Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2014/08

e-JEMMi edisi No. 08 Vol. 17/2014 (26-8-2014)

Kristus dan Negara (II)

Juli 2014, Vol. 17, No. 07
______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

e-JEMMi -- Kristus dan Negara (II)
No. 08, Vol. 17, Agustus 2014

Shalom,

Kasih kepada Allah pasti akan mendorong kita untuk mengasihi bangsa 
kita, terutama mereka yang belum percaya. Masih dalam semangat hari 
Kemerdekaan, kami ingin mengajak Pembaca sekalian untuk mengenal 
seorang tokoh Kristen dari China yang menunjukkan kasihnya kepada 
negara dengan tetap setia menyatakan kasih Kristus kepada mereka, 
sekalipun harus menghadapi banyak tantangan, ancaman, dan bahkan 
penganiayaan. Kiranya edisi ini dapat memotivasi pembaca sekalian 
dalam mengasihi bangsa kita demi Allah. Selamat membaca!

Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://misi.sabda.org/ >

        TOKOH MISI: KEJATUHAN DAN KEBANGKITAN WANG MING DAO

Saat itu tahun 1949, dan jemaat Gereja Tabernakel Kristen di Peking 
(Beijing) sedang mempersiapkan diri menjelang berkuasanya pemerintah 
komunis. Wang Ming Dao, gembala gereja itu, adalah orang yang 
berpegang teguh pada Alkitab. "Orang Kristen," ujarnya, "Harus tunduk 
kepada pemerintah (Roma 13:1-7), tetapi jika pemerintah memerintahkan 
mereka untuk melawan Allah dan firman-Nya, orang Kristen harus lebih 
tunduk pada firman itu."

Wan Ming Dao tahu bahwa ancaman terbesar bagi gereja akan datang dari 
dalam. Seseorang bernama Wu Yaozong, orang yang pernah menjabat 
sebagai sekretaris YMCA, memiliki rasa simpati yang tinggi pada 
komunis dan berusaha meraih kesempatan bagi dirinya. Wu Yaozong 
mendekati Zhou Enlai, Perdana Menteri China pada waktu itu, dan dengan 
dukungan penuh dari sang PM dan Mao-Tse Tung (Mao Zedong), Wu menyusun 
"Christian Manifesto" yang berisi ajakan kepada gereja-gereja untuk 
memutuskan segala hubungan dengan imperialisme Barat dan dari segala 
hal yang berbau asing. Menurut manifesto itu, gereja harus mandiri 
dalam kepemimpinan, mandiri dalam finansial, dan mandiri dalam 
perkembangan. Sejak itu, muncul suatu gerakan yang disponsori oleh 
pemerintah dengan nama "Three-Self Patriotic Movement" (TSPM). Dengan 
ratusan ribu orang Kristen di seluruh China yang memberikan dukungan 
mereka kepada gerakan itu, karir Wu Yaozong pun melesat dalam sekejap.

Wang Ming Dao yakin bahwa gereja dan negara harus terpisah, apalagi ia 
dapat melihat tujuan yang sebenarnya dari gerakan TSPM, yaitu untuk 
menundukkan gereja di bawah kekuasaan negara. Lagi pula, gereja yang 
digembalakannya selalu mandiri dan tidak pernah bergantung pada 
bantuan atau sokongan negara Barat. Segala keyakinan dasarnya terusik 
dengan doktrin yang digembar-gemborkan oleh Wu Yaozong dan para 
pemimpin TSPM lainnya. Misalnya, seperti yang ditulis oleh Wu dalam 
artikelnya, "Inkarnasi Kristus, kelahiran dari anak dara, Trinitas, 
penghakiman terakhir, kedatangan Yesus yang kedua, dll. adalah 
keyakinan yang irasional, misterius, dan tidak dapat dipahami atau 
dijelaskan. Tak peduli bagaimana kerasnya saya mencoba, saya tetap 
tidak bisa menerima keyakinan semacam itu." Namun demikian, Wang Ming 
Dao tetap teguh untuk tidak bergabung dengan TSPM karena ia tahu, ia 
tidak bisa melakukan hal yang sebaliknya.

Dalam kurun waktu tiga tahun (1951 -- 1954), Wang Ming Dao menerbitkan 
banyak buku yang menyatakan Injil sekaligus menentang para modernis. 
Ia menyatakan bahwa pengkhotbah yang mengabarkan "injil sosial" telah 
mengabaikan karya penebusan Kristus atas diri manusia dan kuasa 
pengudusan-Nya dalam hidup ini. Menurut Wang, para pengkhotbah itu 
ingin mengubah masyarakat dan mendirikan "Kerajaan Allah" di bumi. 
Akan tetapi, ajar Wang, hal itu adalah "injil yang lain" (Galatia 
1:9). 
Orang-orang semacam itu tidak akan menaruh pengharapan mereka di 
dalam Yesus, padahal setiap orang harus mengenal Injil yang sejati 
untuk dapat memperoleh keselamatan dan berkat yang abadi.

Semakin lama, TSPM semakin menancapkan taringnya. Para pemimpinnya 
benar-benar membenci pria yang dikenal sebagai "pilar besi yang tak 
tertaklukkan" itu. Akan tetapi, mereka tidak dapat melakukan apa pun 
selain melakukan serangan-serangan terhadap pribadi Wang. Pada tahun 
1954, TSPM memerintahkan seluruh gereja di Beijing untuk mengirim 
delegasi mereka ke "Sidang Dakwaan" untuk melawan Wang Ming Dao. 
Leslie Lyall (OMF) menulis, "Sangat sulit untuk menemukan 
kesalahannya, karena ia melakukan apa yang dikhotbahkannya, yaitu 
menjalani kehidupan yang lurus dan disiplin."

Sepanjang sidang itu, Wang tidak mengucapkan sepatah kata pun. Hukuman 
seumur hidup atau hukuman mati diusulkan. Jemaatnya duduk diam, tak 
bersuara, tetapi tak sedikit pula yang menangis. Namun, tak satu pun 
hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya.

Setelah peristiwa itu, Wang Ming Dao terus berkhotbah dan jemaatnya 
bertumbuh semakin besar. Pertemuan Injili yang diadakan pada Januari 
1955 mungkin adalah "pertemuan yang paling menghasilkan buah," ujar 
Leslie Lyall.

Kemudian, para mahasiswa melakukan apa yang dapat mereka lakukan; 
memulai kampanye untuk menentang penganiayaan Wang Ming Dao. Kampanye 
itu menuai banyak dukungan dari seluruh pelosok China sehingga hal ini 
seakan membunyikan bel peringatan di lingkungan orang-orang 
berpengaruh karena rencana mereka untuk menundukkan gereja Allah di 
bawah kekuasaan komunis terancam.

"Rapat Dakwaan" untuk melawan Wang Ming Dao pun digelar di seluruh 
penjuru China. Namun demikian, dalam dua minggu, pengunjung ibadah di 
Gereja Kristen Tabernakel pada Juli 1955 melampaui rekor yang pernah 
ada. Artikel Wang yang penting, "We, Because of Faith" pun 
diterbitkan. Dengan logika yang kuat, ia menentang argumentasi para 
modernis. Ia juga menjelaskan bagaimana para musuh Kristus berusaha 
menggulingkan Alkitab dan Kristus yang alkitabiah. Dalam artikel itu, 
Wang Ming Dao juga bertanya kepada mereka, apakah ia dapat disebut 
sebagai orang yang tidak berbelas kasihan jika ia menyebut para 
modernis sebagai "orang-orang yang tidak percaya"?

Dipenjara

Tianfeng, majalah yang dikuasai "Three-Self Movement", melabeli Wang 
Ming Dao sebagai "kriminal bagi orang China, bagi gereja, dan bagi 
sejarah".

Pada tanggal 7 Agustus 1955, Wang berkhotbah untuk yang terakhir 
kalinya di gereja. Selama tiga puluh tahun, ia melayani tanpa lelah 
untuk menunjukkan kepada negaranya bahwa pengharapan mereka yang 
sejati hanya dapat ditemukan pada karya pengudusan oleh Kristus dan 
ketaatan kepada firman-Nya. Khotbahnya yang terakhir itu menunjukkan 
bahwa para pemimpin gereja TSPM telah mengkhianati Yesus di China.

Pada tengah malam, polisi mendatangi rumah Wang dan menjebloskannya ke 
penjara tanpa tuduhan apa pun, ia dipisahkan dari istrinya dengan 
tidak mengetahui bahwa istrinya juga dipenjarakan.

Pembebasan dan Penahanan Kembali

Pemerintah komunis memakai berbagai cara untuk mematahkan perlawanan 
pria yang menghalangi rencana mereka ini. Setelah selama setahun 
mengalami penganiayaan yang luar biasa, Wang mendapat informasi 
mengenai penangkapan besar-besaran atas orang-orang percaya yang setia 
kepada Alkitab dan bersimpati terhadapnya. Kemudian, datanglah kabar 
mengenai Jing Wun. Dikabarkan kepadanya bahwa Jing Wun juga ikut 
ditangkap dan tidak dapat makan karena keadaan kesehatannya. Berita 
itu menghancurkan sang "manusia besi" ini. Maka, ia pun "mengakui" 
kejahatan-kejahatan yang tidak pernah dilakukannya, bahkan bersedia 
bergabung dengan TSPM dan berkhotbah untuk mereka. Dan, setelah ia 
menandatangani dokumen yang menyebutkan bahwa ia adalah seorang kontra 
revolusioner, ia dan Jing Wun pun dibebaskan.

Namun setelah itu, datanglah enam bulan tergelap di sepanjang hidup 
Wang Ming Dao. Sementara para pemimpin TSPM bersukacita atas permata 
yang tak lagi berharga untuk menghiasi mahkota gerakan mereka, Wang 
Ming Dao dicekam oleh rasa bersalah serta duka atas penyangkalannya 
terhadap Tuhan. Karena itu, Wang tak pernah menepati janjinya untuk 
bergabung dan berkhotbah bagi TSPM. Dengan kasih mesra yang sama, yang 
ditunjukkan-Nya kepada Petrus, Tuhan memberi waktu kepada Wang untuk 
kembali kepada-Nya melalui suatu periode penyakit.

Maka, Wang pun melapor kembali kepada pemerintah komunis bahwa ia 
tidak dapat bergabung dengan TSPM. Istrinya, Jing Wun, memberikan 
dukungan yang luar biasa bagi suaminya. Dan, tepat setelah tujuh bulan 
pembebasan mereka, pasangan suami istri ini pun kembali dipenjara.

Dipulihkan dalam Roh

Sampai tahun 1960, kebijakan-kebijakan Mao Tse Tung yang buruk, 
ditambah faktor alam, membuat jutaan penduduk China mengalami bencana 
kelaparan, kecuali para pejabat tinggi dalam pemerintahan. Namun 
demikian, para pejabat rendahan dipersalahkan atas kesalahan yang 
dilakukan Mao.

Sementara semua orang yang ditahan atas tuduhan kontra revolusi 
dibebaskan pada masa itu, Wang Ming Dao justru dipenjara seumur hidup. 
Sebelumnya, Pengadilan Rakyat Beijing telah membuat berbagai tuduhan 
terhadapnya, di antaranya: Wang dan istrinya telah melawan TSPM dan 
orang-orang Kristen di China, serta mencemari nama baik TSPM dengan 
mengatakan bahwa lembaga tersebut melakukan perzinaan dengan dunia.

Namun, pada saat inilah, Allah melawat Wang Ming Dao dan 
memulihkannya. Petikan Kitab suci yang telah dipelajarinya bertahun-
tahun yang lalu diingatkan kembali oleh Roh Kudus: "Tetapi aku ini 
akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan 
aku; Allahku akan mendengarkan aku!" (Mikha 7:7)

Wang Ming Dao menghabiskan enam belas tahun setengah berikutnya dalam 
sel isolasi. Penyiksaan, kengerian, dan interogasi setiap hari selama 
lima bulan digunakan oleh pemerintah untuk mengorek pengakuan darinya. 
Akan tetapi, Tuhan selalu berdiri di sisinya dan memberinya kemenangan 
melalui firman-Nya; tak satu kali pun ia terjatuh lagi. Sekalipun 
suaranya dibungkam, kisah hidupnya justru berseru ke seluruh pelosok 
negeri.

Berkhotbah Lagi

Di seluruh tempat di China, terutama di Beijing, para pemuda yang 
bergabung dalam "Red Guards" diperintahkan untuk meneror para 
cendekiawan. Jika saja Wang Ming Dao masih di kota itu, ia tentu akan 
dibunuh. Tembok-tembok kuno diruntuhkan dan peninggalan-peninggalan 
kuno yang indah dihancurkan untuk mempersiapkan jalan bagi China yang 
baru di bawah pemerintahan Mao. Pada saat itu, bahkan TSPM pun 
berhenti berfungsi.

Mao Tse Tung meninggal pada tahun 1976 dan revolusinya pun mati 
bersamanya. Sejak saat itu, pintu-pintu penjara terbuka dan Wang Ming 
Dao -- yang saat itu berumur tujuh puluh sembilan tahun, hampir buta, 
dan sudah tuli -- dibebaskan kembali. Di rumahnya yang kecil, di 
Shanghai, ia terus mengingat kejatuhannya sambil mengkhotbahkan Kitab 
Suci yang sanggup memberi "hikmat yang menuntun pada keselamatan" (2 
Timotius 3:15). Wang Ming Dao meninggal pada tahun 1991 sebagai saksi 
yang setia atas karya Juru Selamatnya. (t/Yudo)

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Nama situs: EvangelicalTimes.org
Alamat URL: http://www.evangelical-times.org/archive/item/1023/Historical/The-Fall-and-Rise-of-Wang-Ming-Dao/
Judul asli artikel: The Fall and Rise of Wang Ming Dao
Penulis artikel: Georgina Giles
Tanggal akses: 14 April 2014

            PROFIL BANGSA: KARAKALPAK DI AFGANISTAN

Pendahuluan/Sejarah

Orang-orang Karakalpak ("Kara" berarti "hitam" dan "Kalpak" berarti 
"topi") tinggal di wilayah barat laut Uzbekistan, sebagian kecil dari 
populasi mereka juga tinggal di Turki, Iran, dan di negara-negara Asia 
Tengah lainnya.

Orang Karakalpak muncul sebagai konfederasi dari beberapa suku yang 
bergabung pada sekitar abad ke-15 dan 16. Selama tahun 1500-an, mereka 
menjadi semakin merdeka meskipun kurang adanya kesatuan dalam 
konfederasi mereka sendiri. Sayangnya, kemerdekaan mereka hanya 
berumur pendek, selama lebih dari 200 tahun setelah itu, mereka 
dijajah oleh orang-orang Dzungari, Bukhara, dan orang-orang Khazakh. 
Orang Dzungari memaksa suku ini melarikan diri ke dua arah, sebagian 
(yang di kemudian hari disebut Orang Karakalpak Atas) melarikan diri 
ke bagian atas sungai Syr Darya dan ceruk Ferghana, sementara 
sekelompok yang lain (yang menjadi Karakalpak Bawah) terpaksa 
melarikan diri ke arah Laut Aral.

Seperti Apa Kehidupan Mereka?

Masyarakat Karakalpak biasanya miskin dan banyak dari mereka yang 
menganggur. Akan tetapi, kebanyakan mereka berusaha melakukan apa yang 
dapat mereka lakukan untuk bertahan hidup; biasanya, mereka menanam 
sayuran di petak-petak kebun, memancing, berjualan di pasar, 
memelihara ternak, melakukan pekerjaan musiman, dll.. Mereka tidak 
memiliki sistem keamanan sosial, hanya "makankenes" (disebut juga 
"mahalla"; organisasi masyarakat lokal, --red.) untuk menopang mereka 
yang benar-benar miskin.

Masyarakat Karakalpak hidup dalam sistem patrilineal, dan biasanya 
tinggal dalam sebuah keluarga besar. Keluarga inti biasanya terdiri 
atas empat generasi yang tinggal dalam satu rumah. Mereka percaya 
bahwa keluarga yang saling berbagi makanan setiap hari akan memiliki 
hubungan yang sangat dekat.

Mayoritas anak-anak Karakalpak menerima pendidikan sekolah sampai 
mereka berusia 15 atau 16 tahun. Tingkat melek huruf mereka termasuk 
tinggi, dan ada banyak tokoh perempuan yang memegang posisi senior 
dalam berbagai segi kehidupan mereka. Hal ini merupakan salah satu 
warisan yang berharga dari periode pemerintahan Soviet.

Apa Kebutuhan Mereka?

Masalah kesehatan merupakan sesuatu yang umum di antara orang 
Karakalpak, penyebab utamanya adalah kombinasi antara kemiskinan dan 
makanan yang tidak bergizi. Air mereka tercemar oleh herbisida yang 
digunakan di perkebunan kapas. Akan tetapi, akhir-akhir ini, terdapat 
peningkatan dalam hal pemeliharaan kesehatan di tengah-tengah suku 
ini. Tingkat kematian bayi yang dahulu menjadi masalah, kini semakin 
menurun hingga menjadi 1,8 % saja; hal ini disebabkan oleh banyaknya 
proyek dan inisiatif yang dilakukan di tengah masyarakat Karakalpak. 
Kasus-kasus penyakit seperti TBC, anemia, gondok, dan kanker sering 
ditemukan di delta laut Aral daripada di daerah lain di Asia Tengah, 
tetapi kini jumlahnya semakin menurun.

Hanya sedikit orang Karakalpak yang pernah mendengar Injil Tuhan Yesus 
Kristus; dan dari antara mereka yang pernah mendengarnya itu, hanya 
sedikit yang memberi tanggapan. Di dalam Republik Karakalpak, hanya 
ada beberapa anggota jemaat saja. (t/Yudo)

POKOK DOA:

1. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar mengirim tim medis Kristen untuk 
melayani di tengah suku Karakalpak.

2. Berdoalah agar ada sumber air bersih bagi suku ini.

3. Mintalah agar Allah memanggil orang-orang yang mau melayani di 
Uzbekistan dan membagikan tentang Kristus kepada orang-orang 
Karakalpak.

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Nama situs: JoshuaProject.net
Alamat URL: http://www.joshuaproject.net/people-profile.php?peo3=12526&rog3=AF
Judul asli artikel: Karakalpaks of Afghanistan
Penulis artikel: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 4 Maret 2014


Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amidya, dan Yulia
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org