|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/bio-kristi/31 |
|
Bio-Kristi edisi 31 (17-12-2008)
|
|
Buletin Elektronik
BIO-KRISTI (Biografi Kristiani)
______________________Edisi 031, Desember 2008________________________
Isi Edisi Ini:
- Pengantar
- Riwayat: Joseph Mohr: Pencipta Nyanyian Natal yang Bergema Sepanjang
Masa
- Karya: Mengenal Karya-Karya Rudolf Karl Bultmann
- Tahukah Anda?
- Sisipan: Kisah Natal: Sebuah Pengumuman Sederhana
+ Pengantar __________________________________________________________
Salam sejahtera,
Gaung Natal telah bergema di beberapa tempat di dunia ini. Sukacita
untuk menyambut kelahiran Sang Juru Selamat disambut oleh banyak
orang percaya. Bagaimana persiapan hati Anda? Kami harap bukan
kesibukan yang tanpa arti yang akan kita lalui, namun terlebih
dahulu menyiapkan sebuah ruang di hati kita untuk merenungkan sebuah
karya agung Allah lewat kelahiran Yesus Kristus.
Sukacita kami juga bertambah saat kami menyiapkan edisi ke-31 atau
edisi pamungkas publikasi Bio-Kristi tahun 2008 ini. Di edisi
terakhir ini, kami ingin menyajikan riwayat maupun karya dua tokoh
ternama, yaitu Joseph Mohr -- pencipta lagu "Malam Kudus", yang
lagunya senantiasa diperdengarkan dan dipujikan kala Natal -- dan
Rudolf Karl Bultmann, teolog sekaligus pengajar teologi. Kiranya
sajian penutup di tahun 2008 ini menjadi kado tersendiri bagi Anda,
Pembaca setia publikasi Bio-Kristi.
Pada kesempatan ini, kami juga ingin menyampaikan ucapan syukur
untuk jalinan yang indah dengan Anda sekalian. Nantikan kami di
tahun 2009 mendatang dengan sajian dari para tokoh kristiani yang
memberi inspirasi. Di akhir perjumpaan tahun 2008 ini, perkenankan
kami mengucapkan:
SELAMAT HARI NATAL 2008 DAN TAHUN BARU 2009
Biarlah damai Natal melingkupi hati kita sepanjang masa.
Pimpinan Redaksi Bio-Kristi,
Kristina Dwi Lestari
+ Riwayat ____________________________________________________________
1792 -- 1848 Pastor, Pencipta Lagu
JOSEPH MOHR: PENCIPTA NYANYIAN NATAL
YANG BERGEMA SEPANJANG MASA
"Silent night, holy night, all is calm, all is bright ...."
Sepotong teks lagu tersebut di atas dikenal oleh hampir setiap
orang. Bahkan menurut Hanno Shilf, seorang penulis asal Jerman yang
melakukan riset pengarang lagu Natal terkenal untuk film garapannya,
75% penduduk dunia mengenal lagu itu, meskipun dalam berbagai bahasa
yang berbeda.
Gemerlap dan anggunkah? Seperti pohon terang di hotel berbintangkah
lenggak-lenggok penyanyi top pada acara Natal di televisi dan alunan
band pesta Natal di panggung? Ternyata dahulunya tidak. Bahkan
ketika Joseph Mohr -- seorang pastor desa di Mariapfarr, di kawasan
perbukitan Alpen, Austria -- menulis lagu itu pada tahun 1816 untuk
dinyanyikan di gerejanya, pastor kepala atasannya sama sekali tidak
tertarik.
TEKS BAHASA JERMAN
Pastor kepala itu seorang tradisionalis. Ia sebetulnya kurang setuju
bila lagu-lagu berbahasa Jerman (bahasa kaum petani di perbukitan
Austria) dipakai dalam upacara misa kudus. Lagu misa seharusnya
berbahasa Latin.
Lagu itu untuk pertama kalinya dinyanyikan di depan publik 2 tahun
kemudian, yakni tahun 1818. Saat itu pastor muda Mohr sudah berusia
26 tahun dan sudah pindah tugas ke paroki Oberndorf. Namun,
lagi-lagi Mohr mengalami kesialan. Organ gereja St. Nikolas yang
biasa dipakai mengiringi misa tradisional di Oberndorf, rusak
digigiti tikus. Dengan izin pastor kepalanya, Mohr pun mengiringi
"Stille Nacht Heilige Nacht" ciptaannya dengan gitarnya.
Tidak tercatat dalam sejarah bagaimana reaksi orang saat itu, ketika
Mohr secara tak lazim menggunakan gitar dalam upacara Natal di
gereja. Yang pasti, lagu Mohr yang tadinya hanya terdiri dari enam
baris itu menjadi populer di wilayah Salzburg, Austria, dan
sekitarnya. Sekarang lagu tersebut bahkan dikenal di seluruh dunia
dalam terjemahan ratusan bahasa.
Satu-satunya teks lagu tulisan tangan Mohr baru ditemukan tahun
1955, tersimpan oleh salah satu keluarga keturunannya di Salzburg.
Ditulis dalam gaya tulisan elegan, di selembar kertas di balik
sebuah notasi lagu untuk perkawinan. Mohr juga membubuhkan dalam
teksnya bahwa melodi lagu digubah oleh Franz Xaver Gruber, seorang
organis Oberndorf, teman Mohr.
"DIGADAIKAN" SANG IBU
Kesan anggun dan megah itu ternyata tak sejalan dengan suasana yang
mendorong inspirasi Mohr untuk mencipta lagu itu. "Stille Nacht"
justru tercipta dari situasi yang pahit. Bahkan yang dinyanyikan
pun, sebuah kegembiraan dalam suasana yang pahit. Yesus lahir di
kandang hewan, di sebuah kandang yang sepi dan sunyi. Joseph Mohr
lahir sebagai seorang anak di luar nikah, dari seorang ibu yang
sehari-harinya bekerja sebagai pemintal kain dan penyulam. Ayahnya
adalah seorang serdadu di Salzburg, bernama Franz Joseph Mohr.
Saat itu kelahiran anak di luar nikah adalah aib. Bahkan ibunya,
Anna Schoiber, harus menerima hukuman denda sebesar sembilan florin
akibat kandungan yang "melanggar hukum". Bila seorang wanita
mengandung di luar nikah, ia dianggap berbuat kriminal. Hukuman
denda itu terlalu besar bagi Anna Schoiber. Denda itu sama besarnya
dengan penghasilan Anna selama setahun penuh sebagai pemintal atau
penyulam. Tetapi demi membesarkan si kecil Joseph, maka Anna
Schoiber "menggadaikan" anaknya. Si kecil Joseph pun menjadi anak
angkat seorang jaksa kaya di kota Mariapfarr, Franz Joseph Wohlmuth.
MEMILIKI TALENTA MUSIK
Jalan nasib baik memang tak lari dari si kecil Joseph. Sebagai
seorang anak haram, menurut kebiasaan setempat yang berlaku, ia tak
diizinkan belajar apa pun, bahkan untuk belajar kerajinan sekalipun.
Tetapi suatu ketika, pemimpin paduan suara Katedral Salzburg, Johan
Nepomuk Hiernle, mendengar Joseph menyanyi dan ia pun tertarik. Anak
ini di mata Hiernle dinilai memiliki talenta musik tinggi. Tanpa
ragu lagi, Joseph pun disekolahkan, dilatih musik, bahkan di
kemudian hari ia menjadi seorang biarawan, pastor Katolik.
Hanya beberapa saat setelah masuk biara, frater (calon pastor) Mohr
pun ditugaskan membantu pastor di paroki Mariapfarr. Kebetulan, kota
ini adalah kota asal "ayahnya" yang tak menikahi ibunya. Di samping
itu, kota ini juga tempat asal kakeknya. Untuk pertama kalinya, Mohr
bertemu sang kakek ketika ia sudah menjadi calon pastor.
Kebiasaan di desa Mariapfarr bila Natal tiba, lagu-lagu gereja tidak
hanya berbahasa Latin, tetapi juga lagu-lagu Natal berbahasa Jerman.
Dari sini muncul keinginan Joseph Mohr untuk mencipta sendiri lagu
Natal. Namun ketika "Stille Nacht" disodorkan pada pastor parokinya,
sang pastor pun menolak.
Ternyata ketika Mohr pindah ke Oberndorf, lagu ini diterima, bahkan
kemudian populer. "Stille Nacht" bahkan dibawa keluar Salzburg
seabad kemudian oleh serombongan pemusik bangsa Tyrol yang biasa
berkelana, The Rainers Singers. Setiap tahun, pada hari Natal,
pemusik-pemusik dari keluarga Trapp itu selalu diundang ke atas
pentas di berbagai kerajaan di Eropa.
"Mula-mula mereka bawakan (lagu ciptaan Mohr) di Jerman, kemudian di
Rusia. Di Rusia, lagu itu sempat menarik perhatian Dubes Inggris
yang kebetulan hadir. Mereka lalu membawa para pemusik itu ke
Inggris. Dari Inggris, mereka melanjutkan perjalanan ke Amerika
Serikat dan berpentas di sana," ungkap penulis Jerman, Hanno Schilf.
Dari pentas musik keluarga Trapp itulah, lagu "Stille Nacht"
mencapai popularitas dan mentradisi pada setiap perayaan Natal.
Menurut Schilf pula, tujuan Joseph Mohr mencipta lagu itu bukan
hanya untuk menghormati kelahiran Yesus, melainkan untuk semua anak
yang lahir.
"Mohr menulis lagu untuk mereka yang tidak diperbolehkan mengikuti
upacara gereja (Katolik) -- semisal mereka yang masuk Protestan,
yang mengalami perceraian, atau anak-anak yang lahir di luar nikah --
pokoknya mereka yang tersisih dari masyarakatnya," ungkap peneliti
Mohr, Hanno Schilf kepada Reuters.
Menurut argumen Schilf, semangat inklusif ini merupakan salah satu
bukti adanya penyimpangan yang terjadi di dalam gereja -- pada suatu
masa -- yakni pandangan yang "mengucilkan" kelompok orang
berdasarkan (keabsahan) kelahirannya.
BERGEMA SEPANJANG MASA
Kini, lagu Natal Joseph Mohr dikumandangkan dalam suasana yang
berbeda-beda. "Ing Ratri, Dalu Adi", berkumandang di pedesaan Jawa.
"Malam Kudus, Sunyi Senyap" bergema di gereja-gereja kota di
berbagai pelosok Indonesia. Sementara "Silent Night, Holy Night",
dinyanyikan di berbagai tempat di dunia, termasuk tempat-tempat
hiburan yang sedang memperingati Natal.
Orang kini tak menghiraukan lagi bagaimana sang pencipta lagu
tersebut di hari tuanya. Joseph Mohr menjalani masa tua tanpa
memiliki apa-apa. Semua yang dimilikinya, sebagian besar diberikan
kepada orang telantar yang membutuhkan uluran tangannya. Bahkan,
untuk biaya upacara penguburan yang layak pada saat kematiannya di
tahun 1848 pun hampir-hampir tidak ada.
"Ia mati seperti seekor tikus gereja," kata Hanno Schilf, menuturkan
kembali berbagai catatan lama tentang pencipta lagu yang terkenal
itu.
Kini setelah 180 tahun, lagu ciptaan "tikus gereja" itu pun
berkumandang di seluruh dunia. Museum pun didirikan di bekas rumah
tempat ia dilahirkan di Salzburg. Setiap Natal, di makamnya di
Magrain pun selalu dipasangi pohon terang.
Lagu ciptaan Joseph Mohr sampai kini memang masih dikemas untuk
mengucapkan selamat Natal. Di tanah air kita, hampir tidak mungkin
merayakan Natal tanpa lagu Malam Kudus dan penyalaan lilin, sebab
suasananya akan hambar.
Kepada Joseph Mohr, selayaknyalah umat Kristen di suluruh planet
bumi ini mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas karyanya
yang agung. Karya itu dibuat untuk mengenang keagungan Sang Mesias
yang lahir di kandang domba Bethlehem lebih dari 20 abad silam.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah: Kalam Hidup, November/Desember 1999
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1999
Halaman: 23 -- 25
______________________________________________________________________
"Firman Allah seolah-olah terbuka dan aku melihat apa yang telah
Allah perbuat bagi orang berdosa. Aku merasa bahwa karena dibenarkan
oleh iman, aku memiliki damai dengan Allah melalui Tuhan Yesus
Kristus."
Robert Moffat -- Penginjil
+ Karya ______________________________________________________________
1884 -- 1976 Teolog
MENGENAL KARYA-KARYA RUDOLF KARL BULTMANN
Dirangkum oleh: Kristina Dwi Lestari
MASA MUDA DAN PENDIDIKAN TEOLOGI
Bultmann adalah seorang ahli Perjanjian Baru, ahli bahasa, seorang
filsuf, dan teolog besar pada abad ke-20. Dia dilahirkan pada 20
Agustus 1884 di Wiefelstede. Anak tertua dari seorang pendeta
Evangelical Lutheran. Pendidikan teologinya ditempuh di Jerman,
yaitu di Marburg, Tubingen, dan Berlin. Dia banyak belajar teologi
biblika dan dogmatika bersama para ahli terkemuka di Jerman.
Gelar sarjana diberikan padanya pada tahun 1910, kemudian Bultmann
diakui sebagai mahaguru di Breslau (1912), di Giessen (1916), dan di
Marburg (1921) sebagai profesor pengajar bidang Perjanjian Baru
sampai masa purnatugasnya pada tahun 1951.
TEOLOGI BULTMANN TENTANG "DEMYTHOLOGIZING"
Teologi Bultmann terkenal dengan "demythologizing". Menurutnya,
manusia modern menemukan kesulitan untuk mengerti pemberitaan
Perjanjian Baru. Perjanjian Baru memunyai pandangan dunia yang sama
sekali berbeda dengan pandangan modern tentang dunia. Manusia modern
tidak dapat menerima realitas yang dibagi atas tiga bagian: alam
atas (surga), alam tengah (bumi tempat manusia dan tempat pertemuan
kekuasaan ilahi dan demonis), dan alam bawah (neraka). Manusia
modern tidak percaya kepada roh-roh dan kuasa-kuasa yang adikodrati
lagi.
Manusia modern tidak mau mendengar berita Perjanjian Baru dan mereka
menjadikan mitos-mitos sebagai skandalon (batu sandungan). Mereka
tidak mau mendengarkan berita Perjanjian Baru karena di dalamnya
Allah memanggil manusia kepada kebebasan dengan meninggalkan
keadaannya yang lama.
Agar manusia modern dapat mendengarkan berita Perjanjian Baru, maka
tugas teologi adalah menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi titik
pokok berita Alkitab. Yang diusahakan oleh teologi yaitu mencari
cara menafsirkan berita Perjanjian Baru yang dibungkus oleh
mite-mite, sehingga manusia modern dapat menerimanya. Dengan kata
lain, tugas teologi adalah hermeneutika.
Dalam metode "demythologizing"-nya, kita juga menemukan inti berita
Perjanjian Baru yang disebut dengan kerygmanya. Dalam Perjanjian
Baru, kerygma disampaikan dengan menafsirkan bentuk-bentuk
mitos-mitos, yaitu mengupas gambaran dunianya dan mengeluarkan arti
yang terkandung di dalamnya. Metode ini disebut juga dengan
Interpretasi Eksistensialisme. Menurutnya, hanya dengan demikian
manusia modern dapat disapa oleh Allah.
Dalam sisi filsafat, pandangan Bultmann banyak dipengaruhi oleh
filsafat Eksistensialisme Heidegger yang terlihat dalam konsepnya
tentang percaya. Bultmann berpendapat bahwa percaya bukan berarti
menerima sejumlah kebenaran-kebenaran teologi atau menerima begitu
saja hal-hal yang tidak masuk akal. Percaya adalah keputusan hidup
dan mati. Percaya adalah suatu keputusan yang eksistensial sifatnya
dan itulah sifat dari kepercayaan Kristen.
TULISAN-TULISAN BULTMANN
Bultmann menulis beberapa karya teologi yang terkenal, seperti
"Theology of the New Testament" (1951), yang berisi tentang
pernyataan lengkap tafsiran alkitabiah Bultmann. Di tulisan
selanjutnya, Bultmann meneruskan kritik analisanya tentang
sumber-sumber Perjanjian Baru. "The History of the Synoptic
Tradition" (1968) merupakan ujian yang berpengaruh terhadap susunan
Injil Matius, Markus, dan Lukas. "The Gospel of John: A Commentary"
(1971) dianggap sebagai tafsiran baru yang penting atas kesulitan
keempat Injil. Salah satu karya terakhir Bultmann, "Jesus and The
Word" (1975), adalah sebuah penyelidikan akan pengajaran Yesus yang
memberikan kepada pembaca sekilas teori teologi tentang sejarah dan
penafsiran Alkitab.
Literatur tentang karya Bultmann juga berkembang pesat sejak akhir
Perang Dunia II. Karya Charles Kegley, ed., "The Theology of Rudolf
Bultmann" (1966), berisi uraian singkat riwayat hidup yang ditulis
oleh Bultmann, esai penting tentang tafsiran, dan kritik tentang
ide-ide besarnya, yang disertai dengan jawaban Bultmann. Karya ini
juga berisi bibliografi lengkap tentang karyanya hingga tahun 1965.
Karya André Malet, "The Thought of Rudolf Bultmann" (diterjemahkan
tahun 1971), sangat komprehensif dan mudah dibaca.
Selama rezim Nazi, Bultmann merupakan salah satu anggota yang vokal
dalam "Confessing Church" yang menolak untuk mengikuti kependetaan
"Kristen Jerman" dalam memberi dukungan kepada pengeluaran kebijakan
non-Aryan Hitler. Sepanjang kariernya, Bultmann terus berkhotbah dan
mengajar. Bultmann menikah dan menjadi ayah dari tiga orang putri.
Dia meninggal pada 30 Juli 1976 di Marburg (sekarang bagian barat)
Jerman.
Dirangkum dari:
__________. "Rudolf Karl Bultmann". Dalam
http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3404700984.html
Wellem, F.D.. 1999. "Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah
Gereja". Jakarta: BPK Gunung Mulia.
+ Tahukah Anda? ______________________________________________________
Tahukah Anda? Bahwa kartu Natal pertama yang dicetak tidak bergambar
Yesus, Sinterklas, atau pohon Natal, melainkan sebuah pesta keluarga
dengan tulisan "Selamat Hari Natal dan Tahun Baru untukmu" di bagian
bawah. Pada samping kanan dan kiri gambar terdapat sebuah gambar di
mana orang kaya memberi makan dan pakaian pada orang miskin yang
mewakili kasih Natal. Kartu tersebut digambar oleh John Callcott
Horsley atas permintaan seorang teman yang bernama Sir Henry Cole.
Dicetak secara komersial untuk pertama kalinya di London, Inggris,
pada tahun 1843.
Sumber:
http://www.triviapark.com/quizzes/qzx3x/q4.html
http://www.victoriana.com/christmas/card1st-99.htm
+ Sisipan_____________________________________________________________
Kisah Natal
SEBUAH PENGUMUMAN SEDERHANA
Kita masing-masing pernah mengalami masa kegelapan dalam hidup dan
banyak di antara kita yang menjalani masa yang mengerikan sewaktu
terang hilang dari seluruh bumi. Tetapi semakin lama saya semakin
yakin bahwa terang yang baru sedang dinyalakan. Terang itu lebih
kecil dari percikan bunga api, bahkan ada yang hanya berpijar
sebentar, tetapi pijaran itu membawa harapan yang terpancar seperti
lingkaran cahaya dalam palungan yang suram.
Tahun lalu, kebaktian malam Natal di gereja kami sangat mengesankan.
Kami selalu mengingatkan setiap kali kami bernyanyi bergembira atas
anugerah kelahiran Juru Selamat. Dan setiap orang yang ada di sana,
ratusan orang, menyalakan lilin dan memegangnya sehingga tempat di
dekat mimbar menyala sangat terang.
Tahun yang lalu, sesuatu yang lain terjadi. Bukan karena banyaknya
bangku tambahan atau karena di belakang mimbar penuh dengan orang
yang berdiri mengikuti kebaktian. Tetapi pada waktu saya berdiri di
dekat bangku sambil memegang lilin yang menyala, saya menyadari saya
melihat sebuah lilin lain dinyalakan, sebuah lilin rohani, lambang
saling mengasihi dan memahami.
Pendeta kami baru saja menyampaikan sebuah pengumuman sederhana.
"Tahun ini," katanya dengan tenang, "atas budi baik beberapa orang,
banyak ibu dan ayah, orang tua anak-anak yang dapat berkumpul di
sini. Mereka menerima tawaran dari teman-teman kita orang Yahudi di
gereja Beth El untuk mengasuh anak-anak selama kebaktian."
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Kisah Nyata Seputar Natal
Judul asli buku: The New Guideposts Christmas Treasury
Penulis: Ida Hornschuch
Penerjemah: Ir. Ny. Christine Sujana
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1989
Halaman: 156 -- 157
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Kristina Dwi Lestari
Staf Redaksi: Yohana Prita Amelia
Isi dan bahan menjadi tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) BIO-KRISTI 2008
YLSA -- http://www.ylsa.org/
Situs Katalog -- http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Anda terdaftar dengan alamat email: $subst(`Recip.EmailAddr`)
Alamat berlangganan: < subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >
Alamat berhenti: < unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org >
Kontak redaksi: < biokristi(at)sabda.org >
Alamat situs: http://biokristi.sabda.org/
Alamat forum: http://biokristi.sabda.org/forum/
Arsip Bio-Kristi: http://www.sabda.org/publikasi/Bio-Kristi
___________________ BULETIN ELEKTRONIK BIO-KRISTI_____________________
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |