Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2015/12 |
|
e-JEMMi edisi No. 12 Vol. 18/2015 (22-12-2015)
|
|
Desember 2015, Vol. 18, No. 12______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ e-JEMMi -- Natal dan Misi (II) No. 12, Vol. 18, Desember 2015 DARI REDAKSI: MISI KRISTUS Shalom, Kemanusiaan Kristus adalah perwujudan kasih Kristus kepada manusia yang telah melawan-Nya. Keberdosaan manusia mengakibatkan konsekuensi yang serius dan tidak bisa diselesaikan oleh siapa pun dan dengan apa pun kecuali tangan Allah. Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal turun ke dalam dunia dengan sebuah misi sekali untuk selamanya. Ia diutus untuk hidup dengan cara yang paling rendah, tetapi dengan standar hidup yang paling tinggi mengatasi keberdosaan manusia mana pun yang pernah hidup dan yang akan ada kelak. Dia diutus untuk mengganti keberdosaan manusia dengan nyawa-Nya, Ia menjadi jalan satu-satunya bagi ciptaan yang binasa untuk kembali pada kekekalan dan Allah. Pada edisi kali ini, e-JEMMi akan menyuguhkan sebuah renungan dan artikel yang akan menolong setiap kita untuk memaknai Natal tahun ini dengan penuh kesadaran bahwa Sang Juru Selamat rela menjadi yang dikutuk dan mendapatkan murka Allah. Namun, melalui Dia, kita sekalian beroleh hidup di dalam anugerah-Nya. Selamat hari Natal 2015, kiranya kita semakin diteguhkan bahwa kita juga adalah pembawa warta baik bagi dunia yang akan binasa ini. Tuhan memberkati. Staf Redaksi e-JEMMi, Ayub < http://misi.sabda.org/> RENUNGAN: MISI NATAL YANG ORISINIL Hari ini, kita sudah memasuki bulan Desember saat umat Tuhan mulai merayakan Natal. Dengan berbagai cara, orang Kristen merayakan Natal. Sebisa-bisanya semeriah mungkin. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menyambut dan menghargai kedatangan Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat. Banyak orang Kristen berpikir bahwa merayakan Natal semeriah mungkin adalah cara yang terbaik dan benar menghargai kedatangan-Nya. Pernahkah Saudara sungguh-sungguh bergumul untuk menemukan jawaban sebagaimana seharusnya kita menyambut Natal dan menghargai kedatangan- Nya? Cara kita menghargai kedatangan Tuhan adalah dengan memahami misi utama kedatangan-Nya. Dalam Matius 1:21 dinyatakan oleh malaikat bahwa Ia datang untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa mereka. Dosa yang merupakan sumber segala bencana manusia oleh kedatangan-Nya dapat diselesaikan. Orang yang menyadari misi ini pasti sangat memerhatikan persoalan dosa. Merayakan Natal tanpa memahami misi Tuhan ini, sama dengan membelokkan maksud Tuhan mengadakan Natal atau kelahiran Yesus. Kepedulian terhadap dosa akan tampak dari kesediaan bertobat atas dosa-dosa pribadi dan kesediaan melayani sesama demi pertobatan mereka. Ketika kita menatap dunia hari ini, betapa kita harus memiliki keprihatinan yang sangat dalam. Yang pertama, keprihatinan terhadap diri sendiri. Tuhan Yesus mengatakan agar penduduk Yerusalem menangisi diri sendiri (Lukas 23:28). Hal ini terjadi ketika Tuhan Yesus memikul salib. Mereka menangisi Tuhan Yesus tanpa memahami maksud utama kedatangan-Nya. Hal ini sejajar dengan orang-orang Kristen yang merayakan Natal, tetapi tidak mengerti makna Natal. Tatkala kita memandang kandang hina itu, kita melihat diri kita yang hina dan kotor. Keadaan kita yang membutuhkan pertolongan dari tempat Mahatinggi. Natal harus selalu mengingatkan betapa hinanya kita karena dosa. Betapa perlunya kita merendahkan diri untuk memperoleh lawatan-Nya. Selanjutnya, kita menangisi orang lain. Tuhan Yesus menangisi Yerusalem karena Yerusalem akan dihancurkan oleh karena kejahatannya. Ini sama dengan bumi ini akan dihancurkan oleh sebab dosa-dosanya. Kita harus menangisi jiwa- jiwa yang mati dalam dosa, yang sedang menuju kegelapan abadi. Kita harus sangat peduli terhadap jiwa-jiwa yang perlu dipertobatkan. Sikap Tuhan Yesus merupakan teladan kehidupan orang percaya yang telah menerima keselamatan dan bersedia meneruskan misi Tuhan. Perayaan Natal di banyak tempat dengan segala caranya, ternyata banyak yang dilakukan tanpa mengerti misi Tuhan. Mereka hanya berpesta, bermisa, dan berliturgi. Padahal, misi Natal yang terpenting adalah meneruskan Injil sampai ke ujung bumi demi keselamatan banyak orang. Diambil dari: Nama situs: Rehobot Ministry Alamat URL: http://www.rehobot.net/misi_natal_yang_orisinil/ Penulis artikel: Pdt. Dr. Erastus Sabdono Tanggal akses: 20 Juli 2015 ARTIKEL: YESUS, SALAH SEORANG DARI KITA Kemanusiaan kita bukanlah masalah kita dalam penginjilan. Faktanya, jika kita dapat belajar menjadi manusia seperti yang Allah rencanakan, kita akan menyadari bahwa kemanusiaan kita bukanlah sebuah masalah -- melainkan keuntungan! Manusia yang paling manusia di antara semua manusia tidak punya masalah dengan siapa dirinya yang sebenarnya. Walaupun Yesus membawa sifat ketuhanan, Dia juga datang kepada kita sebagai manusia seutuhnya. Yesuslah yang menjadi model kita mengenai apa artinya menjadi manusia. Dengan mengikuti pimpinan-Nya, kita tidak hanya akan memiliki karakter Allah, tetapi juga membuat kita sendiri lebih nyaman dengan kemanusiaan kita. Saat Allah membebaskan kita menjadi manusia autentik sebagaimana yang Dia desain, kita akan menemukan bahwa penginjilan akan mulai mengalir secara alami dari siapa kita sesungguhnya. Yesus mengatakan sama seperti Bapa mengutus Dia ke dalam dunia, maka Dia juga mengutus kita (Yohanes 17:18). Lalu, bagaimana Bapa mengutus Dia? Pada dasarnya, Yesus menjadi salah satu dari kita. Firman itu menjadi manusia (Yohanes 1:14). Allah menjadi manusia. Implikasi dari inkarnasi adalah luas, tetapi satu wilayah yang sangat memengaruhi penginjilan adalah: Yesus mengizinkan kita menjadi manusia. Namun, kita bergumul untuk yakin bahwa Allah bermaksud menjadikan kita manusia sejati. Kita pikir untuk berbicara dengan Allah, kita harus memakai pakaian hari Minggu kita yang terbaik. Sebagai makhluk ciptaan yang terdiri dari darah dan daging, kita takut tidak bisa memuaskan Allah. Kita takut kalau kita senang tertawa, jalan-jalan bersama teman, minum teh, dan membaca buku yang baik hanya untuk kesenangan saja, mungkin Allah amati kita dari atas dengan cemberut. Kita lupa bahwa ide menjadikan manusia itu ide Allah, bukan ide kita. Dia tidak membentuk kita sebagai malaikat yang hanya beroperasi dalam bentuk roh. Dia juga tidak membuat kita seperti binatang tanpa kehendak atau akal. Allah menjadikan kita sebagai manusia. Bagaimana kita mengetahui apa artinya menjadi manusia seutuhnya adalah dengan melihat kepada Yesus. Fakta bahwa Allah menjadi manusia juga memengaruhi cara kita membagikan iman kita. Allah tidak mengirim telegram atau menghujani kita dengan buku penginjilan dari surga atau menurunkan jutaan stiker mobil dari langit bertuliskan, "Senyum, Yesus mengasihimu". Dia mengutus seorang manusia, anak-Nya, untuk mengomunikasikan pesan. Strateginya belum berubah. Dia masih mengutus laki-laki dan perempuan -- sebelum Dia mengirim traktat dan teknik -- untuk mengubah dunia. Kita mungkin berpikir strateginya berisiko, tetapi itu masalah Allah, bukan masalah kita. Di dalam Yesus, kita memiliki model bagaimana cara berhubungan dengan dunia, dan model ini adalah model keterbukaan dan identifikasi. Yesus adalah manusia yang luar biasa terbuka. Dia tidak berpikir bahwa jika Ia mengatakan kebutuhan fisik-Nya kepada orang lain lantas Ia tidak rohani (menyadari Dia benar-benar Anak Allah -- Yohanes 4:7). Dia tidak takut kehilangan citra-Nya yang luar biasa di Taman Getsemani (Markus 14:32-52). Inilah model keilahian yang sejati bagi kita. Kita melihat Dia meminta dukungan dan menginginkan orang lain melayani Dia. Maka, kita harus belajar menjalin hubungan dengan orang lain secara transparan dan tulus karena itulah gaya Tuhan berhubungan dengan kita. Yesus memerintahkan kita untuk pergi dan berkhotbah, bukan berkhotbah lalu pergi. Kita tidak menyampaikan Injil dengan cara berteriak dari jarak aman dan terhormat, dan dalam keadaan terpisah. Kita harus cukup membuka diri membiarkan orang melihat bahwa kita pun manusia biasa yang bisa tertawa dan terluka atau menangis. Jika Yesus meninggalkan surga dan segala kemuliaan-Nya untuk menjadi salah satu dari kita, tidakkah kita seharusnya juga bersedia meninggalkan zona nyaman di antara teman gereja kita atau kelompok diskusi Alkitab kita untuk pergi menjangkau orang lain? Memang ada kerancuan apa artinya menjadi rohani. Kita merasa lebih rohani jika membawa teman kita yang belum percaya ke diskusi Alkitab atau ke gereja dibandingkan pergi bermain atau makan pizza. Sama seperti kita tidak mengerti alasan alami kita berhubungan dengan dunia, kita pun tidak mengerti alasan alami kita berhubungan dengan Tuhan. Sekali lagi, Dia menjadikan kita manusia. Karena itu, Dia tertarik pada semua aspek kemanusiaan kita. Inilah bagian dari kemanusiaan kita -- kotoran dan kemuliaan sehari-hari yang kita hadapi begitu keluar rumah setiap pagi -- yang Tuhan gunakan untuk membentuk kehidupan kudus di dalam diri kita. Kita tidak berani membatasi Dia hanya dengan pemahaman Alkitab dan diskusi dengan orang kristen. Dia menciptakan kehidupan dan Dia rindu dimuliakan dengan seluruh totalitas yang bertambah kepada kehidupan. Kekuatan serta kehadiran- Nya akan datang bertabrakan dengan dunia saat kita membiarkan Dia hidup sepenuhnya dalam setiap aspek kehidupan kita. Bagaimana kita bisa berhubungan dengan orang dengan cara yang dapat mengubah dunia? Yesus melakukannya dengan dua cara: dengan cara identifikasi-Nya yang radikal dengan laki-laki dan perempuan, dan dengan perbedaan diri-Nya sendiri yang radikal. Yesus nampaknya merespons orang dengan memerhatikan lebih dahulu kesamaan umum apa yang Dia miliki dengan mereka (Yohanes 4:7). Namun, sering kali dalam kesamaan umum itu, perbedaan Yesus akan nampak nyata (Yohanes 4:10). Saat orang melihat kemanusiaan Yesus yang benar, mereka mulai mengenali ketuhanan-Nya. Kekudusan Tuhan jadi menggetarkan dan menembus saat Yesus menghadapi seseorang pada derajat kemanusiaan mereka sendiri. Namun, intinya, baik identifikasi radikal-Nya maupun perbedaan radikal-Nya, dibutuhkan untuk mengubah dunia, begitu pula dengan kita. Diambil dari: Judul buku: Keluar dari Tempat Garam Masuk ke dalam Dunia Judul bab: Yesus -- Paling Manusia di antara Kita Penulis: Rebecca Manley Pippert Penerbit: Yayasan Komunikasi Bina Kasih Halaman: 35 -- 37 STOP PRESS: PUBLIKASI E-KONSEL: BAHAN-BAHAN PELAYANAN KONSELING KRISTEN Seiring dengan pesatnya perkembanganya dunia, kompleksitas masalah hidup pun semakin meningkat dengan berbagai variasinya. Manusia tidak hanya membutuhkan dan mencari materi. Penguatan, bimbingan, dan penghiburan pun menjadi "kebutuhan" yang penting di tengah kesasakan dan rupa-rupa masalah kehidupan. Ini adalah kesempatan besar bagi orang percaya untuk melayani sesama dalam pelayanan bimbingan yang alkitabiah! Anda ingin mendapat perlengkapan yang lebih dalam bidang pelayanan konseling? Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > mengajak Anda untuk bergabung menjadi pelanggan Publikasi e-Konsel! Publikasi e-Konsel menyajikan artikel, bimbingan alkitabiah, tanya-jawab, komunitas konselor, tips, dan masih banyak kolom lainnya untuk memperlengkapi Anda. Cara berlangganan sangat mudah dan GRATIS! Kirimkanlah email Anda ke < subscribe-i-kan-konsel(at)hub.xc.org > atau ke < konsel(at)sabda.org > dan setiap Selasa minggu kedua Anda akan memperoleh bahan-bahan tertulis dalam email Anda. Jika Anda rindu ambil bagian dalam pelayanan konseling, jangan ragu untuk berlangganan publikasi e-Konsel. Dapatkan arsip e-Konsel sejak tahun 2001 di: < http://sabda.org/publikasi/e-konsel/arsip/ > Kontak: jemmi(at)sabda.org Redaksi: Mei dan Ayub Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |