Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/8

Doa 40 Hari 2016 edisi 8 (3-6-2016)

Suku Gorontalo

40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA -- JUMAT, 3 JUNI 2016

SUKU GORONTALO

Dirangkum oleh: Ariel

Pendahuluan/Sejarah

Suku Gorontalo merupakan penghuni asli bagian Utara Pulau Sulawesi, tepatnya di provinsi Gorontalo, provinsi ke-32 Indonesia, yang pada tahun 2000 memekarkan diri dari provinsi Sulawesi Utara. Hari ini, jumlah etnis Gorontalo diperkirakan lebih dari 1 juta orang atau merupakan penduduk mayoritas (90%) di Tanah Gorontalo. Sementara, sejumlah etnis lainnya yang merupakan minoritas adalah suku Suwawa, suku Bone, suku Atinggola dan suku Mongondow. Masyarakat Gorontalo berbicara dalam bahasa Gorontalo. Selain bahasa Gorontalo, terdapat juga beberapa bahasa lain yang sering dianggap sebagai dialek bahasa Gorontalo, yakni bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola. Bahasa Gorontalo sendiri sekarang banyak mengalami asimilasi dengan bahasa Manado (Melayu Manado), yang juga banyak diadopsi dalam keseharian masyarakat Gorontalo.

Kehidupan Mereka

Sistem kekerabatan masyarakat Gorontalo yang beraneka ragam profesi dan tingkat sosial tidak menjadi penghalang untuk tetap hidup dalam suasana kekeluargaan. Hal ini menjadi penyebab utama mengapa masyarakat Gorontalo selalu hidup rukun dan tidak pernah terjadi bentrok/konflik yang berskala besar.

Kepercayaan dan Adat Istiadat

Mayoritas masyarakat suku Gorontalo adalah pemeluk agama Islam (98,81%). Agama Islam sangat kuat diyakini oleh masyarakat suku Gorontalo. Beberapa tradisi adat suku Gorontalo terlihat banyak mengandung unsur islami. Kebudayaan mereka berdasar pada nilai-nilai agama mereka, maka jangan heran mereka dikenal sebagai suku yang religius. Hanya sebagian kecil saja yang memeluk agama lain di luar Islam. Kendati telah lama memeluk Islam, sisa-sisa corak keyakinan lokal masih bisa terasa dari kepercayaan sebagian kalangan terhadap makhluk-makhluk halus dan ritus-ritus upacara yang berbau adat.

Suku Gorontalo memiliki banyak sekali tradisi, beberapa tradisi yang terkenal adalah sebagai berikut:

  1. Upacara perkawinan.

Upacara perkawinan berlangsung di dua tempat, yaitu di tempat keluarga mempelai pria dan wanita. Pesta tersebut selalu berlangsung meriah sampai berhari-hari. Beberapa hari sebelum pesta, semua keluarga dan kerabat, baik ibu-ibu maupun bapak-bapak, telah datang berkumpul untuk membantu pelaksanaan pesta tersebut. Mereka selalu datang beramai-ramai. Dalam pesta itu, mempelai pria dan wanita menggunakan pakaian adat Bili'u, dan tempat pelaminan juga dihias menggunakan adat Gorontalo. Biasanya, pesta akan berlangsung selama 3 hari dan masing-masing mempunyai sebutan yang berbeda setiap hari.

2. Nujuh bulanan atau dalam bahasa Gorontalo "Tondhalo".

Tondhalo ini dilaksanakan pada usia kandungan 7 bulan, dilaksanakan pada pagi hari dengan pesta yang meriah, yang tentunya sangat berbeda dengan upacara nujuh bulan pada umumnya. Baik si ibu jabang bayi maupun suami, sama sama menggunakan pakaian adat dan menyertakan seorang anak perempuan kecil yang diusung oleh sang suami berkeliling rumah sebelum masuk ke kamar menjumpai si ibu jabang bayi untuk memutus tali yang melingkar di perut yang terbuat dari daun kelapa. Dalam upacara ini, disediakan berbagai jenis makanan yang dihidangkan di atas 7 buah baki, kemudian makanan tersebut dibagi-bagikan kepada para undangan, termasuk anak perempuan kecil yang diusung oleh sang suami calon ayah dari jabang bayi.

3. Aqiqah.

Upacara Aqiqah biasanya dilaksanakan 1 bulan atau 40 hari usia anak yang baru dilahirkan. Akan tetapi, ada sebagian masyarakat yang melaksanakan aqiqah lebih awal, bahkan ada yang lebih dari 40 hari bergantung kepada kemampuan orang tua si anak. Upacara aqiqah untuk suku Gorontalo tentu berbeda dengan yang dilaksanakan pada umumnya. Pada zaman dulu, para orangtua melaksanakan upacara aqiqah itu pada 7 hari setelah anak dilahirkan, yang disertai dengan upacara naik ayunan atau yang disebut "buye buye". Pada upacara ini sekaligus dilaksanakan sunat bagi anak perempuan.

4. Khitanan dan beat.

Meskipun kemajuan teknologi telah merambah ke seluruh pelosok Gorontalo, tetapi adat istiadat yang telah ada sejak zaman nenek moyang tetap terpelihara dengan baik. Berbagai upacara adat masih tetap dilaksanakan, misalnya upacara Khitanan bagi anak laki-laki dan Beat bagi anak perempuan. Dalam upacara ini, masih ada sebagian masyarakat yang menggunakan alat tradisional untuk mengkhitan anak laki-laki. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi dan mengurangi risiko yang dapat berakibat fatal, maka saat ini telah terjadi pergeseran dengan menggunakan alat yang lebih modern dengan menggunakan tenaga dokter. Khusus upacara Beat untuk anak perempuan yang telah aqil baligh, adat tersebut masih tetap dilakukan. Demikian beberapa adat dan kebiasaan yang terus dipertahankan hingga saat ini meski di tengah banyak perubahan yang terjadi mengikuti perkembangan zaman yang makin canggih ini.

Pokok Doa :

  1. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar masyarakat suku Gorontalo bisa mengenal Injil dan percaya kepada Kristus.
  2. Berdoalah bagi para hamba Tuhan di Gorontalo supaya mereka terus memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang di suku tersebut.
  3. Berdoalah supaya kuasa Allah menghancurkan setiap tembok penghalang pemberitaan Injil di suku Gorontalo.

Dirangkum dari:

  1. Editor Kebudayaan Indonesia. "Suku Gorontalo". Dalam http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1252/suku-gorontalo
  2. Dewa. "Kebiasaan Hidup Bermasyarakat Suku Gorontalo". Dalam https://dewaarka.wordpress.com/2009/11/24/kebiasaan-%E2%80%93kebiasaan-hidup-bermasyarakat-suku-gorontalo/
  3. _____. "Gorontalo". Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org