Gladys Aylward, Misionaris di China

Anda pernah menonton film atau mengetahui film berjudul "Escape from Huang Zhi"? Kisah seorang reporter dari Barat yang menyelamatkan kurang lebih enam puluh anak yatim piatu di China. Dia dibantu oleh seorang Suster dan seorang yang kaya berjalan melewati medan pegunungan dan gurun untuk menyelamatkan diri dari serbuan tentara Jepang.

Ada kisah nyata yang jauh lebih dahsyat dari itu. Di negara yang sama, yaitu China, pada masa pendudukan Jepang, seorang wanita sendirian membawa seratus lebih anak yatim piatu dan menempuh perjalanan sejauh 100 mil selama hampir satu bulan untuk sampai di tempat tujuan mereka yang aman. Dia adalah Gladys Aylward, seorang misionaris dari Inggris yang sempat ditolak untuk menjadi misionaris dan pernah bekerja sebagai pelayan rumah tangga.

Tidak Memenuhi Syarat sebagai Misionaris

Dia lahir dari keluarga kelas pekerja di Edmonton, London, pada tanggal 24 Februari 1902. Meskipun dibesarkan di gereja Anglikan, pada awalnya dia bukan orang yang sangat religius. Pendidikannya hanyalah pendidikan dasar dan dengan posisi sebagai kelas pekerja hanya memberinya sedikit pilihan. Dia mulai bekerja menjadi pembantu rumah tangga pada usia 14 tahun. Panggilannya untuk bermisi muncul ketika ia menghadiri kebaktian kebangunan rohani pada saat dia berumur 18 tahun. Pendeta saat itu menantang pendengarnya untuk mempersembahkan diri bagi pelayanan kepada Tuhan. Pesan pendeta itu langsung berbicara dengan kuat dalam hatinya dan keinginannya untuk melayani sebagai misionaris mulai tumbuh.

Bekerja selama empat tahun sebagai pembantu rumah tangga membuatnya memiliki suatu wawasan yang unik mengenai hati seorang hamba. Saat dia memberikan hidupnya untuk Kristus, ia bersedia dipakai untuk melayani dalam bidang apa saja. Beberapa sumber mengindikasikan bahwa keputusannya untuk menjadi misionaris ke China muncul setelah ia membaca artikel di suatu majalah tentang China, sebuah negara tempat jutaan orang belum pernah mendengar Injil.

Dia melanjutkan pekerjaannya sebagai pelayan salon selama dua tahun. Pada usia pertengahan dua puluhan, ia melamar untuk menjadi misionaris dan diberikan kesempatan mencoba di China Inland Mission Centre di London. Di sana, ia bekerja sampai usia dua puluh enam tahun, tetapi rupanya prestasinya tidak memenuhi harapan para pemimpin China Inland Mission Centre. Dia ditolak untuk melayani sebagai misionaris ke China. Namun, tidak ada yang bisa menggagalkan kehendak Tuhan atau menolak pelayanan mereka yang dipanggil oleh Allah ("Sebab anugerah dan panggilan Allah tidak dapat dibatalkan." --Roma 11:29, AYT DRAFT).

Nekat Mengutus Dirinya Sendiri

Gladys bertekad untuk melayani Tuhan dengan cara apa pun, ia terus bekerja dan menabung. Pada saat ia berusia tiga puluh tahun, kesempatan itu datang, seorang misionaris senior, yaitu Ibu Jeannie Lawson, sedang mencari asisten muda untuk melanjutkan pekerjaannya. Gladys diterima, tetapi Ibu Lawson tidak memiliki apa-apa untuk membantunya melakukan perjalanan ke China. Gladys juga tidak memiliki dana lebih untuk bepergian dengan kapal laut. Jadi, ia memberanikan diri, sendirian menempuh perjalanan darat dengan kereta api dengan hanya berbekal paspor, Alkitab, tiket, dan dua ninepence pound.

Pada bulan Oktober 1930, Gladys berangkat dari London menuju China dengan naik Kereta Api Trans - Siberia dan tiba di Vladivostok. Ia kemudian berlayar ke Jepang menuju Tientsin. Dari Tientsin, dia naik kereta, bus, dan keledai menuju kota Yangchen di pedalaman, di provinsi Shansi yang bergunung-gunung, sebelah selatan Beijing.

Sebagian besar penduduk Yangchen belum pernah melihat orang Eropa, selain Ibu Lawson dan Aylward. Mereka tidak memercayai kedua wanita itu sebagai orang asing, dan tidak bersedia mendengarkan mereka.

Penginapan "The Sixth Happines"

Gladys dan Ibu Lawson memikirkan cara untuk menarik orang agar mengenal Kabar Baik. Mengetahui bahwa kota di mana mereka tinggal adalah tempat transit bagi orang yang melakukan perjalanan jauh, mereka berencana untuk membuat tempat penginapan.

Di tempat penginapan itu, dengan ramah mereka menawarkan makanan dan tempat tidur yang hangat dengan harga yang murah serta tempat buat keledai para tamu di halaman. Pada malam hari, setelah melayani makanan para tamu, Gladys dan Ibu Lawson akan mengumpulkan tamu-tamu mereka dan menceritakan tentang seorang bernama Yesus. Dengan cara ini, pesan Injil mulai diberitakan, tidak hanya pada mereka yang di penginapan, tetapi para pengendara keledai membawa cerita-cerita itu di sepanjang perjalanan mereka.

Gladys juga menghabiskan berjam-jam setiap hari belajar bahasa setempat untuk berkomunikasi dengan orang-orang setempat, dan akhirnya ia menguasai bahasa itu, suatu yang tadinya di luar pikiran dan kemampuannya.

Tak lama setelah itu, mentornya, Ibu Lawson, jatuh dan terluka parah, bahkan menyebabkan kematiannya beberapa hari kemudian. Gladys bersama juru masak China, yang adalah seorang Kristen yang taat, bertekad untuk meneruskan pekerjaan Ibu Lawson. Fasih dalam bahasa lokal, ia mulai mengabarkan Injil ke desa-desa sekitarnya. Menyadari banyak anak-anak yang tidak diinginkan oleh orang tuanya dan mereka menjadi anak-anak yang terlantar, pekerjaan misinya berubah menjadi perawat anak-anak kecil yang terlantar. Namun, perawatannya tidak terbatas hanya pada anak-anak. Apalagi pada waktu itu, China diserang oleh tentara Jepang sehingga banyak tentara dan warga sipil China yang terluka. Jadi, dia menampung orang-orang yang terluka, yang membutuhkan perawatan akibat dari perang yang sedang terjadi. Penginapannya menjadi perlindungan bagi dua puluh anak yatim dan sebanyak tiga puluh sampai empat puluh tentara yang terluka pada waktu itu.

Menyelamatkan Lebih dari Seratus Anak Yatim Piatu

Perang semakin meluas dan anak-anaknya sekarang bertambah jumlahnya menjadi sekitar seratus orang. Dia telah menjadi warga negara China pada tahun 1936, dan aktivitasnya dalam mendukung rakyat lokal, termasuk sedikit memata-matai orang Jepang, membuatnya tidak aman untuk tetap tinggal di Yangchen. Kolonel Linnan, anggota perlawanan Tionghoa lokal, memperingatkan Gladys kalau dia telah dianggap "buronan" dan dijadikan target penangkapan hidup atau mati. Gladys lalu mengumpulkan anak-anak dan mengevakuasi mereka dari kota.

Akibat situasi perang dan tidak adanya transportasi, Gladys terpaksa memimpin anak-anaknya, berjalan kaki, di atas pegunungan menuju ke provinsi Sian yang lebih aman dengan jarak sekitar 100 mil jauhnya. Perjalanan itu menghabiskan waktu 27 hari, dan mereka harus menanggung berbagai kesulitan dan penderitaan. Gladys sendiri jatuh sakit dalam perjalanan itu dan ketika mereka akhirnya tiba dengan selamat, ia roboh. Para dokter takjub dengan ketahanan fisiknya dan terheran-heran saat mengetahui Gladys sebenarnya sedang menderita tifus, pneumonia, demam, kekurangan gizi, dan kelelahan yang luar biasa.

Dia kembali melayani, tetapi tidak pernah benar-benar sembuh dari penyakitnya. Namun, hal ini tidak menghentikannya untuk terus melayani Tuhan. Dia mulai mendirikan gereja berbagi Injil di desa-desa, di penjara, dan di antara yang sakit dan tak berdaya. Pelayanannya berlanjut sampai tahun 1947 ketika rezim komunis yang baru mulai memegang kendali. Gladys dan misionaris lain harus meninggalkan China.

Akhir Hidup Gladys Aylward

Pada tahun 1958, setelah sepuluh tahun di Inggris, Gladys pergi ke Taiwan untuk memulai panti asuhan lainnya. Dia tetap berada di sini selama sisa hidupnya, melayani Tuhan dengan cara melayani anak-anak-Nya. Dia meninggal tanggal 3 Januari 1970.

Gladys Aylward dikenal sebagai 'Ai-weh-deh', (The Virtuous One) oleh orang China dan dia mencintai mereka yang pada awalnya tidak memercayai dia. Semasa dia melayani di Yungcheng, dia sempat diangkat menjadi asisten untuk pemerintah, yaitu "Foot Inspector", karena perjuangannya menentang "pembebatan" kaki untuk anak-anak gadis di China. Budaya pembebatan kaki ini dilakukan agar para wanita memiliki kaki kecil karena waktu itu, ada pandangan wanita berkaki kecil itu cantik, padahal korbannya akan mengalami ketidakseimbangan tubuh dan kesakitan selama proses berlangsung.

Sempat ditolak dan diejek pada awal pelayanannya, figur Gladys akhirnya diterima dan sangat dihormati oleh orang-orang di China. Dia mengasuh anak-anak yatim dan mengadopsi beberapa di antaranya, menghentikan pemberontakan di penjara, dan dalam banyak kesempatan, berani mengorbankan nyawanya untuk menolong mereka yang membutuhkan. Keberaniannya untuk mengintervensi pemberontakkan di penjara ini bahkan membuat para penjahat sangat respek kepadanya.

Dia hidup di hadapan Tuhan, untuk Tuhan, dan dipakai Tuhan secara luar biasa.

Diambil dan disunting dari:

Judul majalah : Chariot of Fire
Judul artikel : Gladys Aylward Misionaris di China
Penulis artikel : Ronny Deddy Rondonuwu
Penerbit : Nafiri Allah Terakhir, Surabaya 2014
Halaman : 67 -- 69

"Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, karena kami telah mendengar tentang imanmu dalam Kristus Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, oleh karena pengharapan, yang disediakan bagi kamu di sorga. Tentang pengharapan itu telah lebih dahulu kamu dengar dalam firman kebenaran, yaitu Injil," (Kolose 1:3-5)
< http://alkitab.sabda.org/?Kolose+1:3-5>

Kategori: 

Tinggalkan Komentar