Disiplin Anak dalam Keluarga

Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Sudah merupakan keyakinan umum bahwa meningkatnya jumlah masalah dalam masyarakat sebagian disebabkan oleh merosotnya disiplin orang tua terhadap anak-anak. Satu aspek di antaranya termasuk hukuman.

Pada hakikatnya, disiplin tidak untuk menghukum, tapi untuk koreksi dan latihan membimbing tindakan ke masa depan. Dengan demikian, untuk mengarahkan kepada tujuan yang sebenarnya, disiplin harus lebih kompleks dan lebih luas daripada sekadar hukuman.

Dalam usaha menanamkan disiplin pada anak, satu hal yang sangat menentukan, yaitu orang tua harus dapat membedakan antara keinginan dan perbuatan. Dalam hal perbuatan, orang tua dapat turun tangan dan membatasi bila perlu. Tetapi dalam hal keinginan dan harapan- harapan, sebaiknya orang tua memberi kebebasan.

Pada dasarnya, penanaman disiplin yang dilakukan oleh orang tua bertujuan untuk mengatur perilaku anak agar menjadi anak yang baik. Namun kenyataannya, sering kali disiplin diterapkan secara kaku tanpa melihat kebutuhan perkembangan anak. Dengan pengertian lain, dalam menanamkan disiplin, sering kali dipakai ukuran-ukuran orang dewasa. Terkadang disiplin diterapkan secara tidak konsisten, misalnya anak dihukum karena melakukan perbuatan yang salah, namun pada kesempatan lain si anak dibiarkan saja walaupun melakukan perbuatan yang sama.

Anak memerlukan gambaran yang jelas tentang tingkah laku yang diperbolehkan dan yang dilarang. Si anak merasa lebih aman apabila ia mengetahui secara pasti batas-batas perbuatan yang diizinkan. Cara menyatakan batasan pun harus dipikirkan dengan baik. Harus dicari jalan bagaimana mengemukakannya dengan tetap menghormati harga diri anak tanpa melukai perasaannya. Memberikan larangan harus dilakukan dengan mengungkapkan kewibawaan, bukannya penghinaan dan cemoohan.

Biasanya orang tua berpikir, akan lebih gampang jika membiarkan pelanggaran anak daripada meributkannya. Karena bagaimanapun juga, disiplin menuntut usaha keras.

Banyak orang tua di zaman sekarang yang memanjakan anak dan menafsirkan tindakan demikian sebagai pernyataan cinta. Namun sebenarnya, tindakan itu merupakan tambahan pada teknik orang malas.

Kita seyogianya mengingatkan diri, sebagaimana dalil mengajarkan, bahwa hukuman harus korektif dan bukannya bersifat pembelaan. Banyak faktor dihubungkan dengan disiplin tanpa harus menghancurkan atau mengabaikan faktor yang perlu.

Tidak ada rumus tunggal yang dapat dipakai pada semua kasus. Seorang anak tidak harus dipukul sekali sehari. Ia harus diajar secara tegas jika berbuat salah dengan sengaja. Pembenarannya harus dilakukan dengan segera dan adil. Mungkin kita perlu menghukum meskipun tidak sengaja, sebab pada hukuman korektif itu akan ada teknik untuk mengajarkan keamanan atau respek terhadap hak orang lain.

Orang tua harus berusaha untuk selalu membuat disiplin itu tepat dan mengena. Kecakapan dan ketangkasan dalam hal ini membawa hasil yang akan membimbing anak untuk hidup tertib. Akhirnya, dengan sendirinya si anak akan menyadari kesalahannya sehingga ia dapat memperbaikinya kemudian.

Menjalankan disiplin harus dengan suasana tenang. Penyampaian atau penjelasan arti disiplin harus dilakukan dengan lemah lembut dan akrab. Hal tersebut akan menolong si anak untuk menyadari kesalahannya dan mendorong dia memperbaikinya. Namun dalam hal ini, sering kali orang tua bertindak salah. Saat memberi nasihat atau memperbaiki kesalahan anak, orang tua melakukannya sambil marah. Marah ketika mendisiplin hanya akan membuat anak kehilangan harga diri di mata orang tuanya. Hal tersebut juga dapat membuat si anak merasa kebingungan dan tidak dapat mengubah perbuatannya yang salah.

Dalam mendisiplin anak, hendaknya orang tua bisa bersikap tenang dan tidak melakukannya dengan marah, agar si anak menjadi yakin bahwa orang tua tidak hanya sekadar menghukum, tetapi juga mendisiplin mereka.

Dalam menilai kesalahan anak, sebaiknya orang tua dapat bersikap jujur. Menilai kesalahan dengan cara jujur akan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk mencari tahu letak kesalahan.

Orang tua dapat mengambil tiga macam sikap dalam menentukan disiplin terhadap anak, yaitu keras, longgar, atau serba memperbolehkan. Namun, ada perbedaan besar antara sikap longgar dan serba membolehkan.

Bersikap longgar berarti menerima anak sebagaimana adanya, dengan segala sifat dan tingkah lakunya sebagai anak. Hakikat sikap longgar ialah menerima anak sebagai pribadi yang mempunyai hak-hak asasi. Sebagai pribadi, anak berhak untuk mempunyai gagasan, harapan- harapan, dan keinginan sendiri. Hak itu harus kita terima, kita akui, dan kita hormati.

Sedangkan sikap orang tua yang serba membolehkan akan memberi peluang kepada anak untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya. Sikap seperti itu sering bersarang pada diri orang tua yang sibuk setiap hari. Kesibukan membuat mereka tidak memiliki cukup kesempatan untuk membimbing anak. Pada dasarnya, sikap membolehkan dapat merusak wewenang orang tua sebagai ayah atau ibu yang memiliki otoritas. Akhirnya, keyakinan anak jadi luntur. Malah terkadang si anak merasa seolah-olah bukan sebagai anggota keluarga karena ia tidak pernah menerima suatu hukuman di rumahnya.

Sikap yang keras biasa terdapat pada banyak orang tua. Keinginan- keinginan orang tua disalurkan kepada anak, seolah-olah memaksakan kehendak sendiri. Sikap yang otoriter ini sangat menyusahkan dan membuat pribadi anak terinjak-injak. Karenanya, anak bisa bersikap seperti menentang otoritas orang tuanya.

Sebenarnya, ada suatu pandangan lama dan pandangan baru mengenai hal disiplin. Dalam pandangan lama mengenai disiplin terhadap anak, orang tua hanya mencegah perbuatan yang tidak diinginkan. Orang tua tidak mengingat dorongan jiwa yang menyebabkan si anak ingin berbuat demikian. Disiplin sering kali diajarkan pada saat yang salah, yaitu di saat si anak tidak dapat mendengarkan nasihat orang tuanya karena emosi. Dalam hal menghukum anak, sering kali cara yang orang tua lakukan tidak tepat sehingga dengan sendirinya malah membangkitkan suatu perlawanan.

Pandangan baru sekarang ini sedikit banyak membantu anak dalam hal perasaan maupun perbuatan. Orang tua membolehkan anak mengeluarkan isi hati dan perasaannya. Orang tua juga mencegah dan membatasi segala perbuatan yang tidak diinginkan atau mengarahkan mereka dengan baik. Cara mencegah dan membatasi dilakukan sedemikian rupa hingga diri si anak ataupun harga diri orang tua tidak terluka. Hubungan orang tua yang akrab dan wajar dengan anak akan bisa dipertahankan selama orang tua tetap bersikap hangat, mesti sebenarnya mereka sedang berusaha menegakkan disiplin dengan perilaku yang tegas.

Kita harus menerima salah satu bagian dari cinta, pertanggung- jawaban, dan juga manfaatnya. Bagian yang terberat tidak hanya pengalaman tegangnya saraf sewaktu menangani anak yang bersalah, tetapi penemuan kesabaran yang menjadikan orang tua akrab mendengarkan anak-anaknya. Saat berdiskusi mengenai masalah anak, saat itulah anak dan orang tua bisa saling mengenal dan anak pun dapat belajar arti disiplin yang sebenarnya.

Kategori Bahan PEPAK: Anak - Murid

Sumber
Judul Buku: 
Butir-Butir Mutiara Rumah Tangga
Pengarang: 
Alex Sobur
Halaman: 
43 - 47
Bab: 
Hakikat Mendisplinkan Anak
Penerbit: 
BPK Gunung Mulia
Kota: 
Jakarta
Tahun: 
1987