Cassanova

Gambar: AYT

Sejak usia 12 tahun, saya dikirim ayah untuk bersekolah di Singapura. Mungkin karena mengalami "home-sick" yang begitu besar dan merasa kehilangan rasa kasih sayang dari ibu, saya mulai mencari pengganti kasih itu. Berhubung perawakan saya yang bongsor dan saya adalah "orang asing" di SMP itu, banyak siswi tertarik pada saya.

Dari situ, saya mulai ganti-ganti pacar dan berakhir pada seks bebas. Tidak berhenti di situ, saya mulai pergi ke diskotik pada usia 15 tahun dan di situlah saya mulai minum minuman keras. Awalnya, saya cukup berprestasi di sekolah, tetapi lama kelamaan nilai ulangan maupun prestasi olahraga saya menurun, dan saya harus pulang ke Indonesia untuk melanjutkan akademi saya. Karena ayah saya tidak mau saya berhenti sekolah di usia muda, maka ia mengirim saya ke Amerika untuk menuntut ilmu lagi. Namun, keberangkatan saya ke Amerika bukan menjadikan saya lebih baik, melainkan justru semakin parah. Ditunjang oleh budaya dan lingkungan di Amerika yang menganut seks bebas, saya menjadi semakin rusak. Saya bukan saja kecanduan alkohol, pesta pora, dan seks bebas, melainkan juga mulai berjudi.

Uang yang dikirim orang tua untuk biaya hidup 1 tahun, saya habiskan dalam waktu 2 bulan. Tetapi, saya cepat sadar bahwa judi bisa menghabiskan harta. Saya berhenti berjudi karena pada dasarnya saya memang tidak suka berjudi. Saya hanya terpengaruh lingkungan dan ikut- ikutan saja.

Pada tahun 1990, saya menyelesaikan kuliah dengan gelar Bachelor of Science yang saya tempuh dengan waktu yang wajar, yaitu 4 tahun. Pulang ke Indonesia, saya bekerja sambil berencana untuk meneruskan pendidikan ke jenjang MBA (Master). Tetapi setelah bekerja di perusahaan milik ayah, saya merasa senang hidup di Indonesia dan tidak mau kembali ke Amerika karena waktu itu merupakan era kejayaan perekonomian Asia, khususnya Indonesia. Sehingga, apa pun yang kita kerjakan tidak sulit untuk mencapai kesuksesan dalam bisnis. Perusahaan yang saya pegang semakin lama semakin besar, apalagi bisnis keluarga
di sektor keuangan sudah tercatat menjadi 10 besar di Indonesia. Ibarat kaki, saya seakan-akan sudah tidak menyentuh tanah lagi.

Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus yang telah menjamah dan menempatkan saya pada wadah yang tepat.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Seperti yang diperkirakan, hidup saya semakin lama semakin rusak, bahkan kenakalan saya bertambah parah. Saya mulai mencoba narkoba satu per satu dari berbagai jenis. Walaupun mengonsumsi cukup sering, saya tidak menjadi kecanduan karena saya selalu membatasi dosisnya. Kecanduan yang justru sulit saya lepaskan adalah kecanduan terhadap wanita. Wanita yang saya kencani bukanlah wanita penghibur, kebanyakan dari mereka adalah eksekutif muda karena usaha saya banyak bergerak di bidang ekspor ke mancanegara. Bahkan lebih dari itu, saya mulai melakukan penyimpangan seks. Saya merasa tidak cukup berhubungan dengan satu wanita saja. Hal ini karena wanita-wanita yang saya kencani biasanya saling mengenal. Jadi, tidak masalah bagi mereka jika saya mengencani mereka secara bersama-sama; dua wanita sekaligus.

Tahun 1998, krisis ekonomi menghantam Asia. Salah satu negara yang mengalami krisis paling berat adalah Indonesia. Di sanalah, saya mulai sadar bahwa harta yang besar dan banyak ini bisa habis dalam waktu sekejap.

Hampir semua perusahaan keluarga kami mengalami krisis. Satu per satu, perusahaan mulai diambil alih oleh BPPN. Tetapi, itu belum mampu mengubah cara hidup saya karena dalam tekanan ekonomi itu, saya masih hidup dalam paradigma lama. Saya masih mau memperlihatkan kepada banyak orang bahwa segala sesuatu baik-baik saja, kehidupan saya masih sama saja, saya tetap pergi `dugem`, mabuk-mabukan, narkoba, dan memiliki banyak wanita selingkuhan.

Sampai tahun 2000, tidak saya mungkiri bahwa di dalam hati, saya sudah merasa tertekan. Pada saat itulah, saya bertemu teman dari Full Gospel Business Men`s Fellowship Internasional (FGBMFI) dan saya diajak ke suatu pertemuan yang mereka sebut Outreach Dinner Meeting. Pada mulanya, saya agak malas-malasan dan selalu menolak untuk datang, tetapi pada tahun 2001, saya dengan terpaksa datang karena teman saya itu tekun menghubungi saya untuk datang. Pada awalnya, saya tidak merasakan apa-apa. Tetapi, setelah beberapa kali hadir dalam pertemuan tersebut, saya mulai membuka hati, saya mulai mengenal kebenaran dan Tuhan memberikan damai sejahtera. Maka, saya bertekad untuk berhenti dari kehidupan saya yang jauh menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.

Saya sempat berbicara dengan istri dan teman-teman `dugem` untuk berhenti dari kebiasaan buruk itu. Tetapi karena mengandalkan kekuatan sendiri, maka pertobatan itu hanya bertahan 1 -- 2 bulan saja. Saya ditertawakan oleh teman-teman `dugem` katanya, "Mana mungkin seorang Cassanova bisa bertobat?" Saya kembali pada kehidupan yang lama, jatuh bangun. Setelah 2 tahun terus mengalami kegagalan, akhirnya saya sadar kalau saya tidak sanggup mengubah diri sendiri dengan kekuatan sendiri. Maka, saya meminta pertolongan Tuhan dengan menyerahkan kelemahan saya kepada-Nya sambil berpuasa Ester, yaitu 3 hari 3 malam tanpa makan dan minum.

Tuhan pun menjamah saya dengan ajaib sekali. Semenjak itu, saya tidak pernah lagi ingin pergi `dugem`, minuman keras rasanya seperti menjadi asam, tidak ada hasrat untuk mencari wanita-wanita baru. Yang lebih dahsyat adalah mereka bisa merelakan dan melepas saya tanpa banyak alasan. Padahal sebelumnya, ada teman wanita saya yang mengancam untuk bunuh diri. Hidup saya pun berubah drastis. Karakter sombong mulai dikikis oleh Tuhan perlahan-lahan. Saya mulai belajar mengasihi jiwa- jiwa, bahkan saya bisa pergi untuk suatu tugas misi ke daerah-daerah yang notabene berkesan jorok untuk pelayanan. Bisnis keluarga kami juga mulai dipulihkan Tuhan walaupun harus melalui tantangan yang besar, tetapi itu semua adalah proses yang Tuhan ajarkan. Bahkan di tahun 2007, Tuhan mulai membuka pintu-pintu untuk usaha baru yang tadinya tidak terpikirkan sebelumnya. Bukan sampai di situ saja, Tuhan memakai saya untuk menarik dan menjangkau kembali teman-teman pria yang sudah jauh dari Tuhan.

Sekarang saya semakin mengasihi keluarga dan mulai memerhatikan istri dan anak-anak, tidak egois seperti dulu lagi. Saya bersyukur kepada Tuhan Yesus yang telah menjamah dan menempatkan saya pada wadah yang tepat, yaitu FGBMFI, tempat banyak pria dipulihkan. Komunitas FGBMFI, anggota-anggotanya banyak mendukung, saling menopang dan mendoakan sehingga semua bisa saling bertumbuh dewasa dalam rohani dan menjadi berkat bagi banyak orang. Saya percaya kalau saya bisa diubahkan oleh Tuhan, maka saudara-saudara pun bisa diubahkan oleh Tuhan.

Download Audio

Diambil dari:
Judul buletin : VOICE (Full Gospel Business Men`s VOICE Indonesia), Volume 94 - 2008
Penulis : Anthony Putihrai
Penerbit : Communication Department Full Gospel Business Men`s Fellowship Internasional - Indonesia
Halaman : 24 -- 28
Kategori: 

Tinggalkan Komentar