Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/91

KISAH edisi 91 (13-10-2008)

Kubiarkan Impianku Sirna

 
____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________

                       Edisi 91, 6 Oktober 2008

  PENGANTAR

  Apakah Anda sudah menikmati hasil jerih payah Anda? Apakah Anda 
  sedang menanti jawaban Tuhan untuk sebuah keputusan yang menjadi 
  pergumulan? Atau pernahkah Anda ingin mengulang kembali hidup ini 
  untuk dapat mengambil jalan lain yang lebih baik menurut keyakinan 
  Anda?

  Setiap saat kita perlu bertanya kepada Tuhan mengenai segala 
  keputusan yang hendak kita ambil, kadang itu bukan merupakan pilihan 
  kita, seperti yang berhubungan dengan arah hidup kita. Seperti yang 
  sudah banyak kita dengar bahwa setiap orang dipanggil oleh Tuhan, 
  tetapi tidak semua orang dipilih-Nya. Apakah Tuhan pernah menyatakan 
  panggilan-Nya kepada Anda? Kisah ini dapat membantu Anda mengerti 
  jelas mengenai sebuah panggilan Tuhan. Semoga menjadi berkat.
  
  Redaksi Tamu KISAH,
  Hilda Dina Santoja
______________________________________________________________________
 KESAKSIAN

                        KUBIARKAN IMPIANKU SIRNA

  Aku dibesarkan di sebuah peternakan di California Selatan.

  Pagi-pagi sekali sebelum orang lain bangun, biasanya aku memanggil 
  anjing kami, Laddie, untuk berjalan-jalan melalui lembah dan bukit 
  melewati tanah kami yang luasnya empat ratus hektar untuk 
  menyaksikan matahari terbit. Pakis Spanyol yang berenda-renda lembut 
  terjurai dari pohon-pohon Oak, kelihatan seperti berasal dari dunia 
  lain dalam cahaya pagi yang remang-remang itu; begitu juga warna 
  kuning dari bunga semak-semak, tampak bertambah indah.

  Aku sering memimpikan rumah yang kelak akan kumiliki; sebuah rumah 
  pertanian besar dan indah dengan pagar putih. Beberapa ekor sapi 
  makan rumput di bukit-bukit yang mengelilinginya. Yang paling 
  menyenangkan adalah, rumahku akan dipenuhi dengan orang dan semuanya 
  bahagia. Sesekali, begitulah di dalam khayalku, aku akan 
  meninggalkan rumah dan teman-temanku untuk pergi ke rumah sakit 
  tempatku bekerja sebagai perawat, sebagaimana pekerjaan ibuku 
  sekarang. Bagiku, itulah hidup yang sempurna!

  Begitu kembali ke dunia nyata, aku berlari pulang ke rumah, membantu 
  menyiapkan sarapan pagi untuk seluruh keluarga serta mengambil 
  bagian dalam tugas-tugas pekerjaan yang lain sebelum berangkat 
  sekolah.

  Pada suatu hari, sewaktu aku berumur tujuh tahun, aku bersama ayah 
  berada di ladang mencabut rerumputan. Sambil meluruskan badannya, 
  ayah menyuruhku kembali ke rumah untuk mengambil mobil "pick up". 
  aku memprotes, "Tetapi ... tetapi ..., aku belum tahu bagaimana 
  membawanya."

  Ayah tidak terpengaruh. Kakak-kakakku telah belajar mengemudi pada 
  usia tujuh tahun. Ayah percaya dua hal: "Kamu tidak perlu tahu 
  bagaimana melakukannya, tetapi kamu harus melakukannya" dan "engkau 
  akan dapat melakukan apa saja, asal engkau berusaha keras". Hal yang 
  tidak mungkin? Tidak ada yang tak mungkin. Dia pantang menyerah dan 
  tidak juga mengizinkan kami menyerah. Tidak pernah.

  Oleh karena itu, meski gemetaran, aku berlari ke tempat truk kecil 
  itu dengan hati yang berdebar sambil terengah-engah. Entah 
  bagaimana, aku berhasil menghidupkannya dan truk itu berjalan menuju 
  Ayah. aku hanya melakukan hal itu karena diperintah. Sejak usia 
  muda, aku belajar untuk taat kepada yang berwenang.

  Ayah menunjukkan kasihnya kepada kami sesuai dengan kemampuannya --
  dengan jalan mempersiapkan kami menghadapi tantangan-tantangan hidup
  ini dan mengatasinya. Warisan ini sangat berharga bagiku.

  Aku menghormati ayah, namun juga sedikit takut kepadanya. Aspek ini 
  juga merupakan bagian warisan dari ayah. Kalau Ayah berkata, 
  "Loncat!", aku akan bertanya, "Setinggi mana?" Lalu dengan otomatis 
  perasaan seperti itu aku berlakukan juga terhadap Tuhan.

  Namun aku belajar sesuatu tentang Allah yang kemudian mengubah rasa 
  takut itu menjadi rasa hormat penuh hikmat kepada-Nya; Allah memakai 
  segala sesuatu. Bahkan yang tampaknya seperti kotoran sapi pun, 
  diambil-Nya dan diubah-Nya menjadi bahan yang berguna bagi-Nya. 
  Kalau kita simpan, tumpukan itu akan berbau busuk. Kalaupun ada 
  noda-noda hitam dalam hidup Anda; tidak mengapa, aku yakin semua 
  orang memunyainya. Namun satu-satunya cara untuk mendapatkan karunia 
  Allah adalah dengan bekerja melalui noda-noda hitam tersebut.

  Di sekolah, sering aku merasa diri aneh dan lain daripada yang lain, 
  aku memang seorang gadis jangkung yang berpakaian karung tepung 
  bekas dengan rambut lurus kaku. Seusai sekolah, kakak-kakak dan aku 
  selalu harus segera pulang dengan bus sekolah. Ada tugas memerah 
  susu sapi, memberi makan ayam, menyiangi rumput, dan mengangkat kayu 
  bakar. Bila berada bersama dengan anak-anak dari kota yang selalu 
  tampak begitu rapi dengan pakaian jadi yang dibeli, aku selalu 
  merasa kikuk.

  Akan tetapi, pada usia sebelas tahun aku sudah tahu apa yang 
  seharusnya aku lakukan ketika mendengar bahwa Allah menawarkan 
  pengampunan atas dosa dan kehidupan kekal bagi yang meminta 
  kepada-Nya. Ketika guru kelas Alkitab bertanya siapa yang mau 
  menerima Kristus sebagai Juru Selamat, tanganku kuangkat 
  tinggi-tinggi. Itu adalah berita terindah yang pernah aku dengar -- 
  rasanya seperti menemukan emas.

  Bersama kedua kakakku, aku mulai mengikuti suatu kelas Alkitab, 
  terlebih karena pendeta kami menawarkan diri untuk mengantar kami 
  pulang dengan mobilnya setiap pulang dari kelas itu. Dalam 
  perjalanan-perjalanan mengantar kami pulang itulah ia menunjukkan 
  kepada kami sifat-sifat Allah. Pendeta Brown senang kepada kami! Ia 
  tertawa, melucu, dan berbicara tentang firman Allah.

  Oleh karena aku menghormati wewenang, maka tidak sulit bagi aku 
  untuk percaya pada firman Allah. Akan tetapi aku terusik oleh 
  perintah untuk pergi ke seluruh dunia dan memberitakan Kabar Baik 
  serta mengajar orang tentang Allah. Pada suatu hari Minggu, seorang 
  misionaris datang ke gereja kami; ia berkata bahwa 90% dari yang 
  "pergi", yang "memberitakan", serta "memuridkan", hanya memusatkan 
  perhatian kepada yang 10% dari seluruh penduduk dunia.

  Aku duduk tegak di kursi. Itu berarti hanya 10% dari mereka yang 
  "pergi", "memberitakan", dan "memuridkan". Itulah yang, entah dengan 
  cara bagaimana, menjangkau 90% dari dunia ini. Logika itu membuat 
  aku terkesima, namun memang masuk akal. Aku harus menjadi misionaris 
  -- apa pun itu artinya.

  Kemudian, dalam satu perkemahan musim panas, seorang misionaris yang 
  menjadi pembicara berkata bahwa kalau kita berkeinginan menjadi 
  misionaris, mulai sekarang kita pelu berdoa untuk suku bangsa ke 
  mana Allah akan mengirimkan kita kelak. Ini masuk akal juga. Setiap 
  hari aku berdoa, "Tuhan, persiapkanlah kiranya suku bangsa itu 
  supaya mereka siap untuk Injil, sehingga mereka bisa percaya."

  Akan tetapi, pertanyaanku masih banyak: Apa sebenarnya yang menjadi 
  tugas para misionaris? Bagaimana mereka tahu bahwa tugasnya sudah 
  selesai? Apa yang dapat aku lakukan yang hasilnya bersifat kekal? 
  Bagaimana kalau diketahui oleh suku bangsa itu tentang Tuhan hanya 
  mereka dapat dari aku? Aku menyimak baik-baik ketika misionaris itu 
  berbicara, namun tetap tidak dapat membayangkan diriku sebagai diri 
  mereka. Aku merasa tidak mampu untuk tugas itu.

  Suatu hari aku mulai menyadari, bahwa "pergi ke seluruh dunia 
  mengabarkan Injil" berarti aku akan hidup di hutan! Sepanjang 
  pengetahuanku, di luar Amerika semuanya adalah hutan. Sebagai 
  seorang murid Sekolah Menengah Tingkat Lanjutan, belum pernah aku 
  keluar dari daerah asal kabupatenku.

  Aku melakukan tawar-menawar dengan Allah. Bagaimana dengan impian 
  rumah pertanianku, bukit-bukit dan menjadi perawat? Apa yang 
  kulakukan terhadap diriku? Aku bergumul. Berulang kali aku berkata 
  kepada Tuhan, "Aku tidak sanggup, barangkali pilhan-Mu salah, Tuhan. 
  Aku tidak mengerti apa tugas seorang misionaris sebenarnya." Tetapi, 
  tampaknya Allah tidak terpengaruh seperti ayahku dulu, ketika aku 
  mengatakan kepadanya tidak dapat membawa truk itu. Allah tidak 
  menerima alasan ketidaksanggupanku.

  Setelah berbulan-bulan bergumul, pada akhirnya aku menyerah dan 
  berkata kepada Tuhan, "Baiklah Tuhan, aku akan melakukannya walaupun 
  aku tidak menyenanginya."

  Aku berpisah dengan rumah pertenakan, karier, dan keluargaku --
  semua yang dulu kudambakan. Kubiarkan impian itu sirna.

  Setelah melepaskan impianku, semangat untuk menjadi seorang
  misionaris pun bertumbuh dalam diriku.

  * Perkemahan ini diadakan oleh Wycliffe Bible Translators, suatu
  perhimpunan para penerjemah Alkitab.

  Diambil dan disunting seperlunya dari:
  Judul Buku: Firman Itu Datang dengan Penuh Kuasa
  Penulis: Joanne Shelter dan Patricia Purvis
  Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta 1992
  Halaman: 10 -- 16
______________________________________________________________________
  "Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, 
  supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. 
  Sebab jikalau kamu melakukannya, 
  kamu tidak akan pernah tersandung." (2 Petrus 1:10)
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=2Petrus+1:10 >  
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Mengucapsyukurlah kepada Tuhan karena anugerah-Nya yang begitu 
     besar dalam hidup Saudara sehingga Saudara bisa ada sebagaimana 
     Saudara ada sekarang, melakukan setiap pekerjaan yang Dia 
     percayakan kepada Saudara.

  2. Bagi yang sedang bergumul dalam mengambil sebuah keputusan, 
     khususnya untuk menjadi penuai di ladang misi, berdoalah untuk 
     meminta petunjuk Tuhan mengenai apa kehendak-Nya atas hidup kita.

  3. Apabila saat ini Saudara sedang menjalani panggilan Tuhan, 
     teruslah mengucap syukur dan memohon tuntunan Tuhan dalam 
     melaksanakan rencana-Nya, dan berdoalah agar segala sesuatu yang 
     Saudara lakukan dapat terus memuliakan nama-Nya.     
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2008 YLSA
YLSA -- http://www.ylsa.org/
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Redaksi Tamu: Hilda Dina Santoja
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org