Kekuatan di Tengah Ketidakberdayaan

Oleh: Gabriel Gilang Pratama

"Aku berbaring dan tidur; aku bangun karena TUHAN sandaranku." (Mazmur 3:5, AYT)

Saat ini, saya adalah seorang aktivis pelayanan di salah satu gereja di Kota Salatiga. Saya memiliki kerinduan untuk bisa melayani Tuhan, khususnya dalam bidang kependetaan. Namun, untuk mendapatkan kerinduan ini, begitu banyak tantangan dan cobaan sering membuat saya berpikir kembali apakah ini benar panggilan Tuhan? Latar belakang keluarga besar saya adalah hamba Tuhan, termasuk almarhum nenek saya. Sewaktu kecil, saya sempat bercita-cita menjadi seorang pendeta. Saat itu, saya sering menemani nenek saya pelayanan di gereja, rumah jemaat, hingga ke luar kota. Semasa saya duduk di bangku Sekolah Dasar hingga SMP, saya mempunyai banyak waktu untuk berelasi dengan Tuhan. Saya sering mengambil bagian dalam pelayanan, baik di gereja maupun di sekolah. Saya begitu terinspirasi dari pelayanan beliau. Bagi saya, bisa dikatakan saat itu hubungan saya dengan Tuhan sangatlah baik. Saya hampir tidak pernah luput untuk membaca renungan dan berdoa ketika akan memulai dan mengakhiri sebuah aktivitas.

Sampai akhirnya, Tuhan mengambil nenek saya ketika saya akan memasuki bangku SMA. Saya merasa sangat kehilangan sosok yang saya kagumi selama ini, bahkan saya masih ingat janji beliau untuk mengantar saya di seminari Alkitab suatu saat nanti. Entah mengapa, setelah hal tersebut terjadi, saya menjadi kurang berelasi dengan Tuhan. Sesuatu yang saya lakukan seolah-olah hanya untuk saya dan bukan untuk Tuhan. Saya sering menunda membaca renungan dan berdoa. Saya mengikuti persekutuan-persekutuan, tetapi hati saya hampa, tidak ada perubahan dan sukacita. Saya sempat merasa tidak yakin untuk memenuhi panggilan Tuhan karena saya selalu berpikir bahwa saya sangat tidak layak dihadapan-Nya. Pada masa-masa itulah, saya perlahan melepaskan genggaman tangan saya dari Tuhan. Dunia selalu menawarkan yang lebih baik ketimbang berdoa dan bersekutu. Saya lebih sering mengusap layar telepon dibanding membuka lembaran Alkitab.

Pada suatu waktu, saya bersyukur untuk orang-orang yang ada di sekitar saya. Mereka telah menolong dan selalu mengingatkan saya untuk terus mempunyai relasi dengan Tuhan. Saya merasa pulih kembali melalui persekutuan yang sering saya ikuti, baik di gereja maupun di sekolah. Tidak hanya persekutuan, teman-teman saya pun turut mengingatkan saya untuk kembali berdoa dan memiliki waktu bersaat teduh. Memang, saya sempat sulit untuk mengatur dan meluangkan waktu untuk berelasi dengan Tuhan. Bagai bejana yang hancur, tetapi perlahan diperbaiki dan diisi oleh Sang Pencipta. Hingga akhirnya, saya terus belajar untuk bersyukur dan selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap keadaan. Saya pun kembali meminta pertolongan kepada Tuhan dan menggumuli panggilan-Nya.

Allah hadir bagi kita melalui berbagai macam cara. Ia hadir melalui orang-orang yang ada disekitar saya dan Anda untuk menolong kita terus hidup dalam kasih Allah. Sekalipun kita melepaskan genggaman tangan kita dari tangan-Nya, tetapi Tuhan yang setia tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya. Ia akan terus mencari kita sampai kita didapatkan oleh-Nya. Seperti gembala yang mencari satu domba yang hilang, demikianlah Allah kita. Kiranya kesaksian ini boleh menjadi kekuatan bagi kita bersama untuk terus hidup bersandar pada Lengan yang Kekal.

Eben Haezer

Tinggalkan Komentar