Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/8 |
|
Doa 40 Hari 2013 edisi 8 (6-7-2013)
|
|
SABTU, 6 JULI 2013 Suku Serawai Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat Suku Serawai berdiam di Kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di Kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Selain terpusat di Bengkulu, Suku Serawai juga terdapat di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Selatan. Suku Serawai memiliki kebiasaan merantau ke daerah lain, mulai dari Sumatera Selatan hingga ke wilayah Lampung. Orang-orang Serawai yang tinggal di pedalaman merupakan kelompok masyarakat termiskin di antara kelompok-kelompok pribumi di Sumatera. Perkampungan mereka terdiri dari rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu dan menggunakan atap rumbia. Umumnya, perkampungan-perkampungan ini berada di sepanjang sisi jalan atau sungai, dan dikelompokkan ke dalam beberapa marga. Kepala marga disebut pasirah dan diberi gelar khalifah. Untuk mengatur kampung-kampung yang ada dalam kekuasaannya, pasirah dibantu oleh beberapa depati. Satu di antaranya diangkat sebagai mangku atau depati utama. Bentuk kekerabatan orang serawai adalah keluarga luas (klen) bilateral, yang teriri atas satu keluarga batih yunior keturunan mereka. Namun, sifat bilateral ini hanya kentara dalam soal mengatur perkawinan, sementara untuk garis keturunannya cenderung patrilineal. Suku Serawai berbicara dalam Bahasa Serawai, yang termasuk ke dalam rumpun Bahasa Melayu Tengah. Dialeknya ada dua, yaitu dialek Manna dan dialek Serawai. Suku Serawai juga pernah mengembangkan suatu aksara sendiri yang, oleh para ahli, disebut aksara Rencong, namun orang Serawai sendiri menyebutnya Surat Ulu. Sebagian besar orang Serawai berprofesi sebagai petani padi. Persawahan mereka bergantung sepenuhnya dari hujan dan irigasi sungai-sungai terdekat. Ketika terjadi gagal panen, mereka mencoba bertani ke daerah-daerah lain. Namun, beberapa wilayah orang Serawai telah mengalami pertumbuhan yang cukup cepat, terutama yang bergerak di sektor perikanan. Banyak dari mereka telah bekerja sebagai pedagang, PNS, guru, anggota militer, pekerja konstruksi, dan buruh harian. Di sisi lain, banyak anak-anak Suku Serawai yang putus sekolah. Mereka membutuhkan motivasi, keahlian, dan keterampilan khusus agar nantinya menjadi warga masyarakat yang lebih produktif. Secara umum, orang-orang Serawai adalah Muslim, namun kehidupan sehari-hari mereka masih banyak dipengaruhi oleh keyakinan animisme. Ini terlihat dari beberapa macam upacara animisme yang masih mereka lakukan, seperti Upacara Mendundang (upacara mencuci benih padi sebelum ditanam) dan Upacara Nuruni (upacara mengikat batang padi yang baru dipanen menjadi satu). Upacara-upacara ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa mereka memperlakukan tanaman padi dengan baik. Dengan demikian, roh dari tanaman padi itu tidak meninggalkan ladang mereka dan terjadi gagal panen. Pada waktu tertentu, para petani juga mempersembahkan kambing di kuil-kuil atau makam kuno. Selain itu, mereka masih sering menggunakan jasa dukun dan takut akan ma`sumai -- harimau ganas yang menjelma menjadi sosok manusia, yang akan memikat dan menewaskan korbannya. Berikut ini beberapa referensi yang bisa Anda kunjungi untuk mengenal Suku Serawai lebih dekat dan referensi bahan yang dapat digunakan untuk mendukung pelayanan kepada orang-orang Serawai.
POKOK DOA
Kontak: doa(at)sabda.org
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |