Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/misi/2015/05

e-JEMMi edisi No. 05 Vol. 18/2015 (26-5-2015)

Penerjemahan Alkitab (I)

Mei 2015, Vol. 18, No. 05
______________________________  e-JEMMi  _____________________________
                   (Jurnal Elektronik Mingguan Misi)
______________________________________________________________________

e-JEMMi -- Penerjemahan Alkitab (I)
No. 05, Vol. 18, Mei 2015


DARI REDAKSI: KEMUDAHAN MENYAMPAIKAN PESAN INJIL

Shalom,

Manusia tidak lepas dari bahasa karena bahasa merupakan unsur yang 
penting dalam komunikasi. Bahasa digunakan oleh anggota suatu 
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan 
diri. Tanpa memahami suatu bahasa, orang tidak dapat berkomunikasi 
dengan baik, dan pesan tidak dapat disampaikan.

Oleh karena belas kasih Allah, Ia memakai orang-orang untuk 
menerjemahkan Alkitab dalam bahasa yang lebih beragam supaya pesan 
Allah, yaitu firman-Nya, bisa dimengerti oleh semua suku bangsa. Bagi 
kita yang hidup pada masa sekarang, yang sudah menerima Alkitab dalam 
berbagai terjemahan bahasa, sadarkah kita bahwa kita mempunyai 
kemudahan untuk menyampaikan Injil ke berbagai suku dan budaya?

Edisi kali ini menyajikan dua artikel. Artikel yang pertama akan 
membahas mengenai bahasa sehari-hari pada masa Perjanjian Baru. Tidak 
lepas dari bahasa, artikel yang kedua berisi mengenai tokoh misi yang 
bermisi di pulau Nias, dan berhasil menerjemahkan Injil Lukas dalam 
bahasa Nias. Dengan penerjemahan Alkitab, para penerjemah sudah 
membukakan jalan dan kemudahan untuk kita dapat membagikan 
pesan/berita sukacita, yaitu keselamatan kepada banyak orang. Semoga 
edisi kali ini dapat membuat kita semakin bersyukur dan tergugah untuk 
memberitakan Injil. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati!

Pemimpin Redaksi e-JEMMi, 
Mei 
< mei(at)in-christ.net > 
< http://misi.sabda.org/ >


                ARTIKEL: BAHASA MASA PERJANJIAN BARU

Akhir-akhir ini, banyak orang menanyakan bahasa apa yang sebenarnya 
digunakan pada masa Perjanjian Baru? Soalnya, ada kalangan yang akhir-
akhir ini menekankan slogan "kembali ke akar yudaik" yang menyimpulkan 
bahwa bahasa Ibrani selalu dipakai oleh bangsa Ibrani, termasuk pada 
masa Perjanjian Baru, dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Ibrani. 
Benarkah kesimpulan demikian?

Dari data tulisan-tulisan yang diketahui pada abad pertama dan juga 
naskah asli Perjanjian Baru, termasuk penemuan arkeologis dari masa 
itu, kita mengetahui bahwa bahasa yang umum menjadi bahasa lisan 
sehari-hari di kalangan rakyat jelata adalah bahasa Aram, dan bahasa 
lisan dan tulisan yang digunakan secara regional Palestina adalah 
bahasa Yunani (koine = umum), sedangkan bahasa Ibrani lisan sudah 
tidak lagi digunakan rakyat umum, hanya versi Ibrani tulisan digunakan 
dalam tulisan keagamaan Yahudi di kalangan para petinggi agama Yahudi 
saja.

1. Bahasa Ibrani atau Aram?

Mengapa Alkitab Perjanjian Baru dalam bahasa Indonesia menyebut adanya 
"bahasa Ibrani"? Bila ada ayat dalam Perjanjian Baru dalam bahasa 
Indonesia yang menyebut soal bahasa Ibrani, itu adalah terjemahan dari 
bahasa asli Yunaninya "hebraidi dialektos" atau "hebraisti", yang 
maksudnya adalah bahasa Aram, yang kala itu disebut sebagai dialek 
Ibrani atau lidah orang Ibrani. Berikut contohnya (yang dikurung 
adalah bahasa aslinya, Yunani).

"Banyak orang Yahudi yang membaca tulisan itu, sebab tempat di mana 
Yesus disalibkan letaknya dekat kota dan kata-kata itu tertulis dalam 
bahasa Ibrani [hebraisti], bahasa Latin dan bahasa Yunani." (Yohanes 
19:20)

"Sesudah Paulus diperbolehkan oleh kepala pasukan, pergilah ia berdiri 
di tangga dan memberi isyarat dengan tangannya kepada rakyat itu; 
ketika suasana sudah tenang, mulailah ia berbicara kepada mereka dalam 
bahasa Ibrani [hebraidi dialektos], katanya: "Hai saudara-saudara dan 
bapa-bapa, dengarkanlah, apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai 
pembelaan diri." Ketika orang banyak itu mendengar ia berbicara dalam 
bahasa Ibrani [hebraidi dialektos], makin tenanglah mereka ...." 
(Kisah Para Rasul 21:40-22:2)

"Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang 
mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani [hebraidi dialektos]: Saulus, 
Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah 
rangsang." (Kisah Para Rasul 26:14)

Dari beberapa ayat berikut akan makin jelas bahwa yang dimaksudkan 
dengan tulisan "bahasa Ibrani" adalah bahasa Aram karena kemudian 
diberi contoh nama-nama yang adalah nama-nama dalam bahasa Aram. Perlu 
dimaklumi bahwa ada kedekatan antara bahasa "Ibrani" dan "Aram" karena 
bahasa Aram adalah nenek moyang bahasa Ibrani, dan sudah berabad-abad 
bahasa Ibrani dipengaruhi Aram sehingga ada beberapa kata yang mirip, 
sekalipun dengan ejaan berbeda. Hanya, bahasa Aram adalah bahasa 
hidup, sedangkan bahasa Ibrani pada masa Yesus hidup adalah bahasa 
mati yang tidak digunakan dalam percakapan umum sejak orang Yahudi di 
bawah Ezra kembali dari pembuangan di Babel, sehingga bahasa Aramlah 
yang digunakan secara umum pada waktu itu sebagai bahasa percakapan 
rakyat umum, di samping bahasa Yunani yang dipergunakan di sekitar 
Laut Tengah sebagai bahasa percakapan, dagang, dan tulisan regional.

"Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam 
bahasa Ibrani [hebraisti] disebut Betesda; ada lima serambinya." 
(Yohanes 5:2)

"Kata Yesus kepadanya: `Maria!` Maria berpaling dan berkata kepada-Nya 
dalam bahasa Ibrani [hebraisti]: `Rabuni!`, artinya `Guru.`" (Yohanes 
20:16)

"Dan raja yang memerintah mereka ialah malaikat jurang maut; namanya 
dalam bahasa Ibrani [hebraisti] ialah Abadon dan dalam bahasa Yunani 
adalah Apolion." (Wahyu 9:11)

"Lalu ia mengumpulkan mereka di tempat, yang dalam bahasa Ibrani 
[hebraisti] disebut Harmagedon." (Wahyu 16:16)

Kata-kata Betesda, Rabuni, Abadon, dan Harmagedon adalah kata-kata 
dalam bahasa Aram. Josephus, ahli sejarah Yahudi yang terkenal itu, 
menulis naskah sejarahnya yang pertama yang berjudul "Perang Yahudi" 
(The Jewish War) dalam bahasa Aram yang disebutnya sebagai 
"hebraisti/lidahnya orang Ibrani".

Dari data-data di atas, menjadi jelas bahwa memang selama lebih dari 
20 abad sampai abad 19 M, yaitu setidaknya di antara abad 6 -- 5 sM 
sampai akhir abad 19 M, bahasa Ibrani tidak menjadi bahasa umum yang 
populer dipergunakan dalam percakapan, tetapi digunakan kalangan 
terbatas, terutama sebagai bahasa tulis dalam salin-menyalin kitab-
kitab suci di kalangan para imam agama Yahudi, bahkan terbukti di 
sinagoga-sinagoga pada masa Yesus hidup, kitab suci yang dipergunakan 
dalam ibadat orang Yahudi umumnya adalah salinan Septuaginta dalam 
bahasa Yunani. Dan, sekalipun pada masa bahasa Ibrani, para Rabi (Abad 
6 M) bahasa Ibrani sudah mengalami perkembangan dengan ditambahnya 
tanda baca/vokal, bahasa Ibrani belum menjadi bahasa percakapan umum, 
bahkan masa itu mulai dipengaruhi oleh bahasa Arab dengan adanya 
pendudukan tanah Palestina oleh bangsa-bangsa Arab/Turki yang beragama 
Islam sampai penyerahan ke Pemerintah Inggris/Liga Bangsa-Bangsa pada 
tahun 1917.

Secara resmi, Ibrani sebagai bahasa percakapan umum baru dipopulerkan 
setelah bahasa Ibrani Modern bangkit sejak abad 19, sejalan dengan 
bangkitnya nasionalisme Yahudi.

"Bahasa ibu orang Yahudi Palestina pada waktu itu adalah Aram. 
Sekalipun para Rabi dan Ahli Kitab masih menggunakan bahasa Ibrani 
klasik Perjanjian Lama, untuk mayoritas umat, ini adalah bahasa mati. 
Barangkali karena rasa bangga yang salah, dan kemungkinan besar karena 
tidak dapat membedakan ketepatan ilmiah, bahasa Aram secara populer 
disebut sebagai bahasa "Ibrani". Bahasa percakapan umum semitik orang 
Yahudi Palestina pada zaman Yesus adalah Aram. (Bruce M. Metzger, "The 
Language of the New Testament", dalam The Interpreters Bible, vol. 7, 
hlm. 43.)

2. Bahasa Kitab Suci Abad Pertama

Menarik sekali bahwa bahasa Kitab Suci, baik Perjanjian Lama (Tenakh) 
maupun Perjanjian Baru, yang digunakan secara luas di sekeliling timur 
tengah sekitar masa Perjanjian Baru bukan ditulis dalam bahasa Ibrani, 
melainkan bahasa Yunani.

Sejak abad 3 -- 2 sM, karena sudah tidak banyak orang Yahudi yang bisa 
berbahasa Ibrani, Alkitab Perjanjian Lama (Tenakh dalam bahasa Ibrani) 
diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dan disebut Septuaginta (LXX), 
LXX banyak digunakan oleh penulis Perjanjian Baru, dan Alkitab 
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani (koine).

Dengan adanya fakta-fakta di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa 
bahasa sehari-hari yang digunakan rakyat umum adalah bahasa Aram, 
sedangkan untuk bahasa regional digunakan bahasa tulisan dan lisan 
Yunani. Bahasa Ibrani hanya digunakan di kalangan para imam Yahudi di 
lingkungan Bait Allah dalam salin-menyalin Alkitab Ibrani.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Yabina
Alamat URL: http://www.yabina.org/artikel/2012/A%2715_12.htm
Judul asli artikel: Bahasa Masa Perjanjian Baru
Penulis artikel: Tidak dicantumkan
Tanggal akses: 8 Januari 2015


                  TOKOH MISI: ERNST LUDWIG DENNINGER
                         Dirangkum oleh: Mei

Ernst Ludwig Denninger adalah salah seorang lulusan Bassel Missions 
Seminarie, tetapi sebelumnya, ia hanya bekerja sebagai pembersih 
cerobong asap. Ia diutus oleh RMG (Rheinische Missions Gesselschaft) 
dan tiba di Pelabuhan Gunungsitoli, Nias, pada hari Rabu, 27 September 
1865. Hingga sekarang, tanggal kedatangannya inilah yang dianggap 
sebagai permulaan datangnya berita Injil di Nias.

Denninger lahir di Berlin, 4 Desember 1815. Pekerjaan awal Denninger 
adalah pembersih cerobong asap. Setelah terpanggil dan mengikuti 
pendidikan Seminari Misi RMG selama kurang lebih 4 tahun (1844 --
1847), Denninger ditetapkan sebagai misionaris. Pada 11 Oktober 1847, 
Denninger menikah dengan Sophie Jordan, wanita yang berasal dari 
Kassel, Jerman. Pada Oktober 1847, perjalanan sebagai utusan misi 
dimulai. Denninger dikirim ke Kalimantan pada 1848 -- 1851, dan 
bertugas di stasiun Bintang (Kapuas), di stasiun Sihong (Siung dekat 
Telang). Selama berada di Murutuwu, Denninger membuka sekolah dan 
banyak memberikan pendidikan baca tulis kepada anak-anak Dayak 
Ma`anyan. Namun, akhirnya beliau meninggalkan Murutuwu melewati Telang 
untuk mengungsi ke Banjarmasin akibat meletusnya perang Hidayat. 
Denninger bisa dikatakan sebagai peletak pendidikan modern pertama 
untuk orang Ma`anyan. Sekolah kecil yang dibangunnya di Murutuwu 
berhasil membuat sebagian orang Ma`anyan menguasai baca tulis.

Setelah beberapa lama Denninger bermisi di Kalimantan. Akhirnya, badan 
penginjilan RMG memutasi Denninger ke pulau Nias. Awalnya, Denninger 
bermaksud membentuk satu jemaat bagi orang-orang Nias di Padang, 
tetapi kemudian ia menyadari bahwa mereka hanya perantau yang sering 
berpindah-pindah sehingga akhirnya Ia memutuskan untuk datang langsung 
ke pulau Nias. Dengan mudah, ia mendapat persetujuan dari RMG dan 
Pemerintah Hindia Belanda karena sebelumnya sudah ada permintaan 
pemerintah kepada RMG agar diutus Pendeta Penginjil ke pulau Nias, dan 
ia tiba di sana pada 27 September 1865.

Untuk menarik perhatian orang banyak supaya mereka tertarik untuk 
belajar firman Tuhan dan nyanyian-nyanyian gereja, Denninger lebih 
dahulu membagikan tembakau untuk rokok dan ramuan sirih. Dalam masa 
permulaan yang sulit itu, Denninger berusaha mengajar beberapa pemuda 
agar dapat membaca dan menulis. Awalnya, sekolah ini hanya 
diselenggarakan di rumah penduduk, dan ternyata berhasil. Pemuda-
pemuda inilah yang kemudian membantu Denninger untuk mengajar anak-
anak di sekitar Gunungsitoli pada tahun 1866.

Dalam proses mengajar, Denninger mengalami kesulitan dalam memperoleh 
bahan-bahan dan sarana untuk mengajar, seperti buku-buku pendukung. 
Pada tahun 1870, Denninger berhasil menulis sebuah buku sekolah (Erste 
Schoolboekje) sebagai bahan pelajaran sekolah di Hulo Niha. Dalam 
mencetak buku ini, Denninger dibantu oleh seorang Belanda yang tinggal 
di Batavia, dia membantu pencetakan sekaligus mengurus pengiriman 
paket buku sejumlah 200 buah tersebut pada Denninger di Gunungsitoli. 
Dalam pekerjaan Misinya terhadap orang Nias, selain Denninger dapat 
membuka satu sekolah untuk suku Nias, Denninger juga telah berhasil 
menerjemahkan Injil Yohanes dan Injil Lukas ke dalam bahasa Nias. 
Karyanya ini sangat berarti, baik bagi orang-orang Nias yang dapat 
membaca maupun bagi para misionaris lainnya. Tahun 1874 secara resmi 
terbitnya terjemahan Injil Lukas dalam bahasa Nias, dan pada saat itu 
Alkitab dalam bahasa Nias belum ada. Dalam proses menerjemahkannya, 
beberapa pemuda turut membantu.

Pada tahun 1875, Denninger mengalami sakit. Ia berobat ke Batavia dan 
satu tahun kemudian Denninger meninggal dunia. Sepeninggalnya, pada 
tahun 1876, salah satu misionaris bernama Dr. W.H. Sundermann tiba di 
Nias. Setelah dua tahun di Gunungsitoli, Doktor Teologia ini merasa 
matang berbahasa Nias, lalu membuka Pos Pekabaran Injil di Dahana, 
yaitu daerah yang lain di suku Nias. Namun, di sana, ia berhadapan 
dengan penyembahan berhala yang begitu kuat. Oleh karena itu, seperti 
yang dilakukan Denninger, ia beralih ke bidang pendidikan, dan 
menghimpun dan mengajar para pemuda setempat. Usaha dari para 
misionaris inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya Sekolah Guru 
di Nias.

Dirangkum dari:
1. Katitira. Dalam: http://niasonline.net/2007/01/22/mari-mengenal-pemberita-injil-di-tano-niha/
2. Saputra M., Hadi. Dalam: http://hadi-saputra-miter.blogspot.com/2013/03/ernst-ludwig-denninger-carl-johann.html
3. "Sejarah Singkat datangnya Berita Injil di Nias". Dalam: 
   http://bnkpshalom.wordpress.com/2012/08/31/sejarah-singkat-datangnya-berita-injil-di-nias-2/
4. Pdt. (Em). B. Gulo, STh. Dalam: 
   https://bnkpteladan.wordpress.com/bnkp/


   STOP PRESS: PUBLIKASI E-PENULIS: REFERENSI BAGI PENULIS KRISTEN

Anda tertarik dengan dunia tulis-menulis dan memerlukan referensi 
berkualitas untuk mengembangkan kemampuan tulis-menulis Anda?

Bagi Anda penulis Kristen, Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org > 
telah menyediakan Publikasi e-Penulis. Sejak tahun 2004, Publikasi 
e-Penulis < http://sabda.org/publikasi/e-penulis/ > telah melayani 
ribuan pelanggannya dengan bahan-bahan bermutu seputar pelayanan 
penulisan. Artikel tentang literatur Kristen maupun umum, kiat 
penulisan, kaidah penggunaan Bahasa Indonesia, tokoh penulis, serta 
ulasan situs-situs kepenulisan bisa Anda dapatkan secara GRATIS dalam 
e-Penulis!

Tunggu apa lagi? Segeralah berlangganan publikasi e-Penulis secara 
GRATIS dengan mengirimkan email kosong ke: 
< subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org > atau ke < penulis(at)sabda.org >

Kunjungi pula situs Pelitaku (Penulis Literatur Kristen dan Umum) di: 
< http://pelitaku.sabda.org/ >

Selamat menikmati pelayanan kami dan teruslah berkarya!


Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Mei, Amidya, Ayub, dan Wiwin
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2015 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org