Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/4 |
|
Doa 40 Hari 2002 edisi 4 (30-10-2002)
|
|
Rabu, 30 Oktober 2002 KOTA YOGYAKARTA =============== Ngayogyakarta Hadiningrat adalah nama yang dipilih oleh Pangeran Mangkubumi, seorang bangsawan Mataram untuk kerajaan baru yang didirikannya pada tahun 1755. Pangeran Mangkubumi mendapatkan daerah Selatan Jawa ini berdasarkan Perjanjian Giyanti (1755), yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu kesultanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta. Mangkubumi sendiri kemudian memakai gelar Sultan Hamengkubuwono I. Menurut Babat Giyanti, proses pemecahan Mataram itu penuh dengan intrik politik antar bangsawan dimana terjadi pula beberapa aksi kekerasan. Konon, latar belakang semacam inilah yang membuat Pangeran Mangkubumi memilih nama Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai nama kesultanannya. Nama itu menggambarkan sebuah daerah yang aman dan tenteram. Yogyakarta kemudian tumbuh sebagai kota yang kaya akan budaya dan kesenian jawa. Hal ini tidak mengherankan karena lingkungan kota seluas 32,5 km2 ini dikelilingi oleh daerah yang subur; hasil pertaniannya yang melimpah telah mampu memberi penghidupan yang layak bagi warganya. Situasi semacam itu merupakan suasana yang kondusif untuk berkesenian. Pionir dan titik sentral dari kesenian dan budaya masyarakat Yogyakarta adalah kesultanan. Beragam kesenian Jawa klasik, seperti seni tari, tembang, geguritan, gamelan, seni lukis, sastra serta ukiran-ukiran. Semuanya berkembang dari dalam keraton dan kemudian menjadi kesenian rakyat. Dari sisi budaya semacam ini, sosok sultan Yogya kemudian diyakini sebagai pembawa rezeki. Rakyat Yogya tidak pernah melewatkan tradisi ngalap berkah atau mencari berkah dari gunungan tumpeng nasi beserta lauk pauknya, yang diberikan oleh sultan pada upacara gerebeg. Kesatuan budaya dengan kehidupan masyarakat inilah yang di kemudian hari menjadi dasar bagi perkembangan kota kesultanan Yogyakarta. Kota ini seakan tak pernah kehabisan seniman-seniman handal. Daya kreasi mereka ditampung dalam berbagai festival yang digelar setiap tahun seperti festival Kesenian Yogya, Festival Gamelan, dan lainnya. Festival-festival tersebut telah menjadi daya tarik bagi para wisatawan baik domestik maupun manca negara. Daerah ini hanya kalah bersaing dengan P. Bali. Program pariwisata kota Yogyakarta selalu dikaitkan dengan daerah sekitarnya seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, wilayah Kaliurang di lereng gunung Merapi, Pantai Parangtritis atau Goa Selarong tempat persembunyian Pangeran Diponegoro. Daya tarik arsitektur kuno seperti kompleks Kraton Kasultanan dan Pakualaman, Istana Air Tamansari serta berbagai museum lainnya. Yogyakarta dengan populasi 395.604 jiwa, mayoritas penduduknya beragama Islam. Yogya juga dikenal sebagai kota pelajar, ada 47 perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa mencapai 86.000 orang. Pengentasan kemiskinan, pengangguran serta perjudian dan pelacuran merupakan masalah yang sedang dihadapi pemerintah. POKOK DOA: * Berdoa agar terjadi kebangunan rohani dalam kehidupan umat Kristen, pemulihan dalam pujian, penyembahan, doa syafaat dan peperangan rohani sehingga terjadi trasnformasi kota. * Berdoa supaya orang Yogyakarta mengenal Sang Pencipta yang sarat dengan kreativitas seni-Nya, agar mereka mengalami hubungan pribadi dengan Yesus sebagai sumber kreativitas dan seni. * Doakan agar pelayanan kampus memiliki visi dan strategi yang tepat guna, dan dapat memberikan pengaruh positif dalam kehidupan 86.000 mahasiswa yang belajar di Yogyakarta. * Berdoa mohon tuntunan Tuhan bagi pemerintah Yogyakarta supaya dapat menciptakan program pengentasan kemiskinan. Berdoa agar praktek- praktek yang tidak bermoral akan ditindak tegas.
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |