Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/bio-kristi/46

Bio-Kristi edisi 46 (24-2-2010)

C.T. Studd dan Martin Bucer

 
                          Buletin Elektronik
                   BIO-KRISTI (Biografi Kristiani)
______________________Edisi 046, Februari 2010________________________

Isi Edisi Ini:
- Pengantar
- Riwayat: C.T. Studd: Penginjil yang Berjiwa Penuh Pengabdian
- Karya: Martin Bucer: Bapak Reformasi Protestan Mula-Mula
- Tahukah Anda: "The Cambridge Seven"
- Sisipan: Publikasi e-Penulis: Menulis untuk Kristus

+ Pengantar __________________________________________________________

  Salam sejahtera,

  Ketika sebagian besar orang berlomba mengumpulkan harta berupa 
  materi, kehadiran sosok C.T. Studd cukup kontroversial pada 
  zamannya. Ia memberikan seluruh hartanya untuk perkembangan 
  pelayanan misi, hidup taat sepenuhnya kepada Tuhan, dan bersemangat 
  menyebarkan nama Kristus kepada setiap orang yang belum 
  mengenal-Nya. Ia menjadi seorang yang memengaruhi orang-orang di 
  sekelilingnya, sama seperti yang dilakukan oleh Martin Bucer. Dia 
  bertekad menjadi pembaru gereja pada masa itu dengan jalan 
  menunjukkan bagaimana mereka menunaikan panggilan masing-masing.

  Sejauh mana kedua tokoh tersebut memberikan seluruh hidup mereka
  untuk melayani Tuhan? Mari kita simak riwayat dan karya mereka bagi
  perkembangan pekerjaan Tuhan dalam edisi publikasi Bio-Kristi kali
  ini. Selamat menyimak dan Tuhan Yesus memberkati.

  Pimpinan Redaksi Bio-Kristi,
  Kristina Dwi Lestari
  http://biokristi.sabda.org/
  http://fb.sabda.org/biokristi
______________________________________________________________________

            "Tanpa kekudusan tak seorang pun melihat Allah."
                        C.T. Studd -- Misionaris
+ Riwayat_____________________________________________________________
1860 -- 1931  Misionaris


          C.T. STUDD: PENGINJIL YANG BERJIWA PENUH PENGABDIAN
                   Diringkas oleh: Sri Setyawati

  C.T. Studd adalah seorang pria keturunan Inggris yang kaya raya. Ia 
  dikenal sebagai atlet kampus dan mahasiswa relawan yang 
  kontroversial. Ia begitu gigih mengajak para mahasiswa relawan 
  lainnya untuk berkontribusi dalam penginjilan. Fokus perhatiannya 
  adalah Kerajaan Allah. Cara-cara penginjilannya tampak tidak lazim, 
  dan ia adalah seorang yang memiliki kepribadian yang teguh pada 
  prinsip, sehingga membuatnya menjadi salah seorang misionaris 
  kontroversial dalam sepanjang sejarah gereja Injili modern. Namun 
  perannya patut dihargai, salah satunya sebagai pendiri dan direktur 
  Gerakan Penginjilan Sedunia (The Worldwide Evangelization Crusade) 
  yang menyiapkan berbagai fakta mengenai ladang misi bagi para calon 
  penginjil. Dengan kepemimpinan yang tegas dan berdisiplin, ia 
  disegani oleh orang-orang yang dipimpinnya.

  Studd dibesarkan di Tedworth dan ia hidup berkelimpahan dengan
  tinggal di perumahan berfasilitas mewah di Wiltshire. Edward Studd,
  ayah C.T. Studd, adalah seorang petani sukses di India. Namun, ia
  memutuskan untuk kembali ke Inggris dan menghabiskan sisa masa
  hidupnya di sana. Akhirnya, Edward Studd melibatkan diri dalam salah
  satu kampanye penginjilan milik D.L. Moody. Kebangkrutan Edward
  Studd kemudian yang menyadarkan dirinya untuk mulai mengadakan
  pertemuan pemahaman Alkitab di Tedworth, tempat ia menginvestasikan
  tenaganya untuk menyelamatkan teman-teman dan sanak keluarganya.

  C.T. Studd dan kedua saudaranya sudah bertobat sebelum ayah mereka 
  meninggal. Studd bergabung dengan kampanye Moody dan menyerahkan 
  hidupnya untuk pelayanan penginjilan di negara asing. Kehidupan C.T. 
  Studd sudah berdampak besar di Cambridge. Selain bakatnya yang luar 
  biasa sebagai pemain kriket terbaik di antara para anggota 
  "Kesebelasan Cambridge" (bahasa Inggris: Cambridge Eleven), satu hal 
  yang juga menghebohkan ialah adanya enam mahasiswa Cambridge lainnya 
  -- semua mahasiswa cerdas dan berbakat -- yang mengambil keputusan 
  yang sama dengan Studd, setelah mereka mengetahui keputusan Studd. 
  Studd dan keenam temannya tersebut dijuluki "Sapta Cambridge" 
  (bahasa Inggris: Cambridge Seven). Mereka bernazar untuk berlayar ke 
  China dan melayani bersama di bawah naungan Misi Pedalaman China 
  (China Inland Mission -- CIM).

  "Belum pernah terjadi sebelumnya di dunia misi," tulis seorang
  reporter, "serombongan orang-orang unik dikirim untuk melayani di
  ladang asing." Bagi banyak orang, termasuk anggota keluarga Studd
  sendiri, keputusan ketujuh mahasiswa itu merupakan ide konyol dan
  sia-sia. Mereka menyia-nyiakan kepandaian dan kemampuan mereka
  begitu saja.

  Pelayanan Studd di China berlangsung kurang dari 10 tahun namun 
  banyak pekerjaan telah dilakukannya. Tidak lama setelah dia tiba di 
  sana, Studd bertemu dan menikah dengan Priscilla Steward yang juga 
  melayani di sana, di bawah naungan Salvation Army. Mereka dikaruniai 
  empat putra. Pada tahun-tahun awal pelayanan di China, mereka 
  mengalami banyak kesulitan. "Selama 5 tahun," kata Studd, "tidak 
  seorang pun di antara kami yang bisa pergi ke luar rumah tanpa 
  mengalami hujan cercaan dari tetangga-tetangga kami. Namun selama 
  kami tetap bertahan, pelayanan kami semakin berkembang luas." 
  Priscilla semakin giat dengan pelayanan penginjilannya bersama para 
  wanita, sedangkan Studd sibuk dengan pelayanan kepada para pecandu 
  narkoba.

  Pada tahun 1894 karena alasan kesehatan, Studd beserta keluarganya
  kembali ke Inggris. Dia berkhotbah dalam penginjilan di Amerika
  Serikat dan Inggris selama 6 tahun dengan mengatasnamakan "Gerakan
  Relawan Mahasiswa". Menurut J. Herbert Kane, "... ribuan mahasiswa
  berkumpul dalam pertemuan-pertemuan ini, kadang-kadang ada enam
  pertemuan dalam sehari ... dan ratusan orang, yang terlibat dalam
  gerakan kebangunan, mengajukan diri sebagai relawan pelayanan misi."
  Pada tahun 1900, Studd dan keluarganya hijrah ke India selama 6
  tahun untuk melayani para petani dan penduduk yang bisa berbicara
  bahasa Inggis. Namun, selama kurun waktu tersebut misi
  penginjilannya kurang berjalan baik dan tidak memuaskan dirinya
  sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Inggris. Ia mulai kehilangan
  fokus mengenai apakah yang menjadi pusat kehendak Allah.

  Suatu saat, ia membaca sebuah berita yang bertuliskan "Kanibal
  Mencari Penginjil" dan berita tersebut mengubah arah hidup Studd.

  Ia mendengar bahwa ratusan di antara ribuan suku di Afrika Tengah
  sama sekali belum pernah mendengar Injil "karena tidak seorang pun
  rela pergi ke sana untuk memberitakan Yesus". "Rasa malu" tersebut,
  menurut Studd, "membekas jauh ke dalam" jiwanya. "Saya bertanya,
  `Mengapa tidak ada seorang Kristen pun pergi ke sana?` Tuhan
  menjawab, `Mengapa engkau tidak pergi?` `Dokter tidak
  mengizinkanku,` kataku. Jawaban Tuhan datang, `Bukankah Aku ini
  tabib yang ajaib? Apakah Aku tidak akan memampukanmu melakukannya?
  Apakah Aku tidak berkuasa menjagamu di sana?` Tidak ada alasan untuk
  mengelak, hal ini harus dilaksanakan."

  Pada tahun 1910 ia melakukan perjalanan penelitian. Setahun
  berikutnya ia kembali untuk merencanakan pelayanan misi yang baru ke
  Afrika, pelayanannya ini disebut Hati Misi untuk Afrika (bahasa
  Inggris: "the Heart of Africa Mission"). Pada saat melakukan
  pelayanan itu, Studd mendapat kabar bahwa istrinya mengalami
  komplikasi hati, namun dia tetap bertahan di Afrika. Ia meyakini
  bahwa pekerjaan Tuhan adalah prioritas utamanya, melebihi
  kepentingan keluarga. Pada waktu dia kembali dari pelayanan misi
  tahun 1916, ia mendapati istrinya, Priscilla, sudah sehat dan sangat
  aktif dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dia juga bisa mengerjakan
  pekerjaan rumah dengan baik.

  Beberapa tahun kemudian banyak orang terlibat dalam pelayanan karena
  pengaruh Studd, mulai dari anak-anak perempuannya hingga
  menantu-menantunya. Akan tetapi, karena banyak misionaris yang
  berdatangan, muncul hambatan dalam perkembangan misi akibat
  perbedaan doktrin di antara mereka sendiri. Bahkan, anak-anak
  perempuan Studd dan menantu-menantunya kini mulai merasa ayah mereka
  sudah menjadi seorang yang sulit diajak bekerja sama. Ia
  mengorbankan segala sesuatu untuk Afrika dan berharap rekan-rekannya
  berbuat yang sama. Ia bekerja 18 jam setiap hari. Norman Grubb, sang
  menantu berkata, "Tidak ada pekerjaan yang dibiarkan terbengkalai,
  ia terus berfokus pada tujuan pelayanannya, tidak ada waktu untuk
  berlibur, tidak ada waktu rekreasi." Setiap misionaris diharapkan
  untuk hidup sesederhana orang Afrika, dan sebisa mungkin tidak
  berpenampilan seperti pendatang Eropa.

  Kontoversi doktrin pun sering terjadi di antara Studd dan
  rekan-rekannya sepelayanan, khususnya orang-orang yang terlibat di
  lapangan. Terjadi kemajuan yang sungguh luar biasa dan banyak orang
  mendatangi mereka dari berbagai pelosok daerah. Menjelang akhir
  1920, meskipun Studd telah bekerja keras dan mengabdikan diri
  sepenuhnya, ia semakin kehilangan dukungan dari keluarganya.
  Kegigihan tekadnya pada idealisme dan pandangannya yang negatif
  mengenai orang-orang Kristen Afrika begitu disadari oleh
  keluarganya.

  Masalah lain timbul ketika Studd menulis sebuah buku kecil berjudul 
  "D.C.D." Buku itu muncul sebagai tanggapan terhadap kelesuan dalam 
  hidup orang-orang Kristen. Ia berkata, "Saya ingin menjadi salah 
  satu dari orang-orang yang berkata `persetan dengan apa pun yang 
  lain` kecuali untuk memberikan hidupku kepada Yesus dan jiwa-jiwa 
  tersesat." "D.C.D." adalah akronim dari "persetan dengan apa pun" 
  (bahasa Inggris: Don`t Care a Damn), sebuah frasa yang mengejutkan 
  dan memerahkan telinga orang-orang Kristen, termasuk beberapa 
  pendukungnya yang setia.

  Kesehatan Studd kian memburuk akibat bekerja 18 jam setiap hari.
  Setelah dilegakan oleh suntikan morfin, ia mulai sering mengonsumsi
  tablet morfin yang diberikan oleh seorang dokter dari Uganda. Hingga
  akhirnya perbuatan itu didengar oleh rekan-rekannya sesama
  misionaris. Salah seorang misionaris itu menyarankan agar dia
  diberhentikan dari pelayanan penginjilan. Perbuatan Studd dianggap
  sesuatu yang memalukan dalam sejarah penginjilan.

  Akhirnya, kelompok para penginjil yang bekerja bersama Studd mulai
  mengatur kembali pelayanan penginjilan mereka tanpa melibatkan
  Studd. Grubb yang dekat dengan Studd juga tidak diikutsertakan lagi.
  Sementara itu David Munro, menantu Studd yang lain melakukan
  "tindakan mengejutkan". Ia pergi ke markas besar penginjilan dan
  mengambil laporan itu demi keselamatan mereka.

  Pelayanan misi ini tetap menjadi kacau dan nyaris tanpa harapan 
  untuk diselamatkan dari kehancuran, meskipun ia sudah memiliki nama 
  baik. Adakah yang dapat memulihkan WEC (Worldwide Evangelization 
  Crusade, nama baru the Heart of Africa Mission)? Ada. Beberapa 
  minggu kemudian terdengar kabar kematian Studd. Masa kekacauan itu 
  kini telah  berakhir dan dengan kepemimpinan Norman Grubb yang gagah 
  berani, aktivitas penginjilan bisa bersemi kembali dan dedikasi C.T. 
  Studd, sang pendiri misi tetap diakui.

  Mengapa salah seorang penginjil muda yang bermartabat tinggi dari
  Inggris berakhir seperti itu? Tidak diragukan lagi, banyak latar
  belakang sudah memengaruhi perjalanan hidup Studd. Ketekunannya yang
  menonjol justru sudah membuatnya jatuh. Karena keinginan besar untuk
  melakukan banyak hal untuk perkembangan misi sudah membuatnya
  terpaksa mengonsumsi morfin. "Kita harus giat," tulis Studd, "dan
  kegigihan kita ini harus senantiasa ditingkatkan." Tetapi, bagi
  sebagian besar orang, kegigihan itu dianggap satu tindakan "fanatik"
  atau "ekstrem", yang akhirnya menjatuhkan C.T. Studd. Ia sering
  menganggap dirinya seorang "Pejudi untuk Tuhan". Bisa dikata, ia
  sudah berjudi dan kalah.

  Pada tahun-tahun berikut setelah kematian Studd, WEC mengalami
  pertumbuhan yang signifikan, dan menjelang tahun 1970-an penginjilan
  mereka sudah menjangkau hampir seluruh dunia dengan jumlah penginjil
  melebihi 500 orang. Salah seorang di antaranya Dr. Helen Roseveare,
  seorang pemberani, yang memulai pelayanannya di Ibambi tempat Studd
  melayani tanpa kenal lelah. (t/Setya)

  Diterjemahkan dan diringkas dari:
  Judul buku: From Jerusalem to Irian Jaya
  Judul asli artikel: C.T. Studd
  Penulis: Ruth Tucker
  Penerbit: The Zondervan Corporation, Grand Rapids 1983
  Halaman: 263 -- 268
______________________________________________________________________

    Kunjungi Facebook Bio-Kristi di: http://fb.sabda.org/biokristi

+ Karya ______________________________________________________________
1491 -- 1551 Reformator

          MARTIN BUCER: BAPAK REFORMASI PROTESTAN MULA-MULA

  Aktivitas Mula-Mula untuk Gerakan Protestan

  Martin Butzer (Bucer) dilahirkan di Schlettstadt, Kekaisaran Romawi
  Suci pada 11 November 1491; meninggal di Cambridge, Inggris, 28
  Februari 1551. Ia menerima pendidikan pertamanya di sekolah Latin
  dan pada tahun 1506 bergabung dengan ordo Dominikan. Pada tahun
  1517, ia berada di Heidelberg untuk belajar Alkitab, tulisan-tulisan
  Erasmus, Thomas Aquinas, dan tulisan-tulisan Martin Luther, yang
  mulai dikenalnya secara pribadi pada tahun 1518. Dia mulai
  berkorespondensi pada tahun 1520. Karena dicurigai oleh ordonya di
  Roma, Bucer yang mendukung gerakan injili, meninggalkan biaranya
  pada tahun 1520 untuk menghindari permasalahan lebih lanjut dan
  bekerja kepada (Ulrich von) Hutten dan (Franz von) Sickingen. Ia
  dipanggil oleh Sickingen untuk menjalani pendidikan kepastoran pada
  tahun 1522 di Landstuhl dan pada tahun yang sama ia menikah,
  menjadikan dirinya salah seorang pendeta yang merintis -- lepas dari
  janji selibat. Ketika Sickingen dikalahkan oleh Raja-Pemilih
  (Elector) Treves, Bucer terpaksa meninggalkan kotanya dan selama
  setahun dia menjadi pendeta injili di Wissenburg di Alsace dengan
  dukungan dewan kota dan warganya, tetapi diserang oleh
  biarawan-biarawan Fransiskan.

  REFORMASI DI STRASBURG

  Pada tahun 1523 ia pergi ke Strasburg yang sedang mengalami
  Reformasi. Bersama-sama dengan Matthew Zell, Wolfgang Capito, dan
  Caspar Hedio, Bucer menjadi roh reformasi Strasburg. Dengan
  berkhotbah, menulis, dengan surat-surat dan perjalanan-perjalanan,
  dan dengan hubungan pribadinya dengan berbagai tokoh agama dan
  negara, ia menjalankan reformasi tidak hanya di Alsace tetapi juga
  di negara-negara lainnya. Bucer menjadi pastor di St. Aurelia tahun
  1524-1531 dan St. Thomas tahun 1531-1540, setelah pada tahun 1530 ia
  menjadi presiden dewan gereja yang baru terbentuk, yang merupakan
  otoritas gereja tertinggi di Strasburg. Sebagai jurubicara spiritual
  warga kota Strasburg yang bersemangat reformasi dan sebagai pemimpin
  pendeta-pendeta injili, ia tampil di depan dewan gereja.

  Pada tanggal 20 Februari 1529 ia berhasil menghapuskan misa dengan
  dekrit kaum awam dan dengan demikian memperkenalkan reformasi di
  kota Strasburg. Tetapi lama sebelum hal ini terjadi, reorganisasi
  tata ibadah dan kehidupan gerejawi telah dimulai. "Tata Cara dan Isi
  Misa Jerman" (1524) yang ditulis oleh Bucer merupakan tata cara
  ibadah yang lazim di gereja-gereja Reform. Ia memberikan perhatian
  khusus pada kateketik dan menerbitkan tiga katekismus antara tahun
  1524 dan 1544, sementara berdasarkan keputusan gereja pada 1534 ia
  memperkenalkan presbiteri (penatua gereja) awam ke Strasburg, dan
  pada 1539 memberikan sakramen konfirmasi di kota yang sama.

  Pengajaran Bucer mengenai Roh Kudus dan disiplin gereja memiliki
  peranan yang sangat penting di dalam sistem pemerintahan gerejawi,
  dan dalam hal pentingnya partisipasi kaum awam dalam urusan
  gerejawi, hal tersebut akhirnya menjadi bagian yang tak terpisahkan
  dari doktrin Calvinisme. Selama tiga tahun tinggal di Strasburg,
  Calvin belajar banyak dari Bucer. Bersama-sama dengan temannya,
  Johannes Sturm, Bucer meletakkan landasan sistem pengajaran
  Protestan di Strasburg, mendirikan gedung olah raga pada tahun 1538,
  dan seminari pada tahun 1544. Sehubungan dengan disiplin gerejawi,
  ia dengan penuh energi menentang gerakan Anabaptis dan para radikal
  seperti Karlstadt, Ludwig Haetzer, Hans Denk, Sebastian Frank,
  Caspar Schwenckfeld, Melchior Hoffman, dan Clemens Ziegler. Di luar
  Strasburg, Bucer memperkenalkan reformasi ke Hanau-Lichtenberg
  (1544), sementara Wurttemberg, Baden, dan terutama Hessen banyak
  berhutang budi kepadanya. Terhadap uskup Agung Hermann dari Wied --
  Raja-Pemilih Cologne, Bucer bersama-sama dengan Melanchthon membuat
  tata cara reformasi (1543). Pengaruhnya bahkan mencapai Belgia,
  Italia, dan Perancis.

  USAHA UNTUK MENDAMAIKAN LUTHER DAN ZWINGLI

  Pekerjaan Bucer menata organisasi gerejawi terlalu direndahkan dalam
  kebanyakan tulisan tentang sejarah gereja, yang kebanyakan hanya
  menekankan usahanya untuk mempersatukan kedua cabang utama
  reformasi, dan terutama kerja kerasnya untuk mendamaikan Luther dan
  Zwingli menyangkut kontroversi ekaristi, yang sangat menghambat
  jalannya reformasi pada periode ini. Ketika Carlstadt harus
  meninggalkan Strasburg pada 1524, Bucer mengalamatkan sebuah tulisan
  kepada Luther atas nama pendeta-pendeta Strasburg, yang di dalamnya
  Bucer dan para pendeta tersebut menyampaikan posisi mereka dalam
  hubungannya dengan persoalan Carlstadt. Mengenai sakramen altar,
  mereka mengajarkan bahwa roti adalah tubuh Kristus dan anggur adalah
  darah-Nya, tetapi kepentingan yang lebih besar harus ditujukan untuk
  memperingati kematian Yesus, alih-alih mempertanyakan apa yang
  dimakan dan diminum oleh para pengikut sakramen.

  Pada awalnya Luther menjawab dengan nada menenangkan, tetapi di
  dalam "Wider die himmlischen Propheten" (Melawan Nabi-nabi surgawi)
  (1525) karyanya, ia menyerang para teolog Strasburg tersebut. Para
  teolog tersebut lalu mengirimkan utusan untuk menenteramkan Luther,
  namun Luther semakin menekankan kehadiran jasmaniah Kristus di dalam
  Perjamuan Kudus, dan memberitahu agar para teolog Strasburg jangan
  sampai dikelabui oleh akal mereka. Para teolog Strasburg merasa
  semakin diarahkan ke pihak Swiss (Zwingli) dalam hubungannya dengan
  doktrin sakramen. Dalam sebuah disputasi di Bern (1528), Bucer
  berkenalan secara pribadi dengan Zwingli, setelah sejak 1523 saling
  berkorespondensi. Luther sekali lagi menyerang lawan-lawannya di
  dalam bukunya "Vom Abendmahl Christi, Bekenntnis" (Atas Perjamuan
  Terakhir Kristus, Pengakuan) (1528), tetapi Bucer tidak kehilangan
  harapan untuk saling memahami dengan sebuah dialog pribadi.
  Bersama-sama dengan Adipati Philip dari Hesse, yang digerakkan oleh
  keingintahuan yang sama untuk persatuan cabang-cabang Protestan, ia
  mengadakan konferensi keagamaan di Marburg pada tahun 1529.
  Sehubungan dengan pertanyaan apakah tubuh dan darah Kristus
  benar-benar hadir di dalam roti dan anggur ekaristi, tidak dicapai
  kesepakatan. Namun demikian, masing-masing saling menunjukkan kasih
  Kristen kepada pihak yang lain, selama akal sehat mengizinkan.

  KONKORDAT WITTENBERG

  Bucer mengunjungi Luther di Coburg pada bulan September 1530, dan
  menerima janji Luther untuk memeriksa sebuah pengakuan baru yang
  akan disusun oleh Bucer. Bucer sekarang bekerja keras untuk membujuk
  orang-orang Protestan, terutama di Jerman Selatan untuk
  mempersiapkan sebuah deklarasi yang sekiranya memuaskan Luther,
  sejak Swiss melawan segala tindakan yang berhubungan dengan hal
  tersebut. Satu unsur lain ialah sikap Kaisar Jerman yang mengancam
  kaum Protestan pada masa itu. Buah kerja keras ini berwujud
  Konkordat (Perjanjian) Wittenberg, yang disetujui Luther dan satu
  delegasi teolog-teolog Jerman di bawah pimpinan Bucer, pada tahun
  1536. Satu jalan tengah ditempuh bagi Luther melalui Persetujuan
  ini, yaitu bahwa tubuh dan darah Kristus pada dasarnya benar-benar
  hadir bersama roti dan anggur ekaristi dan dengan demikian keduanya
  diberikan dan diterima. Satu-satunya perubahan ialah bahwa mereka
  yang tidak layak, bukan mereka yang tidak kudus, sungguh-sungguh
  menerima tubuh Tuhan. Melalui persetujuan ini, tercapailah suatu
  pemahaman teologi di antara Luther dan pihak Jerman Selatan. Namun,
  keretakan di antara Bucer dan pihak Swiss juga sudah lengkap.

  KRITIK ATAS SIKAP BUCER DI TENGAH KONTROVERSI

  Apa pun pandangan yang dianut tentang peran Bucer untuk persatuan,
  terutama mengenai kontroversi ekaristi, tidak ada yang
  mempertanyakan niat, kejujuran, dan tekadnya yang kuat untuk tanpa
  pamrih melayani gereja. Taktik diplomasinya tidak selalu
  menghasilkan kepercayaan diri dan terkadang menyinggung pihak-pihak
  lain terkecuali Luther. Setelah itu, Bucer sendiri merasakan
  kekurangannya dan ia mengakui dirinya tidak selalu menengahi dengan
  cara paling bijaksana. Fokus Bucer bukan pada inti kontroversi itu
  melainkan kepada Luther, oleh sebab itu Bucer rela mengalah dan
  menyusun format pengakuan yang baru.

  Buah sebenarnya dari kerja keras Bucer adalah pihak Jerman Selatan
  tidak hanya dibujuk untuk memiliki sikap politis yang sama dengan
  pihak Jerman Utara, namun juga ditarik masuk ke persatuan
  Lutheranisme, terlepas dari doktrin Perjamuan Kudus mereka yang
  khas. Selain itu, Melanchthon yang sedikit banyak dipengaruhi oleh
  Bucer, mengambil posisi di tengah dan ditarik mendekat ke Calvin,
  juga memiliki kepentingan yang sangat besar berkaitan dengan
  pembentukan Gereja Injili di Jerman.

  Hasil dari Perang Schmalkald dan kekalahan pihak Protestan (1547)
  memberikan kekuasaan kepada Kaisar Jerman untuk menyelesaikan
  permasalahan agama dengan Interim (Dekrit-Dekrit) Augsburg yang
  bersifat sementara pada tahun 1548, yang diterima oleh sebagian
  besar dewan perwakilan yang terintimidasi dan dipaksakan kepada kota
  Strasburg. Hal ini ditolak oleh Bucer dengan sepenuh tenaga, bersama
  rekannya yang muda, Paul Fagius. Namun, ketika dewan kota Strasburg
  mengalah dengan keadaan dan menerima Interim tersebut, Bucer merasa
  bahwa ia tidak dapat lagi tinggal di Strasburg.

  BUCER DI INGGRIS

  Bucer bersama-sama dengan Fagius menerima undangan dari Thomas
  Cranmer, Uskup Agung Canterbury, roh reformasi di Inggris. Pada
  bulan April 1549, keduanya tiba di London ditemui oleh Cranmer dan
  Raja Edward VI. Sang raja ingin mereka menerjemahkan Alkitab dari
  bahasa aslinya ke bahasa Latin supaya dapat digunakan sebagai dasar
  untuk sebuah versi dalam bahasa Inggris, yang akan digunakan untuk
  kaum awam. Pekerjaan tersebut segera mereka laksanakan. Pada akhir
  musim panas 1549, Bucer dan Fagius pergi ke Cambridge sebagai guru
  dan membantu mengajar calon pendeta. Fagius tiba terlebih dahulu,
  namun meninggal karena demam tifoid (November 1549). Pada Januari
  1550, Bucer memulai kuliahnya di Cambridge yang dihadiri oleh
  sejumlah besar mahasiswa. Beberapa di antaranya akan menjadi tokoh
  yang sangat berpengaruh dalam Gereja Anglikan. Bucer diberi tugas
  untuk memeriksa "Book of Common Prayer" (Buku Doa Bersama) dan
  memimpin disputasi (debat) publik pada tanggal 6 Agustus 1550 untuk
  mengekspos lawannya, para uskup Inggris (yang masih condong ke Roma)
  ke arah prinsip-prinsip dan inovasi-inovasi injili.

  KEMATIAN BUCER

  Sesuai permintaan sang raja muda, Bucer menulis bukunya "De Regno 
  Christi" (Tentang Kerajaan Kristus), yang ia siapkan dalam kurun 
  waktu kurang dari 3 bulan. Karya ini dibuat untuk mengajarkan natur 
  kerajaan Allah yang sebenarnya dan cara-cara untuk mewujudkannya di 
  dunia, misalnya di Inggris. Ini adalah karya terakhir Bucer. Namun, 
  tidak lama setelah raja menyampaikan persetujuan dan pihak 
  universitas memberikan gelar doktor divinitas tanpa syarat, sesuatu 
  yang belum pernah terjadi sebelumnya, Bucer tiba-tiba meninggal 
  setelah sakit sebentar. Ia dimakamkan dengan penghormatan besar di 
  gereja katedral di Cambridge. Tetapi, pada tahun 1556 jasadnya 
  dikeluarkan dan dibakar di depan umum atas perintah Ratu Mary I. 
  Namun demikian, empat tahun kemudian Ratu Elizabeth sekali lagi 
  memberikan penghormatan kepadanya. (t/KN)

  Diterjemahkan dari:
  Nama situs: Tlogical.net
  Judul asli artikel: Martin Bucer (1491-1551): Early Protestant
                      Reformer
  Penulis: John M. Fritzius (webmaster)
  Alamat URL: http://www.tlogical.net/biobucer.htm
______________________________________________________________________

    Kunjungi Facebook Bio-Kristi di: http://fb.sabda.org/biokristi

+ Tahukah Anda________________________________________________________

                          "THE CAMBRIDGE SEVEN"

  Tahukah Anda, siapa saja yang mendapat julukan "The Cambridge
  Seven", misionaris yang berada di daerah China? Salah satu dari
  mereka adalah Charles Thomas Studd. Semangat C.T. Studd berhasil
  menarik teman-teman yang berada di Cambridge untuk bergabung dengan
  C.T. Studd melayani misi di China. Enam di antara mereka adalah
  Montagu Harry Proctor Beauchamp, Stanley P. Smith, Arthur T.
  Polhill-Turner, Dixon Edward Hoste, Cecil H. Polhill-Turner, dan
  William Wharton Cassels.

  Sumber: http://www.answers.com/topic/cambridge-seven

+ Sisipan_____________________________________________________________

             PUBLIKASI E-PENULIS: MENULIS UNTUK KRISTUS

  Pelayanan literatur menjadi salah satu ladang pelayanan yang
  pontensial untuk memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus, serta membangun
  kedewasaan jemaat Tuhan. Melalui tulisan orang dapat dibawa kepada
  Kristus. Melihat fakta ini, Yayasan Lembaga SABDA menerbitkan
  publikasi e-Penulis yang menyajikan berbagai bahan seputar dunia
  tulis-menulis, dengan tujuan memperlengkapi masyarakat Kristen yang
  ingin dan sudah terjun dalam dunia literatur. Jika Anda tertarik
  untuk terlibat dalam pelayanan literatur dan ingin memperlengkapi
  diri dengan bahan-bahan bermutu, silakan berlangganan di publikasi
  e-Penulis. Anda akan menerima kiriman per edisi setiap bulan lewat
  e-mail. Tertarikkah Anda untuk berlangganan dan menjadi anggota?

  Kirim e-mail kosong ke alamat:
  < subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org >

  Kontak redaksi di alamat:
  < penulis(at)sabda.org >

  Jika Anda ingin mendapatkan lebih banyak bahan lagi, kunjungi situs
  Pelitaku, yang menyediakan ratusan artikel, tips, dll. untuk
  membekali dan memampukan Anda menjadi penulis Kristen yang andal.
  ==>  http://pelitaku.sabda.org

______________________________________________________________________
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: < subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >
Alamat berhenti: < unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >
Kontak redaksi: < biokristi(at)sabda.org >
Alamat situs: http://biokristi.sabda.org/
Arsip Bio-Kristi: http://www.sabda.org/publikasi/Bio-Kristi
Blog SABDA: http://blog.sabda.org/
Fan Page Bio-Kristi di Facebook : http://fb.sabda.org/biokristi
______________________________________________________________________
Pimpinan redaksi: Kristina Dwi Lestari
Staf redaksi: Sri Setyawati, Kusuma Negara
Isi dan bahan menjadi tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) Bio-Kristi 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org/
Situs Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati

____________________BULETIN ELEKTRONIK BIO-KRISTI_____________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org