperti ular, ya itulah yang kulakukan!" Seseorang: ---------- "Oooh ...." [Sambil terus mengangguk-anggukkan kepala.] Manager: -------- "Oke, terima kasih, Pak untuk salibnya ini. Permisi." Seseorang: ---------- [Seperti tersentak dari lamunan.] "O, ya ... ya ... ya ... silakan, silakan." [Manajer berlalu.] Seseorang: ---------- [Menggumam sendiri.] "Cerdik ... se ... per ... ti ... u ... lar, cerdik seperti ular, cerdik sep ... [Membuka-buka kitab yang dibawanya.] Ah, ini dia ... cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Hei, hei, hei ...! Merpatinya ma ... na ...!" Si Kaya: -------- [Berdasi, memakai setelan jas, dan segala atribut yang menunjukkan kekayaannya, masuk langsung menghampiri Seseorang.] "Saya dengar Saudara mempunyai koleksi berbagai macam salib." Seseorang: ---------- "Betul, Pak ... betul!" [Dengan sikap hormat.] Si Kaya: -------- "Tolong carikan sebuah yang pas untuk saya. Berapa pun akan saya bayar." [Mengeluarkan seikat uang kertas.] Seseorang: ---------- "Tidak, tidak perlu! Bapak tidak perlu membayar sepeser pun. Salib ini diberikan dengan cuma-cuma, asal saja Bapak mau memilikinya!" Si Kaya: -------- "Kalau begitu, ambil saja uang itu untukmu. Terserah mau kamu apakan!" Seseorang: ---------- "Terima kasih, Pak, terima kasih. Bapak seorang yang sangat dermawan. Nanti uangnya akan saya berikan kepada mereka yang membutuhkannya. Sekali lagi terima kasih, Pak!" Si Kaya: -------- "Tidak apa-apa. Ayo, mana salibnya?" Seseorang: ---------- "Saya kira ... [Memandang sejenak ke Si Kaya, lalu ke arah salib, beberapa kali.] Ah, yang ini ... [Mengambil salib paling besar.] Sangat cocok untuk Bapak!" Si Kaya: -------- "Apa?! [Terkejut.] Sebesar dan seburuk itu? Tidak, tidak, jangan paksa aku untuk memikul salib sebesar dan seburuk itu! Aku tidak akan sanggup!" Seseorang: ---------- "Silakan bapak pilih sendiri, salib yang bapak suka." Si Kaya: -------- [Melihat-lihat dan menimbang-nimbang salib yang ada.] "Nah, yang ini saja!" [Mengambil salib yang paling kecil dengan gembira.] Seseorang: ---------- "Sekecil itu?" Si Kaya: -------- "Yah, aku kira yang ini paling cocok untukku, kecil dan praktis. Untuk seorang businessman seperti aku yang selalu sibuk, tidak akan cukup waktuku jika harus memilih salib yang besar-besar." Seseorang: ---------- "O,ya? Begitukah?" Si Kaya: -------- "Ya, salib yang besar kan cocoknya untuk mereka yang masih muda dan punya banyak waktu. Kalau bagiku, hanya bikin repot saja. Enak yang seperti ini (Memperlihatkan salib yang kecil) "Cilik yo ...!" Ah, maaf saya tidak punya lebih banyak waktu lagi, saya harus segera berangkat ke luar negeri. Sampai jumpa. [Keluar.] Seseorang: ---------- "Benarkan Saudara-saudara. Seperti yang saya katakan pada awal saya baru tiba tadi. Ternyata di sini pun tidak ada yang berminat dengan salib yang besar dan buruk itu. Lalu ke mana lagi saya harus menawarkannya? Saya sudah lelah, terus memikulnya kian kemari. Haruskah saya terus memikulnya sendirian? Atau begini saja, salib ini saya titipkan saja di sini, barangkali saja suatu hari nanti ada yang berminat. Atau, barangkali di antara saudara-saudara ada yang ingin memikulnya? Maaf, saya harus berangkat lagi. Terima kasih, telah memperbolehkan saya beristirahat sejenak di sini. Permisi! Sampai jumpa! Seseorang berjalan keluar diiringi musik yang meriah. Disusul suara hiruk-pikuk seperti di jalan raya. Selesai!" - Salib Kristus adalah sebuah beban, sama seperti jangkar pada perahu atau sepasang sayap pada burung. - Samuel Rutherford - - Tidak ada penerima mahkota di sorga yang bukan seorang pemikul salib di dunia. - Charles Haddon Spurgeon - - Pelayanan tanpa pengorbanan tidak akan menghasilkan apa-apa. - John Henry Jowett - Bahan diambil dari sumber: Nama Situs: YungDarius Alamat URL: http://www.yungdarius.com/ Penulis : Yung Darius ^o^ BAHAN MENGAJAR (2) --------------------------------------------^o^ ^ YESUS DISALIBKAN DAN MATI ^ ========================= Bacaan Alkitab: --------------- Yohanes 19:1-27 Tujuan: ------- Anak dapat: - menyebutkan nama tempat Yesus disalibkan; - menyebutkan tulisan yang ada di atas kayu salib Yesus; - menceritakan kembali dengan bahasa mereka peristiwa penyaliban Yesus; - menjelaskan arti kematian Yesus bagi mereka; dan - menjelaskan hal yang akan mereka lakukan bagi Yesus yang, mati baginya. Materi Pelajaran: ----------------- RENUNGAN UNTUK GURU Salib sebagai lambang kematian yang memalukan ternyata dipakai Allah menjadi sarana bagi maksud penyelamatan-Nya atas manusia. Peristiwa penyaliban Tuhan Yesus melambangkan betapa Allah telah ikut bersama dengan manusia di dunia ini, mengalami penderitaan yang paling berat. Salib telah membuktikan pula bahwa Allah tidak membiarkan manusia sendiri menanggung penderitaan akibat dosanya. Salib menjadi lambang "kepedulian" Allah terhadap manusia. Tindakan kepedulian Allah yang sudah menjadi konkret dalam kematian Tuhan Yesus seharusnya melandasi tindakan kita selaku pengikut Kristus. Itu sebabnya kita dituntut pula untuk "peduli" terhadap dunia di sekitar kita, terhadap orang lain yang membutuhkan pertolongan kita. Mestinya selaku pengikut Kristus kita dapat mencerminkan kepedulian Allah yang sudah kita rasakan itu ke dalam bentuk-bentuk yang konkret. Kita harusnya peka terhadap penderitaan orang lain, bahkan kita seharusnya mampu mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan. Dengan demikian dunia boleh semakin merasakan kehadiran Allah yang telah dinyatakan dalam diri Tuhan Yesus. CERITA UNTUK ANAK Di sebuah kota di Jawa Tengah, tepatnya kota Rembang, tinggallah seorang pelukis. Memang dia bukan seorang pelukis terkenal, tetapi orang di kota itu mengenal dia sebagai pelukis terbaik. Nama pelukis itu, Pak Sarwono. Pak Sarwono hidup berdua saja dengan anaknya, Ito. Istrinya sudah lama meninggal dunia. Untuk biaya hidupnya sehari-hari bersama anaknya, Pak Sarwono banyak melukis. Setelah jadi, lukisan itu dijual. Uangnya dipakai untuk membeli keperluan hidup mereka. Hari itu seperti biasanya tangan Pak Sarwono memegang kuas dan melukis sesuatu. Sebentar-sebentar terdengar Pak Sarwono menarik nafas panjang. Sepertinya ia sedang mengalami kesulitan. Lalu ia terdiam sebentar dan meletakkan kuas yang penuh dengan warna cat itu di atas meja. Sambil merenung, mata Pak Sarwono memandang ke luar rumah. Tak lama kemudian terdengar lagi suara tarikan nafas panjangnya. "Mmmmhhh ... ke mana saja anakku si Ito ini, ya?" tanyanya dalam hati. Memang, sejak siang tadi Ito belum juga pulang ke rumah. Entah ke mana dia pergi. Ito tak pernah pamit pada ayahnya bila hendak pergi. Selesai melamun begitu, Pak Sarwono hendak mulai bekerja lagi. Diperhatikannya lukisan yang hampir selesai itu. Belum pernah selama hidupnya ia menemukan kesulitan melukis seperti saat ini. Berkali- kali digambarnya tetesan darah itu, namun berkali-kali pula dihapusnya kembali. "Mengapa aku tak dapat menggambar dengan baik, butir-butir darah, yang mengalir dari kepala Tuhan Yesus yang bermahkota duri ini?" keluh Pak Sarwono sambil menghapus gambar tetesan darah itu. Belum selesai Pak Sarwono menyeka, tiba-tiba ... brakkkk!! Pintu rumahnya dibuka dengan keras dan kasar. Pak Sarwono terkejut sekali, tapi kemudian ia diam saja karena yang membuka pintu itu ternyata si Ito, anaknya sendiri. Pak Sarwono hanya memperhatikan tingkah anaknya. "Pak, aku minta uang!" kata Ito. "Dari mana saja kamu, To? Sudah makan atau belum?" tanya pak Sarwono. "Aku minta uang, Pak!" teriak Ito. "Lho, kan baru tadi pagi Bapak memberimu uang? Untuk apa lagi sekarang kamu minta uang?" tanya Pak Sarwono. "Untuk mentraktir teman-temanku. Aku malu, setiap kali aku dibelikan jajan oleh teman-temanku. Sedangkan aku, belum pernah aku membelikan jajan untuk mereka." "Keadaan kita memang tak mungkin membelikan jajan buat mereka, To," kata Pak Sarwono. "Kita bisa makan teratur saja setiap hari sudah bersyukur. Makanya kalau berteman jangan dengan anak-anak orang kaya yang suka jajan, boros." "Ah, Bapak nggak ngerti sih. Aku malu, Pak .... Pokoknya sekarang aku minta uang!" "Bapak sekarang tidak punya uang, To." "Nggak mau tahu, pokoknya aku minta uang .... Sekarang!!!" desak Ito. Sambil memandangi lukisannya yang belum selesai itu Pak Sarwono diam saja mendengar rengekan si Ito. Ia tidak tahu lagi bagaimana caranya memberi pengertian pada si Ito. Sebaliknya, Ito menjadi marah melihat ayahnya cuma diam saja. Ia lalu melempar dan membuang apa saja yang ada di dekatnya. Sampai akhirnya ..., sebuah kaleng cat terlempar ke arah ayahnya dan mengenai kepalanya. "Aduh!" teriak Pak Sarwono kesakitan. Kepala Pak Sarwono bercucuran darah. Lukisan yang belum selesai dibuat itu terkena percikan darah Pak Sarwono. "Oh, lihat lukisanku ... oh, betapa indahnya percikan darahku yang menghiasi lukisan itu ...," erang Pak Sarwono. Sesudah itu Pak Sarwono jatuh. Bukan main terkejutnya Ito melihat keadaan ayahnya. Ia lalu berteriak-teriak meminta, pertolongan tetangganya. Dengan tergesa- gesa, orang-orang datang lalu membawa Pak Sarwono ke rumah sakit. Tapi sayang nyawa Pak Sarwono tak dapat ditolong. Ia meninggal dunia. Bagaimana dengan si Ito? Ia terpaksa mendekam di penjara anak-anak nakal. Akibat perbuatannya yang buruk, ayahnya yang begitu mengasihinya meninggal dunia. Hari itu Ito sedang memandangi lukisan ayahnya yang terakhir, gambar kepala Tuhan Yesus bermahkotakan duri dengan diwarnai cucuran darah ayahnya. Luar biasa indahnya lukisan itu. "Lukisan ini tidak akan pernah aku jual. Ia terlalu mahal dan teramat berharga. Gambar dalam Lukisan ini membuat aku teringat saat aku masih suka ke Sekolah Minggu dulu," demikian kata Ito dalam hati. Ya, lukisan itu membuat Ito menyadari kesalahannya dan ia pun menangis meminta ampun kepada Tuhan Yesus. Akhirnya hukuman selesai dijalani Ito. Ia sekarang sudah bisa menikmati hidup bebas di rumah pamannya. Lukisan ayahnya tak lupa dibawanya serta. Lukisan itu telah membawa Ito kembali pada Tuhan, sekaligus juga membuat Ito sadar betapa ayahnya sebenarnya sangat mengasihinya. Tetesan darah ayahnya dan tetesan darah Kristus membawa keselamatan bagi Ito. Aktivitas: ---------- Kemudian guru memperlihatkan gambar kepala Tuhan Yesus yang berdarah atau gambar ketika Yesus disalib. Setelah itu tanyakan pada anak apakah mereka mengetahui cerita di balik gambar itu? Mintalah mereka menceritakannya dengan bahasa mereka sendiri. Terakhir, bacalah kitab Yohanes 19:13 dan 16b-18. Bahan diedit dari sumber: Judul Buku: Pedoman Sekolah Minggu Anak Kecil (Umur 7-9 Tahun), Tahun II, Jilid I Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1994 Halaman : 104 - 110 ^o^ WARNET PENA ---------------------------------------------------^o^ ^ JESUS AND KIDZ.COM ^ ================== http://www.jesusandkidz.com/ Halaman depan situs yang merupakan bagian dari pelayanan Christ Church United Methodist Texas, USA ini sangat sederhana. Isi Situs ini baru akan terlihat di halaman keduanya. Di halaman kedua ini selain melihat empat menu utamanya, Anda juga akan melihat gambar kartun Yesus bersama anak-anak dan mendengar iringan musik. Pilihan empat menu utama ada di bagian kiri halaman kedua. Menu pertama, "Stories" berisi 22 cerita Alkitab bergambar. Menu kedua, "Songs" menampilkan 23 lagu untuk anak-anak SM dan musik yang dapat Anda dengarkan langsung. Sementara itu, menu "Activities" berisi 20 gambar cerita Alkitab yang dapat Anda cetak untuk diwarnai anak-anak serta 10 permainan kata-kata dalam Alkitab. Menu terakhir, "Christ’s Questions" berisi pertanyaan-pertanyaan evaluasi dari cerita Alkitab yang sudah ditampilkan dalam bagian "Stories". Situs ini diperuntukkan untuk anak-anak. Tetapi karena berbahasa Inggris, Anda dapat menjadi alat bagi mereka untuk mengenal isi situs ini. Bahan- bahan di situs ini sangat bagus dan bisa dipakai untuk mengembangkan kreativitas Anda dalam mengajar di Sekolah Minggu. [Kiriman dari: Davida] ^o^ MUTIARA GURU --------------------------------------------------^o^ Salib bukanlah benda asing tanpa makna, tetapi jalan kita untuk datang lebih dekat kepada-Nya. - Pdt. Eka Darmaputera, Ph.D. - ^o^----------------------------------------------------------------^o^ Staf Redaksi: Davida, Ratri, dan Lisbet Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA Didistribusikan melalui sistem network I-KAN Copyright(c) e-BinaAnak 2006 -- YLSA http://www.sabda.org/ylsa/ ~~ http://katalog.sabda.org/ Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ^o^----------------------------------------------------------------^o^ Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`) Alamat berlangganan : < subscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org > Alamat Berhenti : < unsubscribe-i-kan-BinaAnak(at)xc.org > Arsip e-BinaAnak : http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/ Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen: http://www.sabda.org/pepak/ ><> --------- PUBLIKASI ELEKTRONIK UNTUK PEMBINAAN ANAK --------- <><
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |