Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2014/10 |
|
e-JEMMi edisi No. 10 Vol. 17/2014 (28-10-2014)
|
|
Oktober 2014, Vol. 17, No. 10______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ e-JEMMi -- Pelayanan Holistik (II) No. 10, Vol. 17, Oktober 2014 DARI REDAKSI: KASIH SEJATI ADALAH DASAR PELAYANAN YANG MURNI Shalom, Pelayanan holistik kristiani seharusnya tidak berdasar pada belas kasihan manusiawi semata, melainkan berdasarkan kasih yang digerakkan oleh Roh Kudus. Dengan kasih yang berasal dari Roh Kudus, sebuah pelayanan holistik tidak hanya akan memenuhi kebutuhan jasmani seseorang, tetapi akan membawa mereka bertemu dengan Allah yang sejati. Itulah bentuk pelayanan yang dilakukan Yesus ketika Ia berkarya di tengah-tengah umat manusia; dan itulah bentuk pelayanan yang murni, yang diinginkan Allah untuk kita lakukan. Harapan kami, biarlah apa yang kami sajikan dalam edisi ini dapat terus mengobarkan kasih Ilahi yang ada dalam hati kita sekalian. Tuhan beserta kita! Pemimpin Redaksi e-JEMMi, Yudo < yudo(at)in-christ.net > < http://misi.sabda.org/ > TOKOH MISI: ELIZABETH GURNEY FRY (1780 -- 1845): REFORMIS PENJARA DARI KAUM QUAKER "Engkau terlahir untuk menjadi terang bagi yang buta, lidah bagi yang bisu, dan kaki bagi yang lumpuh." ~ Nubuatan yang diucapkan Deborah Darby kepada Elizabeth Gurney saat ia masih berumur 18 tahun. "Roh Kudus tidak akan pernah kekurangan kuasa untuk melakukan segala sesuatu yang menopang segala perbuatan baik di muka bumi." ~ Elizabeth Gurney Fry Hanya sedikit orang dari kaum Quaker yang telah menginspirasi masyarakat luas seperti halnya Elizabeth Gurney Fry. Namun demikian, dari orang-orang yang mengenal namanya pun, mereka hanya mengetahui satu sisi dari aspek kehidupannya. Melalui artikel ini, saya akan menceritakan dengan singkat kehidupan perempuan yang telah memberikan dampak yang sedemikian besar kepada kehidupan masyarakat luas, bahkan ketika budaya pada zaman itu belum dapat menerima karyanya. Tahun-Tahun Awal Elizabeth Gurney adalah anak ketiga dari dua belas bersaudara yang lahir dari pasangan John dan Catherine Gurney. Keluarga ini berasal dari Norwich, Inggris. Ayahnya, John Gurney, adalah seorang bankir dan pengusaha yang sukses, sedangkan Catherine adalah anggota keluarga Barclay yang menguasai dunia perbankan. Kedua keluarga besar mereka adalah anggota aktif di Jemaat Sahabat (Society of Friends/Quakers). Catherine percaya bahwa baik anak laki-laki maupun perempuan harus mendapat pendidikan yang baik. Jadi, Elizabeth mendapatkan semua mata pelajaran dasar dari ibunya. Catherine juga sering menceritakan cerita-cerita Alkitab dan membacakan Mazmur kepada mereka. Ia juga sering mengunjungi dan menolong orang-orang yang sakit dan miskin; dan, anak-anaknya pun juga senang sekali pergi mengunjungi orang-orang itu bersama Elizabeth. Karena itu, Elizabeth pasti mengalami duka yang amat dalam ketika berusia 12 tahun, saat ibunya meninggal tak lama setelah melahirkan anak yang kedua belas. Keluarga Gurney bukanlah keluarga Quaker biasa. Mereka tampak mencolok dengan pakaian mereka yang indah dan berwarna terang saat ada di tengah-tengah Sahabat yang lain, yang berpakaian sederhana ketika mengikuti pertemuan-pertemuan ibadah. Elizabeth sendiri juga bukan pemudi yang serius dan sering kali memberikan banyak alasan untuk menghindari pertemuan-pertemuan ibadah. Pertumbuhan Rohani dan Tahun-Tahun Awal Pernikahan Pada 4 Februari 1798, pemudi ini menghadiri pertemuan ibadah dengan mengenakan sepatu boot ungu dengan renda berwarna merah. Pertemuan itu juga dihadiri oleh seorang pendeta Quaker dari Amerika bernama Qilliam Savery dan pelayanan pendeta itu menyentuh hati gadis ini. Tentang reaksinya hari itu, Elizabeth menulis: "Saya mulai merasa bahwa Allah benar-benar ada." Di kemudian hari, ketika ia berkunjung ke London, Elizabeth berkesempatan sekali lagi untuk mendengar khotbah dari Savery. Setelah disentuh oleh Allah melalui Sahabat Quaker yang lain, Elizabeth mulai berbalik dari cara hidupnya yang lama. Kesukaannya kepada kesenangan mulai luntur. Meskipun keluarganya tidak begitu menyukai perubahan penampilan dan sikap keagamaannya, Elizabeth tetap memutuskan untuk menggunakan bahasa sederhana yang biasa digunakan oleh para Quaker yang lain dan juga mulai mengenakan pakaian yang sederhana. Tak hanya itu, ia mulai membuka sekolah minggu di rumah keluarganya, Earlham Hall. Pada musim panas tahun 1799, Joseph Fry, seorang Sahabat yang pemalu dari sebuah keluarga Quaker yang kaya raya, datang untuk mengunjungi keluarga Gurney dan meminta Elizabeth menikah dengannya. Awalnya, Elizabeth menolak, tetapi lama kelamaan ia pun jatuh hati kepadanya dan menikah dengan Joseph pada tahun berikutnya. Dari pasangan ini lahir 11 orang anak. Mengikuti jejak langkah ibunya, Elizabeth mulai mengunjungi rumah sosial yang digunakan untuk menampung orang-orang miskin dan mengajar anak-anak di sana. Ia juga mulai mendapat kepercayaan karena pelayanannya dalam pertemuan-pertemuan ibadah, dan diakui sebagai pendeta pada tahun 1811 oleh jemaat tempat ia beribadah. Namun, tugasnya sebagai seorang ibu sangat menyita waktunya. Hal itu tampak dalam buku hariannya yang ditulis pada tahun 1812, "Aku takut jika hidupku tergelincir pada hal-hal yang kurang terlalu penting." Sang Malaikat dari Penjara Newgate Sekali lagi di momen penting dalam hidupnya, seorang pendeta Quaker dari Amerika memainkan peranan penting dalam hidupnya. Pada tahun 1813, Stephen Grellet datang kepadanya dan meminta tolong. Stephen yang telah mengunjungi beberapa penjara di Inggris menyaksikan kengerian ketika ia melihat penjara-penjara perempuan di Newgate. Ratusan perempuan dan anak-anak mereka berdesak-desakan di dalam penjara itu. Banyak dari mereka yang tidur di lantai tanpa alas. Maka, Elizabeth pun segera mengirim selimut dan pakaian hangat dan meminta Sahabat-Sahabat perempuan lainnya untuk membuatkan baju bayi. Keesokan harinya, Elizabeth dan saudara iparnya pergi ke Penjara Newgate. Para sipir penjara yang ada di situ mengatakan kepada mereka berdua bahwa perempuan-perempuan yang dipenjara itu bersikap liar dan keduanya bisa saja berada dalam bahaya. Akan tetapi, Elizabeth dan saudara iparnya itu tetap masuk ke sana. Pada hari itu dan dua kunjungan lagi, keduanya telah membawakan baju hangat dan jerami kering agar mereka yang sakit dapat berbaring dengan nyaman. Elizabeth juga berdoa bagi para tahanan itu. Setelah kunjungan-kunjungan awal itu, kesulitan-kesulitan dalam keluarganya, termasuk meninggalnya salah satu anak perempuannya, membuat Elizabeth menjauhkan diri dari pelayanan selama bertahun -tahun. Akan tetapi, pada Hari Natal 1816, Elizabeth mulai kembali kepada pelayanannya itu dan bertahan hingga bertahun-tahun lamanya. Ia bertanya kepada para tahanan perempuan di penjara itu tentang apa yang mereka butuhkan berkaitan dengan anak-anak mereka, dan mereka semua setuju bahwa anak-anak itu sangat membutuhkan sekolah. Pada tahun 1817, Elizabeth mengorganisasi sekelompok perempuan ke dalam sebuah perkumpulan bernama "The Association for the Improvement of the Female Prisoners in Newgate" (Asosiasi demi Peningkatan Kesejahteraan Tahanan Perempuan di Penjara Newgate). Kelompok ini mengorganisasi pengadaan sekolah dan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan supaya para tahanan dapat menjahit, merajut, dan membuat benda-benda untuk dijual. Sekelompok perempuan ini bergantian mengunjungi dan membacakan Alkitab kepada tahanan. Menyebarkan Pengaruh dan Menghadapi Kesesakan Karya pelayanan Elizabeth akhirnya terdengar sampai ke luar tembok Penjara Newgate. Pada 1818, dewan rakyat dari House of Commons memintanya untuk bersaksi tentang keadaan penjara Newgate. Hal ini menjadikannya sebagai perempuan pertama yang dipanggil untuk memberi kesaksian. Perkumpulan-perkumpulan seperti Newgate Association pun bermunculan di seluruh penjuru Inggris dan Eropa. Perhatian Elizabeth pun akhirnya tak hanya pada penjara saja. Ia mendirikan District Visiting Societies untuk menolong orang-orang miskin, mendirikan perpustakaan bagi para penjaga pantai, dan sekolah pelatihan bagi para perawat. Elizabethlah yang memengaruhi program pelatihan perawat yang dilakukan oleh Florence Nightingale, dan para perawat yang dilatih di sekolahnya pun diutus untuk menemani Nightingale pergi ke Crimea. Pada tahun 1827, Elizabeth menerbitkan sebuah buku berjudul "Observations, on the Visiting Superintendence and Government of Female Prisoners". Dalam buku itu, Elizabeth tak hanya meletakkan dasar dari reformasi penjara, tetapi juga mengangkat hal-hal yang lebih luas. Ia mengajukan kesempatan-kesempatan yang lebih luas bagi para perempuan dan dengan keras menentang hukuman mati. Elizabeth Fry sangat terkenal dan dihormati sampai-sampai pelayanannya menerima dukungan dari Ratu Victoria, bahkan Raja Prussia pun mengunjunginya. Akan tetapi, hal itu tidak dapat menolongnya ketika bank yang dikelola suaminya mengalami kebangkrutan pada tahun 1828. Peristiwa itu tidak hanya mengakibatkan keluarganya terpuruk dalam kemiskinan, tetapi juga membuat suaminya dikucilkan oleh pertemuan Quaker karena suaminya dianggap membahayakan uang milik orang lain. Pada saat itulah, kakak laki-lakinya, Joseph John Gurney, masuk ke dalam kehidupan mereka dan mengambil alih perjanjian bisnis suaminya untuk mengatur agar utang-utangnya dapat terselesaikan. Joseph juga mengatur agar Elizabeth mendapat gaji tahunan supaya ia dapat melanjutkan pelayanannya. Elizabeth Fry terus mengerjakan pelayanannya sampai akhir hayatnya pada tahun 1845. Lebih dari seribu orang mengantarnya dalam keheningan sampai ke peristirahatan terakhirnya di makam khusus anggota Quaker. (t/Yudo) Diterjemahkan dari: Nama situs: Quaker Info Alamat URL: http://www.quakerinfo.com/fry.shtml Judul asli artikel: Elizabeth Gurney Fry (1780-1845): Quaker Prison Reformer Penulis artikel: Bill Samuel Tanggal akses: 12 Juni 2014 PROFIL BANGSA: SUKU TAY DI VIETNAM Pendahuluan/Sejarah Terletak di Laut China, Asia Tenggara, Vietnam adalah tempat tinggal bagi sekitar 120 suku bangsa yang berbeda. Namun, mayoritas populasinya berasal dari etnis Vietnam. Pergolakan yang terjadi di sepanjang sejarah Vietnam telah memaksa suku bangsa mayoritas bercampur dengan suku bangsa lainnya, yang kemudian terpisah-pisah, dan akhirnya hidup tersebar dalam kelompok-kelompok kecil. Akibatnya, budaya, bahasa, dan gaya hidup mereka ikut terpengaruh dan menghasilkan karakter nasional yang samar-samar. Di akhir tahun 1700-an, ketika Vietnam mengalami kekacauan, beberapa kelompok etnis bersatu dengan sekelompok suku berbahasa Thai. Di kemudian hari, kelompok ini dikenal sebagai orang Tho. Kini, mereka adalah suku bangsa minoritas di Vietnam. Suku ini lebih suka disebut "Tay" karena sebutan "Tho" kini dianggap sebagai sebutan yang merendahkan. Seperti apa kehidupan mereka? Kebanyakan suku Tay adalah rakyat jelata yang hidup di pegunungan landai, di antara gunung-gunung yang tinggi dan padang rumput di Asia Tenggara. Mereka menanam padi sawah (padi yang memerlukan media tanam yang basah dan penggenangan -- Red.), tetapi juga menggunakan teknik "tebas dan bakar" untuk menanam padi gogo (padi yang tidak terlalu membutuhkan lahan tanam yang basah -- Red.), jagung, gandum hitam, seledri air, tebu, dan berbagai macam sayuran lainnya. Mereka juga menanam tanaman rami untuk membuat tas dan jala. Orang Tay menjual atau membarter hasil bercocok tanam itu dengan perabot rumah tangga yang mereka butuhkan dan makan dari hasil hutan. Mayoritas suku Tay hidup di rumah-rumah yang mereka bangun di atas tanah. Rumah-rumah ini, dan taman yang mengelilinginya, adalah milik pribadi mereka. Namun, masih ada suku Tay yang hidup di rumah-rumah panggung. Arsitektur rumah ini sederhana, tanpa bubungan rumah yang indah dan tidak dihias seperti layaknya rumah-rumah pada zaman modern ini. Kini, hampir seluruh orang Tay menjadi bagian dari sebuah "program agrikultural kolektif" dalam bentuk persawahan kolektif. Sawah dianggap sebagai milik komunitas yang dapat dipakai oleh semua orang, tetapi tidak boleh menjadi milik pribadi. Keluarga orang Tay biasanya kecil dan garis keturunan mereka dicatat berdasarkan keluarga ayah (patrilineal). Anak-anak mereka mulai bersekolah pada umur enam tahun, dan di sekolah, mereka belajar bahasa Vietnam. Orang-orang muda suku Tay dapat memilih pasangan mereka sendiri, dan setelah pertunangan, ada banyak ritual pernikahan yang dilakukan. Sesuai tradisi, mempelai pria harus bekerja bagi keluarga mempelai perempuan sebagai mas kawin mereka. Apa kepercayaan mereka? Orang Tay menyembah banyak dewa. Mereka juga biasa melakukan penyembahan kepada nenek moyang dan menganut animisme. Secara tradisi, kebanyakan desa-desa orang Tay memiliki kuil-kuil tempat mereka menyembah dewa-dewi yang berkaitan dengan tanah, air, api, dan juga nenek moyang mereka yang penting. Selain itu, mereka juga menyembah roh dan hantu-hantu. Ritual terbesar yang dilakukan setiap tahun adalah pada awal musim tanam. Ketika itu, orang Tay meminta izin kepada berbagai macam dewa untuk mempersiapkan sawah dan menanam benih tanaman. Literatur dan seni tradisional juga berperan penting dalam kehidupan keagamaan mereka. Apa kebutuhan mereka? Selama lebih dari 44 tahun, peperangan telah memorakporandakan ekonomi Vietnam, hal ini menyebabkan pertumbuhan yang lambat. Lebih dari itu, Vietnam adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang menganut paham komunisme. Doa adalah langkah awal untuk menjangkau suku ini dengan Injil. (t/Yudo) POKOK DOA: 1. Berdoalah agar Tuhan berkenan memanggil orang-orang yang mau pergi ke Vietnam dan membagikan Kristus kepada mereka. 2. Mintalah Allah untuk menguatkan, memberi semangat, dan melindungi sekelompok kecil orang Tay yang sudah menjadi Kristen. 3. Mintalah agar Roh Kudus untuk melembutkan hati orang-orang Tay kepada orang-orang Kristen supaya mereka dapat menerima Injil. Sumber: Bethany World Prayer Center Diterjemahkan dari: Nama situs: Joshua Project Alamat URL: http://www.joshuaproject.net/people-profile.php?rog3=VM&peo3=15309 Judul asli artikel: Tay of Vietnam Penulis artikel: Tidak dicantumkan Tanggal akses: 13 Juni 2014 Kontak: jemmi(at)sabda.org Redaksi: Yudo, Amidya, dan Yulia Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |