Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2018/05

e-JEMMi edisi No. 05 Vol. 21/2018 (22-5-2018)

Hilangnya Semangat Penginjilan

Hilangnya Semangat Penginjilan
e-JEMMi -- Edisi 05/Mei/2018
 

e-JEMMi

DARI REDAKSI:

Penginjilan: Suatu Tanda Kasih kepada Allah dan Sesama

Apa bukti kasih kita kepada Allah? Dalam 1 Yohanes 5:2 dengan jelas dikatakan bahwa kita mengasihi Allah jika kita melakukan perintah-Nya. Dan, Amanat Agung adalah perintah yang Kristus berikan kepada kita. Ketika kita tidak melakukan apa yang menjadi amanat-Nya, bukan saja berarti kita tidak mengasihi Allah, tetapi sekaligus juga berarti bahwa kita tidak mengasihi sesama yang akan binasa. Dengan demikian, kita pun melanggar hukum kasih karena tidak mengasihi Allah dan sesama. Namun, kenyataan yang terjadi adalah gaung penginjilan malah terdengar semakin lemah dalam gereja dan di antara orang-orang percaya saat ini. Kita tidak lagi merasakan kepentingan untuk memberitakan Kristus dan anugerah keselamatan-Nya kepada mereka yang terhilang. Kasih kita menjadi semakin dingin terhadap Allah dan sesama. Apa yang menyebabkan hal ini? Mengapa sekarang orang percaya tidak lagi giat untuk melakukan misi dan penginjilan? Untuk lebih dalam mengulas hal ini, edisi e-JEMMi pada bulan Mei akan menyajikan artikel yang ditulis oleh Daniel Darling tentang mengapa orang-orang percaya tidak menginjili. Harapan kami, dengan membaca artikel ini, kita akan diingatkan kembali bahwa hidup orang-orang percaya memiliki misi, dan itu bukanlah untuk mengasihi diri dan tujuan-tujuan kita sendiri. Selamat membaca dan bermisi.

N. Risanti

Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
N. Risanti

 

ARTIKEL
Mengapa Orang Kristen Tidak Menginjili?

Suatu studi penelitian dari Lifeway baru-baru ini menunjukkan apa yang sudah diketahui oleh sebagian besar dari kita: orang Kristen enggan menyaksikan iman mereka.

Menurut Lifeway, 80% dari penganut Protestan tahu bahwa mereka dipanggil untuk menginjili, tetapi 61% mengakui mereka tidak melakukan percakapan rohani dengan siapa pun selama enam bulan terakhir.

Ini membuat para pemimpin pelayanan frustrasi. Jika Anda bisa mengumpulkan lima pendeta dalam satu ruangan, mungkin Anda mendengar mereka mengatakan bahwa salah satu hal yang membuat mereka frustrasi adalah keengganan jemaat mereka untuk ikut terlibat dalam misi Allah dan memberitakan Kabar Baik kepada orang-orang di lingkungan terdekat mereka.

Banyak yang lebih pintar daripada saya telah menawarkan penelitian baru dan strategi yang baru untuk memotivasi orang Kristen. Ini bermanfaat. Namun, saya curiga bahwa keengganan kita untuk menginjili hanya sedikit yang disebabkan oleh metode yang salah dan kurangnya kesempatan. Ada yang lebih mendalam daripada itu. Saya akan mengajukan tiga alasan rohani mengapa kita tidak menginjili.

1. Kita kehilangan rasa kagum kita.

Ketika saya membaca catatan di Matius tentang Amanat Agung Yesus, saya tersentak dengan kurangnya rasa bersalah dan manipulasi dalam kata-katanya. Yesus menyampaikan kabar baik bahwa telah diberikan kepada-Nya segala kuasa di surga dan di bumi. Melalui kematian, kebangkitan, dan kenaikan-Nya, Kristus akan memerintah sebagai Raja. Dia telah mengalahkan kuasa dosa dan maut, dan telah menaklukkan kutuk. Dan, sekarang, Dia memanggil umat dengan nama-Nya dari segala bangsa dan suku dan bahasa.

Ketika saya membaca kata-kata Yesus, menurut saya, tampaknya Dia tidak memohon dengan sangat kepada murid-murid-Nya untuk mengabarkan Injil. Dia mengharapkannya. Dan, mengapa tidak? Orang-orang di bukit ini mendengarkan perkataan Yesus? Mereka baru saja menyaksikan seseorang yang secara brutal disalibkan, dikubur dalam tiga hari, dan sekarang bangkit. Jika Anda bertemu dengan Yesus, jika Anda melihat Dia yang tadinya mati, kemudian hidup, tidak seorang pun yang perlu meyakinkan Anda untuk pergi memberi tahu kepada seseorang tentang keajaiban ini. Perintah Yesus adalah izin untuk tidak diam saja, yaitu untuk membawa Injil ini ke luar Israel dan ke semua bangsa.

Mengapa kita tidak menginjili? Bukan karena kita tidak mempunyai alat-alat yang tepat atau kata-kata yang tepat. Kita tidak berbicara tentang Yesus karena sebagian dari kita yang mengenal Yesus telah kehilangan rasa kagum itu. Jika Anda pernah bersama dengan Yesus, yang telah bangkit dari kematian dan telah memberi Anda hidup baru, jika Dia benar-benar Raja Alam Semesta yang akan memerintah, jika Anda mengenal dan mengasihi Dia, pastilah Anda akan memberi tahu orang-orang tentang Dia.

Inilah sebabnya, mengapa kewajiban utama para pendeta bukanlah menciptakan kata-kata indah yang baru agar jemaat mereka bisa menyampaikan Injil. Kewajiban utama seorang pendeta adalah mengagungkan Kristus, ajaklah jemaat Anda masuk ke dalam keajaiban kasih-Nya.

Jika Anda melakukan ini dan jemaat Anda mendapatkan pandangan sekilas tentang Kristus, Anda tidak akan mampu menghentikan mereka memberi tahu teman-teman, tetangga, dan rekan kerja mereka. Kita semua adalah penginjil untuk hal-hal yang menangkap hati kita. Pikirkan kembali percakapan-percakapan Anda yang terakhir. Pikirkan tentang apa yang menghidupkan Anda, apa yang membuat Anda berkata-kata, apa yang membuat Anda bersemangat? Apakah ada seseorang yang mendesak Anda, membujuk Anda, membuat Anda merasa bersalah? Tidak, itu terjadi secara alami.

Jika Yesus adalah pusat, membicarakan tentang Yesus akan menjadi hal yang natural.

2. Kita kehilangan kasih untuk sesama kita.

Hari ini, dunia kita terbagi-bagi berdasarkan batasan politik, ras, dan ekonomi. Setiap hari, kita tergoda dengan kemudahan media sosial, dengan pemilihan berdasarkan suku dalam politik kita, dan dengan perbedaan ras dan ekonomi. Kita telah kehilangan seni mengasihi orang-orang yang kepadanya kita tidak sependapat. Lihat saja timeline Facebook Anda. Perhatikan kata-kata kasar dan vulgar yang sering digunakan oleh orang-orang yang mengaku Kristen untuk menggambarkan politikus-politikus yang tidak mereka setujui, kelompok orang yang mereka takuti, dan agama yang tidak mereka setujui.

Anda tidak akan menceritakan kabar baik Injil kepada seseorang yang tidak benar-benar Anda kasihi. Para pendeta perlu mengajari jemaat untuk mengasihi sesama mereka dan bukan hanya sesama yang sama dengan mereka. Ini berarti kita perlu mengajari jemaat kita apa yang dilakukan Injil dalam menyatukan orang-orang dari semua ras, suku, dan bahasa di dalam gereja. Di Amerika, ini berarti Allah menolong kita untuk memenuhi Amanat Agung dengan membawa masuk bangsa-bangsa ke ambang pintu kita.

Ini berarti jemaat kita perlu untuk tidak lagi memandang misi sebagai sesuatu yang hanya kita lakukan ketika kita menulis cek untuk mendukung para misionaris. Setiap pengikut Kristus memiliki misi dalam masyarakatnya sendiri. Anda tidak bisa meremehkan suatu grup di Facebook dan berharap bahwa orang-orang yang sama itu akan menemukan pesan Injil sebagai alternatif yang tidak bisa ditolak ke sudut pandangnya.

Para pendeta perlu memimpin jemaat mereka untuk menentang retorika yang memecah belah dalam budaya, untuk mengajarkan apa artinya melihat semua manusia sebagaimana diciptakan dalam gambar dan rupa Allah, dan untuk memelihara dan membangun pertemanan dengan orang-orang yang tidak selalu sependapat dengan kita.

Bisa jadi, penginjilan kita harus didahului dengan pertobatan. Pertobatan atas kebencian kita terhadap orang-orang yang kepada mereka Allah meminta kita untuk mengasihinya. Jika Anda mengasihi Yesus dan mengasihi sesama Anda, memberitakan pesan Injil tidak akan sesederhana seperti menyelesaikan daftar hal yang harus dilakukan. Itu akan menjadi sebuah hasil pertumbuhan alami dari kehidupan yang dibentuk serupa Kristus.

3. Kita melupakan sumber kekuatan kita.

Yang terakhir, kita tidak menginjili karena kita telah secara keliru menempatkan diri kita sendiri sebagai pusat penginjilan. Bagi kebanyakan dari antara kita, rasa takut kita, rasa frustrasi kita, ketidakmampuan kita untuk berbicara tentang Yesus berakar dari pandangan tentang keselamatan yang berpusat pada manusia. Kita benar-benar mengira bahwa yang membebaskan jiwa dari kematian menuju kehidupan adalah kita, kepandaian kita, kekuatan kita, teknik kita. Akan tetapi, keselamatan bukanlah pekerjaan kita, melainkan merupakan karya Roh Kudus. Allah itulah yang “membangkitkan” hati yang mati (Efesus 2:1). Karya Allah Bapa itulah yang menarik orang-orang kepada Anak-Nya (Yohanes 8:44).

Ini berarti bahwa ketika menaati Amanat Agung, kita tidak mungkin gagal. Tugas kita bukan melakukan penyelamatan, melainkan menceritakan. Tugas kita hanya setia dalam menyampaikan firman kepada mereka yang belum mendengarnya. Kita adalah orang-orang yang dipakai Allah untuk menyampaikan pesan-Nya kepada dunia. Tidak ada yang lain (Roma 10:14). Akan tetapi, kita bisa bersandar pada kedaulatan Allah, termotivasi dengan mengetahui bahwa jika kita memberitakan kabar itu, orang-orang akan bertobat dan beriman kepada Kristus.

Allah bahkan memakai komunikator terburuk untuk memberitakan pesan-Nya karena Roh Kuduslah yang memampukan orang yang menyampaikan dan juga membuka hati orang yang mendengarkan. Inilah sebabnya, mengapa kita tidak perlu menginjili seperti menjual mobil bekas, asuransi jiwa, atau satu set pisau. Kita tidak perlu menawar dan memanipulasi orang-orang dengan percakapan yang dibuat-buat.

Jika Yesus benar-benar ada di dalam kita, jika Yesus benar-benar ada di dalam orang-orang yang kita pimpin, menceritakan tentang Yesus akan mengalir secara alami yang akan terpancar keluar dalam pertemanan kita, tetangga kita, dan rekan kerja kita. Misi Allah bukanlah sesuatu yang kita lakukan pada hari Minggu, melainkan suatu cara hidup. (t/Jing-Jing)

Download Audio

Diterjemahkan dari:
Nama situs : For The Church
URL : https://ftc.co/​blog/​posts/​why-christians-dont-evangelize
Judul asli artikel : Why Christians Don't Evangelize
Penulis artikel : Daniel Darling
Tanggal akses : 4 Januari 2018
 

PROFIL SUKU
Kombai di Indonesia

Populasi Bahasa Utama Agama Terbanyak
5.900 Kombai Kekristenan (60.00%)
Kristen Protestan
60.00% 3.00%

Pendahuluan/Sejarah

Mereka menjalankan mata pencaharian, terutama untuk menyambung hidup, dengan bertani, berburu, dan beberapa memanfaatkan gaharu di dataran rendah Papua Utara. Dengan tanah yang berada di ketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut, suku Kombai paling mudah dicapai dengan kapal. Kapal bisa disewa di Kouh. Lima hari perjalanan dari Merauke melalui sungai dengan kapal dari Kapal Motor Perintis. Mereka suka berdandan secara tradisional dengan labu dan bulu burung kasuari untuk menyambut tamu. Mereka juga menampilkan tarian dengan gendang dan panah.

Terdapat satu sekolah menengah pertama di daerah yang memakai bahasa tertentu, tetapi tidak terdapat sekolah menengah atas.

Para wanita mengumpulkan makanan dan berkebun. Pakaian yang dipakai suku Kombai biasanya modern, tetapi jarang dicuci. Mereka makan sayur-mayur, sagu, babi, dan binatang liar hasil perburuan mereka. Suku Kombai memakai pisau, kapak baja, panah, dan sekop sebagai peralatan. Umumnya, rumah-rumah dibangun dengan tonggak dari batang kayu dengan palem atau lantai semen dan tembok papan atau batang. Di setiap rumah terdapat lapisan daun tipis atau lipatan daun di atas atapnya. Infrastruktur di daerah itu memiliki sebuah radio SSB di Kombai dan enam radio di Kouh, beberapa generator pribadi, dan satu komunitas satelit TV. Biasanya, orang-orang mendapatkan air minum langsung dari sungai, sumur, atau air hujan. Tidak ada klinik di bagian barat tanah Kombai dan mereka sering terjangkit malaria, sakit kulit, dan paru-paru. Sebuah gereja Reformed ada di daerah yang memakai bahasa tertentu.

Terkadang, suku Kombai dikenal sebagai orang-orang Komboy. Mereka lebih memilih untuk disebut Wanggom. Ada beberapa dialek bahasa yang dikenal, yaitu Kombai Tengah dan Tayan. Orang-orang Kombai memakai bahasa Kombai di rumah untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga, dan menggunakan bahasa Kombai dan juga bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan teman-teman. Biasanya, ibadah di gereja dilangsungkan dalam bahasa Indonesia dan di rumah, orang-orang Kimaama biasanya menggunakan bahasa Kimaama. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Joshua Project
URL : https://​joshuaproject.net/​people_groups/​,12759/​ID
Judul asli artikel : Kombai in Indonesia
Penulis artikel : Tim The Joshua Project
Tanggal akses : 23 Oktober 2017
 
Kunjungi Situs Injil.co

Dapatkan kumpulan tulisan terbaik seputar Injil di situs Injil.co. Situs Injil.co yang dinaungi oleh Yayasan Lembaga SABDA memiliki banyak bahan untuk memperlengkapi pelayanan Anda. Situs ini menyediakan artikel untuk penginjilan, profil-profil penginjil terdahulu, Penafsiran Alkitab, dan masih banyak jenis bahan yang lain. Melalui semua bahan ini, Anda pun dapat berbagi berkat dengan rekan-rekan pelayanan Anda.

Ayo kunjungi Injil.co sekarang juga! Tuhan Yesus memberkati.

 
Anda terdaftar dengan alamat: $subst('Recip.EmailAddr').
Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-JEMMi.
misi@sabda.org
e-JEMMi
@sabdamisi
Redaksi: N. Risanti, Davida, Rostika, dan Yulia Oeniyati
Berlangganan | Berhenti | Arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
©, 2018 -- Yayasan Lembaga SABDA
 

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org