Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2010/48 |
|
e-JEMMi edisi No. 48 Vol. 13/2010 (29-11-2010)
|
|
______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ SEKILAS ISI EDITORIAL PROFIL BANGSA: Asilulu dari Indonesia SUMBER MISI: Dublin Christian Mission (DCM) TOKOH MISI: Sadhu Sundar Singh: Rasul dengan Kaki Berdarah DOA BAGI MISI DUNIA: Madagaskar, Etiopia DOA BAGI INDONESIA: Melonjaknya Harga Beras ______________________________________________________________________ SALVATION IS FREE, BUT YOU MUST ASK FOR IT ______________________________________________________________________ EDITORIAL Shalom, Suku Asilulu adalah salah satu cerminan kekayaan keanekaragaman suku dan budaya yang ada di negeri ini. Dari pola hidup mereka kita sedikitnya dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar mata pencaharian mereka adalah sebagai nelayan. Sebagai penduduk kepulauan yang masih jauh tersentuh oleh peradaban modern, suku Asilulu termasuk kelompok suku yang menjunjung tinggi kepercayaan mereka. Agama Mayoritas yang dianut suku ini, berbaur dengan kepercayaan adat dan budaya setempat. Ini menjadi tugas kita sebagai orang-orang percaya untuk bisa menjangkau suku-suku yang masih belum mendengar akan "Kabar Keselamatan". Selain berdoa bagi suku Asilulu, mari kita juga berdoa untuk pelayanan misi di Madagaskar dan Etiopia. Silakan simak informasinya di kolom Doa bagi Misi Dunia. Jika Anda belum mengenal tokoh misi Sadhu Sundar Singh, kami akan mengajak Anda membaca kesaksian hidupnya yang penuh pengorbanan bagi Kristus. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati. Redaksi Tamu e-JEMMi, Yonathan Sigit http://www.sabda.org/publikasi/misi/ http://misi.sabda.org/ ____________________________________________________________________ PROFIL BANGSA ASILULU DARI INDONESIA SIAPAKAH ORANG ASILULU? Orang-orang Asilulu tinggal di pulau Ambon, tepatnya di pedesaan Asilulu dan Ureng, di wilayah Leihitu, kabupaten Maluku Tengah, provinsi Maluku. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara. Daerah Asilulu dapat dijangkau baik dengan transportasi darat maupun laut. Transportasi umum ke kota Ambon tersedia beberapa kali sehari. Pulau Maluku, yang menurut sejarah disebut "Kepulauan Rempah-Rempah", merupakan rangkaian dari lebih dari seribu pulau yang tersebar di bagian timur Indonesia. Kepulauan ini meliputi sebagian besar pulau antara Sulawesi dan Papua Nugini serta antara Timor dan Filipina. Bahasa Asilulu merupakan salah satu bahasa asli kepulauan Ambon. Bahasa ini dipakai oleh orang-orang yang tinggal di pesisir barat. Orang-orang di pedesaan Negri Lima berbicara dengan bahasa yang mirip, namun bahasa mereka berbeda dan terkadang dikenal dengan istilah Henalima. Menurut sejarah, Bahasa Asilulu merupakan bahasa perdagangan untuk wilayah ini. Bahkan saat ini, tidak mengherankan jika bertemu orang yang berasal dari pulau di sekitar daerah itu, seperti Seram, yang dapat berbicara dalam bahasa Asilulu. SEPERTI APA KEHIDUPAN MEREKA? Menangkap ikan merupakan mata pencaharian utama bagi orang-orang Asilulu. Karena padi jarang tumbuh di daerah tersebut, hasil pertanian mereka biasanya berupa cengkeh dan pala. Para nelayan tidak mengetahui ritual-ritual tradisional khusus, walaupun komunitas mereka biasanya mendasari semua aktivitas dan pekerjaan dalam doa menurut pengakuan atau kepercayaan setiap individu. Sebelum pergi melaut, para nelayan berdoa kepada Tuhan untuk meminta berkat dan perlindungan. Ikan hasil tangkapan dipakai untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan selebihnya dijual. Beberapa jenis ikan yang biasa ditangkap seperti cakalang, tenggiri, momar, silapa, lalosi, dan kawalinya. Dari desa Luhu, Iha-Kulur, dan Asilulu, kebanyakan ikan hasil tangkapan mereka dijual ke Hitu dan Ambon. Para nelayan menggunakan berbagai macam metode untuk menangkap ikan, seperti jaring (rorahi), menebarkan jala, dan perangkap ikan dari rotan. Ketika mereka melaut menggunakan jala atau jaring (pukat, mereka dapat melakukannya dengan berkelompok. Pemimpin kelompok itu disebut "tanase", sementara pengikut-pengikutnya disebut "masnait". Mereka dapat menangkap momar, kawalinya, make, julung-julung dan tuing-tuing (ikan terbang) dengan jala atau perangkap ikan. Orang Asilulu memancing sendiri jika menggunakan perangap ikan dari rotan. Ikan batu-batu biasanya ditangkap dengan teknik memancing yang satu ini. APA KEPERCAYAAN MEREKA? Sebagai orang Muslim, mereka percaya bahwa mereka akan dihakimi berdasarkan pengetahuan mereka tentang Al-quran serta apa yang mereka perbuat dalam kehidupan mereka. Orang-orang Asilulu telah melebur agama Islam ke dalam praktik kepercayaan tradisional setempat. Mereka mencampuradukkan praktik-praktik kebudayaan tradisional dengan pengajaran-pengajaran Islam ke dalam berbagai acara mereka, seperti pernikahan, sunatan, upacara kerajaan, dan pembangunan mesjid. APA KEBUTUHAN MEREKA? Untuk memasarkan hasil produksi mereka ke perkotaan Ambon dan Hitu, orang-orang Asilulu memerlukan transportasi yang nyaman. Transportasi yang memuaskan ini akan menjaga ikan tetap segar ketika sampai ke kota. Saat ini, infrastruktur transportasi sangatlah terbatas. Akhir-akhir ini, para pengadu domba dari luar memicu lingkaran kekerasan yang berbahaya dan pembalasan dendam di antara kelompok Ambon. Pulau yang terpisah-pisah ini membutuhkan kedamaian, peraturan, dan pemulihan.(tUly) Diterjemahkan dari: Judul asli artikel: Asilulu of Indonesia Nama situs: Joshua Project Penulis: Tidak dicantumkan Alamat URL: http://www.joshuaproject.net/ ____________________________________________________________________ SUMBER MISI DUBLIN CHRISTIAN MISSION (DCM) ==> www.dcmlive.ie Dublin Christian Mission (DCM) adalah organisasi misi tertua nomor dua di dunia yang telah berusia lebih dari 182 tahun, dan berlokasi di Dublin, Irlandia. DCM yang merupakan organisasi non-denominasi ini, pertama kali didirikan oleh David Nasmith. Sepanjang perjalanan misinya, DCM telah melakukan berbagai macam aksi sosial, termasuk misi kesehatan. Saat ini, mereka sedang fokus pada pelayanan bagi orang-orang yang tidak memunyai rumah. Sasaran pelayanan mereka yaitu anak muda atau komunitas yang mengalami masalah kekerasan, narkoba, kriminal, perpecahan dalam rumah tangga, dsb.. DCM berharap untuk dapat melihat orang-orang tersebut memunyai harapan dan kesembuhan, dan kemudian mereka dapat menunjukkan kepada yang lain dalam komunitas mereka bagaimana menemukan kebebasan dan pemulihan. Untuk informasi selanjutnya, silakan kunjungi situs ini. (DIY) ______________________________________________________________________ TOKOH MISI SADHU SUNDAR SINGH: RASUL DENGAN KAKI BERDARAH Sundar Singh dilahirkan pada tahun 1889 dan berasal dari keluarga tuan tanah Sikh di negara bagian Patiala, India Utara. Bangsa Sikh, yang menolak ajaran agama Hindu dan agama Islam, telah menjadi bangsa yang menonjol pada abad keenam belas dengan ajaran agama mereka sendiri. Ibu Sundar Singh dari minggu ke minggu membawanya untuk belajar di hadapan seorang Sadhu -- seorang petapa suci yang hidup beberapa mil di dalam hutan, namun ia juga mengirimnya ke sebuah sekolah misi Kristen di mana ia dapat belajar bahasa Inggris. Kematian ibunya ketika ia berusia empat belas tahun, membuat hidupnya menjadi keras dan nyaris putus asa. Ia menyerang para utusan Injil, menganiaya para petobat baru dan mengejek iman mereka. Sebagai perlawanan terhadap agama Kristen, ia membeli sebuah Alkitab dan membakarnya halaman demi halaman di rumahnya. Pada malam yang sama, ia masuk ke kamarnya dan memutuskan untuk bunuh diri di atas rel kereta api. Akan tetapi, sebelum subuh tiba ia membangunkan ayahnya dan mengatakan bahwa ia telah melihat Yesus Kristus dalam suatu penglihatan dan mendengar suara-Nya. Sejak saat itu ia memutuskan untuk menjadi pengikut Kristus dan menyerahkan hidupnya kepada Kristus, dan selama dua puluh lima tahun ia bersaksi untuk Tuhannya dengan penuh keberanian. Namun proses pemuridan remaja ini langsung mengalami ujian ketika ayahnya meminta serta menuntutnya untuk melepaskan "pertobatannya". Ketika ia menolak, Sher Singh memberikan pesta perpisahan kepada anak laki-lakinya, kemudian menolak dan mengusirnya dari keluarganya. Beberapa jam sesudah itu, Sundar menyadari bahwa makanan yang baru disantapnya telah dibubuhi racun dan hidupnya diselamatkan berkat pertolongan sebuah masyarakat Kristen yang tinggal di dekatnya. Pada ulang tahunnya yang keenam belas, ia dibaptis di depan umum sebagai seorang Kristen di halaman gereja di Simla -- sebuah kota yang terletak jauh di kaki Pegunungan Himalaya. Untuk beberapa waktu lamanya, ia berdiam di Rumah Perawatan Penderita Kusta di Sabathu, tak jauh dari Simla, sambil melayani pasien penyakit kusta. Tempat itu tetap menjadi tempat yang disenanginya dan ia selalu kembali ke sana semenjak ia dibaptis. Kemudian, pada bulan Oktober 1906, ia mulai mengadakan perjalanan, tetapi dengan suatu cara yang berbeda. Ia berjalan dengan perawakan seorang remaja yang tinggi, tampan, tegap, sambil mengenakan jubah berwarna kuning dan turban. Setiap orang memandangnya ketika ia sedang berjalan. Jubah kuning itu merupakan pakaian seragam seorang Sadhu Hindu, yang secara tradisional merupakan seorang pertapa yang mengabdikan hidupnya kepada para dewa, yang berjalan sambil meminta sedekah, tak bersuara, menjauh dan sering berpakaian kotor, sambil bermeditasi di hutan atau tempat terpencil. Sundar Singh yang masih muda telah memilih cara seorang Sadhu, tetapi ia seorang Sadhu yang berbeda. "Saya tidak layak mengikuti langkah Tuhan saya," katanya, "tetapi, seperti Dia, saya tidak menginginkan rumah dan harta. Seperti Dia, saya akan hidup di jalanan sambil berbagi kehidupan dengan rakyat saya, makan dengan mereka yang memberi tumpangan, dan menceritakan kepada setiap orang tentang kasih Allah." Pada waktu libur, ia segera kembali ke kampung halamannya, Rampur, di mana secara tak diduga ia memperoleh sambutan hangat. Namun ini merupakan persiapan yang tak memadai untuk menghadapi bulan-bulan berikutnya. Tubuhnya hampir-hampir tak bisa menahan kekerasan hidup secara fisik. Dalam usia enam belas tahun, Sadhu pergi ke utara melalui Punjab, melewati Bannibal Pass dan masuk ke Kashmir, kemudian kembali melalui Afganistan, ke daerah Balukhistan. Tubuhnya yang kurus dan jubah kuningnya hampir tak dapat melindunginya dari dinginnya salju dan kakinya luka-luka karena medan yang sulit dan berat. Dalam waktu singkat sebuah masyarakat Kristen di utara menyebutnya sebagai "rasul dengan kaki berdarah". Julukan ini menunjukkan kepadanya apa yang akan dihadapinya kelak. Ia pernah dirajam, dipenjara, dikunjungi oleh seorang gembala yang berbicara dengan keakraban yang aneh tentang Yesus, dan ditinggalkan di luar gubuknya dengan ditemani seekor ular cobra. Pergumulan dengan kekuatan mistik, aniaya, dan sambutan hangat, merupakan sebagian dari pengalaman hidupnya di masa mendatang. Dari desa-desa di bukit-bukit Simla, terlihat dari kejauhan jajaran yang panjang dari Pegunungan Himalaya yang ditutupi salju abadi dan puncak Nanga Perbat yang kemerah-merahan. Di balik itu terletak Tibet, daerah agama Budha yang tertutup dan sulit ditembus para utusan Injil dengan Kabar Baik. Sejak ia dibaptiskan, Tibet telah menarik perhatian Sundar. Pada tahun 1908 (pada usia sembilan belas tahun), ia menyeberangi garis depan Tibet untuk pertama kalinya. Setiap orang asing yang memasuki daerah tertutup yang fanatik ini, yang didominasi oleh agama Budha dan penyembah berhala, menghadapi risiko teror dan kematian. Singh mengambil risiko tersebut dengan mata dan hati yang terbuka lebar. Keadaan rakyat di sana mengejutkannya. Rumah yang hampir-hampir tanpa lubang udara dan rakyatnya sangat miskin. Ia sendiri dirajam ketika ia sedang mandi karena mereka percaya bahwa "orang suci tidak pernah mandi". Makanan sulit diperoleh dan ia bisa bertahan hidup dengan menyantap biji gandum yang dipanggang. Di mana-mana terjadi kekerasan dan ini baru "Tibet sebelah bawah" dan daerah perbatasan. Sundar kembali ke Sabathu dan bertekad untuk kembali lagi tahun berikutnya. Kini ia bahkan memiliki keinginan yang jauh lebih besar -- mengunjungi Palestina untuk mengingat kembali beberapa kejadian dalam kehidupan Yesus. Pada tahun 1908 ia pergi ke Bombay sambil berharap untuk menaiki kapal laut yang menyenangkan. Tetapi ia dikecewakan karena pemerintah menolak memberi izin dan ia harus kembali ke utara. Justru pada perjalanan kembali ini, ia tiba-tiba menyadari dilema dasar yang dihadapi utusan Injil di India. Seorang Brahmana jatuh pingsan di sebuah kereta yang panas dan penuh sesak, dan pada stasiun berikutnya seorang kepala stasiun berkebangsaan Inggris-India datang sambil membawa secangkir air dari kamar tunggu. Brahmana itu -- kasta tertinggi dalam agama Hindu -- menolaknya mentah-mentah. Ia membutuhkan air, tetapi ia hanya dapat meminumnya dari cangkirnya sendiri. Ketika cangkirnya di isi air dan ia meminumnya, nyawanya selamat. Dengan cara yang sama, Sundar Singh menyadari, India tidak akan menerima Injil Yesus Kristus yang disebarkan dengan gaya Barat secara luas. Itulah sebabnya ia kini menyadari bahwa banyak pendengar memberi respon kepadanya dalam jubah seorang Sadhu. Pada tahun 1909 ia dibujuk untuk mulai mengikuti latihan bagi pelayanan Kristen di Sekolah Tinggi Anglikan di Lahore. Sejak awal ia mendapati dirinya tersiksa oleh perlakuan sesama siswa karena berpenampilan "berbeda" dan juga karena bersikap terlalu yakin. Tahapan ini berakhir ketika pemimpin siswa mendengar Singh mendoakannya dengan ucapan yang penuh kasih. Tetapi ketegangan lain tetap hadir. Sebagian besar dari pelajaran di sekolah kelihatannya tidak relevan dengan berita Injil yang dibutuhkan India. Sementara pelajaran hampir berakhir, kepala sekolah menyatakan bahwa ia harus melepaskan jubah Sadhunya dan mengenakan pakaian yang "sopan", yang biasa dipakai pendeta Anglikan di Eropa, menggunakan tata ibadah Anglikan yang formal, menyanyikan lagu rohani dalam bahasa Inggris, dan tidak pernah berkhotbah ke luar tanpa izin khusus. Ia bertanya, "Tidak boleh pergi lagi ke Tibet?" Bagi Sundar, hal itu merupakan penolakan terhadap panggilan Allah dan belum pernah terpikirkan sebelumnya. Dengan perasaan sedih yang mendalam, ia meninggalkan Sekolah Alkitab -- masih berpakaian jubah kuningnya. Pada tahun 1912, ia mulai perjalanan tahunannya ke Tibet sementara salju mulai mencair di Pegunungan Himalaya. Kisah-Kisah yang Luar Biasa Kisah-kisah dari pengalamnnya sangat mengherankan dan luar biasa. Memang ada yang bersikeras mengatakan bahwa kisah-kisah itu bernuansa mistis dan bukan kisah nyata. Pada tahun 1912, ia kembali dan menceritakan bahwa ia telah bertemu dengan sorang pertapa Kristen yang berusia tiga ratus tahun di sebuah gua di pegunungan -- Maharishi dari Kailas -- yang bersekutu selama tiga minggu bersamanya. Kisah lain lebih masuk akal, tetapi ada juga yang lebih mengerikan. Tubuhnya pernah diikat dengan kulit yak (sebangsa kerbau di Tibet) yang masih basah dan di jemur sampai kering ..., dan tubuhnya pernah diikatkan pada sebuah jubah yang penuh dengan lintah dan kalajengking supaya menghisap darahnya ..., tubuhnya pernah diikat pada sebuah pohon sebagai umpan untuk binatang buas. Namun dalam semua kejadian ini, ia telah diselamatkan oleh "Sunnyasi Mission" -- pengikut rahasia Yesus yang memakai ciri orang Hindu, yang menurutnya ada di seluruh India. Apakah ia berhasil memenangkan banyak jiwa dalam perjalanannya yang berbahaya ke Tibet? Tak seorang pun yang tahu dengan pasti. Bagi orang Tibet, agama satu-satunya hanyalah Budha atau tidak sama sekali. Memberitakan kabar tentang Yesus sama dengan bunuh diri. Tetapi keberanian Sadhu dalam berkhotbah bukanlah tidak menghasilkan sesuatu. Sementara Sundar memasuki usia dua puluh tahun, pelayannya menjadi semakin luas, dan lama sebelum ia memasuki usia tiga puluh tahun, nama dan gambarnya sudah dikenal oleh dunia Kristen di seluruh dunia. Ia menjelaskan bahwa mempertahankan sebuah visi sama dengan bergumul dengan iblis, tetapi sebenarnya pendekatannya manusiawi, sederhana, dan rendah hati, selain senang bergurau dan mencintai alam. Semua sifat ini ditambah dengan ilustrasi sederhana yang diambilnya dari kehidupan sehari-hari, membuat pesan yang disampaikannya memberikan dampak kuat. Banyak orang berkata, "Ia bukan hanya serupa seperti Yesus, tetapi juga berbicara seperti Yesus." Namun semua pembicaraan dan khotbahnya memancar dari saat teduh yang mendalam setiap pagi dini hari, terutama tentang kitab-kitab Injil. Pada tahun 1918 ia mengadakan perjalanan sampai ke India Selatan dan Ceylon, dan tahun berikutnya ia diundang mengunjungi Myanmar, Malaysia, Cina, dan Jepang. Beberapa kisah dari perjalanannya sama anehnya seperti perjalannnya ke Tibet. Ia memiliki kuasa mengatasi binatang liar, seperti macan tutul yang akan menerkamnya ketika ia sedang berdoa dan kemudian ia membungkukkan tubuhnya dan mengusap-usap kepalanya. Ia memiliki kuasa mengalahkan kejahatan, seperti ahli sihir yang mencoba menghipnotisnya di kereta api dan menjelek-jelekkan Alkitab yang ada dalam saku bajunya. Ia memiliki kuasa mengusir penyakit, walaupun ia tak mau membanggakan karunia penyembuhannya. Sudah cukup lama Sundar ingin mengunjungi Inggris dan kesempatan tersebut tiba ketika ayahnya yang sudah lanjut, Sher Singh, datang mengatakan kepadanya bahwa ia juga telah menjadi Kristen dan ingin memberinya uang untuk ongkos perjalanannya ke Inggris. Ia mengadakan perjalanan ke Inggris, Amerika Serikat, dan Australia pada tahun 1920, dan sekali lagi ke Eropa pada tahun 1922. Ia disambut oleh orang-orang Kristen dengan berbagai latar belakang dan tradisi. Perkataannya menggelitik hati mereka yang saat itu sedang menghadapi pasca Perang Dunia I dan kelihatannya memiliki sikap yang dangkal terhadap hidup. Sundar terkejut melihat bahaya materialisme, kekosongan hidup, sikap tak beragama yang ditemukannya di mana-mana, jauh berbeda dengan kesadaran orang Asia terhadap kehadiran Allah, betapa pun terbatasnya hidup mereka. Setelah kembali ke India, ia melanjutkan pelayannya walaupun ia sadar bahwa tubuhnya semakin lemah. Karunianya, daya tarik pribadinya, hubungan pribadinya dengan Kristus sementara ia menyajikan Injil kepada rakyat India mungkin telah memberikan Sundar Singh suatu posisi kepemimpinan yang unik dalam gereja India. Tetapi sampai akhir hidupnya, ia tetap menjadi seseorang yang tidak mencari keuntungan bagi dirinya, tetapi hanya kesempatan untuk menawarkan Kristus kepada setiap orang. Ia tidak masuk dalam denominasi apa pun dan tidak mencoba untuk memulai suatu aliran sendiri, walaupun ia bersekutu dengan bermacam-macam orang Kristen. Ia hidup untuk memperkenalkan Kristus di jalan-jalan di India. Pada tahun 1923 Sundar Singh melakukan perjalanan musim panasnya yang terakhir ke Tibet, dan ketika kembali ia sangat lelah. Perjalanan khotbahnya ke mana-mana jelas sudah berakhir, dan pada tahun-tahun berikutnya ia menghabiskan waktunya untuk merenung, bersekutu, dan menulis di rumahnya sendiri atau di rumah teman-temannya di bukit Simla. Pada tahun 1929, walaupun ditentang oleh teman-temannya, Sundar bertekad untuk melakukan perjalanan terakhir ke Tibet. Pada bulan April ia sampai di Kalka, sebuah kota kecil di bawah Simla, seseorang yang menjadi tua sebelum waktunya dalam jubah kuning ada di antara para peziarah dan orang suci yang memulai perjalanan mereka menuju salah satu tempat suci orang Hindu beberapa mil dari tempat itu. Ke mana ia pergi sejak saat itu tak diketahui orang. Apakah ia jatuh dari jalan setapak, mati kelelahan, atau berhasil melewati gunung-gunung, tetap menjadi suatu misteri. Itulah penampilan Sundar Singh yang terakhir kalinya. Tetapi ingatan tentang dirinya tetap dikenang, dan ia tetap menjadi salah satu tokoh yang paling hebat dan kuat dalam perkembangan dan sejarah gereja Kristus di India. Sumber: John Woodbridge, ed., "More Than Conquerors: Portraits of Believer from All Walks of Life", (Chicago: Moody Press, 1992). Diambil dari: Judul majalah: Sahabat Gembala, November 2004 Judul artikel: Sadhu Sundar Singh: Rasul dengan Kaki Berdarah Penulis: Rin Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung Halaman: 27 -- 32 ______________________________________________________________________ DOA BAGI MISI DUNIA M A D A G A S K A R Madagaskar adalah negara kepulauan di pantai lepas Afrika (dahulu bernama Malagasi, yakni negera bekas jajahan Perancis). Sebanyak 78 persen tanah di negara itu terbuang sia-sia karena tradisi pertanian "tebang dan bakar" yang mengancam kehidupan satwa liar, mengikis, dan menggersangkan tanah. JS dan AS terlibat dalam "Eden Reforestation Projects" (Proyek Reboisasi Eden). Awalnya, menanam pohon mungkin tidak terdengar seperti sebuah panggilan misionaris, tetapi Anda akan kagum dengan cara Allah memakai proyek ini. Allah memakainya tidak hanya untuk memulihkan lingkungan, tetapi juga untuk membuka lapangan pekerjaan dan membuka hati orang-orang Madagaskar kepada Injil. Melalui pelayanan mereka lebih dari 10.000.000 pohon telah ditanam, dan 142 orang Madagaskar telah bekerja, sebagian besar adalah orang-orang miskin, janda, dan orang tua tunggal yang memunyai anak-anak. (t/Uly) Nama buletin: Body Life, Edisi Oktober 2010, Volume 28, No. 10 Nama kolom: World Christian Report Judul asli artikel: Madagaskar: Planting Trees and Churches Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena Halaman: 4 Pokok doa: * Berdoa agar melalui peroyek yang dilakukan oleh JS dan AS, ada dampak yang positif terjadi dalam masyarakat di Madagaskar, dan Injil pun bisa menjamah setiap masyarakat di Madagaskar. * Doakan juga agar melalui proyek Reboisasi Eden, Madagaskar menjadi daerah yang lebih baik dan kualitas hidup masyarakat di sana ditingkatkan. E T I O P I A "Seorang pendeta Etiopia yang sudah tua menunjuk saya," tulis JS, Wakil Presiden AIMS, "dan berseru kepada penerjemah kami bahwa Allah mengirimkannya untuk menyadarkan kita." Dia melanjutkan, "Aku hanya menatap penuh kagum atas perkataannya itu. Setelah dua hari pengajaran dan pelatihan intensif di Addis Ababa, pendeta yang telah menjalani masa pensiun ini menjadi berapi-api lagi dengan visi Allah untuk menjangkau bangsa-bangsa." JS melanjutkan, "Pada awal bulan Juli kami berkumpul dengan 220 pemimpin Etiopia dari Kale Hewyet (Word of Life), denominasi terbesar di negara itu. Mereka rindu melipatgandakan jumlah utusan Injil mereka dari 1000 orang sampai 2000 dalam jangka waktu tiga tahun. Mereka meminta kami memperlengkapi mereka. Mereka telah memunyai utusan Injil di Etiopia, Sudan, pakistan, dan India, dan tahun ini mereka mengirim tim ke Iran untuk mempersiapkan hamba Tuhan pergi ke sana!" "Kami berpisah dengan komitmen yang kuat dari kelompok kami untuk mengumpulkan kembali 220 pemimpin yang sama pada bulan Januari 2011 yang akan datang, sehingga kami dapat menindaklanjuti apa yang telah kami berikan pada bulan Juli yang lalu," demikian JS berharap. (t/Uly) Nama buletin: Body Life, Edisi Oktober 2010, Volume 28, No. 10 Nama kolom: World Christian Report Judul asli artikel: Etiopia: God Sent This One to Wake Us Up Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena Halaman: 3 Pokok doa: * Berdoa untuk program pelatihan yang akan diadakan untuk memperlengkapi para utusan Injil di Etiopia, agar Tuhan memampukan tim yang akan memberikan pelatihan, sehingga pelatihan bisa berjalan dengan efektif dan tepat sasaran. * Doakan juga untuk tim AIMS yang telah dan sedang berada di ladang misi, agar Tuhan memampukan mereka dalam melayani dengan kasih, sehingga setiap priadi atau kelompok yang mereka layani, merasakan kasih Krsitus yang besar. __________________________________________________________________ DOA BAGI INDONESIA MELONJAKNYA HARGA BERAS Belum lepas ingatan kita dari beberapa bencana yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia, masyarakat kembali dipusingkan dengan lonjakan harga kebutuhan pokok di pasar, khususnya beras. Krisis beras mulai dirasakan di sejumlah daerah. Untuk mengatasi lonjakan harga beras kelas medium yang banyak dikonsumsi rakyat menengah ke bawah ini, pemerintah membuka jalur beras impor dalam jumlah terbatas dan menggelar operasi pasar di sejumlah daerah. Tanpa langkah-langkah ini, harga dikhawatirkan tak terkendali mengingat Indonesia memasuki masa paceklik, sampai panen raya Maret. Belum lagi jika mempertimbangkan mundurnya musim tanam di sejumlah daerah akibat bencana alam dan juga serangan hama tanaman. Sumber: Kompas, Kamis, 25 November 2010, Halaman 6 1. Mengucap syukur untuk kebijakan yang telah diambil pemerintah untuk mengantisipasi masalah krisis beras di Indonesia. Doakan agar Tuhan terus memberi hikmat dan bijaksana kepada pemerintah dalam mengatur pendistribusian beras ke berbagai daerah dengan baik. 2. Berdoa agar Tuhan memberikan ketabahan kepada para petani, terutama dengan perubahan cuaca yang tidak menguntungkan dan seringnya gagal tanam dan gagal panen padi. 3. Doakan agar pemerintah -- baik pusat maupun daerah, bisa memikirkan jenis tanaman pokok lain yang bisa ditanam oleh petani sehingga mereka tetap bisa bertahan hidup dan memiliki pemasukan untuk menghidupi keluarganya. 4. Doakan juga agar masyarakat Indonesia bersikap bijaksana dan hemat dalam memanfaatkan beras yang mereka miliki. 5. Berdoa bagi para pedagang beras, untuk tidak menimbun dan berusaha untuk mempermainkan harga yang dapat merugikan negara dan masyarakat umum. ______________________________________________________________________ Anda diizinkan menyalin/memperbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi (untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya. ______________________________________________________________________ Staf Redaksi: Novita Yuniarti dan Yulia Oeniyati Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org > Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi Facebook MISI: http://fb.sabda.org/misi ______________________________________________________________________ Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak. Copyright(c) e-JEMMi/e-MISI 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |