Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2013/19

e-JEMMi edisi No. 19 Vol. 16/2013 (25-6-2013)

Bagaimana Gereja Anda Menjadi Gereja Misioner?

Juni 2013, Vol.16, No.18
______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

e-JEMMi -- Bagaimana Gereja Anda Menjadi Gereja Misioner?
No.19, Vol.16, Juni 2013

Shalom,

Pelayanan misi sejatinya merupakan pewujudnyataan dari perintah yang 
Tuhan Yesus berikan tepat sebelum Ia diangkat ke surga. Dalam perintah 
yang kita sebut sebagai Amanat Agung itu, Tuhan berpesan kepada para 
murid agar mereka menjadi saksi-Nya, baik di Kota Yerusalem, wilayah 
Yudea, wilayah Samaria, sampai ke ujung bumi. Namun, apakah arti 
perintah itu bagi kita yang hidup di zaman modern ini? Dan, jika kita 
adalah orang-orang yang menyebut diri sebagai murid Kristus di zaman 
ini, bagaimana kita menjalankan amanat itu?

Pada edisi ini, e-JEMMi mengajak Pembaca sekalian untuk membaca sebuah 
renungan singkat tentang Amanat Agung Tuhan kita, dan bagaimana 
seharusnya kita melaksanakannya. Pada kolom Profil Bangsa, kami juga 
mengajak Pembaca untuk mengenal lebih dekat dan mendoakan sebuah suku 
bangsa yang berdiam di sebelah Utara Indonesia, tepatnya di Provinsi 
Maluku. Selamat membaca, kiranya apa yang kami sajikan ini akan 
mendorong Pembaca setia e-JEMMi untuk semakin giat melayani Tuhan. 
Tuhan Yesus memberkati!

Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://misi.sabda.org/ >


    RENUNGAN MISI: BAGAIMANA GEREJA ANDA MENJADI GEREJA MISIONER?

Semua kekristenan, apalagi para hamba Tuhan, mengharapkan bahwa gereja 
mereka adalah gereja yang misioner, yaitu sebuah gereja yang 
berkembang, bertumbuh, dan memiliki wawasan yang luas. Untuk mencapai 
target ini, kita sebagai orang Kristen harus mengerti misi.

Tujuan misi adalah bahwa semua orang diperdamaikan dengan Allah dan 
hidup bagi kemuliaan-Nya. Bagaimana tugas ini dapat terlaksana?

Melalui gereja sebagai agen misi yang menuruti perintah Roh Kudus 
sebagai Pembina misi; maka Allah dipermuliakan di seluruh dunia.

Dalam Kisah Para Rasul 1:8 dikatakan, "... kamu akan menjadi saksi-Ku 
di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi"; Tuhan Yesus 
menjelaskan pola yang harus dipakai, yaitu setiap gereja yang ingin 
menjadi gereja misioner harus terlibat dalam 4 jenis penginjilan (PI):

a. "Yerusalem" (PI-O): Orang Yahudi (di mana murid-murid berada). 
Artinya: Menginjili orang Kristen di lingkungan gereja/kota kita yang 
belum lahir baru.

b. "Yudea" (PI-1): Orang Yahudi (di dalam negeri murid-murid, tetapi 
di luar lingkungan gereja). Artinya: Menginjili suku sendiri yang 
belum percaya.

c. "Samaria" (PI-2): Orang campuran Yahudi-Kafir yang belum percaya. 
Artinya: Menginjili orang dengan kebudayaan yang mirip kebudayaan kita 
(misalnya orang Nias menginjili orang Batak).

d. "Ujung Bumi"(P1-3): Bangsa lain. Artinya: Menginjili suku dan/atau 
bangsa dengan kebudayaan yang berbeda dengan kita (misalnya orang 
Indonesia menginjili orang Afrika).

Kita tidak boleh mengatakan sesudah keluarga dan negara kita menjadi 
Kristen, baru gereja kita bisa melibatkan diri dalam misi sedunia. 
Perhatikan Kisah Para Rasul 1:8, di situ dikatakan, "Yerusalem, Yudea, 
Samaria dan ujung bumi," bukan "sesudah Yerusalem, Yudea, Samaria 
tercapai dengan Injil, baru ke ujung bumi."

Itu berarti setiap gereja semestinya menjalankan ke-4 jenis 
penginjilan ini secara serentak. Ini artinya menjadi generasi 
misioner.

Diambil dari:
Judul buletin: Terang Lintas Budaya, Edisi 40, Tahun 2000
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 2000
Halaman: 2


               PROFIL BANGSA: BABAR, UTARA INDONESIA

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Babar Utara tinggal di Pulau Babar, Tenggara Samudra 
Pasifik, dekat Australia Utara. Pulau Babar diperkirakan sudah dihuni 
selama 40.000 tahun, mulai dari ras Australoid hingga beberapa waktu 
terakhir (dari tiga ribu tahun yang lalu) oleh imigran Austronesia 
yang bergabung masuk. Penduduk Pulau Babar adalah penganut animisme 
tradisional dan terkucilkan hingga 100 tahun yang lalu, sampai 
pemerintah kolonial Belanda memaksa mereka turun dari benteng 
pertahanan mereka di puncak bukit dan tinggal di dekat pesisir, dan 
tidak saling berperang satu sama lain. Pengerja dari Gereja Protestan 
Maluku (GPM) diutus untuk "mengajarkan peradaban" dan mempertobatkan 
penduduk Babar secara besar-besaran, membangun gedung gereja dan 
menempatkan pendeta-pendeta untuk memimpin ibadah. GPM, institusi 
keagamaan yang dominan di Pulau Babar, berusia lebih dari 400 tahun. 
Institusi ini didirikan tahun 1605 dan merupakan denominasi Protestan 
tertua di Asia. Masyarakat Pulau Babar memang disebut Kristen, tetapi 
iman mereka sangat kecil. Kehidupan spiritual penduduk Pulau Babar 
merupakan campuran simbol dan tradisi yang bercorak Kristen, yang 
dibalut dengan praktik animisme dan okultisme tradisional mereka yang 
lebih kental.

Pulau Babar terletak kira-kira 256 km sebelah Timur Pulau Timor dan 
480 km sebelah Utara Darwin, Australia. Secara geografis, pulau itu 
terletak di 7,66 derajat garis Lintang Selatan dan 129,40 derajat 
garis Bujur Timur. Iklim Australia yang gersang sangat berdampak pada 
Pulau Babar. Jika curah hujannya tinggi sejak Natal hingga bulan Juni, 
hujan tidak akan turun dari bulan Juli hingga Natal berikutnya. Secara 
tetap, Angin Timur akan berembus dari bulan April hingga Desember, dan 
Angin Barat dari bulan Januari hingga Maret. Cuaca cukup tenang pada 
bulan November dan Maret.

Pulau Babar terletak pada ketinggian 700 meter di atas permukaan air 
laut. Pulau Babar cukup subur dan banyak air karena ukuran dan tinggi 
daratannya membuat curah hujan tinggi. Pulau ini dikelilingi oleh lima 
pulau kecil, yang lebih rendah, gersang, dan tidak subur.

Sebagian besar desa terletak di tepi laut, baik di atas daerah 
berpasir yang landai maupun di antara batu-batu karang sebesar rumah, 
tebing, dan tempat-tempat yang curam. Setiap desa mempunyai pohon 
kelapa yang lebih tinggi daripada atap rumah mereka. Karena pohon-
pohon itu, suasana rumah jadi teduh dan sejuk. Kebanyakan rumah tidak 
memiliki jendela kaca. Rumah dibiarkan terbuka sehingga lalat, nyamuk, 
dan debu dapat masuk dengan mudah.

Seperti Apakah Kehidupan Mereka?

Setiap orang tinggal di desa yang berada beberapa meter dari laut. 
Kebanyakan orang bangun pagi-pagi mendengar kokok ayam dan kicauan 
burung-burung pipit, kemudian mereka berjalan-jalan menuju laut untuk 
menyegarkan diri. Kadang-kadang, mereka berjalan ke balik desa di 
dekat tebing-tebing untuk buang hajat. Namun, mereka justru ikut 
menyebarkan kolera melalui sekelompok lalat. Pagi-pagi sekali, dari 
semua rumah terdengar suara alunan musik dari para wanita yang sedang 
menyapu sampah di halaman dengan sapu lidi yang panjang. Dentuman yang 
menggetarkan tanah dari berbagai arah menandakan ada beberapa wanita 
yang sedang menggunakan lesung dan penumbuk untuk menghasilkan tepung 
jagung. Mereka menggiling butiran-butiran jagung untuk dijadikan 
makanan, dengan cara merebus dan memakannya seperti nasi.

Kaum pria biasanya membawa seonggok karung goni ke atas kuda kecil, 
kemudian menggiringnya ke hutan untuk menebang pohon-pohon guna 
membuka lahan baru. Setelah itu, mereka menggembalakan ternak ke semak 
belukar atau berburu babi hutan, memperbaiki lumbung penyimpanan, 
mengumpulkan bahan-bahan bangunan (tali dari pohon ara di hutan, daun 
palem untuk atap, atau bambu besar), atau menyiangi rumput-rumput yang 
rimbun di kebun jagung/gambas/buncis. Beberapa lainnya berlayar ke 
laut menggunakan kano mereka yang kecil untuk memancing tuna kecil 
dengan benang dan umpan, tanpa pancing. Beberapa wanita mengikat 
pakaian kotor, membawa sabun cuci mereka, lalu menaikkannya ke atas 
sepeda atau digendong ke sungai yang berada beberapa kilometer dari 
tempat mereka. Mereka memukul-mukulkan cucian mereka ke batu karang 
yang sudah tua dan usang. Beberapa desa tidak memiliki sungai di 
dekatnya. Oleh karena itu, para wanita mencuci pakaian di tempat 
pencucian umum yang letaknya sangat strategis di seluruh desa.

Pukul 08.00, para pria dan wanita dewasa mengenakan seragam cokelat 
muda, hijau, cokelat sawo matang, abu-abu, atau biru menuju kantor 
pemerintahan dengan berjalan kaki. Para pria itu selalu menghisap 
rokok. Di desa-desa terpencil, jenis-jenis pekerjaan pemerintahan 
meliputi beberapa sekolah, 3 -- 4 staf desa, dan sebuah puskesmas. Di 
kota, ada beberapa petugas gereja, polisi, tentara, tukang pos, 
lingkungan masyarakat, pertanian, pendidikan, dan beberapa pegawai 
pemerintah.

Menjelang pukul 11.00, anak-anak pulang dari sekolah. Mereka kerap 
kali pergi bermain ke laut. Mereka senang bermain di dalam papan kano 
yang biasa mereka gunakan untuk papan selancar. Sekali seminggu, 
beberapa anak dari masing-masing keluarga disuruh mencari kayu bakar. 
Kayu bakar itu berupa ranting-ranting kecil yang kering. Mereka 
menyunggi kayu bakar dengan serat kain tenunan dan keranjang tenun 
sebesar ember digendong di punggung.

Para pria pulang dari mencari ikan dan anak-anak satu per satu membawa 
tiang yang secara horisontal diletakkan di atas bahu mereka. Mereka 
membawa beberapa ikan besar seperti tuna yang diayun-ayunkan oleh 
benang dari tengah dan anak-anak berseru, "Ikan! Ikan!" sambil mencari 
pembeli.

Sekitar pukul 10.00, kaum pria dari segala penjuru berkumpul jadi satu 
di sebuah rumah. Mereka duduk melingkar sambil berdiskusi dengan 
bahasa pribumi mereka dan mengenakan baju adat. Seorang pria muda 
berdiri dengan memegang sebotol tuak kelapa dan sebuah gelas untuk 
tempat minum semua pria tua yang memberikan pidato singkat sebagai 
bentuk penghormatan.

Setiap pagi, terdengar bunyi riuh mesin diesel kapal kayu kecil yang 
hilir mudik, mengangkut barang-barang dan penumpang dari kota ke desa 
di pulau yang lain atau desa-desa yang tidak mempunyai jalan. Kapal 
berjangkar sejauh 100 meter dari pantai, di seberang tempat orang 
biasa berselancar dan kano-kano merapat untuk menurunkan kantong 
semen, papan, peti-peti ubin keramik, atau panel atap yang terbuat 
dari besi bersamaan dengan penumpang. Orang-orang membawa ayam, babi, 
kambing yang masih hidup, hasil panen ladang atau buah-buahan jika itu 
sudah musimnya. Peralatan dapur, kursi taman dari plastik, dan 
peralatan audio kadang juga diangkut, termasuk kelapa dan berkantong-
kantong ikan kering diangkut untuk dijual di kota.

Pada hari tertentu, orang-orang akan berjalan, bersepeda, atau menaiki 
kuda menuju desa-desa lain di pulau mereka untuk berbelanja, pergi ke 
kantor pemerintah, atau mengunjungi kerabat seperti anak yang kos di 
kota, dan melanjutkan sekolah di SMU.

Pukul 17.00, biasanya ada beberapa jenis upacara keagamaan. Sebelum 
matahari terbenam, laki-laki, wanita, atau anak-anak mandi dan 
mengenakan pakaian mereka yang paling bagus dengan rambut yang 
disisir, membawa Alkitab Bahasa Indonesia dan buku doa, dan ikut dalam 
pertemuan.

Matahari terbenam dan kira-kira 30 menit kemudian, lampu-lampu listrik 
di semua kota menyala dan lama-kelamaan bersinar semakin terang 
seakan-akan membawa kehidupan ke dalam kota itu. Anak-anak berteriak 
kegirangan menikmati malam yang cerah di hadapan mereka dengan 
televisi dan stereo yang meraung di seantero desa, atau juga lampu 
redup yang mereka gunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah mereka.

Apa Kepercayaan Mereka?

Masyarakat Babar Utara percaya pada satu hal yang utama bahwa ada 
hubungan mendalam antara semua hal fisik dan spiritual. Segala sesuatu 
yang bersifat fisik selalu memiliki dampak terhadap spiritual. 
Pandangan penting lainnya adalah solidaritas. Mereka harus tetap 
bersatu di dalam aktivitas, termasuk soal biaya yang dibutuhkan. 
Menghabiskan waktu sendirian dipandang sebagai sebuah gejala 
ketidakseimbangan, atau dengan kata lain gangguan jiwa. Mengerjakan 
segala sesuatu sendirian juga membuat konsekuensi spiritual dan fisik 
yang negatif. Mereka merasa, melakukan upacara keagamaan yang beragam 
dan ritual yang ditetapkan oleh beberapa gereja secara bersama-sama 
sangatlah penting. Jika mereka tidak mengerti makna ritual yang mereka 
lakukan dengan sungguh-sungguh, mereka selalu mengeluhkannya kepada 
orang-orang yang tidak datang. Mereka meyakini bahwa kurangnya 
solidaritas akan menimbulkan konsekuensi buruk, seperti gagal panen, 
sakit-penyakit, atau wabah. Mereka yakin bahwa ada roh-roh jahat di 
sekeliling mereka yang terus menunggu untuk menyerang dengan sedikit 
provokasi. Jadi, mereka memercayai takhayul-takhayul di setiap aspek 
kehidupan mereka, mereka melakukannya untuk menenangkan roh-roh. 
Setiap saat, mereka takut pergi ke hutan sendirian, khususnya pada 
malam hari. Mereka meyakini bahwa itulah waktu roh-roh jahat yang haus 
darah berkeliaran mencari-cari siapa yang dapat mereka telan.

Apa Saja Kebutuhan Mereka?

Masyarakat Babar Utara merasa tidak mungkin mereka dapat meningkatkan 
standar kehidupan mereka yang rendah. Mereka adalah orang-orang 
minoritas dalam banyak hal (secara visual, bahasa, budaya, agama, geo-
politik, dan sejarah). Mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk 
berkembang dan meningkat seperti yang mereka inginkan. Padahal, ada 
sumber-sumber dan potensi dalam kehidupan mereka yang dapat mereka 
kembangkan. Lebih dari pemenuhan kebutuhan pribadi, masyarakat Babar 
Utara lebih membutuhkan kenyamanan, kekuasaan, dan perubahan hidup 
karena hadirnya Roh Kudus yang diterima sebagai karunia sejati karena 
iman tentang hidup, kematian, dan kebangkitan Yesus. Meskipun Alkitab 
Bahasa Indonesia sudah tersedia, mereka tidak dapat mengerti Bahasa 
Indonesia dengan cukup baik, maupun merasa terbiasa menggunakannya.

Pokok Doa:

1. Mintalah kepada Tuhan Yesus agar terjadi kebangunan rohani di 
   wilayah Babar Utara dan agar masyarakat Babar Utara benar-benar 
   didamaikan dengan Allah.

2. Berdoalah secara khusus untuk melawan kesombongan rohani yang 
   begitu kuat sehingga masyarakat Babar Utara mau mendengarkan berita 
   pendamaian dengan Allah, dan hidup berkelimpahan oleh kuasa Roh yang 
   tinggal di dalam mereka karena karunia Allah.

3. Doakanlah para nabi, rasul, dan penginjil (Efesus 4:11) agar 
   dipenuhi dengan Roh Kudus, bangkit, menghancurkan dan mengusir setan, 
   menghancurkan dan merampas kembali setiap pikiran dan prinsip yang 
   melawan Allah.

4. Berdoalah agar terjadi mukjizat kesembuhan, tanda-tanda ajaib dan 
   mengherankan lainnya untuk menyatakan kebenaran pesan pendamaian 
   Allah.

5. Berdoalah agar ada Alkitab terjemahan dan film Yesus dalam bahasa 
   utama kelompok masyarakat ini. (t/Setya)

Diambil dan disunting dari:
Nama Situs: Joshua Project
Alamat URL: http://joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=10538&rog3=ID
Tanggal akses: Maret 2012


Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amy G., dan Yulia
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org