Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/e-binaanak/134

e-BinaAnak edisi 134 (9-7-2003)

Dewasa dalam Karakter

     ><>  Milis Publikasi Elektronik untuk Para Pembina Anak  <><


Daftar Isi:                                        Edisi 134/Juli/2003
-----------
  o/ SALAM DARI REDAKSI
  o/ ARTIKEL (1)          : Karakteristik Seorang Pendidik
  o/ ARTIKEL (2)          : Konsep Diri Positif
  o/ BAHAN MENGAJAR (1)   : Menolong Seseorang yang Tinggal Sendirian
  o/ BAHAN MENGAJAR (2)   : Kendalikanlah Emosimu
  o/ DARI ANDA UNTUK ANDA : Minta Informasi Kegiatan Sosial Kristen

**********************************************************************
 Korespondensi dan kontribusi bahan dapat dikirimkan ke staf Redaksi:
    <submit-BinaAnak@sabda.org> atau <owner-i-kan-BinaAnak@xc.org>
**********************************************************************
o/ SALAM DARI REDAKSI

  Salam dalam kasih Tuhan Yesus Kristus,

  Seorang pendidik Kristen selain dituntut untuk memiliki kedewasaan
  rohani, dia juga dituntut untuk memiliki kedewasaan karakter.
  Maksudnya adalah memiliki sifat-sifat/watak yang positif sebagai
  seorang pendidik Kristen. Karakter seperti apa yang harus dimiliki
  oleh seorang pendidik? Apakah indikasinya bahwa kita sudah dewasa
  dalam karakter?

  Untuk menjawab pertanyaan ini, secara khusus pada minggu kedua bulan
  Juli ini, kami suguhkan topik yang penting sekali untuk pertumbuhan
  seorang guru, yaitu "Dewasa dalam Karakter". Dua Artikel yang
  berjudul "Karakteristik Seorang Pendidik" dan "Konsep Diri Positif"
  kami harap dapat menjadi masukkan dalam membentuk kedewasaan
  karakter Anda. Jangan lupa seiring dengan kedewasaan karakter yang
  Anda pelajari sebagai murid Kristus, tanamkan pula karakter-karakter
  tersebut dalam diri murid-murid Anda. Ajarkan mereka untuk
  meneladani karakter-karakter positif yang Anda miliki itu supaya
  mereka juga bertumbuh menjadi murid-murid Kristus yang dapat
  dibanggakan. Untuk itu simaklah dua Bahan Mengajar yang berguna
  untuk menanamkan sifat mau menolong dan mengendalikan emosi. Semoga
  seluruh sajian minggu ini menjadi berkat bagi Anda semua.

  Selamat mengajar!

  Tim Redaksi

          "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak
         dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan,
       tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!" (1Korintus 14:20)
         < http://www.sabda.org/sabdaweb/?p=1Korintus+14:20 >


**********************************************************************
o/ ARTIKEL (1)

                    KARAKTERISTIK SEORANG PENDIDIK
                    ==============================

  Jikalau Tuhan memberi kita hak untuk menjadi orang tua atau guru
  dari seseorang, maka kita harus sadar bahwa kita sedang dijadikan
  seorang arsitek jiwa bagi orang lain, kita harus merencanakan
  bagaimana menjadikan mereka menjadi orang-orang yang akan dibentuk.

  Ketika seseorang masih kanak-kanak, ia memiliki kemungkinan yang
  sangat besar untuk kita bentuk. Mereka sangat cepat untuk meniru
  orang lain, khususnya orang-orang yang mereka kagumi. Jikalau
  seorang anak menemukan orang yang ia kagumi, tidak lama kemudian
  semua gerak-geriknya akan sama seperti orang yang dikaguminya itu.

  Pada usia 8 tahun, saya mempunyai seorang guru SM yang sangat baik,
  begitu mencintai Tuhan, dan begitu mengenal anak-anak didiknya. Saya
  sangat mengagumi dia. Ia seorang guru perempuan, padahal saya laki-
  laki. Tanpa sadar saya mulai mengikuti gerak-geriknya. Bahkan,
  ketika guru itu bibirnya sedikit miring, maka bibir saya ikut-ikut
  miring. Kekaguman akan membuat kita ingin meniru atau menjadi
  imitasinya dan mau meneladani dia. Itu sebabnya, saya minta Saudara
  perhatikan kalimat ini: pendidik harus mempunyai satu pribadi yang
  pantas menjadi seorang pendidik. Ini kriteria yang sangat penting.
  Sebagai seorang pendidik kita sedang membangun pribadi seseorang
  menurut pribadinya sendiri. Kalau seorang pendidik memiliki
  kepribadian yang belum beres, atau tidak sesuai dengan kedudukan dan
  kewajiban sebagai pendidik, maka pribadinya yang tidak baik akan
  merusak orang lain, sekalipun ia memiliki teori pendidikan yang
  sangat baik, yang terus-menerus keluar dari mulutnya.

  Jika kita menjadi pendidik, biarlah kita mengingat suatu konsep
  dasar bahwa pendidikan harus dimulai dengan mendidik pribadi.
  Pendidikan bukan penyalur pengetahuan, pendidikan juga bukan
  merupakan salah satu di antara sekian banyak profesi untuk
  menyelesaikan problema nafkah hidup kita sendiri. Pendidikan adalah
  pembentukan karakter, maka pendidik sendiri harus mempunyai karakter
  yang bertanggung jawab. Dasar ini merupakan dasar yang sangat
  penting. Sejarah sebenarnya merupakan ekstensi dari bayang-bayang
  karakter-karakter yang agung, yang muncul di dalam sejarah manusia.
  Sejarah suatu suku, atau suatu bangsa atau dari satu bidang
  akademik, sebenarnya merupakan eksistensi gerak-gerik dari bayang-
  bayang beberapa karakter yang agung. Jika di dalam sejarah tidak ada
  pribadi-pribadi yang begitu agung dan bersifat mempengaruhi, maka
  tidak ada sejarah yang bisa dicatat bagi kita. Tidak ada orang yang
  sekarang mau mempergunjingkan berapa gaji yang diterima oleh
  Socrates ketika hidup, atau kemungkinan banyaknya, dan harganya
  pertambangan yang bisa dijual secara internasional. Orang tidak mau
  terlalu menghiraukan hal itu, tetapi orang akan memikirkan siapa
  orang yang berpribadi agung, yang memberikan kontribusi agung bagi
  zamannya dan bagi zaman yang akan datang.

  Sejarah mempunyai bayang-bayang yang berkesinambungan dari gerak-
  gerik yang dipengaruhi oleh karakter-karakter yang agung. Pada waktu
  kita menelusuri sejarah kembali, maka karakter-karakter agung yang
  pernah muncul dalam sejarah segera masuk ke dalam bayang-bayang
  kita. Ketika kita memikirkan Socrates, atau Beethoven, atau Abraham
  Lincoln, atau yang lain, kita akan langsung melihat sumbangsih
  mereka. Semua ini menunjukkan bahwa sejarah dibentuk oleh pribadi-
  pribadi yang berpengaruh yaitu pribadi-pribadi yang memiliki potensi
  baik dan sekaligus bahayanya, yang bersama-sama bertumbuh dan berada
  di dalam hidup seseorang. Ketika kita memikirkan tentang Jerman,
  kita langsung memikirkan orang-orang yang penting, seperti
  Beethoven, Hegel, Goethe, Schiller, termasuk Hitler. Karakter-
  karakter tertentu akan menjadi simbol dari suatu bangsa, budaya,
  atau suatu sistem akademis tertentu. Maka semua yang kita pikirkan
  akan dipengaruhi oleh beberapa karakter itu. Demikian juga ketika
  kita membicarakan sejarah Kekristenan, selain kita memikirkan
  Kristus, kita juga memikirkan Paulus, Timotius, Agustinus,
  Polycarpus, Luther, Calvin, B.B. Warfield, Billy Graham, dan lain-
  lain. Karakter-karakter Kristen yang telah memberikan sumbangsih
  yang bernilai di dalam sejarah, kita ingat dan kita pelajari,
  sehingga menjadi teladan bagi kita. Itu sebabnya pembentukan
  karakter sangat penting dalam pendidikan. Setiap orang tua, guru
  Kristen di sekolah, guru SM atau guru pribadi, adalah orang-orang
  yang diberi hak yang sangat besar oleh Tuhan untuk mendidik
  karakter- karakter yang diberikan kepadanya. Inilah suatu hak
  istimewa yang sangat besar. Sebagai Hamba Tuhan, dengan sungguh-
  sungguh saya berkata kepada Saudara: "Hormatilah diri Saudara
  sebagai guru."

  Jikalau Saudara secara sembarangan menjadi guru, tanpa pengabdian,
  tanpa komitmen dan tidak mengetahui berapa besar kemungkinan
  sumbangsih Saudara kepada masyarakat, nusa bangsa dan sejarah, pada
  kebudayaan dan pada gereja, maka Saudara tidak menyadari berapa
  besar pengrusakan yang akan Saudara akibatkan melalui pendidikan
  yang Saudara lakukan. Maka sekali lagi dengan amat sangat saya
  meminta kepada setiap Saudara untuk menghormati hak yang ada pada
  Saudara, kedudukan Saudara sebagai guru anak-anak. Allah telah
  memberikan yang paling berharga kepada Saudara. Bukan emas atau
  perak atau hal-hal yang lain, tetapi menyerahkan anak-anak manusia,
  yang diciptakan menurut peta dan teladan-Nya sendiri, yang mempunyai
  pribadi-pribadi yang tidak pernah terulang dan tidak mungkin
  diganti. Bagaimanakah Saudara mendidik mereka?

  Ketika seorang ayah sedang berjalan menuju ke tempat seorang pelacur
  di malam hari, ia beranggapan tidak ada yang mengetahui
  kepergiannya. Ketika hampir tiba di rumah pelacur itu, pada saat ia
  melihat ke belakang, ia melihat anak laki-lakinya mengikutinya dari
  belakang. Ia memarahi anaknya dan mengusir anaknya pulang. Ia masih
  ingin memakai wibawanya sebagai ayah. Tetapi anaknya hanya tertawa
  dan mengatakan bahwa ia sudah mengikuti ayahnya selama dua bulan. Ia
  berkata: "Saya baru tahu bahwa Ayah yang begitu galak ternyata tidak
  beres." Mulai hari itu, dengan kuasa apakah ayah seperti itu bisa
  mengatakan apa yang boleh atau apa yang tidak boleh dilakukan
  anaknya?

  Orang tidak mungkin tidak menghormati Saudara, kecuali Saudara
  sendiri tidak menghormati diri Saudara sendiri terlebih dahulu.
  Kalau boleh saya meminta dengan sangat kepada para orang tua, para
  guru, hiduplah secara beres, demi hidup anak-anak Saudara dan anak-
  anak didik Saudara. Hargailah diri Saudara yang menjadi guru orang
  lain. Hargailah hak Saudara untuk menjadi ayah dan ibu orang lain.
  Masih ingatkah, ketika kecil kita menyebut "ayah" atau "ibu" dengan
  begitu hormat? Jika ada anjing mau menggigit kita, kita tidak lari
  mencari polisi, kita mencari ibu, meskipun anjing itu lebih besar
  dari ibu, kita tetap yakin ibu bisa memberikan pengharapan bagi
  kita, ibu pasti akan menyelesaikan problema kita. Hargailah diri
  Saudara, karena Saudara sedang menggarap diri orang lain.

  Salah satu hal yang paling besar yang ada dalam diri dan hidup kita
  adalah: pengaruh pribadi kepada pribadi lain. Pengaruh pribadi
  kepada pribadi ini kurang dibahas di dalam bidang-bidang ilmu yang
  sedang berkembang pesat saat ini. Di situlah Tuhan memberikan
  sesuatu kemungkinan bahwa melalui apa yang Saudara lihat dan
  ketahui, Saudara dapat mendidik apa yang tidak kelihatan. Hal
  seperti ini sangat tegas di dalam Alkitab. Paulus menegaskan bahwa
  setiap orang yang bisa dipelajari dan menjadi teladan bagi hidup
  kita, harus diperhatikan sampai ke titik akhir hidup mereka. Paulus
  menuntut untuk jemaat saling melihat, apakah apa yang mereka lakukan
  seumur hidup mereka cukup konsisten. Jikalau seseorang mengajar
  sesuatu sedemikian muluk, tetapi kemudian apa yang ia lakukan sama
  sekali berlawanan dengan apa yang ia ajarkan, itu hanya ucapan yang
  kosong belaka. Tetapi, jika seseorang melayani Tuhan selama berpuluh-
  puluh tahun dengan semangat yang sama, sungguh-sungguh berkorban,
  sungguh-sungguh berjerih lelah untuk orang lain, dan sungguh-sungguh
  mengabdi kepada Tuhan, maka ia adalah orang yang patut dihormati. Ia
  sungguh-sungguh seorang hamba Tuhan, dan ia sungguh-sungguh boleh
  menjadi guru. Saya terus berharap agar ketika anak-anak saya telah
  bertumbuh menjadi dewasa, mereka tetap dapat menganggap saya sebagai
  ayah yang dapat mendidik mereka dengan baik. Demikian juga, saya
  berharap agar murid-murid saya, ketika mereka telah menjadi pendidik-
  pendidik, mereka tetap bisa mengaku bahwa saya bisa mendidik mereka.
  Saya berharap setiap Saudara juga mempunyai tekad yang sama seperti
  saya, tetap konsisten dan berkesinambungan semangatnya dari awal
  sampai akhir, seperti Paulus berkata: "Lihatlah titik akhir hidup
  orang-orang itu."

  Di dalam peribahasa Tionghoa dikatakan: "Setelah peti mati itu
  ditutup, barulah terjadi kritik atau pujian yang betul-betul adil."
  Sebelum seseorang meninggal, jangan terus-menerus dipuji, karena
  mungkin ia akan jatuh di titik akhirnya. Sebelum ia meninggal juga
  jangan terus-menerus dikritik, karena mungkin sebelum meninggal ia
  bisa bertobat dan menjadi lebih baik dari pengritiknya. Itu berarti
  masalah kesinambungan, waktu menjadi suatu saksi yang setia. "Time
  is the most faithful witness to your personality." Itu sebabnya,
  satu peribahasa kuno mengatakan, "Jalan yang panjang akan menguji
  kekuatan kuda". Untuk mengetahui kuda yang baik, tidak dengan
  melihat tubuhnya saja, tetapi dengan melihat ketika kuda itu berlari
  jauh. Demikian juga, hari dan tahun-tahun yang lama akan menguji
  kesetiaan kawan.

  Kita harus menghormati diri kita, menghormati pekerjaan yang
  diberikan oleh Tuhan, menghormati profesi sebagai pendidik yang
  begitu berharga yang dimandatkan oleh Tuhan kepada kita.

  Diedit dari sumber:
  Judul Buku: Seni Membentuk Karakter Kristen
  Pengarang : Pdt. Dr. Stephen Tong
  Penerbit  : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995
  Halaman   : 37 - 42


**********************************************************************
o/ ARTIKEL (2)

  Salah satu indikator dari kedewasaan karakter seorang pendidik
  Kristen adalah memiliki konsep diri yang positif. Untuk mengetahui
  apakah kita mempunyai konsep diri yang positif simaklah artikel
  berikut ini.

                       KONSEP DIRI YANG POSITIF
                       ========================

  Modal dasar yang juga sangat perlu bagi kesuksesan tugas mengajar
  ialah konsep diri yang positif dari guru itu sendiri. Seorang guru
  dengan konsep diri yang baik akan mampu memandang dirinya dimiliki
  atau diterima oleh Allah tanpa syarat sebab ia yakin bahwa darah
  Yesus Kristus yang tercurah pada kayu salib merupakan bukti kuat
  akan kasih Allah terhadap dirinya (lihat Roma 5:6,8; Ibrani 9:14).
  Penghargaan terhadap dirinya sendiri tidak didasarkan atas faktor
  fisik, materi dan prestis, ataupun prestasi, melainkan oleh karena
  perhargaan yang diterima guru itu dari Allah, yakni kasih sejati.
  Bagi Allah guru memandang dirinya berharga karena telah ditebus oleh
  kasih Kristus serta dipanggil menjadi "rekan sekerja-Nya"
  (Efesus 2:10; 2Korintus 5:17). Dengan dasar konsep diri positif
  semacam itu, guru dapat memiliki perasaan mampu dan dimampukan oleh
  kuasa serta kehadiran Allah. Dengan begitu pula ia dapat bebas dari
  rasa kurang percaya diri. Ada banyak dampak yang dihasilkan oleh
  konsep diri positif dalam kehidupan dan pekerjaan seorang guru.

  PERTAMA, guru dapat berkembang secara sehat dalam relasi dengan
  orang lain, termasuk anak didik dan rekan sekerjanya. Ia mampu
  menerima orang lain sebagaimana adanya, sadar bahwa ia pun memiliki
  kelebihan dan kekurangan (Roma 14:1, 15:1-3). Kemampuan semacam ini
  amat perlu mengingat guru menghadapi peserta didik yang senantiasa
  mencari konsep diri lebih baik. Patut kita catat bahwa lemahnya
  konsep diri yang dimiliki peserta didik sering berakibat kurang
  menyenangkan bagi kelangsungan kegiatan belajar mengajar. Boleh
  dikata salah satu tugas penting dari guru ialah meningkatkan konsep
  diri secara positif, selain membimbing peserta didiknya ke arah
  pengenalan dan penerimaan diri secara sehat.

  KEDUA, dengan konsep diri yang baik guru dapat bertumbuh dalam
  penerimaan akan dirinya, akan potensi-petensi positif dan negatif
  (kelemahan) yang dimilikinya. Ia akan berupaya bertumbuh dalam
  karakter-karakter positif dan berusaha memerangi karakter-karakter
  negatif di dalam dirinya. Dengan kata lain ia mengembangkan persepsi
  diri yang sehat, tidak dilanda prasangka negatif (Roma 12:3,16;
  Filipi 4:8). Sebab prasangka buruk terhadap peserta didik dan rekan
  sekerja selalu menimbulkan gangguan bagi kesuksesan mengajar. Perlu
  ditambahkan bahwa prasangka buruk sering muncul dalam diri orang
  adalah karena hadirnya perasaan takut, seperti takut tersaingi,
  takut tidak dihormati, dan takut dianggap tidak berwibawa.

  KETIGA, dengan konsep diri positif guru dapat mengembangkan dirinya
  dalam segi kesediaan berkorban demi orang lain, serta menempatkan
  kepentingan orang lain terlebih dahulu (altruism). Kita tahu bahwa
  sikap sedia berkorban demi kemajuan peserta didik sangatlah penting
  dimiliki oleh seorang guru. Dengan sikap mental demikian guru
  bersedia tidak memaksakan kehendaknya, apalagi yang berkaitan dengan
  hal-hal yang peserta didik sendiri tidak mampu mengikuti atau
  melaksanakan. Dalam pengalaman, sering guru harus berkorban dalam
  segi perasaan, rela disepelekan, dianggap sepi oleh peserta didiknya
  sambil menunggu waktu untuk memperlihatkan kualitas diri yang
  sebenarnya. Sudah tentu upaya demikian harus diungkapkan dengan cara
  yang sehat (lemah lembut).

  Seorang guru dapat melihat teladan Yesus dalam kesediaan berkorban
  ini, di mana Ia bersedia untuk menyerahkan nyawa-Nya sekalipun
  (Yohanes 10:17,18; 1Yohanes 4:8-10). Yesus juga telah memberitahukan
  prinsip hidup utama yang harus didemonstrasikan oleh murid-murid-
  Nya. Ia berkata bahwa tidak salah menjadi besar dan terkemuka di
  hadapan orang lain, tetapi cara yang tepat untuk sampai ke tujuan
  itu haruslah dengan menjadikan diri sebagai pelayan atau penolong
  bagi orang lain (Matius 20:26-28; Markus 10:45).

  Keempat, dengan konsep diri yang sehat, seorang guru akan mampu
  mengembangkan kemampuan dan ketrampilan pelayanannya dengan sikap
  percaya diri. Apalagi bila ia terus menunaikan tugasnya dengan
  motto: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberikan
  kekuatan kepadaku" (Filipi 4:13). Artinya, persekutuan hidup dengan
  Kristus dapat membuahkan kemampuan baru dalam pribadi seorang guru.
  Justru perkara inilah yang akan dinyatakan Yesus sehingga Ia
  mengemukakan dengan tegas,
     "Barangsiapa tinggal di dalam Aku, dan Aku di dalam dia, ia
     berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-
     apa." (Yohanes 15:5)

  Kemampuan memang tidak datang begitu saja tanpa upaya belajar dan
  latihan untuk meningkatkan diri. Yang perlu ditegaskan juga di sini
  ialah bahwa kemampuan tidak saja menyangkut segi ketrampilan
  berbuat, tetapi juga segi kedewasaan pikiran dan perasaan. "Rasa
  mampu" atau tepatnya "percaya diri" inilah yang akan semakin
  dinyatakan Yesus di dalam diri seorang guru yang sepenuhnya bersedia
  bersandar kepada-Nya. Hal demikian dapat terjadi karena Roh Kudus
  senantiasa menyatakan kehadiran Yesus, yang mampu membuat guru tidak
  merasa kesepian lagi dalam menunaikan tugasnya (Yohanes 16:11-13; 1Yohanes 2:20,27, 3:24, 4:4)

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku: Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani
  Pengarang : B.S. Sidjabat, Ed.D.
  Penerbit  : Kalam Hidup, Bandung, 1994
  Halaman   : 38 - 40


**********************************************************************
o/ BAHAN MENGAJAR (1)

  Di antara sifat-sifat baik yang harus diteladankan oleh guru kepada
  murid-muridnya adalah sikap yang mau menolong orang lain dan tidak
  emosional. Jika Anda sudah berhasil menunjukkannya kepada murid-
  murid Anda, maka Anda dapat memakai dua Bahan Mengajar berikut ini
  untuk mengajarkan kepada mereka bagaimana menolong orang yang lain
  dan bagaimana menjadi seorang anak yang dapat mengendalikan emosi.
  Selamat bercerita!

              MENOLONG SESEORANG YANG TINGGAL SENDIRIAN
              =========================================

  "Aduh, kasihan!" kata ayah. "Lihat ini! Bu Tera yang malang, ia
  terjatuh di rumahnya dan terluka. Tak seorang pun bersamanya pada
  waktu itu dan ia tidak mampu berjalan menuju tempat telepon."

  Ibu melihat kepada warta gereja yang sedang dibaca ayah. "Kasihan
  sekali Bu Tera ini -- kalaulah kita tahu," kata ibu. "Apakah
  sekarang ia sudah sembuh?"

  "Seseorang telah menemukannya, dan sekarang ia sudah agak baikan,"
  jawab ayah. "Ia dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat."

  Paul melihat kepada warta gereja itu juga. Ia memperhatikan kolom
  berita tentang anggota jemaat yang sakit.

  "Setiap hari saya lewat di depan rumah Bu Tera kalau saya pulang
  dari sekolah," kata Paul. "Rupanya Bu Tera sedang terbaring
  kesakitan ketika beberapa hari yang lalu saya lewat di depan
  rumahnya. Saya sama sekali tidak mengetahuinya." Paul tampak sangat
  sedih sehingga ayah dan ibunya merasa kasihan melihatnya.

  Kemudian Paul tersenyum. "Sekarang saya mempunyai sebuah gagasan!"
  katanya. "Sekarang saya tahu bagaimana caranya saya dapat menolong
  Bu Tera."

  Renungan Singkat tentang Hal Menolong Orang-orang yang Tinggal
  Sendirian:
  --------------------------------------------------------------

  1. Apakah kamu merasa kasihan kepada Bu Tera?
     Mengapa ia tidak dapat memperoleh pertolongan?

  2. Menurut kamu, apakah gagasan Paul itu?
     Apakah kamu mempunyai beberapa gagasan yang baik mengenai cara
     menolong Bu Tera?

  "Bila Bu Tera telah kembali ke rumahnya, saya akan mampir ke
  rumahnya setiap hari," kata Paul. "Saya akan menanyakan kepadanya
  apakah keadaannya baik."

  Kedua orang tuanya tersenyum. "Wah, gagasan yang baik untuk
  dilakukan," kata ayah.

  "Bu Tera pasti akan senang mendengarnya," kata ibu. "Kunjunganmu
  akan menjadi saat-saat yang indah baginya. Ia tidak akan merasa
  kesepian lagi jika kamu mengunjunginya."

  Paul rasanya tidak sabar lagi untuk menunggu kepulangan Bu Tera dari
  rumah sakit. Menolong Bu Tera pasti akan menyenangkan sekali.

  Renungan Singkat tentang Tuhan Yesus dan Kamu:
  ----------------------------------------------

  1. Mengapa Tuhan Yesus ingin agar kita menolong orang-orang yang
     tidak dapat menolong diri mereka sendiri?

  2. Apakah ada seseorang seperti Bu Tera yang dapat kamu tolong?
     Apakah yang dapat kamu lakukan untuk orang itu?

  Bacaan Alkitab:
  ---------------
  Matius 25:34-40

  Kebenaran Alkitab:
  ------------------
  Kasihanilah orang yang jatuh dan tidak mempunyai orang lain untuk
  mengangkatnya (Pengkhotbah 4:10).

  Doa:
  ----
  Ya Tuhan Yesus, tolonglah beritahu saya apa yang harus saya lakukan
  jika ada seseorang yang memerlukan pertolongan saya. Kemudian,
  tolonglah saya untuk melakukannya. Amin!

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku: 100 Renungan Singkat untuk Anak-anak
  Pengarang : V. Gilbert Beers
  Penerbit  : Kalam Hidup, Bandung, 1986
  Halaman   : 186 - 187


**********************************************************************
o/ BAHAN MENGAJAR (2)

                          KENDALIKAN EMOSIMU
                          ==================

  Alat Peraga:
  ------------
  Termometer

  Ayat Alkitab:
  -------------
  Habakuk 1:1-3

  Tema:
  -----
  Kendalikan emosimu.

  Penyampaian:
  ------------

  Tahukah kamu, apa ini? Ini adalah sebuah termometer.

  Ada banyak jenis termometer. Ini adalah termometer yang digunakan
  untuk mengukur suhu udara. Jika udara menjadi semakin hangat, maka
  bagian yang berwarna merah dalam termometer itu, atau merkuri, akan
  naik.

  Lalu ada jenis termometer lain yang digunakan untuk mengukur suhu
  badanmu kalau kamu sedang sakit. Dan mungkin di dalam lemari
  pendingin kita, ada sebuah termometer yang bentuknya seperti kotak
  susu, untuk mengukur dinginnya lemari es itu.

  Tetapi, tahukah kamu, tidak ada termometer yang dapat mengukur
  panasnya emosi kita.

  Tahukah kamu, apa itu emosi? Emosi yang tinggi adalah ketika kamu
  marah kepada seseorang dan kamu ingin sekali berteriak dan melakukan
  sesuatu yang dapat melepaskan rasa marah itu dari badanmu.

  Mungkin ibumu atau ayahmu kadang-kadang mengatakan, "Kendalikan
  emosimu!" atau "Jangan marah-marah!" Mungkin setiap orang tua pernah
  mengatakan hal itu.

  Emosi kadang-kadang dapat menguasai kita. Mungkin kita juga
  mengatakan atau melakukan hal-hal yang lalu membuat kita merasa
  menyesal.

  Boleh saja kita menunjukkan kepada orang lain bahwa kita sedang
  marah kepada mereka dengan mengatakannya, tetapi jangan biarkan
  emosi menguasai kita. Sebaiknya kita menyimpan emosi kita, sehingga
  kita dapat mengatakan kepada orang lain kalau ada sesuatu yang
  menyinggung perasaan kita.

  Tetapi kita dapat melepaskan rasa marah kita tanpa harus meledakkan
  emosi kita. Kalau kita sedang marah, maka kita harus berusaha
  mengampuni orang yang membuat kita marah itu.

  Kadang-kadang emosi juga dapat menyebabkan tindak kekerasan. Kalau
  begitu, maka badan atau perasaan orang lain pasti akan terluka.
  Kalau itu terjadi, maka banyak orang yang akan merasa kecewa.

  Bukan itu yang Tuhan mau. Tuhan mau agar kita mengendalikan emosi
  kita dan hidup dalam kerukunan. Dengan pertolongan Tuhan, kita semua
  dapat mengendalikan emosi kita.

  Doa:
  ----
  Ya Tuhan, kami mau hidup dalam kerukunan. Tolong kami untuk
  mengendalikan emosi kami. Amin!

  Bahan diedit dari sumber:
  Judul Buku: Ceritakan untuk Anak-anak Sekolah Minggu:
                 Sebuah Sumber Ibadah
  Pengarang : Donna McKee Rhodes
  Penerbit  : Gospel Press, Batam Centre, 2002
  Halaman   : 63 - 65


**********************************************************************
o/ DARI ANDA UNTUK ANDA

  Dari: Helen <setio.hartanto@>
  >Saya mau tanya mengenai kegiatan2 sosial yg berbasis Kristen untuk
  >misalnya merengkuh anak2 jalanan, pengamen, dll, boleh tau nama2
  >organisasinya ... dan juga contact numbernya?
  >
  >Saya tertarik sekali, dan ingin bergabung dengan kegiatan sosial
  >semacam itu.
  >
  >Terima kasih sebelumnya
  >Helen

  Redaksi:
  Surat dari Saudari Helen adalah surat yang kami ambil dari milis
  diskusi e-BinaGuru. Kami menaruhnya dalam e-BinaAnak agar jika ada
  pembaca e-BinaAnak yang mempunyai informasi mengenai kegiatan sosial
  seperti yang dimaksud Helen, dapat ikut membantu. Silakan kirim
  informasi Anda ke alamat Tim Redaksi e-BinaAnak:
  ==>   < staf-BinaAnak@sabda.org >
  Kami akan meneruskan informasi tersebut kepada Saudari Helen. Untuk
  bantuannya, sebelumnya kami mengucapkan terima kasih.


**********************************************************************
Untuk berlangganan kirim e-mail ke: <subscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk berhenti kirim e-mail ke:   <unsubscribe-i-kan-BinaAnak@xc.org>
Untuk Arsip e-BinaAnak:    http://www.sabda.org/publikasi/e-binaanak/
Pusat Elektronik Pelayanan Anak Kristen:  http://www.sabda.org/pepak/
**********************************************************************
              Staf Redaksi: Davida, Oeni, Yuli, dan Poer
       Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
              Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
                   Copyright(c) e-BinaAnak 2003 YLSA

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org