|
Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
https://sabda.org/https://sabda.org/publikasi/bio-kristi/109 |
|
Bio-Kristi edisi 109 (18-2-2013)
|
|
Buletin Elektronik
BIO-KRISTI (Biografi Kristiani)
_______________________Edisi 109, Februari 2013_______________________
Bio-Kristi -- Henry Clay Morrison
Edisi 109/Februari 2013
Salam sejahtera,
Saat menoleh ke belakang, kita akan melihat begitu besarnya jasa yang
telah disumbangkan oleh para penginjil. Mulai dari zaman para rasul
hingga saat ini, kita tidak dapat menyangkal kerja keras mereka.
Menjadi seorang penginjil tentu tidak mudah, apalagi bila kita
mengingat besarnya tantangan yang harus dihadapi seorang penginjil.
Saat seseorang mengambil keputusan menjadi seorang penginjil, ia perlu
membuat komitmen yang tinggi untuk mendedikasikan hidupnya bagi Tuhan,
khususnya dalam memberitakan Kabar Baik. Hal itulah yang dilakukan
Henry Clay Morrison, seorang penginjil hebat yang berpengaruh di
belahan Benua Amerika. Ia telah mengambil satu keputusan yang kemudian
mengubah hidup dan pelayanannya. Anda tertarik mengikuti kisahnya?
Dalam edisi ini, Anda dapat mengenal Henry Clay Morrison lebih jauh
karena kami telah menyajikan kisah lengkap perjalanan pelayanannya.
Simak pula kisah di balik julukan Morrison sebagai "Sang Orator".
Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati.
Pemimpin Redaksi Bio-Kristi,
Doni K.
< doni(at)in-christ.net >
< http://biokristi.sabda.org/ >
KARYA: HENRY CLAY MORRISON
(1857 -- 1942) Penginjil
Henry Clay Morrison (1857 -- 1942) lahir di Barren County, Kentucky,
pada tanggal 10 Maret 1857. Orang tuanya meninggal ketika ia masih
sangat kecil, sehingga ia dibesarkan di rumah kakeknya. Sebagai anak
laki-laki, Morrison peka terhadap hal-hal rohani dan sering merasakan
keyakinan akan dosa dalam hidupnya. Dalam sebuah bab di bukunya, "Life
Sketches and Sermons", Morisson menceritakan kisah pertobatannya. Ia
diselamatkan ketika masih remaja, saat seorang pengkhotbah keliling
datang ke komunitas mereka. Segera setelah itu, Morrison merasakan
panggilan untuk melayani. Pada usia 19 tahun, ia mendapat izin
berkhotbah dan melakukan panggilan pelayanannya sebagai pendeta
keliling dan gembala jemaat.
Pada tahun 1890, ia meninggalkan jabatan pastoralnya dan menyerahkan
diri sepenuhnya untuk penginjilan dan penerbitan surat kabar rohani
"The Old Methodist", yang kemudian menjadi "The Pentecostal Herald".
Kepemimpinan penginjilan Morrison dalam aliran Methodis tumbuh pesat
dari Kentucky sampai ke sebagian besar negara bagian yang lain, bahkan
sampai ke luar negeri. Pertemuan dalam kamp menjadi salah satu tempat
favoritnya untuk melakukan penjangkauan. Mungkin tidak ada orang lain
seperti dirinya, yang memberi lebih banyak waktu atau kepemimpinan
yang efektif ke dalam metode penginjilan. William Jennings Bryan
menganggap Morrison sebagai "orator mimbar terhebat di benua Amerika".
Dalam kesulitan keuangan yang besar, Asbury College mempekerjakan
Morrison sebagai rektor pada tahun 1910. Dengan bantuan dari pembaca
"Pentecostal Herald" dan reputasi nasionalnya sebagai pengkhotbah
besar, Morrison mampu melunasi utang besar yang melilit perguruan
tinggi itu dan meningkatkan baik reputasi sekolah tinggi tersebut
maupun jumlah mahasiswanya. Morisson juga memiliki peran yang penting
dalam pendirian Asbury Theological Seminary pada tahun 1923. Bahkan,
setelah mengundurkan diri dari jabatan rektor di Asbury College pada
tahun 1925, Morrison diminta sekali lagi untuk menjabat sebagai rektor
pada tahun 1933 di bawah krisis keuangan lain. Ia menjabat periode
keduanya sampai tahun 1940. Di sepanjang hidupnya, Morrison
menerbitkan 25 buku yang kesemuanya ditujukan untuk pembaca awam.
Morrison meninggal di rumah seorang pendeta yang mengundangnya untuk
melakukan kebaktian kebangunan rohani di Elizabethton, Tennessee, 24
Maret 1942. (t/Jing Jing)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: Asbury University
Alamat URL: http://www.asbury.edu/offices/library/archives/biographies/henry-clay-morrison
Penulis: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 18 Januari 2013
TAHUKAH ANDA: HENRY CLAY MORRISON -- SANG ORATOR YANG HEBAT
"Suara trompet,
berseru ke seluruh dunia,
meminta hati manusia bersukacita,
di dalam Dia yang mati untuk semua!
Bagi semua Tuhanku disalibkan;
bagi semua, bagi semua, Juru Selamatku telah mati."
Dr. Morrison adalah seseorang yang memiliki bakat alami. Ia dilahirkan
sebagai seorang orator alami, sama seperti Spurgeon, Parker, Bascom,
dan para pengkhotbah besar lainnya. Perawakannya gagah, kepalanya
dimahkotai dengan rambut seputih salju dalam usia senjanya. Wajah dan
air mukanya seperti yang digambarkan oleh George Whitefield dalam
karyanya yang berjudul "A Magazine of Eloquence". Suaranya
bersemangat, nadanya lembut seperti suara seorang anak, tetapi nyaring
bagai trompet. Whitefield berkata, "Aku menyukai orang-orang yang
menggunturkan firman Allah karena saat ini dunia Kristen sedang
tertidur lelap, dan tidak ada yang dapat membangunkan mereka dari
tidur itu kecuali seruan yang nyaring."
Hanya ada sedikit orang yang bisa mengungguli Morisson dalam hal ini.
Baginya, kefasihan berpidato bukanlah sesuatu yang dipelajari,
melainkan sudah ada di dalam dirinya secara alamiah; sama seperti
musik bagi seorang musisi, atau puisi bagi seorang penyair. Namun,
sama seperti para ahli dalam bidang yang lain, kemampuan seorang
orator juga akan diuji, dan ujian terberatnya adalah apakah ia
memiliki kekuatan untuk menyentuh dan menghidupkan kembali gairah yang
lesu pada orang lain.
Kefasihan berpidato dibawanya sejak lahir dan berdiam di dalam
dirinya, seperti yang diteriakkan Richard Brinsley Sheridan (pujangga
Inggris, pemilik London Theatre Royal -- Red.) ketika ia gagal
berbicara di hadapan penonton yang mengejeknya, "Itu ada di dalam
diriku -- itu ada di dalam diriku, dan itu akan muncul."
Benjamin Disraeli, Perdana Menteri Inggris keturunan Yahudi, yang
gagal dalam pidato pertamanya di hadapan parlemen juga berseru, "Akan
tiba saatnya, Anda akan mendengarkan saya." Hal yang sama juga terjadi
pada Morrison muda, saat ia lupa tentang apa yang akan
dikhotbahkannya, ia hanya bisa berseru, "Allah telah memanggil saya
untuk berkhotbah." Keyakinannya terhadap panggilan itulah yang
membuatnya menjadi sang Orator.
Injil memiliki segala sesuatu yang dapat menginspirasi dan
menghasilkan seorang orator jika semua hal itu lahir dalam dirinya.
Ada keagungan dan kemegahan tentang pesan Injil yang mengobarkan jiwa
pengkhotbah, sebagaimana yang dikatakan seseorang, "Para pekabar Injil
memiliki lahan terbaik untuk kefasihan yang lembut, khusyuk dan luhur,
hal yang paling agung disajikan, kepentingan yang paling penting
dibahas, dan motif yang paling lembut didorong. Allah dan para
malaikat, pengkhianatan Setan, penciptaan, kehancuran dan pemulihan
dunia, inkarnasi, kematian dan kebangkitan serta pemerintahan Anak
Allah; hari penghakiman, alam semesta yang terbakar, keabadian, surga
dan neraka, semua berlalu di depan mata. Apa pentingnya perselisihan
kecil di Yunani atau ambisi Filipus? Apa pentingnya plot dan
kemenangan Roma, atau pengkhianatan Cataline dibandingkan dengan ini?
Jika secara pendidikan, penelitian, dan (penyertaan) Roh Kudus para
pelayan Tuhan cukup memenuhi syarat; jika mereka merasa bahwa topik
yang mereka sampaikan sama banyaknya dengan Demosthenes dan Cicero,
apakah mereka akan menjadi orang yang paling fasih berbicara di bumi?
Dan, apakah mereka akan dihormati di semua tempat yang memiliki
pemikiran sepaham? "Pidato tentang Injil benar-benar merupakan khotbah
yang disemangati oleh kekuatan keyakinan adikodrati dan persuasi."
Cowper, seorang penyair, menggambarkan dengan baik para orator Injil
dalam puisinya:
Tema yang diangkatnya bersifat ilahi,
jabatannya suci, Ia sangat dapat dipercaya;
oleh-Nya hukum yang dilanggar mengguntur.
Dan, oleh-Nya dalam alunan semanis yang dilantunkan malaikat, Injil
membisikkan perdamaian;
Ia menegakkan yang kuat, memulihkan yang lemah,
mendapatkan kembali yang tersesat, membalut yang patah hati.
Dan, mengelilingi diri-Nya dalam persenjataan sifat surgawi yang
lengkap, berhiaskan kekuasaan yang terang seperti milik-Nya dan
mengarahkan semua aturan disiplin suci, untuk perang yang mulia,
sekumpulan umat pilihan Allah menurut sakramen.
Dalam pelayanan Dr. Morrison, kita melihat ilustrasi dari semua hal
ini. Karunianya sebagai orator Injil tidak dibingungkan oleh hal-hal
di bumi. Ia bisa mendapat keberuntungan jika ia kuliah, tetapi
semuanya itu ditanggapi dengan penolakan yang positif. Pengkhotbah
Injil sering kali dimanjakan dengan orator brilian seperti itu. Namun,
Dr. Morrison tidak dijual, demikian pula karunianya atau keyakinannya
karena karunianya yang besar bukanlah berasal dari bumi, dan ia tidak
akan memakai mereka untuk urusan duniawi. Karunia Allah yang besar
kepadanya itu harus ditujukan untuk tujuan yang suci. Ia datang
seperti seseorang dari zaman dahulu "untuk mengganggu kedamaian
mimbar, dan mengguncangkan satu dunia dengan guruh yang lain". Ia
memiliki semangat yang besar serta kekuatan yang dramatis.
Ada sebuah cerita tentang seorang profesor yang pergi dengan salah
seorang siswa untuk mendengar uskup Simpson menyampaikan salah satu
khotbah yang terbesar. Ketika mereka keluar, siswa itu mulai
membicarakan tentang seni berdeklamasinya. Profesor itu menjawab,
"Seni berdeklamasi! Itu bukan seni berdeklamasi. Itu adalah Roh
Kudus." Jadi, pada kesempatan besar ketika Dr. Morrison membumbungkan
sayap pemikiran dan emosi suci dari orang-orang yang duduk di bawah,
ia merasakan ada sesuatu yang lebih daripada kekuatan manusia dalam
khotbah. Itu adalah Roh Kudus.
Hugh Price Hughes, penyulut semangat mimbar dari Inggris, pernah
berkata kepada Dr. Jowett, "Pendeta penginjilan selalu di ambang
jurang. Benar, selalu ada sesuatu yang bergerak dalam jiwanya."
Sebelum pikiran menjadi sebuah gairah, maka pikiran tidak akan menjadi
kekuatan. Bagi Dr. Morrison, berkhotbah merupakan gairah sehingga ia
selalu menjadi model dan contoh yang bagus. Tidak hanya untuk orang-
orang yang ia layani, tetapi juga untuk mereka yang ia ajar. Para
siswa di Asbury College merupakan contoh perhimpunan yang istimewa.
Ketika Dr. Morrison akan datang dari beberapa kampanye dan akan
berkhotbah di kapel, serta berbicara di pertemuan khusus mahasiswa,
mereka duduk di kaki salah satu pengkhotbah besar Amerika. Tidak
terlalu mengherankan jika di Asbury ternyata banyak sekali pendeta dan
penginjil. Banyak khotbah paginya yang menyala dengan pikiran luhur,
berkilau dengan humor, mengguntur dengan kebenaran, kefasihan yang
sensasional, dan pesona seperti puisi untuk musik. Kefasihan, gairah,
dan pidatonya, merupakan teguran untuk ketenangan mimbar, keduniawian
gereja, dan tidak melakukan apa pun dari banyak orang yang mengaku
Kristen. Tampaknya, ia sedang berkata seperti salah satu orator zaman
dahulu, "Saudara-saudara, untuk tidak berkobar-kobar adalah kegilaan,
jika kita memercayai keyakinan kita." Ia menentang jenis agama yang
dingin, formal, suam-suam kuku, dan tidak murni. Keyakinannya adalah,
jika gereja ingin menjadi murni, gereja harus bergairah. Dia mengecam
kecenderungan modern yang menekan emosi dalam agama dan gereja. Ia
percaya bahwa api pengabdian dan kesucian harus terus menyala di atas
altar gereja.
Tugas kita usai. Penghargaan kita diberikan kepada orang besar --
mungkin juga orang baik -- salah seorang dari orang-orang besar Allah.
Kapan kita melihat orang yang seperti dia lagi? Kita akan
merindukannya. Suatu kali di Westminster Abbey, London, kami berdiri
di depan batu nisan John dan Charles Wesley; di atasnya tertera kata-
kata: "Allah mengubur pekerja-pekerja-Nya, tetapi Allah melanjutkan
pekerjaan-Nya." Para pengkhotbah, penginjil, misionaris, orang percaya
yang besar telah mati, tetapi Allah melanjutkan pekerjaan mereka.
"Berbahagialah orang mati, yang mati dalam Tuhan dari sekarang: Ya
firman Roh, supaya mereka beristirahat dari jerih lelah mereka; dan
karya-karya mereka berlanjut."
Dalam arti sebenarnya, karya Dr. Morrison akan berlanjut. Meskipun ia
telah pergi ke rumah kekalnya untuk peristirahatan abadi, namun
karyanya berlanjut. Melalui khotbah-khotbah yang telah diberitakan dan
dipublikasikan, dan buku-buku yang telah ia tulis, ia masih
melanjutkan karyanya. Melalui para pengkhotbah, penginjil, dan
misionaris yang terinspirasi dan diajar olehnya, karyanya akan terus
berlanjut. Melalui perguruan tinggi dan seminari di mana ia
mencurahkan waktu, dana, perhatian, dan pengabdian yang tak kenal
lelah, ia masih melanjutkan. Melalui pers yang didirikan dan
diurusnya, pesan-pesan disiarkan ke negara dan sampai ke ujung bumi
melalui majalah dan buku dalam volume yang tidak berkurang, ia masih
melanjutkan karyanya.
"Mereka yang mempertobatkan banyak orang kepada kebenaran, akan
bersinar seperti bintang selama-lamanya." (t/Jing Jing)
Diambil dan diterjemahkan dari:
Nama situs: O Christian.com
Alamat URL: http://articles.ochristian.com/article14956.shtml
Judul artikel: HENRY CLAY MORRISON -- PROPHET, WARRIOR, ORATOR
Penulis: George Whitefield Ridout
Tanggal akses: 18 Januari 2013
Kontak: biografi(at)sabda.org
Redaksi: Doni K., Sigit, dan S. Setyawati
Berlangganan: subscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-bio-kristi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/Bio-Kristi/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >
|
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |