Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2010/20 |
|
e-JEMMi edisi No. 20 Vol. 13/2010 (18-5-2010)
|
|
______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ SEKILAS ISI EDITORIAL ARTIKEL MISI: Animisme: Agama Suku Buta Aksara SUMBER MISI: Africa International Chrisitian Mission TOKOH MISI: Johanna Veenstra DOA BAGI MISI DUNIA: Ethiopia, Sudan DOA BAGI INDONESIA: Teroris di Indonesia ______________________________________________________________________ REMEMBERING WHO YOU ARE IN CHRIST WILL AFFECT WHAT YOU ARE ______________________________________________________________________ EDITORIAL Shalom, Sebagian besar Pelanggan e-JEMMi pasti sudah pernah mendengar dan mengetahui apa itu kepercayaan animisme. Walaupun kepercayaan ini sudah dianggap punah namun pada kenyataanya masih ada pemeluk-pemeluknya, khususnya di daerah-daerah pedalaman yang masih terbelakang. Sama seperti kita, mereka pun memerlukan Juru Selamat Tuhan Yesus Kristus. Artikel tentang kepercayaan animisme dalam edisi ini kami harapan dapat menolong kita semua mengerti kepentingan misi bagi orang-orang pemeluk kepercayaan Animisme. Mari kita berdoa agar ada orang-orang yang dipanggil Tuhan untuk membawa penganut kepercayaan ini menemukan sang Juru Selamat yang sejati. Tuhan Yesus memberkati. Pimpinan Redaksi e-JEMMi, Novita Yuniarti http://misi.sabda.org http://fb.sabda.org/misi ______________________________________________________________________ ARTIKEL MISI ANIMISME: AGAMA ORANG SUKU YANG BUTA AKSARA Animisme adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan agama suku atau agama yang dianut oleh komunitas buta aksara. Kepercayaan ini juga sering disebut sebagai agama tradisional atau agama aborigin. Kerap kali orang-orang salah kaprah menganggapnya sebagai agama primitif karena sebenarnya agama tersebut cukup kompleks. Ada sekitar 100 juta penganut agama suku dari ribuan suku yang tersebar di berbagai benua dan pulau yang berbeda. Agama suku kebanyakan dianut oleh suku Indian di Amerika Utara dan Amerika Selatan, suku Afrika bagian tropis, pulau Irian, dan Oseania; selain itu, agama suku juga dianut oleh suku aborigin yang primitif di Australia, Selandia Baru, India, dan Jepang. Terdapat beberapa perbedaan mencolok antara agama dan kebudayaan suku-suku ini, namun lewat pembelajaran menyeluruh tentang suku-suku tersebut kita dapat menarik tema-tema besar yang memiliki kemiripan. Para antropolog sekuler dan misionaris telah menyiapkan data bagi mereka yang mencari informasi tentang suku-suku tersebut. Masih banyak informasi yang keliru karena mereka tidak memahami bahasa suku dan kurang memaksimalkan waktu untuk membuktikan dan menemukan rahasia terdalam agama-agama suku. Walaupun telah melakukan penelitian yang cukup lama, beberapa temuan masih sering tidak mencapai kata sepakat serta menimbulkan kontroversi. Penelitian semakin sulit dilakukan karena banyak suku yang hampir punah atau telah berintegrasi dengan peradaban. Namun demikian, masih banyak generalisasi yang sah yang dapat kita buat tentang animisme. Banyak dasar-dasar animisme dapat ditemukan pada pemeluk agama-agama yang sudah "berkembang" seperti Muslim, Buddhis, dan orang-orang Kristen KTP. Kita menyebutnya takhayul, contohnya "nasib buruk jika kucing hitam melintas di depan kita". Tabu-tabu seperti ini lumrah muncul dalam kepercayaan animisme. Berikut definisi yang diberikan oleh Houghton. Berasal dari kata "anima" (nafas). Animisme dapat dikenal dengan istilah yang lebih sederhana dan populer "penyembahan roh", berbeda dengan penyembahan kepada Allah atau dewa-dewa. Dampaknya terhadap pemikiran agama primitif menunjukkan seberapa jauh animisme mendasari agama natural, berkebalikan dengan agama pewahyuan. Yang disebut sebagai animisme termasuk "Nekrolatri", yaitu kegiatan penyembahan jiwa manusia dan hewan, terutama yang sudah meninggal; Penyembahan Roh, yaitu tidak membatasi umat menyembah kepada obyek atau tubuh tertentu; dan Naturisme, yaitu penyembahan terhadap entitas spiritual yang dipercaya dapat mengatur fenomena alam. Paham seperti ini tidak hanya terdapat dalam agama suku yang liar dan buas sebelum mereka berhubungan dengan peradaban, namun paham tersebut juga menjadi dasar filsafat orang-orang Hindu, Buddhis, Shinto, Konfusianis, dan Islam, dan juga menjadi landasan cerita-cerita takhayul orang-orang Kristen di Eropa, selain juga mitologi dari Mesir, Babilonia, Siria, Yunani, Roma, dan Skandinavia. Banyak kegiatan dan konsep agama-agama yang sama di antara berbagai kepercayaan animisme. Sebagian besar memiliki kegiatan-kegiatan komunal rutin seperti ritual, acara tradisi (terkait dengan kelahiran, kedewasaan, pernikahan, kematian, dll.), pesta adat, sihir, mitos dan legenda, pemujaan terhadap kesuburan, fetisisme, imam/shaman/dukun, mana (kekuatan supernatural yang gaib), roh-roh, ramalan dan korban persembahan, tabu-tabu, totemisme, dan pemujaan orang mati. Nekrolatri (penyembahan orang mati) Bagi agama suku, memerhatikan jiwa orang mati sangatlah penting. Upacara dilaksanakan sebagai bentuk rasa hormat terhadap nenek moyang. Selain itu, bisa jadi mereka takut akan jiwa orang lain yang telah meninggal. Masyarakat suku sering berpendapat bahwa nenek moyang yang telah tiada masih menjadi bagian dari klan mereka sehingga mereka merasa wajib menyenangkan nenek moyangnya dengan melaksanakan beragam ritual. Mereka biasanya takut terkena celaka yang disebabkan oleh amarah orang mati kepada mereka. Mereka menganggap ini sungguh-sungguh dapat terjadi terutama bagi mereka yang meninggal dengan cara yang tidak wajar. Jiwa akan datang dan memburu yang hidup, kecuali jiwa tersebut dibantu dalam perjalanannya ke tempat orang mati dengan melaksanakan upacara-upacara yang sesuai. Penyembahan Roh Agama suku tidak hanya memedulikan jiwa orang mati, tetapi juga keberadaan setan dan roh yang berpribadi. Mereka juga percaya di alam ini terdapat kekuatan roh nirpribadi yang disebut "mana" oleh orang-orang Polinesia. Sebagian besar agama suku memercayai banyak sekali roh-roh jahat yang mendiami tanah, udara, air, api, pohon, gunung, serta hewan. Seluruh kehidupan diatur oleh tabu-tabu dan ritual-ritual yang dirancang khusus untuk menentramkan para roh. Penyembahan Roh -- Shamanisme Sering kali "shaman" atau imam/dukun berfungsi sebagai perantara yang mahir dan serba tahu tentang mantra dan jumlah korban persembahan. Acapkali, mereka dipanggil untuk menyembuhkan sakit penyakit, tapi seorang shaman juga memunyai beberapa fungsi lain. Dalam banyak suku lainnya biasa ditemui individu-individu lain untuk melakukan ritual tersebut sendiri. Penyembahan Roh -- Sihir Dalam banyak kasus, roh tidak dilihat sebagai sosok berpribadi, namun dilihat sebagai kekuatan alam nirpersonal seperti yang dikatakan di atas. Banyak suku yang mengembangkan kepercayaan dan kegiatan sihir mereka agar dapat memanfaatkan kekuatan alam demi kepentingan pribadi mereka. Sihir peniruan digunakan untuk mencelakai musuh dengan menyerang representasinya (misalnya boneka voodoo). Sihir penularan adalah praktik-praktik sihir yang bergantung pada hubungan yang terdapat antara seseorang dengan benda-benda yang berhubungan dengannya seperti potongan rambut, potongan kuku, atau kotoran manusia. Sihir juga dapat digunakan untuk kepentingan individu tertentu. Darah dari hewan pemangsa diminum untuk mendapatkan kekuatan hewan tersebut. Kepercayaan ini berkembang lebih jauh lagi dalam tindakan kanibalisme: memakan musuhnya untuk memperoleh kekuatannya. Penyembahan Roh -- Fetisisme Konsep "mana" sangat membantu kita memahami kegunaan dari mantra, jimat, dan fetis-fetis lainnya. Mereka biasanya tidak dianggap dihuni oleh roh yang berpribadi, namun oleh energi atau kekuatan spiritual. Tentu saja mantra dan jimat tidak hanya dipakai oleh para penganut animisme saja. Banyak orang Barat, demikian pula orang Islam, dan penganut agama lain yang beradab, percaya dengan bermacam-macam jimat. Dalam budaya suku, hal inilah yang menempati posisi sebagai ilmu pengetahuan. Naturisme Naturisme adalah personifikasi dan penyembahan kekuatan alam seperti matahari, bulan, dan bintang, api, gunung berapi, badai, dan hewan. Bentuk penyembahan seperti ini sudah lazim dalam agama orang-orang kuno, seperti halnya matahari yang diagungkan dalam agama Mesir kuno. Gagasan-gagasan naturistis ternyata juga muncul dalam agama-agama yang lebih "tinggi", seperti sapi suci oleh orang-orang Hindu di India atau gunung suci orang-orang Shinto Jepang. Memang tidak mudah untuk membuat perbedaan yang jelas antara kegiatan sihir yang disebut di atas dan naturisme. Namun demikian, dalam banyak kejadian, alamlah yang disembah. Biasanya, naturisme berkembang menjadi penyembahan berhala dan politeisme (penyembahan terhadap banyak dewa). Banyak praktik naturistis berkaitan erat dengan kesuburan, baik dalam pertanian maupun reproduksi manusia. Penyembahan, ritual-ritual, dan korban-korban persembahan dimaksudkan untuk menjamin kesuburan. Tampaknya, korban manusia adalah bentuk ekstrem dari ritual ini, seperti yang muncul dalam ritual agama orang-orang Maya yang ditemukan di Meksiko sebelum masa penjajahan atau pada orang-orang Naga yang buas di bagian timur laut India dan Burma. Naturisme -- Totemisme Mungkin totemisme termasuk salah satu aspek naturisme. Totemisme adalah istilah yang berasal dari sebuah kata Indian yang berarti "saudara-lelaki-perempuan", yang melambangkan kesatuan klan dengan beberapa tanaman atau hewan suci. Warga suku melihat bahwa ini adalah aspek keterkaitan antara kehidupan manusia dan alamnya. Oleh karena itu, hewan atau tumbuhan totem dianggap suci bagi suku mereka dan tidak boleh dimakan kecuali dalam upacara-upacara khusus. Kesimpulan William Paton merinci empat karakteristik agama dan budaya animisme. Pertama, seluruh kehidupan diliputi ketakutan. Ketakutan mengatur sebagian besar tindakan-tindakan orang-orang suku. Kedua, hilangnya kasih dan penghiburan dari agamanya. Seorang penganut animisme mungkin dapat memunyai konsep Allah Pencipta, namun Dia dirasa sangat jauh dari kehidupan manusia sehingga mereka tidak perlu memedulikan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada pengharapan dalam agama mereka. Ketiga, tidak ada hal yang absolut dalam moralitas. Dosa tidak dilihat sebagai dosa, namun hanya pelanggaran terhadap budaya, adat, dan kekuatan alam. Keempat, kurangnya hubungan dengan Allah menyebabkan sikap pandang yang fatalistik karena seluruh kejadian dalam kehidupan ini telah ditentukan sebelumnya dan diatur oleh alam dan setan. Penilaian kekristenan terhadap kepercayaan animisme harus dimulai dengan penjelasan Rasul Paulus dalam Roma 1:21-25 tentang bagaimana keturunan Nuh yang pernah percaya kepada Tuhan terdegradasi ke dalam praktik animisme. Houghton mengutip kesimpulan dari seorang anonim yang tepat: "Inti dari kafirisme bukanlah suatu penyangkalan terhadap Allah ... namun sebuah pengabaian terhadap Dia dan beralih kepada penyembahan kekuatan alam serta kekuatan setan yang misterius melalui sihir dan korban dan upacara magis." (t/Uly) Diterjemahkan dari: Judul artikel: Animism: The Religions of Nonliterate Tribal Peoples Judul buku: What in the World is God Doing? Penulis: C. Gordon Olsen Penerbit: Global Gospel Publishers, 1994 Halaman: 171 -- 174 ______________________________________________________________________ SUMBER MISI AFRICA INTERNATIONAL CHRISITIAN MISSION ==> http://aicmission.org Situs ini merepresentasikan lembaga misi Africa International Chrisitian Mission, Inc (AICM). AICM didirikan di Liberia dan saat ini telah memindahkan kantor pusatnya ke Florida, Amerika Serikat. Lembaga ini bertujuan melibatkan segenap tubuh Kristus dalam pelaksanaan Amanat Agung, khususnya untuk wilayah Afrika. Setidaknya ada 12 kegiatan utama AIMC yaitu: pendidikan (Kristen maupun umum), perintisan jemaat, pemeliharaan anak yatim piatu, pengasuhan anak, pengadaan beasiswa, proyek mendukung misionaris dan pendeta lokal, bantuan pangan dan pemulihan, memfasilitasi mission trip di Afrika, pertemuan misi, proyek khusus dengan gereja-gereja di Liberia, pemberdayaan pertanian serta misi lewat bidang medis. Mengunjungi situs ini akan membuat kita semakin tahu bentuk-bentuk pelayanan misi yang bisa dikerjakan secara khusus di Afrika. (RS) ______________________________________________________________________ TOKOH MISI JOHANNA VEENSTRA Hal yang paling mencolok dari peranan wanita bujang dalam pelayanan misi ke luar negeri mungkin adalah profesi mereka [sebagai misionaris] itu sendiri. Hal ini juga berlaku untuk para pria. Namun berbeda dengan misionaris wanita, seorang [misionaris] pria harus unggul. Dia harus mencapai suatu prestasi dalam pelayanan misinya untuk bisa dianggap "pahlawan misionaris", tapi seorang wanita, terutama wanita bujang, bisa menjadi "pahlawan [misionaris] wanita" hanya dengan berani menjadi pelopor misionaris asing. Itulah yang dialami oleh Johanna Veenstra yang merupakan wakil dari begitu banyak wanita bujang yang pergi ke luar negeri setelah pergantian abad [ke-20]. Johanna, yang berulang kali disebut oleh penulis biografi yang mengaguminya (Almarhum Henry Beets, Direktur Mission of the Christian Reformed Church) sebagai "pahlawan wanita", berubah dari seorang stenograf yang tidak dikenal menjadi seorang selebriti lokal (di Grand Rapids, Michigan, dan Paterson, New Jersey), tapi tidak ada yang luar biasa dalam pelayanan misinya. Walaupun demikian, hidupnya menjadi contoh dari pengorbanan dan harapan-harapan yang diletakkan di pundak "pahlawan-pahlawan iman wanita" lainnya. Johanna lahir di Paterson, New Jersey pada tahun 1894, 2 tahun sebelum ayahnya, William Veenstra, berhenti menjadi tukang kayu dan mempersiapkan diri untuk menjadi pelayan Tuhan. Akibatnya, keluarganya pindah ke Grand Rapids, Michigan. Di sana William Veenstra masuk Theological School (sekarang Calvin College and Seminary) untuk dilatih menjadi pendeta Christian Reformed Church. Saat kelulusan, dia ditahbiskan dan melayani di gereja di desa bagian Barat Michigan. Delapan bulan kemudian dia terkena demam tifus dan meninggal. Kematiannya membuat istri dan keenam anaknya yang masih kecil mengalami kemiskinan sehingga mereka segera kembali ke Paterson dan membuka toko kelontong di sana. Johanna masuk sekolah Kristen sampai dia berumur 12 tahun dan kemudian masuk sekolah bisnis selama 2 tahun. Saat berumur 14 tahun, untuk membantu keuarga, dia menjadi stenograf di Kota New York. Setiap hari, dia naik angkutan umum dari Paterson. Meski kekayaan dan kesenangan duniawi sempat menghampirinya, dia adalah pemudi yang serius dan waktu luangnya banyak diisi dengan kegiatan gereja di Christian Reformed Church. Suatu kali saat beribadah di sebuah gereja Baptis, dia menjadi percaya kepada Kristus -- suatu hal yang diharapkan ibu dan pendetanya terjadi di gereja asalnya [gereja Reformed]. Setelah itu, dia terlibat dalam pekerjaan misi, dan pada umur 19 tahun dia masuk Union Missionary Training Institute di Kota New York untuk mempersiapkan diri menjadi misionaris kota. Tapi, sebelum dia lulus, dia ditantang akan kebutuhan misi di luar negeri dan langsung melibatkan diri ke Sudan United Mission (SUM), organisasi nondenominasi yang berkomitmen untuk menghentikan penyebaran agama Islam di benua Afrika. Karena kebijakan organisasi, Johanna harus menunggu 3 tahun sampai dia berumur 25 tahun agar bisa melayani di luar negeri, jadi dalam penantiannya itu, dia kembali ke Grand Rapids. Di sana dia bekerja dengan lembaga misi kota dan bersekolah lanjut di Universitas Calvin. Di sana ia menjadi anggota wanita pertama Student Volunteer Board. Sebelum berlayar ke Afrika (dari Inggris) dia kembali ke Kota New York untuk belajar tentang kedokteran dan lulus dari kursus kebidanan. Tugas Johanna di SUM meliputi pelayanan perintisan di Lupwe, tidak jauh dari Calabar (tempat Mary Slesor melayani dengan penuh iman beberapa tahun sebelumnya). Daerah tempat tinggal bagi misionaris di Lupwe masih baru dan hanya terdiri dari beberapa gubuk tanpa perabot yang belum selesai dibuat dan berlantai tanah. Tapi Johanna cepat beradaptasi dengan kondisi primitif itu. Semut putih dan tikus merupakan gangguan yang umum, tapi dia tidak mengeluh. Harapan yang diletakkan di pundaknya besar dan jika pelayanannya tidak seromantis dan sepuas seperti yang dia impikan, maka dia tidak pernah menampakkannya: "Aku sama sekali tidak pernah menyesal meninggalkan `kehidupan gemerlap` di Kota New York dan datang ke sudut gelap kebun anggur Tuhan ini. Tidak ada pengorbanan apa-apa [dariku] karena Yesus sendirilah teman sejatiku." Seperti wanita bujang pada umumnya, pekerjaan Johanna beragam. Salah satu proyeknya adalah mendirikan sekolah asrama untuk melatih para pemuda sebagai penginjil, sekolah yang diikuti 25 orang sekaligus. Meski proyek itu memakan banyak waktu, dia masih memunyai waktu untuk pelayanan medis dan penginjilan. Kadangkala, perjalanannya ke desa-desa tetangga membutuhkan waktu beberapa minggu, dengan kesuksesan dan kegagalan datang silih berganti. Walapun terkadang berhasil, namun orang-orang yang percaya jarang yang secara terang-terangan mengaku di depan umum [bahwa mereka sudah percaya Kristus]. Johanna hanyalah seorang pelopor dalam meletakkan pekerjaan awal pemberitaan Injil, oleh karena itu sekadar mendapatkan pendengar yang mendengarkannya saja sudah merupakan suatu tanda kesuksesan yang besar. Tapi jika pada kejadian-kejadian "langka" dia boleh melihat "orang-orang menangis saat mereka mendengar kisah kematian Tuhan kita" dan "berdecak kagum dan bertepuk tangan sebagai wujud syukur mereka kepada Allah karena karunia-karunia-Nya," ada saat-saatnya ketika ia juga berkecil hati: Suatu kali saya berjalan melewati bukit-bukit, berjalan dari satu tempat ke tempat lain selama 9 hari.... Kami berencana untuk menginap pada hari Minggu di desa tertentu tapi kami tidak diterima. Mereka tidak mau menyediakan makanan bagi para pembawa barang dan siapa pun yang bersamaku. Orang-orang yang bersamaku sangat kelaparan. Hujan menghalangi orang-orang datang ke pertemuan. Aku duduk di ambang pintu gubuk dengan payung supaya aku tetap kering, sementara orang-orang berkumpul bersama-sama di dekat perapian di dalam gubuk. Minggu siang, hujan badai datang. Hujan turun dengan derasnya. Gubuk tempat aku tinggal berdinding jerami, dan hujannya masuk ke dalam sampai seluruh gubuk penuh dengan air.... Pagi-pagi benar keesokan harinya kita mulai berjalan lagi melewati bukit.... Sang kepala suku berada di rumah, tapi dia sakit. Kami berhenti di sana semalam dan memutuskan untuk pulang. Betapa bahagianya kami melihat Lupwe. Kendaraan yang biasa dipakai Johanna dari satu desa ke desa yang lainnya adalah sepeda, tapi alat transpotasi itu sangat lamban dan mengayuh sepeda itu melewati daerah terjal sangatlah melelahkan, terutama mengingat tubuhnya yang agak gemuk. Diam-diam ia iri kepada para misionaris pria yang kadang lewat dengan sepeda motor mereka dengan relatif lebih nyaman. Maka, segera setelah cuti keduanya pada tahun 1972, dia kembali ke Afrika dengan membawa sepeda motor baru. Figurnya yang keibuan membuat banyak orang ingin tahu saat dia mulai perjalanannya ke pedalaman menggunakan sepeda motor melewati jalan yang tidak rata, dan tidak seorang pun meragukan keberaniannya. Meski pada awalnya dia sangat bergairah dan tekun, dia segera menyadari bahwa mengarungi bukit dengan sepeda motor itu tidak cocok untuknya. Kurang dari 65 km menggunakan sepeda motornya, dia tiba-tiba menabrak gundukan tanah dan terlempar dari sepeda motornya. Ia mengalami memar yang parah, baik di tubuhnya maupun semangatnya, ia meminta pertolongan serta kembali mengayuh sepedanya. Meski Johanna bersedia tinggal di gubuk dan menerima orang Afrika apa adanya, dia tetap bersikap sedemikian rupa sehingga dia masih dianggap sebagai atasan oleh orang-orang yang bekerja bersamanya. Ia menulis, "Seorang misionaris perlu untuk bersikap sebagai atasan. Bukan dalam arti `kami lebih baik daripada kalian`, demi Tuhan! Yang saya maksud lebih dalam arti mengklaim dan menggunakan wewenang. Misionaris harus membuktikan bahwa dirinya adalah `bos`, memerintah dan menuntut kepatuhan." Patrilinealisme seperti itu (atau dalam hal ini matrilinealisme) adalah kebiasaan pada waktu itu, dan Johanna, seperti banyak misionaris lain, adalah produk dari generasinya. Bagaimanapun juga, tingkah laku seperti itu berperan dalam perasaan pahit yang berakhir pada revolusi yang penuh kekerasan di benua itu beberapa dekade kemudian. Tapi selama tahun 1920-an dan 1930-an, saat Johanna mengabdikan hidupnya untuk Afrika, tampaknya tidak ada rasa benci atau permusuhan. Pelayanan medisnya sangat dihargai dan bersekolah di asramanya dianggap sebagai kesempatan yang istimewa. Oleh karena itu, penduduk Lupwe dan desa-desa tetangganya sangat sedih ketika mengetahui misionaris mereka meninggal pada tahun 1933. Ia masuk rumah sakit misi untuk menjalani operasi yang dianggap merupakan operasi rutin, namun ia tidak pernah pulih. Keluarga dan teman-temannya di Paterson dan Grand Rapids tidak percaya dan sangat sedih setelah menerima kabar kematiannya. Tapi mereka adalah jemaat Christian Reformed yang takut Tuhan yang tidak pernah mempertanyakan kedaulatan Allah dalam hal itu. "Pahlawan wanita" mereka hanya mendapat promosi ke posisi yang lebih tinggi dan sekarang menikmati kekayaan yang jauh lebih banyak daripada yang sudah ia lepaskan di dunia. Ironisnya, surat darinya yang datang setelah kematiannya, meski berbicara tentang seorang Kristen Afrika yang baru meninggal, tapi judulnya cocok untuk Johanna sendiri, "From a Mudhut to a Mansion on High (Dari Gubuk Jelek ke Rumah Besar di Tempat Tinggi)." (t/Dian) Diterjemahkan dan disunting dari: Judul buku: From Jerusalem to Irian Jaya Penulis: Ruth A. Tucker Penerbit: Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan Halaman: 246 -- 249 ______________________________________________________________________ DOA BAGI MISI DUNIA E T H I O P I A Atas permintaan pemimpin gereja lokal di pedesaan Ethiopia, The Seed Company mulai menerjemahkan Perjanjian Baru dan sebagian dari isi kitab Kejadian untuk warga yang berbahasa Majang. Ini adalah proyek penerjemahan Alkitab The Seed Company yang ke-500. Y, seorang penutur asli bahasa Majang, menjadi penerjemah penuh waktu pertamanya. Mereka telah menyelesaikan draf keempat Injil dan sebagian Kisah Para Rasul. Gereja lokal akan memulai dengan proyek belajar membaca. Selain itu, ada juga rencana menerjemahkan bagian Alkitab dalam bentuk audio bagi mereka yang belum bisa membaca. (t/Uly) Sumber: Mission News, Maret 2010 [Selengkapnya: http://www.mnnonline.org/article/13957] Pokok doa: * Mengucap syukur untuk Y yang terpanggil menjadi penerjemah Alkitab bahasa Majang di Ethiopia. Doakan agar proyek penerjemahan Alkitab ini berhasil dan memberkati pengguna bahasa Majang. * Doakan juga agar terjadi gerakan membaca Alkitab di pedesaan Ethiopia dan pembacaan bagian Alkitab dalam bentuk audio untuk mereka yang belum bisa membaca. S U D A N Pemilu-pemilu di Sudan sudah berakhir. Peristiwa ini merupakan peristiwa penting dari Persetujuan Damai Komprehensif tahun 2005 yang mengakhiri pertikaian antara wilayah utara dan wilayah selatan Sudan selama 2 dekade. LD dari Words of Hope menjelaskan kepentingan historis pemungutan suara tersebut. "Ini adalah kali pertama orang Sudan Selatan dapat memilih perwakilan mereka, paling tidak untuk parlemen daerah dan pegawai-pegawai lainnya di Sudan Selatan yang berpusat di Juba." Pemilu-pemilu ini juga mengawali pemungutan suara tentang kemerdekaan yang dijadwalkan berlangsung pada bulan Januari 2011 di Selatan. "Tampaknya, rasa ketidakpercayaan warga Sudan Selatan terhadap perwakilan di Khartoum mencapai tingkat yang cukup tinggi sehingga sebagian merasa bahwa jalan yang terbaik adalah berpisah." Sejauh ini, pemungutan suara telah berjalan dengan damai. walaupun terdapat beberapa kebingungan pada awal pemungutan suara. Pemilu dibayangi ancaman kekerasan. LD berkata bahwa tim mereka berdoa agar pintu-pintu terus terbuka bagi Injil. "Words of Hope menginjili daerah D dan N Sudan Selatan. Words of Hope akan terus mengawasi laporan dari orang-orang kami." Sumber: Mission News, April 2010 [Selengkapnya: http://www.mnnonline.org/article/14109] Pokok doa: * Doakan untuk pelayanan Words of Hope untuk menjangkau warga Sudah Selatan, terkhusus di wilayah D dan N dengan Injil, agar Tuhan memampukan dan melindungi mereka yang terlibat di dalamnya. * Doakan juga agar Tuhan menggerakkan lebih banyak orang untuk berdoa bagi penginjilan di Sudan Selatan dan memampukan mereka untuk tetap bertekun di dalam doa dan pengharapan. ______________________________________________________________________ DOA BAGI INDONESIA TERORIS DI INDONESIA Keberhasilan pihak berwajib menangkap beberapa anggota teroris di Indonesia, merupakan suatu prestasi yang cukup membanggakan. Namun demikian, masalah teroris bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng, karena meskipun sebagian pemimpinnya ada yang telah tertangkap, namun aksi para anggotanya tidak berhenti sampai di situ. Kita, sebagai umat percaya, sudah seharusnya mendukung upaya pihak berwajib dalam memberantas para teroris yang masih berkeliaran di Indonesia. Mari bersatu hati berdoa untuk aparat berwajib dan masyarakat untuk saling membantu membongkar gembong teroris di Indonesia. POKOK DOA: 1. Mengucap syukur untuk kebaikan Tuhan karena memberi keberhasilan kepada pihak berwajib untuk membongkar dan menangkap beberapa anggota-anggota teroris di Indonesia. 2. Doakan agar Tuhan memampukan, melindungi, dan memberikan kekuatan kepada pihak berwajib dalam melanjutkan pemberantasan anggota teroris lainnya yang masih merencanakan teror di Indonesia. 3. Doakan juga agar setiap warga negara Indonesia, baik kelompok maupun individu untuk ikut ambil tanggung jawab membantu pihak pemerintah di wilayah mereka masing-masing. 4. Berdoa agar Tuhan menyadarkan dan menjamah hati para anggota teroris, bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu tindakan yang merugikan diri sendiri, keluarga, dan orang lain. 5. Doakan agar terjadi kebangunan kesadaran moral di tengah bangsa Indonesia agar masyarakat tidak terpancing dengan provokasi yang merugikan moral bangsa Indonesia. ______________________________________________________________________ Anda diizinkan menyalin/memperbanyak semua/sebagian bahan dari e-JEMMi (untuk warta gereja/bahan pelayanan lain) dengan syarat: tidak untuk tujuan komersial dan harus mencantumkan SUMBER ASLI bahan yang diambil dan nama e-JEMMi sebagai penerbit elektroniknya. ______________________________________________________________________ Staf Redaksi: Novita Yuniarti dan Yulia Oeniyati Kontak Redaksi: < jemmi(at)sabda.org > Untuk berlangganan: < subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Untuk berhenti: < unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org > Untuk pertanyaan/saran/bahan: < owner-i-kan-misi(at)hub.xc.org > ______________________________________________________________________ Situs e-MISI dan e-JEMMi: http://misi.sabda.org Arsip e-JEMMi: http://www.sabda.org/publikasi/misi Facebook MISI: http://fb.sabda.org/misi ______________________________________________________________________ Bahan-bahan dalam e-JEMMi disadur dengan izin dari berbagai pihak. Copyright(c) e-JEMMi/e-MISI 2010 / YLSA -- http://www.ylsa.org SABDA Katalog: http://katalog.sabda.org Rekening: BCA Pasar Legi Solo No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati ______________________________________________________________________
|
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |