Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2015/08 |
|
e-JEMMi edisi No. 08 Vol. 18/2015 (25-8-2015)
|
|
Agustus 2015, Vol. 18, No. 08______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ e-JEMMi -- Injil bagi Kaum Ismael (II) No. 08, Vol. 18, Agustus 2015 DARI REDAKSI: MENUNJUKKAN KESELAMATANNYA Shalom, Keselamatan merupakan anugerah Allah. Allah menebus kita dari perbudakan dosa dengan harga yang sangat mahal! Bagaimana kita dapat menyatakan keselamatan yang sudah kita terima kepada orang lain? Menunjukkan atau menyatakan keselamatan dalam hidup kita sehari-hari adalah sulit. Namun, kita perlu mengetahui bahwa kehormatan Tuhan dipertaruhkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena itu, mari kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah supaya Dia saja yang hidup di dalam hidup kita sehingga hidup kita menyatakan kemuliaan Dia. Edisi e-JEMMi kali ini menyajikan artikel berjudul "Menunjukkan Apa yang Kamu Percayai dengan Apa yang Kamu Lakukan", profil bangsa dari suku Wana di Sulawesi, dan informasi mengenai SWI (Sending WEC Indonesia) yang merupakan salah satu sumber Misi di Indonesia. Mari mengenal suku-suku di Indonesia dan mari menyatakan keselamatan-Nya bagi mereka. Selamat membaca, dan teruslah bersemangat untuk bermisi! Pemimpin Redaksi e-JEMMi, Mei < mei(at)in-christ.net > < http://misi.sabda.org/ > ARTIKEL: MENUNJUKKAN APA YANG KAMU PERCAYAI DENGAN APA YANG KAMU LAKUKAN Jika seseorang menghabiskan waktu dengan Anda, apa yang Anda kira akan dipikirkan orang tersebut mengenai iman kristiani Anda? Akankah ia dengan mudah melihat kekristenan Anda secara jelas, atau akankah ia hampir tidak mengenalinya dalam diri Anda? Yang harus dilakukan oleh seseorang adalah melihat perbuatan Anda untuk melihat apa yang Anda percayai, bukan apa yang tidak Anda percayai. Apakah Anda diam saja mengenai Injil? Jika demikian, seseorang mungkin menyimpulkan bahwa Anda percaya bahwa Injil tidaklah cukup berkuasa dan penting untuk disampaikan kepada orang lain, atau Anda takut untuk mengatakannya kepada orang lain. Apakah Anda malu berbicara tentang Injil kepada orang-orang karena mereka mungkin akan tersinggung? Maka, mungkin Anda percaya bahwa perasaan seseorang lebih penting daripada mendengarkan makna Injil yang dapat menyelamatkan mereka dari hukuman kekal. Sadarilah, apa yang Anda percayai, apa yang Anda takuti, apa yang Anda harapkan, semua berdampak langsung pada apa yang Anda kerjakan. Apakah Anda takut mewartakan Injil? Apakah Anda khawatir Anda akan menyinggung orang lain? Apakah Anda malu dengan gagasan bahwa Yesus adalah Allah dalam daging yang telah mati dan bangkit dari antara orang mati? Atau Anda yakin pada firman Allah, dalam Injil Kristus, dan tidak berpikir untuk membagikannya bila memungkinkan? Apa pun yang terjadi, tetapi satu hal yang pasti, yaitu bahwa kita berperilaku sesuai dengan apa yang kita yakini, bukan dengan yang tidak kita yakini. Jadi, ketika Anda mengambil penilaian tentang tindakan Anda, atau kurangnya tindakan Anda, itu akan menunjukkan kepada Anda tentang apa yang Anda yakini. Ingatlah, kepercayaan dan tindakan harus sesuai. Jika tidak, maka itu adalah munafik. Saya ingin bertanya -- apakah Anda benar-benar, secara jujur, sungguh- sungguh percaya bahwa firman Allah itu kuat? Apakah Anda percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah dalam daging, yang mati di kayu salib dan bangkit dari kematian? Apakah Anda percaya setiap orang perlu mendengar pesan keselamatan dari pengorbanan Kristus sehingga orang dapat diselamatkan dari penghakiman yang benar dari Allah yang kudus dan kekal? Jika demikian, apakah kepercayaan itu nyata dalam hidup Anda, dan tindakan apa yang Anda ambil untuk menunjukkan hal tersebut? Bertanyalah kepada diri Anda sendiri, apakah yang Anda yakini sesuai dengan apa yang Anda lakukan? Jika tidak, Anda harus mengubah satu atau hal lainnya. (t/Hossiana) Diterjemahkan dari: Nama situs: Carm (Christian Apologetics & Research Ministry) Alamat URL: https://carm.org/belief-shown-by-actions Judul asli artikel: Showing what you believe by what you do Penulis artikel: Matt Slick Tanggal akses: 29 Mei 2015 PROFIL BANGSA: SUKU WANA DI SULAWESI TENGAH Dirangkum oleh: Mei a. Asal Usul Suku Wana Suku Wana terletak di sebuah kawasan pedalaman Provinsi Sulawesi Tengah bagian Timur. Oleh masyarakat luar, suku Wana sering disebut sebagai Tau Taa Wana, yang artinya orang yang tinggal di kawasan hutan. Namun, suku Wana sendiri lebih sering menyebut dirinya dengan Tau Taa (tanpa wana), atau orang Taa. Hal ini disesuaikan dengan bahasa yang mereka gunakan, yaitu bahasa Taa. Menurut mereka, asal usul leluhur mereka konon turun dari langit. Mereka meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari Tundatana, sebuah tempat di wilayah Kajumarangka. Sebagaimana suku-suku pedalaman lainnya, suku Wana juga menjalankan pola hidup yang terkait dengan menjaga keharmonisan hubungan dengan para leluhur mereka. Dalam keyakinan suku Wana, yang menjadi unsur penting pertama dalam hidup mereka adalah tanah karena tanah (tana poga?a) diciptakan oleh Pue (Tuhan) yang menjadi tempat hidup leluhur pertama mereka. Unsur penting kedua adalah pohon yang berfungsi sebagai perekat tanah leluhur. Menurut mereka, "Kaju kele?i dan kaju paramba?a adalah kayu yang sengaja ditancapkan oleh Pue (Tuhan) tidak saja untuk melindungi leluhur suku Wana, tetapi juga untuk mengikat tanah leluhur atau "tana ntautua" agar kuat dan terus menyatu. Satu komponen lagi yang menurut suku Wana harus dilindungi adalah sungai. Pohon-pohon besar (kaju), tanah (tana), dan sungai (ue) adalah kesatuan yang saling terkait. Kesatuan itulah yang oleh suku Wana kemudian disebut sebagai hutan atau pangale. Jika salah satu unsur pangale tersebut dirusak, keseimbangan kesatuan tersebut akan rusak. Untuk itu, menurut keyakinan suku Wana, jika manusia ingin kehidupannya di dunia ini terhindar dari bencana, mereka harus mampu menjaga kelestarian pangale-nya. b. Kehidupan Suku Wana Suku Wana adalah suku yang hidup di pegunungan, mereka hidup dengan berpindah-pindah, dan tidak mau berhubungan dengan dunia luar. Seperti sebutannya, "Orang hutan", suku Wana sangat menggantungkan hidup mereka pada hutan. Rumah mereka berbentuk panggung dengan dinding bambu serta atap daun rotan. Mereka mendirikan rumah yang tinggi di atas tanah, sekitar 2 -- 5 meter. Di bagian tengah rumah, ada perapian. Biasanya, mereka sekeluarga tidur dengan menaruh kaki di dekat perapian. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka masih menjalani kehidupan seperti suku kuno. Mereka hidup dengan berladang dan berburu. Peralatan mereka pun sebagian besar masih terbuat dari kayu dan bambu. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat Wana pun sangat bergantung pada daerah-daerah pesisir sebagai jaringan perdagangan mereka. Sebab, di sana ada sumber sandang, garam, atau alat-alat logam, dan lain-lain. Kini, mereka sudah berinteraksi dengan komunitas masyarakat lain. Saat ini, mereka terdaftar secara administratif dan membentuk kampung, dan ada beberapa sekolah hasil dari para misionaris dan bantuan dari pemerintah. c. Agama dan Kepercayaan Suku Wana Kelompok masyarakat Tau Ta`a Wana rata-rata masih memeluk agama dan kepercayaan leluhurnya, yaitu Halek/Khalaik. Dalam keyakinannya, mereka akan mengucilkan warganya bila didapati memeluk agama di luar Halek/Khalik. Mereka percaya adanya roh (spirit) yang menjaga dan memelihara setiap jengkal tanah dan hutan. Maka, ketika terjadi kerusakan terhadap lingkungan, itu merupakan tanda murkanya sang penjaga. Mereka menyebut Tuhan mereka dengan panggilan "Pue". Maka, sebagai penyeimbang atas kejadian-kejadian alam, masyarakat Tau Ta`a Wana memberi persembahan atau sesajen (Kapongo) yang terdiri atas sirih, pinang, kapur, dan tembakau yang diletakkan dalam suatu "rumah" yang tingginya kira-kira 40 -- 50 cm dari tanah. Menyangkut agama atau kepercayaan, suku Wana juga berhubungan dengan agama I dan Kristen. Proses masuknya agama I ke suku Wana sudah berlangsung lama. Bahkan, ketika A.C. Kruyt melakukan riset pada tahun 1928, sudah terjadi pertemuan antara agama suku Wana dan agama I. Setelah perang dunia ke II, agama Kristen mulai masuk melalui gerakan misionaris. Ada beberapa hukum agama Kristen yang tidak disetujui oleh suku Wana karena tidak sesuai dengan hukum suku Wana. Misalnya, mengenai cara pengobatan Suku Wana dengan percaya kepada dukun. Namun, di dalam kekristenan melarang hal itu, sedangkan di suku Wana belum ada balai pengobatan. Menurut mereka, akankah mereka hanya berdiam jika ada warganya yang sakit? Begitu pula dalam hukum agama I, ada beberapa hukum yang mereka tidak setujui. Misalnya, mengenai makanan. Hukum agama I melarang makan daging babi, sedangkan mereka sudah terbiasa dengan berburu dan makan daging babi. Oleh karena itu, secara umum suku Wana memilih untuk hidup dengan tidak beragama. Suku Wana yang menganut agama I dan Kristen umumnya terjadi karena mereka takut ditindak oleh pemerintah karena setelah zaman modern, pemerintah menuntut untuk mereka memeluk agama yang diakui oleh pemerintah. Oleh karena itu, mereka pun berniat akan kembali lagi ke kepercayaan tradisional apabila ancaman tindakan itu mulai reda. Pokok doa: 1. Mengucap syukurlah kepada Tuhan karena Injil sudah masuk di suku Wana; sudah ada gereja dan sekolah bagi anak-anak suku Wana. 2. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar gereja ataupun pemerintah dapat memberikan fasilitas pengobatan yang layak untuk suku Wana karena hal ini merupakan salah satu hal yang menghambat orang-orang suku Wana untuk menerima Kristus. 3. Berdoalah agar Tuhan menolong setiap orang Kristen di suku Wana agar benar-benar memahami makna sejati keselamatan yang telah mereka terima. 4. Berdoalah agar Tuhan memakai fasilitas-fasilitas yang ada di suku Wana untuk menjangkau mereka, baik itu fasilitas pendidikan, kesehatan, maupun fasilitas lainnya. Dirangkum dari: - Lawalata, Maryo. Dalam: https://tounusa.wordpress.com/2010/03/11/agama-dan-suku-wana-di-sulawesi-tengah - _____, Dalam: http://mytravelshot.blogspot.com/2008/05/menjangkau-suku-wana-di-taman-nasional.html - Marvin, Antony. 2013. Buletin Village Ministry: (Oktober, 2013) SUMBER MISI: SWI (SENDING WEC INDONESIA) SWI adalah bagian dari WEC Internasional, badan misi Internasional yang bersifat interdenominasi yang didirikan oleh Charles Thomas Studd. Saat ini, WEC Internasional memiliki lebih dari 1,480 pekerja yang berasal lebih dari 50 negara. Pekerja-pekerja tersebut saat ini melayani di sekitar 76 negara dan telah menjangkau lebih dari 100 suku bangsa di dunia. Jemaat Tuhan di seluruh dunia telah mendukung pelayanan WEC dengan doa dan keuangan yang dikirim ke badan-badan pengutus WEC yang disebut "Sending Base". Badan-badan pengutus WEC saat ini tersebar di beberapa negara, antara lain di Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, dll.. Sejak awal didirikannya, WEC telah berkonsentrasi pada pelayanan pekabaran Injil secara langsung, dan kemudian membangun gereja-gereja pribumi yang mandiri dan misioner. Pelayanan-pelayanan khusus dilaksanakan dalam kerangka untuk mendukung tercapainya tujuan utama, yaitu pemberitaan Injil Yesus Kristus. Pelayanan WEC sebagai berikut: 1. Pelayanan penanaman gereja (Church planting ministry) Pelayanan ini mencakup pekabaran Injil, pendidikan teologia, pengaderan para pemimpin gereja lokal, dan penerjemahan Alkitab. 2. Pelayanan holistik (Holistic ministry) Pelayanan ini mencakup, pelayanan medis, pertanian, pendidikan umum, literatur, pelayanan radio, pelayanan lewat internet, pelayanan terhadap kaum muda, pelayanan terhadap anak terlantar, dan pelayanan terhadap pecandu narkoba. 3. Membangun Visi untuk Misi sedunia (Mission mobilisation ministry) Maksud utama pelayanan ini adalah menggerakkan orang-orang Kristen dari berbagai denominasi gereja dalam satu bangsa untuk terlibat dalam memenuhi Amanat Agung Yesus Kristus, dengan memberi visi untuk misi sedunia. Untuk itu, WEC membentuk persekutuan-persekutuan doa misi, mengadakan seminar-seminar misi, dan mempresentasikan pelayanan-pelayanan dari ladang-ladang misi. Tujuannya adalah supaya gereja-gereja lokal atau orang-orang Kristen bersama WEC terlibat dalam misi sedunia, terutama kepada kelompok-kelompok masyarakat yang belum pernah dijangkau. Orang-orang Kristen dapat terlibat dengan menjawab panggilan Tuhan sebagai misionaris ke ladang misi atau dengan bergabung dalam sebuah kelompok doa misi untuk mendukung dalam doa dan finansial untuk misionaris yang diutus. Gereja-gereja lokal dapat terlibat juga dengan memotivasi anggota-anggota jemaatnya untuk mendukung pelayanan misi sedunia. Perkembangan Literatur SWI (Sending WEC Indonesia) 1. Surat Doa Berisikan tentang informasi pelayanan SWI di ladang pelayanan mereka masing-masing sebagai bahan doa. Surat doa ini dibuat dalam dua format bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 2. Majalah Misi a. Terang Lintas Budaya (TLB) TLB berisikan beragam informasi misi yang sangat berguna untuk mengetahui dan mengasihi pekerjaan Tuhan di dunia yang membutuhkan doa saudara. b. Keliling Dunia Bersama "Tatik dan Totok" TATIK DAN TOTOK adalah majalah misi khusus untuk anak. Apabila sejak dini anak-anak sudah mengenal dan belajar tentang misi, mereka akan tumbuh menjadi anak yang mempunyai pola pikir misi. 3. DVD/CD Audio C.T. STUDD Berkisah tentang kehidupan dan pelayanan pendiri WEC International yang dituturkan dalam bahasa Indonesia. 4. Beberapa Buku Mengenai Misi Pokok Doa Misi 1. Berdoalah kepada Tuhan Yesus untuk pencetakan dan pendistribusian majalah misi Terang Lintas Budaya (TLB) dan Tatik dan Totok. 2. Doakanlah persekutuan-persekutuan doa misi yang dilaksanakan dalam bulan ini agar dapat berjalan dengan baik. 3. Doakanlah untuk semua hamba Tuhan yang sedang melayani di ladang pelayanan mereka masing-masing agar dikuatkan oleh Tuhan serta diberikan hikmat dalam menjalani semua aktivitas sepanjang hari. (Sumber: http://www.wec-indo.org/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=1&Itemid=2) Kontak: jemmi(at)sabda.org Redaksi: Mei, Ayub, dan Wiwin Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |