Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2014/06 |
|
e-JEMMi edisi No. 06 Vol. 17/2014 (23-6-2014)
|
|
Juni 2014, Vol. 17, No. 06______________________________ e-JEMMi _____________________________ (Jurnal Elektronik Mingguan Misi) ______________________________________________________________________ e-JEMMi -- Kesatuan Tubuh Kristus (II) No. 06, Vol. 17, Juni 2014 Shalom, Kesatuan orang-orang percaya dalam Tubuh Kristus seringkali tidak terjadi dalam situasi yang aman dan tenang, melainkan di bawah tekanan kekerasan dan ancaman penganiayaan. Dalam banyak catatan sejarah kekristenan, penganiayaan yang hebat justru menjadi wadah pembentuk kesatuan yang sejati. Sama seperti emas yang dimurnikan oleh tungku yang amat panas, demikianlah kesatuan yang sejati muncul setelah orang-orang percaya menyadari bahwa hal terpenting yang menyatukan mereka adalah iman yang sama kepada Kristus, bukan tradisi, kebiasaan, atau budaya gerejawi mereka. Pada edisi ini, kami ingin mengajak Pembaca untuk mengenal seorang pemikir Kristen yang mematangkan pemikirannya mengenai gerakan kesatuan umat Kristen justru di bawah tekanan yang amat keras dari pemerintahan Nazi di Jerman. Dalam kolom Profil Bangsa kali ini, kami juga rindu mengajak Pembaca sekalian untuk berdoa syafaat bagi sebuah suku yang berdiam di Mali dan Burkina Faso. Kiranya apa yang kami sajikan ini dapat terus mengobarkan hati Pembaca sekalian untuk mengerjakan Amanat Agung Tuhan kita. Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati! Pemimpin Redaksi e-JEMMi, Yudo < yudo(at)in-christ.net > < http://misi.sabda.org/ > TOKOH MISI: BIOGRAPHY EDMUND SCHLINK (1903-1984) Edmund Schlink adalah putra dari professor Wilhelm Schlink dan istrinya, Ella Schlink. Edmund dilahirkan pada 6 Maret 1903 di kota Darmstadt. Saudari Edmund, Klara Schlink (1904-2001) yang juga dikenal sebagai "Suster Basilea", adalah pendiri dari Masyarakat Biarawati Maria. Pada tahun 1922, Edmund Schlink mulai mempelajari beberapa disiplin ilmu, dan -- setelah melewati sebuah krisis dalam hidupnya dengan berpegang pada iman Kristen -- ia juga memutuskan untuk mempelajari teologi. Edmund Schlink menyelesaikan studi psikologi- filosofi dan teologinya pada tahun 1927, dan menyelesaikan studi doktoralnya di kedua bidang ilmu tersebut pada tahun 1930 dengan menitikberatkan penelitiannya pada perubahan psikologis ketika seseorang mengalami pertobatan, depresi, dan ketika menghadapi permasalahan dalam agamanya. Setelah ujian teologinya dan menjalani tugasnya sebagai vikaris di Hessen, Schlink menjadi asisten universitas di Gießen. Pada tahun 1932, ia menikahi Elisabeth Winkelmannm, dan setelah istrinya meninggal, Schlink menikahi seorang perempuan berkebangsaan Swiss bernama Irmgard Oswald pada tahun 1938. Dari kedua pernikahannya itu, Schlink memiliki empat orang anak. Schlink menyelesaikan uji kompetensi mengajarnya di Gießen dengan menulis sebuah disertasi antropologi berjudul "Man in the Promulgation of the Church" dan diizinkan mengajar di universitas tersebut. Namun hal itu tak berlangsung lama, izin mengajar itu kemudian dicabut karena keterlibatannya dalam Confessional Church (aliran kekristenan yang muncul untuk melawan kekristenan yang telah disusupi doktrin Nazi, --red.). Karena itulah, pada tahun 1935 Edmund menyetujui tawaran untuk mengajar di sebuah sekolah teologia yang didirikan oleh Confessional Church di Bethel (Bielefeld). Akan tetapi, sekolah tinggi itu pun ditutup paksa oleh polisi rahasia Jerman pada tahun 1939. Setelah peristiwa itu, Schlink menjadi kurator di Bethel dan mengemban beberapa jabatan pelayanan di Dortmund dan Bielefeld sampai berakhirnya Perang Dunia II. Selama di Bethel itulah tulisan-tulisan Schlink mengenai gerakan Teologi Lutheran Confessional muncul, dan karena tulisan-tulisan tersebut ia mendapat pengakuan internasional sebagai seorang pemikir aliran Lutheran pasca PD II. Tak lama setelah Perang Dunia II berakhir, Schlink dicalonkan untuk menjadi pemimpin Gereja Westphalian dan memimpin seminar para pendeta di keuskupan, serta mengajar di sekolah teologi di Bethel. Bersama beberapa orang lainnya, Schlink mempersiapkan Konferensi Pemimpin Gereja di Treysa dan terus memberikan dorongan bagi Gereja Oikumene di Jerman dan orientasi gandanya, yaitu Confessional sekaligus Oikumene. Pada awal tahun 1946, Schlink juga dicalonkan untuk memimpin Fakultas Teologi Sistematika di Heidelberg University. Perjuangan gereja-gereja dari berbagai denominasi selama perang serta pengalaman pribadinya, mendorong Schlink untuk mengarahkan pengajarannya-pengajarannya pada tugas-tugas oikumenis. Pada tahun 1953-1954, Schlink menjabat sebagai rektor di Heidelberg University, dan dengan segera bekerja sama dengan dua panel oikumene, yaitu Ecumenical Study-Group of Catholic and Evangelical Theologians, dan Theological Commission for the Sacramental-Discussion of the Evangelical Church in Germany. Sebagai pendiri dan penerbit, Schlink juga membentuk dua jurnal yaitu "Ökumenische Rundshau" dan "Kerygma und Dogma". Karena jasanya di bidang teologia dan bagi gereja, ia menerima gelar doktor kehormatan dari University of Mainz dan Edinburgh University pada tahun 1947 dan 1953, begitu pula dari Saint-Serge Institute of Orthodox Theology (Paris) pada tahun 1962. Di level internasional, Schlink adalah anggota dari Study-Group of the Ecumenical Council of Churches dan Commission for Belief and Church- Constitution of the World Council of Churches (WCC). Sebagai pembicara dan anggota dari dewan pengurus lembaga tersebut dari tahun 1954-1975, ia bekerja pada Fakultas Pasca-sarjana di Bossey Ecumenical Institute di Céligny. Sementara itu, ia juga mengambil bagian sebagai anggota Senat Akademik dalam bidang penelitian teologia di Ecumenical Institute for Advanced Theological Studies di Tantur/Yerusalem selama tahun 1971-1980. Pada tahun 1948, Schlink diutus sebagai delegasi untuk mengikuti Rapat Paripurna Dewan Oikumene Gereja-Gereja pertama yang diadakan di Amsterdam. Ia juga menjadi anggota komite penyusun panitia pertama dan juga panitia pelaksanaan Rapat Paripurna berikutnya. Ia juga memainkan bagiannya dalam rapat tersebut melalui presentasinya di Rapat Paripurna Gerakan Keyakinan dan Konstitusi Gereja ketiga yang dilaksanakan di Lund pada tahun 1952. Presentasinya yang berjudul "The Significance of the Eastern and Western Traditions for Christianity" (Signifikansi Tradisi Gereja Timur dan Barat bagi Kekristenan) mendapat penerimaan yang baik dari gereja-gereja Timur di Pertemuan Komite Inti WCC di Rhodes pada tahun 1959. Pada tahun yang sama, Schlink juga terlibat dalam diskusi resmi antara Gereja Injili Jerman dengan Gereja Orthodox Rusia. Rapat Paripurna WCC yang ketiga pada tahun 1961 dilangsungkan di bawah bayang-bayang Konsili Vatikan yang kedua, yang berlangsung sejak tahun 1962. Pada musim gugur 1961, Schlink mengunjungi Secretary for the Promotion of Unity of Christians (Sekretaris bagi Kemajuan Kesatuan Umat Kristen) di Roma atas nama Gereja Injili Jerman dan mengambil bagian dalam konsili sebagai pengamat dan melaporkan jalannya konsili tersebut kepada dewan Gereja Injili Jerman. Ia menerbitkan laporannya pada tahun 1966 dalam buku berjudul "After the Council". Pada tahun 1968, Schlink mengikuti Rapat Paripurna WCC di Uppsala dan menerbitkan bukunya yang berjudul "Doctrine of Baptism" pada tahun 1969 yang muncul sebagai edisi terpanjang dalam kolom baptisan di Liturgy Compendium teologi praktika dan diterbitkan di dalam beberapa edisi yang terpisah. Pada tahun 1971, Schlink menerima status emeritus dan kegiatan mengajarnya semakin dipersulit oleh dewan mahasiswa yang dipolitisir. Kemudian, pada tahun 1975, sepuluh tahun setelah Konsili Vatikan yang kedua, ia menerbitkan fiksi berjudul "The vision of the Pope" menggunakan nama pena "Sebastian Knecht". Melalui novelnya ini, Schlink berusaha menggambarkan upaya gerakan oikumene. Pada masa pensiunnya, Schlink bekerja lebih jauh lagi dalam membuat formulasi dasar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai proyek oikumene. Ia juga mengambil bagian dalam Working-Group for Ecumenical University Institutes dan meneliti signifikansi oikumenis dari Ausberg-Confession (Pengakuan Iman Ausburg) menjelang perayaan peringatan pengakuan tersebut pada tahun 1980. Kelompok kerja tersebut kemudian menerbitkan beberapa seri dialog antargereja pada tahun 1982, dan pada saat itulah Schlink menerbitkan dua volume tulisannya yang membahas doktrin eklesiologi dan sakramen bersama dengan Karl Lehmann. Selain aktivitas administratifnya, Schlink juga menulis karya terakhirnya yang berjudul "The Fundaments of Ecumenical Dogmatics" (Dasar-Dasar Dogmatika Oikumenis"). Sebenarnya, sejak di Bethel, Schlink sudah mengumumkan bahwa ia akan menyelesaikan dogmatika teologi dari aliran Lutheran Confessional, tetapi edisi pertama tulisannya tersebut baru dapat diterbitkan pada tahun 1983. Penundaan tersebut sebagian besar dikarenakan aktivitas mengajarnya, keikutsertaannya dalam Konsili Vatikan yang Kedua, dan konferensi- konferensi lainnya. Edmund Schlink meninggal pada tanggal 20 Mei 1984. Orasi pemakamannya disampaikan oleh menantunya, Klaus Engelhardt, yang juga mantan uskup di Baden. Pada saat pidato memorialnya di Universitas Heidelberg (5 Desember 1984), dekan dari fakultas teologia, Gerhardt Rau, dan pengganti Schlink, Dietrich Ritschl, memberikan pengormatan atas jasa Edmund Schlink; tak hanya atas terjemahan-terjemahan karya beliau, tetapi juga atas hasil perundingan-perundingan yang pernah dilakukan beliau yang memiliki dampak internasional. Pada peringatan hari jadinya yang ke-100, pada 13 Februari 2003, ketua Ecumenical Institute pada saat itu, Christoph Schwöbel, kembali memberi penghargaan atas karya Schlink yang paling berpengaruh, "Ecumenical Dogmatics". Irmgard, istri Schlink, meninggal pada tanggal 6 Maret 2006. (t/Yudo) Diterjemahkan dari: Nama situs: Uni-Heidelberg.de URL situs: http://www.uni-heidelberg.de/fakultaeten/theologie/oek/personen/schlink_en.html Judul asli artikel: Biography of Edmund Schlink Penulis: Dr. Jochen Eber Tanggal akses: 27 Februari 2014 PROFIL BANGSA: SAMOGHO DI MALI Pendahuluan/Sejarah Suku Samogho hidup di wilayah Mali, sebuah negara di Afrika, di dekat perbatasan Burkina Faso. Iklim di wilayah ini panas dan kering. Temperatur udara di sini dapat mencapai lebih dari 37 derajat Celcius. Suku-suku Samogho yang tinggal di Burkina Faso tersebar di hutan-hutan yang menyediakan tempat tinggal bagi mereka. Di hutan-hutan ini juga hidup satwa-satwa seperti kuda nil, kera, berbagai jenis serangga, dan burung. Suku Samogho cenderung tinggal di dekat sungai karena tanaman di tepian sungai lebih lebat dan di sana tidak terlalu panas. Namun demikian, tepi sungai adalah habitat bagi lalat tsetse (yang menularkan penyakit tidur) dan lalat simulium (yang membawa penyakit kebutaan). Serangga-serangga ini membuat daerah di tepi sungai menjadi tidak layak huni dan membuat banyak orang Samogho menderita penyakit- penyakit tersebut. Seperti Apa Kehidupan Mereka? Bagi orang Samogho, rumah tangga mereka adalah unit ekonomi yang paling dasar. Desa mereka besar dan padat penduduk. Rumah-rumah mereka berbentuk segi empat dengan atap yang rata, hampir mirip dengan rumah- rumah suku tetangga mereka. Akan tetapi, suku Samogho memiliki lumbung berbentuk kubah yang lebih tinggi dari pagar desa mereka. Setiap desa Samogho memiliki setidaknya 100 lumbung seperti ini. Setiap desa orang Samogho dipimpin oleh seorang kepala desa; uniknya, otoritas sang kepala desa adalah atas klan atau keluarga-keluarga besar, bukan atas masing-masing rumah tangga dalam desanya. Masyarakat Samogho berstruktur patrilineal, artinya garis keturunan setiap orang ditarik dari garis keturunan ayah mereka. Rumah mereka akan diwariskan kepada anak tertua dalam keluarga, sedangkan perabot rumah akan diwariskan kepada adik dari ayah. Struktur rumah tangga dari setiap anak laki-laki akan dimasukkan ke dalam rumah tangga ayah mereka. Berbeda dari suku-suku di Afrika Barat lainnya, ketika seorang gadis Samogho menikah, keluarganya tidak mengharapkan "mas kawin". Sebaliknya, sang calon suami harus memberikan hadiah berupa hewan ternak seperti ayam atau kambing jauh sebelum hari pernikahan mereka. Dalam masyarakat Samogho juga dikenal sistem poligami. Di Burkina Faso, suku Samogho hidup bertetangga dengan suku Mossi dan kedua suku ini sering terlibat perseteruan sehingga penyerangan dan serangan balasan sering terjadi di daerah mereka. Suku Mossi sering kali menjadi pihak yang menyerang terlebih dahulu, sedangkan suku Samogho sering menjadi pihak yang mengusahakan jalan damai. Apa Kepercayaan Mereka? Mayoritas orang Samogho mempraktikkan berbagai agama suku, sedangkan sisanya memeluk agama Islam. Seperti banyak suku di Afrika Barat, suku ini juga menyembah leluhur mereka. Mereka juga percaya adanya "dewa tertinggi" yang terlalu jauh dan tidak dapat disembah secara langsung. Karena itu, satu-satunya cara untuk menyembah dan melayani dewa tertinggi tersebut adalah dengan menyembah roh-roh. Itulah sebabnya orang Samogho terus-menerus menyembah patung-patung atau berbagai benda lainnya yang dipercaya sebagai rumah dari roh-roh tersebut. Mereka percaya bahwa pada gilirannya, roh-roh tersebut akan menyampaikan penyembahan mereka kepada sang dewa tertinggi atas nama suku mereka. Apa Kebutuhan Mereka? Ada beberapa upaya penginjilan yang dilakukan di tengah-tengah suku ini, tetapi baru ada sedikit orang Samogho asli yang menjadi Kristen. Mereka sangat membutuhkan doa dan penginjilan yang lebih lanjut supaya mereka dapat mengenal kasih Allah secara nyata. Pokok-Pokok Doa: 1. Mintalah kepada Allah agar Ia mengirimkan para pekerja-Nya ke Mali untuk membagikan kasih Kristus kepada orang-orang Samogho. 2. Berdoalah agar Roh Kudus menganugerahkan hikmat dan pertolongan kepada berbagai badan misi yang sedang melayani di tengah-tengah suku Samogho. 3. Doakanlah orang-orang Samogho yang telah percaya supaya mereka dapat membagikan kasih Kristus kepada suku mereka dengan penuh keberanian. 4. Mintalah kepada Allah supaya Ia membangkitkan kelompok-kelompok doa yang akan membuka jalan melalui doa-doa syafaat yang dinaikkan demi suku ini. 5. Berdoalah agar muncul jemaat Samogho yang berkemenangan demi nama- Nya! 6. Doakanlah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa utama suku ini yang sedang berjalan. 7. Doakanlah usaha-usaha untuk mengenalkan Kristus kepada suku ini melalui film dan bahan-bahan audio. (t/Yudo) Diterjemahkan dan disunting dari: Nama situs: JoshuaProject.net URL situs: http://www.joshuaproject.net/people-profile.php?rog3=ML&peo3=14677 Judul asli: Samogho in Mali Penulis: tidak dicantumkan Tanggal akses: 25 Februari 2014 Kontak: jemmi(at)sabda.org Redaksi: Yudo, Amidya, dan Yulia Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati (c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > |
|
© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org |