Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2011/20

e-JEMMi edisi No. 20 Vol. 14/2011 (17-5-2011)

Relasi Etika Misi 2

______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

SEKILAS ISI
ARTIKEL MISI: RELASI ETIKA MISI 2
DOA BAGI MISI DUNIA: CHINA, KOLOMBIA
DOA BAGI INDONESIA: KARYAWAN KRISTEN YANG BEKERJA DI PERKEBUNAN

Shalom,

Pada edisi yang lalu dibahas tentang nilai-nilai etika masyarakat
Nusantara sebagai perpaduan nilai asli dan agama yang masuk kemudian.
Dalam lanjutan artikel tentang relasi etika dan misi kali ini, Anda
bisa mengetahui perbedaannya dengan mempelajari etika Kristen yang
diteladankan oleh Kristus. Pada bagian akhir artikel juga akan diulas
tentang kasih yang menjadi penggerak etika Kristen sekaligus dasar
pelayanan misi. Kiranya sajian kami dapat melengkapi Anda yang terjun
dalam pelayanan misi. Tuhan Yesus memberkati.

Redaksi Tamu e-JEMMi,
Mahardhika Dicky Kurniawan
< http://misi.sabda.org/ >

                   ARTIKEL MISI: RELASI ETIKA MISI 2
                       Oleh: Purnawan Tenibemas

Etika Kristen -- Etika Kristus

Konteks yang kita jalani berbeda dalam banyak hal dengan konteks yang
dijalani Tuhan Yesus. Namun, kita selayaknya memedomani sikap Tuhan
dalam konteks hidup-Nya yang nyata dan terukur. Rasul Paulus mengajak
penerima suratnya untuk meneladaninya sebab ia adalah pengikut Kristus
(1 Korintus 11:1). Patokan etika yang diajarkan dan dihadirkan dalam
kehidupan Yesus, bisa kita simak sebagaimana dicatat dan dilaporkan
oleh rasul Matius dalam Injil yang kita kenal sebagai Khotbah di
Bukit. Tuhan tidak merombak budaya, Ia hidup dalam budaya Yahudi,
mengenakan pakaian Yahudi, makan panganan Yahudi, bercakap dalam
bahasa Aramik yang merupakan bahasa yang digunakan saat itu. Namun, Ia
memberi nilai dan motivasi baru dalam menjalani hidup keagamaan dalam
konteks budaya saat itu. Etikanya bukan lagi etika Taurati, melainkan
etika Kristus yang tentu derajatnya lebih unggul. Simak ungkapan yang
Tuhan pakai dalam membandingkan kedua sistem tersebut, berulang-ulang
Tuhan mengatakan, "Kamu mendengar ... Tetapi Aku berkata ..." Ia
menutup bagian itu dengan ucapan "Karena itu haruslah kamu sempurna,
sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna." (Matius 5:21-48)

Tuhan Yesus memberi motivasi baru dalam menerapkan ritual keagamaan
yaitu dalam hal memberi, doa, dan puasa. Motivasi dalam melaksanakan
ritual tersebut bukan untuk dipuji manusia, melainkan untuk menikmati
relasi dengan Bapa. Demikian juga dalam kaitannya dengan kebendaan
(Matius 6). Dalam bagian akhir pengajaran-Nya tentang khotbah di
bukit, Tuhan memberi perintah dan tawaran yang ditandai dengan kata
jangan menghakimi ..., jangan memberi barang kudus kepada anjing ...,
mintalah ..., waspadalah ..., serta menutupnya dengan kesimpulan yang
memberi gambaran paradoks tentang orang yang menerima dan yang menolak
pengajaran-Nya yaitu sebagai orang yang bijaksana dan sebagai orang
yang bodoh (Matius 7). Pada bagian akhir khotbah-Nya, terdapat ajaran
yang kita kenal sebagai "kaidah kencana" atau "the golden rule"
(Matius 7:12). Kaidah kencana adalah etika pergaulan yang diajarkan
Tuhan kepada kita, yang Tuhan katakan sebagai inti seluruh pengajaran
Perjanjian Lama. Rasul Matius memberi laporan reaksi para
pendengar-Nya yang takjub, sebab pengajaran itu pun disajikan dengan
kuasa. Berkuasa sebab pribadi penyampainya serta motivasi penyampaian
pengajaran-Nya pun berbeda dengan para ahli Taurat saat mereka
mengajar (Matius 7:28-29). Nyata sekali bahwa norma etika Kristus
lebih tinggi dibanding dengan norma etika legalistik Taurati.

Tentu tidak cukup ruang untuk mengurai lebih jauh pengajaran dan sikap
etika Tuhan dari keempat Injil. Namun, para penulis Injil bersaksi
saat Tuhan Yesus melaksanakan misi Bapa di bumi ini, Ia banyak sekali
mendapat tantangan. Tantangan-tantangan itu bisa berupa pengujian,
debat, fitnah, atau pun aniaya fisik, namun semua pihak tidak bisa
mendapati bahwa Ia berdosa (Yohanes 8:46). Etika hidup kudus-Nya
begitu sempurna. Berbagai jerat dipasang oleh kaum Farisi dan
ahli-ahli Taurat untuk menangkap Tuhan dan menyeret-Nya ke
pengadilan. Saat waktu-Nya tiba, Tuhan bukan ditangkap melainkan
menyerahkan diri dan pengadilan rekayasa pun digelar. Fitnah serta
saksi palsu ditampilkan, namun mereka tetap tidak mendapati bahwa
Tuhan Yesus berdosa. Pada dasarnya motivasi peradilan itu adalah
kebencian dan iri hati dari para pemuka agama itu.

Imam Besar Kayafas, tanpa sadar dan tanpa memahami kebenaran rohani
dari ucapannya, meneguhkan tujuan misi Tuhan Yesus saat ia mengatakan,
"Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa."
(Yohanes 18:14) Motivasi yang tergambar dalam kalimatnya untuk
menghukum mati Tuhan, telah menjadi kebenaran bahkan bukan hanya bagi
bangsa Yahudi melainkan bagi segenap manusia. Yang pasti, Yesus di
hukuman mati bukan karena mereka mendapati-Nya berdosa. Raja Herodes
dan Gubernur Pilatus pun tidak menemukan hukum untuk menjatuhkan
hukuman mati kepada Tuhan Yesus (Lukas 23:14-15, 22). Saat Pilatus
terdesak akibat ketidaktegasannya dan saat isu politik yang diajukan
para penuduh kepadanya, Pilatus pun menyerah dan mengurbankan
kebenaran hukum (Yohanes 19:12).

Begitu nyata gambarannya bahwa saat Tuhan Yesus mengemban misi Bapa di
bumi. Tuhan Yesus menampilkan hidup yang tidak berdosa, bahkan para
penentang-Nya pun tidak bisa menuduh Dia sebagai orang berdosa secara
etika. Ia ditangkap karena fanatisme keagamaan semata. Kini saat kita
mengemban misi Tuhan, kita pun seharusnya menampilkan hidup seperti
hidup yang Tuhan tampilkan. Kehidupan Tuhan Yesus adalah cermin bagi
kita. Memang kita berbeda dengan Tuhan Yesus, namun kita diberi janji
bahwa orang yang percaya kepada-Nya, akan dimampukan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang Ia lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang
lebih besar dari pada itu (Yohanes 14:12). Sebelum Tuhan naik ke
surga, Ia menjanjikan penyertaan kuasa untuk mengemban misi-Nya yaitu
saat Roh Kudus mendiami orang percaya (Kisah Para Rasul 1:8).
Kenyataan ini merupakan janji yang indah dan sangat membesarkan hati
kita.

Kasih Motor Etika Kristen

Sebagaimana dicatat dalam Injil Matius 22:37-40, Tuhan Yesus
menyimpulkan kitab Perjanjian Lama dengan kalimat yang berbeda dengan
Kaidah Kencana. Kitab Perjanjian Lama diringkaskan menjadi dua Hukum
Kasih yang dikenal dalam gereja Kristen kini sebagai dua Hukum Utama.
Mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan
dengan segenap akal budi adalah pengutamaan Allah di atas segala hal.
Allahlah yang seharusnya menjadi yang terutama dalam hidup orang
Kristen, apalagi para penyandang misi Tuhan, serta mengasihi sesama
seperti mengasihi diri sendiri adalah ungkapan lain tetapi memunyai
makna yang sama dengan Kaidah Kencana. Kita mampu melaksanakan Kaidah
Kencana dengan motivasi tepat, bila kita bisa mengasihi sesama dengan
tulus seperti halnya kita mengasihi diri sendiri.

Kita akan mempersembahkan mutu hidup terbaik sebagai persembahan yang
hidup, jika kita memiliki kesadaran untuk mengasihi Allah seperti yang
Tuhan Yesus minta. Orang seperti itu akan melakukan kehendak Allah dan
akan meneladani hidup Tuhannya, sebab Tuhan adalah hidupnya sendiri.
Saat Tuhan mengatakan bahwa kita harus mengasihi musuh (Matius 5:44),
mungkin kedagingan kita memberontak apalagi mengingat hal-hal buruk
yang telah orang itu lakukan terhadap kita. Namun, kasih akan Allah
akan mengangkat dan memampukan kita untuk melaksanakan kehendak Tuhan
itu.

Rasul Yohanes memberi kesimpulan indah saat ia menulis bahwa kasih
akan Allah itu akan nyata lewat hidup yang menuruti
perintah-perintah-Nya, dan perintah-perintah-Nya itu tidak berat
(1 Yohanes 5:3). Rasul yang dikenal sebagai murid yang paling Tuhan
kasihi ini, tidak menulis bahwa perintah-perintah Tuhan itu ringan,
melainkan perintah-perintah Tuhan itu tidak berat. Tidak berat, sebab
bagi orang yang mengasihi Tuhan Allahnya dengan segenap hatinya,
dengan segenap jiwanya, dan dengan segenap akal budinya atau dengan
segenap kehidupannya, perintah Tuhan itu tidak dinilainya sebagai
beban melainkan sebagai kehormatan. Melaksanakan perintah Tuhan itu
sebagai wujud kasih kepada Tuhannya. Orang seperti itu tidak
mengangkat atau melaksanakan perintah Tuhan itu hanya dengan ototnya,
melainkan dengan hidupnya sebagai pengejawantahan kasihnya kepada
Allah.

Berbeda halnya bila sikap etikanya adalah legalistik. Perintah untuk
mengasihi musuh itu mungkin tetap dilaksanakan, namun terasa teramat
berat sebab motornya bukan kasih melainkan pelaksanaan hukum.
Anggapannya bila tidak dilaksanakan, ia akan terkena tulah atau akibat
buruk lainnya. Inilah perbedaan etika legalistik dengan etika Kristus.
Etika legalistik, saat melakukan perintah-perintah Allahnya itu,
sangat mungkin pelakunya kurang bersukacita bahkan ada perasaan
terpaksa karena takut akan akibatnya bila melalaikan perintah atau
hukum itu. Sedangkan pelaku etika Kristus, hukum Tuhan bukan lagi
sebagai beban yang memaksanya untuk dilaksanakan, melainkan ia merasa
mendapat kehormatan saat melaksanakan hukum itu. Norma di atas bisa
dikenakan pada berbagai ragam kehendak Tuhan lainnya, bukan hanya
berkenaan dengan mengasihi musuh semata. Bila hal itu dilaksanakan,
maka etika Kristus yang kita sandang dan peragakan sebagai pelaksana
misi Tuhan akan memesona banyak orang, dan pada gilirannya berita yang
kita sampaikan sangat mungkin akan didengar, harap bersambut pula
dengan penerimaan Kristus.

Saat kita melaksanakan misi Tuhan, kasih yang akan membawa kita pada
upaya untuk melakukannya dengan kadar terbaik sebagai wujud kasih
kepada pemberi mandat misi itu yaitu Tuhan Yesus. Kita akan
melaksanakannya dengan kadar terbaik saat melayani sesama sebagai
wujud kasih kepada orang itu. Saat orang dengan kesadaran di atas
melaksanakan pekabaran Injil, ia akan melaksanakannya bukan supaya
target program gereja atau yayasan misinya tercapai, melainkan karena
mengasihi orang yang diinjilinya, sebab keselamatan bagi orang itu
hanya ada di dalam Kristus. Orientasi pelayanannya bukan semata pada
program melainkan pada orang yang dilayaninya. Orang yang mengemban
misi Tuhan dengan motivasi seperti itu akan memberi dirinya untuk
mengasihi orang yang dilayaninya, agar orang itu menikmati keselamatan
dan kebahagiaan seperti ia sendiri telah alami dan nikmati di dalam
Kristus.

Karena kasih kepada sesama yang dilayaninya, sekalipun norma etikanya
berbeda dengannya, ia akan menghargainya sebagai sesama yang
membutuhkan keselamatan dalam Kristus. Bila etika orang yang
dilayaninya itu lebih rendah, ia tidak akan menghina, meremehkan,
ataupun mencelanya. Kasih yang tulus bersedia menerima orang itu apa
adanya. Etika Kristus yang ia peragakan bukan dalam motivasi untuk
mendapat pujian atau mempermalukan orang yang sedang dilayaninya.
Bukan pula memperagakan etika Kristus hanya pada saat pelayanan saja,
melainkan telah menjadi norma hidupnya, dan ia tidak mau menjadi batu
sandungan untuk berita indah yang akan disampaikannya.

Tata Laksana Misi Kasih

Motivasi kasihlah yang harus tampil dalam mengemban misi Kristus dalam
pelayanan di Nusantara ini. Bercermin dari sikap Tuhan Yesus saat Ia
mengemban misi Bapa di Israel, Ia begitu mengasihi bangsa itu -- Ia
menangisi Yerusalem dan menggambarkan dirinya seperti seekor induk
ayam yang merindukan untuk melindungi anak-anaknya dari ancaman
pemangsa (Lukas 13:34). Tidak dapat disangkal bahwa Tuhan mengalami
banyak kesulitan dari bangsa Yahudi, namun kasih-Nya kepada mereka
tidak pernah surut. Sekalipun pada saat Ia tergantung di atas kayu
salib, Ia tidak mengutuki para algojo-Nya atau para perekayasa
penyaliban-Nya itu. Tuhan Yesus tidak mengerahkan kuasa-Nya untuk
mendatangkan 12 batalion tentara malaikat (Matius 26:53). Tuhan Yesus
yang Mahakuasa, sanggup untuk terhindar dari penyaliban atau saat
disalibkan dan melepaskan diri. Bagi Tuhan, turun dari kayu salib
adalah teramat mudah, namun Tuhan rela mati tersalib demi keselamatan
kita. Itulah wujud kasih-Nya kepada umat manusia. Tuhan Yesus pun
tidak melaknat atau mengutuk atau pun meminta kepada Bapa untuk
menghukum semua yang memusuhi-Nya. Saat kedua tangan-Nya terbentang,
terpaku, saat luka-luka pada punggung-Nya membengkak dan mungkin mulai
bernanah, dan demam pun menyergap-Nya, saat kaki-Nya di paku dan
ditopang agar tergantung dan menderita, mati pelahan-lahan, Tuhan
Yesus justru bersyafaat bagi para algojo-Nya (Lukas 23:34). Tuhan
tidak membenci mereka, kasih-Nya tetap tidak berubah sekali pun kepada
orang yang berbuat jahat kepada-Nya.

Cermin kedua adalah sikap Stefanus yang tentunya meneladani Tuhan
Yesus. Saat Stefanus dirajam, yang tentunya merupakan salah satu wujud
hukuman mati yang kejam dan teramat menyakitkan, Stefanus tidak
menyerapahi para algojonya, dan ia pun tidak meminta Bapa di surga
menurunkan api untuk menghukum para algojonya itu, melainkan Stefanus
bersyafaat dan memohon ampun bagi mereka (Kisah Para Rasul 7:60).
Suatu sikap yang luar biasa. Sikap Stefanus merupakan hasil dari
penerapan etika Kristus, telah mengguncang hati dan merasuki pikiran
seorang Farisi muda, Saulus (Kisah Para Rasul 7:58, 8:1). Namun,
Saulus yang dididik secara keras dalam mazhab Farisi yang paling keras
(Kisah Para Rasul 26:5), mengeraskan hatinya dan mencoba menutup
kegundahannya setelah pengalaman perjumpaannya dengan Stefanus yaitu
dengan menganiaya orang-orang Kristen.

Betapa pun kerasnya upaya untuk menutupi keterpesonaannya akan sikap
Stefanus -- dengan aniaya demi aniaya yang ia lakukan (Kisah Para
Rasul 9:1-2) -- ia gagal. Puncak pergumulannya itu terjadi saat ia
dalam perjalanan menuju Damsyik, yang juga untuk menganiaya orang
Kristen Damsyik. Saat itulah Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya dan
memberi pengampunan, maka hidup Farisi ini pun berubah total.
Kesediaan Stefanus untuk berjalan dalam jalan Tuhan, sekalipun harus
menanggung penderitaan yang teramat hebat dan memberi respons kasih
kepada yang memusuhi dan menganiayanya, telah menghasilkan buah
unggul. Buah itu berupa pertobatan calon rasul besar yang kemudian
dipakai Tuhan secara luar biasa. Dialah yang berhasil menanam jemaat
Tuhan di keempat provinsi utama kekaisaran Romawi.

Cermin ketiga adalah sikap rasul Paulus sendiri. Dalam Roma 9:1-3,
rasul Paulus menyampaikan jeritan hatinya yang mengungkap kerinduan
terdalamnya untuk melihat saudara-saudara sebangsanya datang kepada
Kristus dan menikmati keselamatan-Nya. Sekalipun ia mengalami banyak
kesulitan dari kaum sebangsanya, ia dikejar dari kota ke kota oleh
kaum sebangsanya yang berupaya untuk menangkap bahkan membunuh Farisi
"murtad" itu, ia tetap mengasihi mereka. Dalam suratnya kepada jemaat
di Roma, rasul Paulus menyatakan bila mungkin ia rela menjadi tumbal
atau menjadi kutuk demi keselamatan kaum sebangsanya. Sikap seperti
itu tidaklah mungkin lahir dari hati yang membenci. Sikap itu lahir
dari hati yang mengasihi secara tulus. Tidak dapat disangkal, rasul
Paulus meneladani Tuhannya yang telah memberi pengampunan ajaib
kepadanya.

Sumber: Simposium Teologi XI-2001, Persekutuan Antar Sekolah Injili di
Indonesia

                 DOA BAGI MISI DUNIA: CHINA, KOLOMBIA

CHINA -- Pemilik toko buku Kristen, SW bebas dari penjara pada tanggal
9 Februari 2011 dan kembali ke rumahnya pada hari berikutnya. Banyak
saudara seiman yang merayakan kepulangannya. Pada Juni 2009, SW
dituduh melakukan aktivitas bisnis yang ilegal oleh pengadilan
Beijing. Sumber mengatakan bahwa SW mengoperasikan toko bukunya secara
legal dan hanya menjual buku yang telah diberi izin oleh pemerintah.
Perusahaannya mencetak Alkitab dan buku Kristen tanpa otorisasi dan
didistribusikan secara gratis kepada gereja rumah lokal.

Diambil dari: Buletin Frontline Faith, Edisi Mei - Juni 2011, Halaman 11

Pokok doa:

1. Mengucap syukur untuk kebebasan SW. Doakan agar SW tetap teguh
   imannya dan tetap memberitakan Kabar Baik di China.

2. Doakan agar melalui bahan-bahan kekristenan yang di jual di toko
   buku milik SW, orang percaya di China bisa mengenal Tuhan lebih
   lagi.

KOLOMBIA -- Penganiayaan terhadap hampir 3.000 orang Kristen oleh para
pemimpin adat, menyebabkan 2 kematian, termasuk seorang pendeta, 2
rumah dibakar, 20 keluarga telah menjadi tawanan di rumah sendiri, 12
sapi dicuri, penarikan denda, dan diberlakukannya pembatasan pada
pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hal ini terjadi setelah pendeta di
wilayah ini membentuk suatu organisasi untuk menentukan identitas asli
mereka sebagai orang Kristen. Mereka berharap bahwa hal ini akan
menghentikan anak-anak mereka dari menerima pendidikan anti-Kristen di
sekolah-sekolah, dan meminta kembali sumber daya ekonomi yang
diberikan oleh pemerintah yang saat ini dibatasi untuk orang-orang
Kristen oleh para pemimpin dewan adat.

Diambil dari: Buletin Frontline Faith, Edisi Mei - Juni 2011, Halaman 11

Pokok doa:

1. Berdoa untuk orang percaya di Kolombia, agar mereka tetap menguasai
   hati mereka dalam menuntut hak-hak mereka.

2. Doakan juga agar permasalahan yang saat ini sedang terjadi antara
   orang percaya dan pemimpin dewan adat di Kolombia, dapat segera
   terselesaikan dengan damai.

    DOA BAGI INDONESIA: KARYAWAN KRISTEN YANG BEKERJA DI PERKEBUNAN

Pemilik sebuah perkebunan di salah satu daerah di Sumatera, menetapkan
bahwa hari Minggu adalah hari kerja dan hari Jumat sebagai hari libur.
Akibatnya, karyawan Kristen yang ada di perkebunan tersebut tidak bisa
melakukan ibadah pada hari Minggu.

Kiriman: R

Pokok Doa:

1. Doakan agar umat percaya yang bekerja pada perusahaan ini, tetap
   memiliki iman yang teguh di dalam Kristus.

2. Doakan agar dalam bekerja, umat percaya bisa melakukan dan
   memberikan yang terbaik, serta menjadi berkat bagi teman sekerja
   mereka.

3. Dukunglah dalam doa agar anak-anak Tuhan yang bekerja di perkebunan
   tersebut diberikan hikmat oleh Tuhan untuk tetap menjaga hati dan
   bijaksana menghadapi peraturan tersebut.

4. Doakan agar pemerintah segera menindaklanjuti masalah ini,
   mengingat hal ini menyebabkan anak-anak Tuhan yang bekerja di
   perusahaan tersebut, tidak bisa beribadah pada hari Minggu.

"A BAD CONSCIENCE HAS A GOOD MEMORY"

Kontak: < jemmi(at)sabda.org >
Redaksi: Novita Yuniarti, Yulia Oeniyati
(c) 2011 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/misi >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org