Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2008/34 |
|
e-JEMMi edisi No. 34 Vol. 11/2008 (20-8-2008)
|
|
Agustus 2008, Vol.11 No.34 ______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ SEKILAS ISI EDITORIAL ARTIKEL MISI: Hubungan Antara Gereja dengan Lembaga-Lembaga Penginjilan SUMBER MISI: Serving in Mission DOA BAGI MISI DUNIA: Birma, Polandia DOA BAGI INDONESIA : Rally Doa -- KKR Jakarta 2008 STOP PRESS: Publikasi e-Reformed ______________________________________________________________________ FEAR GOD AND YOU`LL HAVE NOTHING ELSE TO FEAR ______________________________________________________________________ EDITORIAL Shalom, Seperti apakah seharusnya hubungan antara gereja dan lembaga-lembaga penginjilan? Apakah keduanya merupakan sebuah "organisasi" yang memiliki fungsi serta menjalankan tugasnya secara terpisah tanpa perlu saling mendukung satu dengan yang lain? Jawabannya tidak. Baik gereja maupun lembaga-lembaga penginjilan (meskipun memiliki visi yang berbeda) merupakan anggota dari Tubuh Kristus yang menjalankan tugas dan fungsinya secara bersama-sama dan saling mendukung satu sama lain dalam mengemban misi Amanat Agung Kristus. Untuk menghindari kesalahpahaman serta konflik yang mungkin selama ini masih terjadi di antara gereja dan lembaga-lembaga penginjilan, e-JEMMi edisi 34 membahas topik mengenai "Hubungan Antara Gereja dengan Lembaga-Lembaga Penginjilan". Kami berharap sajian kami berikut dapat membuka wawasan kita, sehingga kita dapat menjadi jembatan dan tidak bersikap skeptis terhadap kerja sama antara gereja dan lembaga-lembaga penginjilan atau sebaliknya. Selamat menyimak, Tuhan memberkati. Pimpinan Redaksi e-JEMMi, Novita Yuniarti ______________________________________________________________________ ARTIKEL MISI HUBUNGAN ANTARA GEREJA DENGAN LEMBAGA-LEMBAGA PENGINJILAN PENDAHULUAN Gereja, ditinjau secara teologis, adalah "sarana besar penyalur anugerah" yang melalui karya Roh Kudus, dipakai Kristus untuk mengumpulkan umat pilihan, memperlengkapi orang-orang saleh, dan membangun tubuh rohani-Nya. Agar gereja mampu melaksanakan tugas mulia ini, maka Ia mengaruniakan berbagai karunia rohani serta menetapkan jabatan untuk pelayanan firman dan sakramen yang adalah sarana untuk menuntun umat pilihan itu kepada tujuan akhir mereka, yaitu Rumah Bapa. Tentu saja, gereja secara teologis adalah himpunan umat yang dipanggil Allah ke luar dari kegelapan untuk masuk ke dalam kerajaan Anak-Nya (1 Petrus 2:9). Namun, tidak dapat disangkali maupun dihindari bahwa eksistensi gereja di tengah dunia tidak dapat dipisahkan dari aspek organisatoris, sehingga "gereja yang am" itu ditemukan dalam struktur yang berbeda-beda. Dengan meminjam istilah Ralph Winter, maka "sarana penyalur anugerah Allah" itu dapat dikategorikan ke dalam dua struktur misi penyelamatan ilahi: gereja atau modalitas dan lembaga-lembaga misi/penginjilan (sodalitas). Sesungguhnya, kedua struktur ini sudah ribuan tahun ada dalam sejarah Kerajaan Allah. Berikut ini adalah contoh-contoh alkitabiah dan historis mengenai eksistensi kedua struktur misi penyelamatan Allah atas manusia. TINJAUAN ALKITABIAH Kita mengetahui bahwa sejak Musa menerima segala petunjuk Allah di Bukit Sinai, maka ditetapkanlah adanya imam-imam yang melayani di Bait Allah, dengan segala peraturan yang ada di dalamnya. Itu adalah "modus" (cara) yang ditetapkan dalam peribadahan kepada YHWH. Itulah sebabnya maka Bait Allah (dan gereja, dalam konteks kita) adalah suatu modalitas. Namun ternyata, dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ada individu ataupun kelompok yang melaksanakan tugas yang menjadi bagian tugas modalitas itu dalam melaksanakan misinya, individu ataupun kelompok itu tidak secara langsung ada di dalam struktur modalitas itu, walaupun mereka memiliki "keanggotaan" di situ. Jadi mereka memiliki "komitmen kedua" yang menuntut mereka memberikan waktu, tenaga, dan materi lebih banyak. Biasanya kelompok yang tidak berada langsung di bawah payung modalitas ini membentuk persekutuan (Latin: sodalitas, berarti persaudaraan). Jadi wadah yang berbeban untuk melaksanakan Amanat Agung ini adalah suatu sodalitas. Dalam Perjanjian Lama, kita temukan nabi-nabi orang Ibrani: Yunus (2 Raja-raja 13-14), Amos (2 Raja-raja 14:3, 15:7), Hosea (2 Raja-raja 15-18), Yesaya (2 Raja-raja 15-20; 2 Tawarikh 26-32), Mikha (2 Raja-raja 15:8-20; Yesaya 7-8; Yeremia 26:17-19; 2 Tawarikh 27-32), Nahum (Yunus; Yesaya 10; Zefanya 2:13-15); Zefanya (2 Raja-raja 22-23:34; 2 Tawarikh 34-36:4), Yeremia (2 Raja-raja 22-25; 2 Tawarikh 34- 36:21), Habakuk (2 Raja-raja 23:1-24:20; 2 Tawarikh 36:1-10), Daniel (2 Raja-raja 23:35, 25:30; 2 Tawarikh 36:5-23), Yehezkiel (2 Raja- raja 24:17-25; 2 Tawarikh 36:11-21), Obaja (2 Raja-raja 25; 2 Tawarikh 36:11-21), Hagai (Ezra 5-6), Maleakhi (Nehemia 13). Pelayanan nabi-nabi tersebut meliputi kurun waktu sekitar empat ratus tahun. Namun lebih dari dua ratus tahun sebelum nabi-nabi tersebut muncul, tercatat bahwa Daud, ketika dikejar-kejar Saul, bersembunyi di Nayot dan di sana ada sekumpulan nabi yang dikepalai oleh Samuel (1 Samuel 19:18; 1 Samuel 20:1). Mereka ini tidak ada di sekitar Tabernakel, mereka ada di dekat Rama. Yang lain adalah Elia yang dipanggil Tuhan untuk melayani di wilayah kerajaan Samaria, tatkala Ahab, Raja Israel paling jahat di hadapan Tuhan memerintah mendirikan kuil Baal dan membawa persembahan ke kuil itu. Sesudah itu ia membuat patung Asyera. Bentrokan kekuatan spektakuler terjadi di Gunung Karmel antara Elia, nabi Allah, dengan 450 nabi Baal (1 Raja-raja 18:20-46). Peristiwa itu amat jauh dari Bait Allah yang terletak di Yerusalem. Dalam Perjanjian Baru, kita temukan dua contoh yang menonjol. Pertama, Petrus. Ia mengadakan pelayanan ke Lida, Yope, dan bahkan akhirnya dijemput utusan Kornelius untuk melayani dia beserta keluarganya di Kaisarea di daerah pantai barat Samaria. "Pada waktu itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana" (Kisah Para Rasul 9:32). Setelah melayani Kornelius, Petrus harus memertanggungjawabkan baptisan atas Kornelius itu kepada jemaat induk di Yerusalem. Ini menjadi indikasi bahwa Petrus (sodalitas) masih memunyai kewajiban melapor kepada jemaat induk di Yerusalem (modalitas). Jemaat bertambah besar dan Injil merambah daerah yang lebih luas melalui pekerjaan Petrus, sementara gereja induk tentu tetap melaksanakan pelayanan yang telah menjadi pola hidup jemaat yang mula-mula itu (Kisah Para Rasul 2:41-47). Melalui perselisihan antara Paulus dan Barnabas yang berakhir dengan renggangnya komitmen mereka itu, maka terbentuklah dua tim PI, Barnabas dengan Yohanes, Markus dan Paulus dengan Silas (Kisah Para Rasul 15:35-41). Walaupun tim Barnabas tidak banyak diceritakan, namun pelayanan Barnabas pasti berjalan terus. Ini terbukti bahwa tiga tahun sesudah perselisihan itu terjadi, Paulus justru minta agar Yohanes dan Markus, yang pernah ditolaknya itu, dijemput dan diantar untuk membantu pelayanannya (2 Timotius 4:11). Paulus bersama Silas dalam perjalanan penginjilan yang kedua ini tidak hanya mendatangi kota-kota yang dikunjungi bersama Barnabas dalam perjalanan penginjilan pertamanya, namun menyeberang dari kawasan Asia itu ke Eropa, yakni sampai ke kota-kota di wilayah Makedonia dan semenanjung Akhaya. Sesudah itu, Paulus bersama anggota timnya kembali ke Antiokhia dan tinggal beberapa hari di sana lalu pergi lagi untuk menjelajahi daerah Galatia dan Frigia (Kisah Para Rasul 18:22-23). Apa yang dapat kita pelajari di sini adalah bahwa ketika tim sodalitas itu ada di medan pelayanan, mereka memiliki kebebasan dan kreativitas dalam melaksanakan pelayanan serta menyelesaikan masalah yang mereka jumpai. TINJAUAN HISTORIS Setelah berakhir kisah pertumbuhan jemaat Allah di dalam Perjanjian Baru, pertumbuhan itu tetap berlangsung. Pola perambahan Injil itu mengikuti yang pernah ada di lingkungan umat Yahudi. Pada awal tahap Paskah Perjanjian Baru, terlihat bahwa penyebaran Injil terus dilaksanakan. Peregrini Irlandia, biarawan Celtic, demikian gigih dalam membawa Kabar Baik itu ke tengah-tengah bangsa Anglo-Saxon. Mereka memberikan kontribusi terbesar atas usaha-usaha penginjilan di kawasan Eropa Barat dan Tengah. Jerome, Agustinus, dan sebagainya berasal dari struktur sodalitas yang merupakan dasar bagi pembangunan yang dilaksanakan kaum Protestan. Pada abad ke-4, makin terlihat adanya dua struktur misi penyelamatan Allah itu: diocese (keuskupan) dan biara. Masing-masing adalah bentuk yang dipinjam dari konteks budaya sezaman. Sinagoge Yahudi, keuskupan, dan gereja lokal adalah modalitas. Sedangkan orang Farisi yang melakukan proselitisasi, tim para rasul dan biara-biara, lembaga-lembaga misi, dan PI adalah sodalitas. Contoh paling menonjol dari awal abad pertengahan adalah hubungan antara Gregorius Agung dengan tokoh yang kelak dikenal dengan nama Agustinus dari Canterbury. Baik Gregorius, bishop keuskupan di Roma, dan Agustinus dari biara Benedictine adalah tokoh-tokoh yang dihasilkan oleh rumah-rumah biara. Gregorius dengan kemampuan keuskupannya menyadari bahwa ia tidak memiliki sarana yang mampu untuk melaksanakan pelayanan misi ke Inggris, yang mengalami kepahitan dan penderitaan karena keganasan orang-orang Anglo-Saxon. Itulah sebabnya ia memprakarsai kerja sama dengan Agustinus temannya itu. Martin Luther dan para reformator bergerak dari dalam tubuh gereja (modalitas) tanpa menggunakan struktur sodalitas sama sekali. Ia hanya mengadopsi keuskupan Katolik Roma, namun mengabaikan konsep biaranya. Sesungguhnya jika tidak timbul kelompok pietis, maka golongan protestan ini tidak akan memiliki sarana pembaru apapun di dalam tradisi yang telah dimilikinya. Karena tidak memanfaatkan sodalitas, maka kaum Protestan selama hampir tiga ratus tahun tidak memiliki mekanisme untuk pekerjaan misi. Hal itu berakhir ketika William Carey menyarankan agar gereja memakai sarana untuk membimbing orang kafir kepada pertobatan. Istilah "sarana" yang dipakai Carey menunjukkan adanya kebutuhan akan sodalitas. Maka sesudah itu, lahirlah Baptist Missionary Society -- yang merupakan perkembangan organisatoris yang penting dalam tradisi Protestan. Sesudah itu menyusul badan-badan misi lain, dalam waktu 32 tahun, ada 12 organisasi misi. Jika kita lihat di tengah bumi nusantara yang kita cintai ini, tentu kita ingat Kyai Sadrach, J.L. Coolen, Johanes Emde, Kyai Ditotaruno, dan sebagainya. Mereka bekerja di luar struktur modalitas, namun sebagai hasil karya mereka, berdirilah jemaat-jemaat lokal (modalitas). KOREKSI RESIPROKAL Dengan menjamurnya lembaga-lembaga misi dan penginjilan, maka makin banyak peluang terjadinya masalah. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut dapat dirasakan sebagai suatu ancaman bagi gereja, sebaliknya lembaga-lembaga misi dan penginjilan juga mempertanyakan ketertutupan gereja terhadap kehadiran lembaga-lembaga tersebut, sementara individu-individu yang giat di dalamnya menjadi anggota gereja. Koreksi ini tidak dimaksudkan untuk mencari kambing hitamnya, melainkan untuk mengupayakan agar dihasilkan persamaan persepsi yang dapat menjadi batu loncatan ke arah penggalangan kerja sama yang konkret. Gereja mempertanyakan mengapa organisasi misi dan penginjilan harus ada? Bukankah gereja berusaha melaksanakan tiga rangkap panggilan atasnya: bersaksi, bersekutu, dan melaksanakan pelayanan kasih? Walaupun pada awalnya lembaga-lembaga itu menyatakan bahwa mereka mau membantu gereja, namun pada akhirnya mereka melembaga menjadi "gereja baru" yang pada dasarnya terdiri atas anggota-anggota gereja yang secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi untuk pindah keanggotaan? Pertanyaan-pertanyaan demikian itu adalah pertanyaan yang wajar yang timbul dari pemikiran manusiawi, yang juga didukung oleh adanya fakta bahwa ada lembaga misi yang karena berbagai alasan, akhirnya mengalami perubahan dari sodalitas menjadi modalitas. Namun, tentu tidak boleh dikembangkan sikap mengadakan generalisasi. Tidak semua lembaga misi dan penginjilan mengalami "metamorfose" seperti itu. Selain itu, perlu ada sikap menghargai kelompok-kelompok lain dengan karunia-karunia yang berbeda. Dan, perlu disadari bahwa keadaan gereja yang heterogen sulit dikoordinir untuk melakukan hal-hal tertentu. Sementara itu di pihak lain, Lembaga misi dan penginjilan juga mempertanyakan sikap gereja. Mengapa gereja sulit menerima kehadiran kami? Mengapa gereja tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi misi kami? Apabila gereja sendiri terlalu sibuk dengan tugas-tugas penggembalaan, mengapa gereja tidak mau kami bantu? Ini pun adalah pertanyaan-pertanyaan yang wajar, karena itulah yang dipahami oleh kelompok sodalitas. Jika kehadiran kelompok sodalitas serta orang-orang yang dilayani terasa tidak mendapat sambutan gereja yang di dalamnya mereka justru adalah anggota-anggotanya, maka tentu saja mereka merasa risi. Jangankan disambut, didiamkan saja sudah merasa tenang. Bagaimana kalau mereka sendiri "merasa" dicurigai. Ini adalah salah satu alasan mengapa mulai terpikir untuk "berdiam diri menjadi kepompong, lalu keluarlah dari kulit/pembungkus kepompong itu kupu-kupu." Maka lahirlah denominasi baru. Hal ini sudah pasti membuktikan kebenaran "praduga" gereja itu. Lembaga misi dan penginjilan harus memahami rentang kendali yang terlalu luas dalam gereja dan begitu banyak masalah yang harus ditangani. Lembaga misi dan penginjilan sendiri harus berani membuktikan diri bahwa ia tidak akan pernah mengubah diri menjadi gereja (denominasi baru). Apa yang berkembang secara tidak sehat, baik pada sisi gereja/modalitas maupun pada sisi lembaga misi dan penginjilan, disebabkan oleh adanya "komunikasi yang tidak berjalan lancar, bahkan mungkin tidak ada komunikasi sama sekali". Jika demikian keadaannya, maka perlu usaha "sambung rasa" supaya komunikasi dapat diaktifkan. Gagasan mengembangkan kerja sama adalah langkah kedua yang dapat dilakukan setelah ada "sambung rasa" di antara gereja, lembaga misi, dan penginjilan. Mc. Kaughan, Koordinator Kongres Lausanne II di Manila, memberikan tiga saran untuk mengadakan kerja sama. Pertama, mengembangkan pola pikir kooperatif. Pihak bekerja sama harus mensublimasikan ego masing-masing agar dapat mengupayakan hal terbaik bagi Tubuh Kristus, bukan bagi kepentingan organisasi sendiri. Kedua, memahami apa yang terjadi pada kita masing-masing, baik kemampuan untuk ber-PI dan melatih saudara seiman maupun melakukan usaha-usaha sosial, sebagai gereja ataupun lembaga misi dan penginjilan. Ketiga, tetapkan dalam hati kita bahwa usaha pertama yang akan kita lakukan harus bermuara pada kerja sama, bukan kemandirian. Referensi: 1. Merrill C. Tenney, Geu.Ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, Vol. 4 (Grand Rapids, Michigan: The Zondervan Corporation, c. 1975, 1976). 2. Ralph D. Winter, The Two Structures of God`s Redemptive Mission (Pasadena: William Carey Liabrary Publishers, c. 1974 by the American Society of Missiology). 3. Handoyomarno Sir, S.Th, Benih yang Tumbuh VII (Terbitan bersama: GKJW Malang dan Lembaga Penelitian dan Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta, 1976). 4. Dr. Thomas van den End, Harta Dalam Bejana (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, cetakan ke-6, 1987). 5. C. Guillot, Kiai Sadrach, Riwayat Kristenisasi Jawa (Jakarta: PT Grafiti Pers, 1985). 6. Paul E. McKaughan, Cooperation in World Evangelization, World Evangelization, vol. 16 No. 58 March-April 1989. Bahan diambil dan disunting seperlunya dari: Judul buku: Konsultasi Pelayanan Penulis: Pdt. Nanang S. Sunaryo, M.Div. Penerbit: Tidak dicantumkan Halaman: 76 -- 80 ______________________________________________________________________ SUMBER MISI SERVING IN MISSION (SIM) ==> http://www.sim.org/ SIM (disebut sebagai Serving In Mission di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) merupakan sebuah organisasi yang terbentuk pada tahun 1980-an sebagai gabungan beberapa organisasi misi yang saat itu juga telah mulai terbentuk, yakni AEM (Africa Evangelical Fellowship), ICF (International Christian Fellowship), dan SIM (Soudan Interior Mission). Mereka berkeyakinan bahwa alat utama untuk menghubungkan dan mengubah dunia adalah gereja. Jadi, di mana tidak ada gereja, mereka akan mulai mendirikan gereja. Di mana ada gereja, mereka akan bekerja sama dengan gereja tersebut dan memperlengkapinya. Hal tersebut diupayakan untuk menginjili semua orang, khususnya mereka yang belum mendengar Kabar Sukacita. Tidak hanya itu, mereka juga berusaha menjangkau orang-orang yang belum percaya dengan memberikan bantuan kemanusiaan. Kemudian, mereka juga memuridkan orang-orang percaya dan membantu mereka menemukan talenta, mendewasakan, dan memampukan mereka untuk melayani sesamanya. Mengunjungi situsnya adalah langkah pertama yang baik untuk Anda mengenal organisasi ini. ______________________________________________________________________ DOA BAGI MISI DUNIA B I R M A Di tengah keadaan politik yang gelap, biarawan dan biarawati agama mayoritas Birma mulai mengundang para misionaris Kristen untuk berkunjung dan menceritakan Injil secara pribadi di biara mereka. Meskipun hal ini membahayakan, para misionaris tetap datang ke beberapa biara dan mengunjunginya satu per satu selama beberapa kali. Sebagian besar biarawan berasal dari orang-orang Bama yang pada dasarnya menentang Injil. Salah satu pelayanan yang didanai oleh Christian Aid mengirimkan berita sebagai berikut. ",4.700 biarawan telah dibimbing kepada Kristus melalui pelayanan kami. Tampaknya Roh Kudus mendorong biarawan dan biarawati memanggil para penginjil untuk datang dan mewartakan berita pengharapan serta kasih. Seusai beberapa kali diskusi hangat, sekitar 80% biarawan yang berada di biaranya masing-masing mengangkat tangannya untuk menerima Kristus. Lalu mereka bersujud berdoa dan menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya." "Pembaptisan dilakukan secara sembunyi-sembunyi -- pembaptisan dilakukan kepada tidak lebih dari tiga orang demi keselamatan para petobat dan para pelayan kami." Tolong tetaplah berdoa bagi misionaris pribumi yang menindaklanjuti para petobat baru dan bagi para biarawan yang percaya kepada Kristus agar mereka bertumbuh dalam kasih karunia dan dipakai Tuhan untuk menuai jiwa-jiwa baru bagi Kerajaan Allah. (t/Setyo) Diterjemahkan dari: Judul buletin: Body Life, Edisi April 2008, Volume 26, No. 4 Judul asli artikel: 4.700 Buddhist Monks Accept Christ Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena 2008 Halaman: 1 Pokok doa: * Mohon dukungan doa bagi para penginjil di Birma supaya mereka senantiasa dilindungi dari mara bahaya ketika melayani para biarawan/biarawati yang haus akan kebenaran. * Doakan juga bagi para biarawan/biarawati yang sudah menerima Kristus sebagai Tuhan secara pribadi, supaya iman mereka semakin bertumbuh di dalam Kristus. P O L A N D I A Respons terhadap kampanye penginjilan ProChrist di Polandia membanjiri panitia pelaksana. Sekitar 80.000 orang ikut serta dalam kegiatan yang berlangsung dari tanggal 6 -- 13 April. Kira-kira 20.000 orang memutuskan untuk memulai hidup baru dalam Kristus. Beberapa program telah disiarkan melalui satelit televisi dari Katowice di Polandia Selatan ke 103 daerah di seluruh negara. Lebih dari 26.700 jiwa mendatangi arena olahraga Spondek di Katowice untuk menyaksikan program penginjilan ini. Dan di tempat itu sendiri, tercatat ada kurang lebih 10.600 jiwa yang memutuskan bertobat. Penginjil UP dari Jerman memuji kerja sama yang dilakukan beberapa gereja di Katowice saat 52 gereja lokal di kota yang berpenduduk 320.000 orang menyelenggarakan pelajaran rohani lanjutan yang diperuntukkan bagi jiwa-jiwa baru. ProChrist di Polandia merupakan buah kerja sama antara gereja Lutheran, Presbiterian, Metodis, dan Baptis dengan Dewan Gereja regional, Catholic Fokolar Movement, serta Light and Life. (t/Setyo) Diterjemahkan dari: Judul buletin: Body Life, Edisi Mei 2008, Volume 26, No. 5 Judul asli artikel: Crowds Flock to Evangelistic Event Penerbit: 120 Fellowship adult class at Lake Avenue Church, Pasadena 2008 Halaman: 3 Pokok doa: * Mengucap syukur atas terselenggaranya kampanye penginjilan ProChrist. Doakan agar setiap peserta yang hadir, khususnya para petobat baru, tidak menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang telah mereka terima, namun dapat terus bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Kristus. * Doakan agar program pelajaran rohani lanjutan yang ditujukan bagi setiap orang percaya di Polandia dapat berjalan dengan baik. Kiranya Tuhan memampukan setiap gereja-Nya untuk dapat memuridkan mereka dengan baik. ______________________________________________________________________ DOA BAGI INDONESIA RALLY DOA -- KKR JAKARTA 2008 www.jakarta2008.com KKR merupakan suatu peperangan rohani untuk merebut dan menarik orang kembali dari tangan iblis. Dalam suatu peperangan, tidak ada waktu untuk berargumentasi dan berdiskusi terlalu banyak. Di medan perang, ketika komandan berkata "maju", maka tidak ada argumen ataupun pertanyaan dari bawahan. Oleh karena itu, yang utama dalam KKR adalah bagaimana agar kehendak Tuhan dijalankan. Dengan demikian, penyangkalan diri adalah syarat dan kunci dalam suatu KKR. Karena di dalam penyangkalan diri, kita akan lebih peka pada apa yang Tuhan mau dibandingkan dengan apa yang kita mau. KKR Jakarta 2008 yang mengangkat tema "Siapakah Kristus?", yang akan dilaksanakan tanggal 19 s/d 21 September 2008 di Stadion Utama Bung Karno, merupakan sebuah kesempatan bagi kita untuk berdoa bagi peperangan jiwa-jiwa yang direbut dari tangan iblis. Ini merupakan anugerah yang Tuhan berikan bagi kita untuk ambil bagian dalam pekerjaan-Nya yang ajaib, yang mengubah hati manusia berdosa untuk menyerahkan diri dan menjadi hamba-Nya. Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini, berdoalah dan ajaklah teman-teman Anda dan rasakan hadirat dan kuasa-Nya yang sanggup mengubahkan hidup. Informasi selengkapnya, silakan kunjungi: ==> www.jakarta2008.com Pokok Doa: 1. Doakan agar rencana penyelenggaraan KKR Jakarta 2008 yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 21 September 2008 dapat dipersiapkan dengan baik. Biarlah Tuhan memberi sukacita kepada para panitia dalam mempersiapkan program penginjilan ini. 2. Berdoa juga untuk pembicara, DR. Pdt. Stephen Tong, agar Tuhan memberi kesehatan dan mengurapinya dengan hikmat Tuhan sehingga pada saat KKR, beliau dapat menyampaikan apa yang menjadi isi hati Tuhan. 3. Berdoa untuk setiap peserta yang akan menghadiri KKR. Kiranya mereka memiliki motivasi yang benar dalam menghadiri KKR dan terjadi terobosan rohani dalam kehidupan pribadi mereka. 4. Doakan agar selama acara berlangsung, keamanan terjaga dengan baik. Minta agar Tuhan memampukan para aparat keamanan untuk bekerja sama dengan seluruh panitia yang bertugas sehingga KKR dapat berjalan dengan lancar. 5. Berdoa juga agar Tuhan memberikan cuaca yang cerah sehingga setiap peserta dari berbagai penjuru Jabodetabek dapat menghadiri KKR tersebut. 6. Doakan agar ada tindak lanjut dari KKR ini, sehingga jiwa-jiwa yang telah dimenangkan tidak hilang lagi. Kiranya ada pekerja yang cukup supaya pelayanan tindak lanjut dapat berjalan maksimal. ______________________________________________________________________ STOP PRESS PUBLIKASI E-REFORMED Publikasi e-Reformed merupakan milis publikasi elektronik yang khusus diterbitkan setiap akhir bulan dan berisi artikel/tulisan Kristen yang bercorak teologi Reformed. Milis publikasi ini diterbitkan atas dasar keyakinan bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang memunyai otoritas tunggal, tertinggi, dan mutlak bagi iman dan kehidupan Kristen. Mengingat sifatnya yang interdenominasi dan independen, setiap orang Kristen bisa bergabung dan menjadi anggota. Diharapkan milis ini bisa menjadi sarana untuk menyajikan dan membagikan artikel/tulisan-tulisan yang memiliki corak pengajaran teologi Reformed yang Injili untuk secara luas memertajam konsep dan pemahaman kebenaran Alkitab dan meningkatkan kepekaan kita dalam menilai pengajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab. ==> < subscribe-i-kan-untuk-reformed(at)xc.org > [Bergabung] ==> < unsubscribe-i-kan-untuk-reformed(at)xc.org > [Berhenti] ==> http://www.sabda.org/publikasi/e-reformed/ [Arsip] ______________________________________________________________________ Anda diizinkan mengcopy/memerbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi (untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya. ______________________________________________________________________ Staf Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati, dan Dian Pradana Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak. Copyright(c) 2008 oleh e-JEMMi/e-MISI --- diterbitkan: YLSA dan I-KAN Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________ Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org > Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org/ Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi/ Situs YLSA: http://www.ylsa.org/ Situs SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org/ ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |