Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/40hari/28 |
|
Doa 40 Hari 2017 edisi 28 (13-6-2017)
|
|
40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA -- SELASA, 13 JUNI 2017 SUKU MINANGKABAU DI SUMATRA BARAT "Ya Tuhan, biarlah kiranya anak ini lahir sebagai seorang gadis!" Setelah memiliki empat anak laki-laki, Dedi dan Putri berdoa dengan sungguh-sungguh, memohon agar anak kelima mereka adalah seorang gadis. Meskipun merupakan kelompok masyarakat Muslim yang kuat, orang Minangkabau di Sumatra Barat lebih menginginkan anak perempuan daripada anak laki-laki -- dalam kebudayaan Islam di tempat lain, umumnya anak laki-lakilah yang lebih diinginkan. Hal ini dikarenakan Islam di Sumatra Barat telah terikat dengan budaya matrilineal yang kuat, dengan warisan diteruskan kepada putri tertua. Saat anak laki-laki bertumbuh dewasa dan pergi jauh untuk menemukan keberuntungan mereka, anak-anak perempuan tetap tinggal bersama orang tua mereka, dan ketika mereka menikah, suami mereka pindah ke rumah keluarga. Sering kali, kerabat yang ada hubungan darah dianggap lebih penting daripada suami baru, yang sering dipandang sebagai tamu di rumah keluarga. Meskipun ikatan keluarga di kota-kota besar melemah, namun setiap anggota dalam keseluruhan rumpun-suku masih diperlukan persetujuannya jika akan menjual sebidang tanah milik keluarga. Ikatan keluarga ini bisa menjadi jalan masuk untuk Kabar Baik dapat diberitakan secara luas, tetapi itu sekaligus juga dapat menjadi satu hambatan terbesar bagi umat Islam untuk percaya Injil. Takut berbeda pemikiran dan takut dikucilkan menghambat banyak orang untuk menjelajah/meneliti keyakinan mereka. Ketika orang Minangkabau menjadi pengikut Kristus, biasanya mereka segera ditolak oleh keluarga mereka. Jika suami bertobat, bisa jadi istrinya akan menceraikan dia. Jika seorang wanita menjadi percaya, dia akan kehilangan warisannya. Di antara lebih dari 8 juta orang Minangkabau, terdapat orang Kristen yang jumlahnya tidak lebih dari 1.000 jiwa. Banyak di antara orang Kristen itu adalah wanita Minangkabau yang menikah dengan pria Kristen dari kelompok masyarakat lainnya, dan dengan demikian, ia menjadi Kristen. Mari kita berdoa:
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |