Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/84

KISAH edisi 84 (18-8-2008)

Allah yang Memanggil, Allah yang Mencukupkan

 
____________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)_____________
                        
                       Edisi 84, 18 Agustus 2008

PENGANTAR

  Saat kita memutuskan untuk taat akan panggilan Tuhan, bukan berarti 
  perjalanan kita akan selalu mulus tanpa hambatan. Bagaimanapun, 
  Tuhan pasti mengizinkan banyak hal terjadi pada kita guna membentuk 
  setiap pelayan-Nya menjadi hamba yang benar-benar setia dan 
  memuliakan nama-Nya. Meskipun hambatan terjadi di sana-sini dan 
  tantangan datang dari segala penjuru, tetaplah taat akan 
  panggilan-Nya. Jangan menyerah karena Tuhan selalu terlibat dalam 
  setiap perjalanan hidup kita menuju rencana dan kehendak-Nya. Tuhan 
  selalu bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap hamba-Nya 
  yang setia.
  
  Kesaksian berikut ini merupakan satu dari sekian banyak kisah 
  mengenai keterlibatan Allah dalam menuntun anak-anak-Nya yang taat 
  akan panggilan untuk bekerja di ladang-Nya. Kiranya menjadi berkat 
  bagi kita semua dan semakin menguatkan kita untuk tetap setia akan 
  panggilan Tuhan dalam hidup kita. Amin!
  
  Redaksi Tamu,
  Evie Wisnubroto
______________________________________________________________________
KESAKSIAN
  
            ALLAH YANG MEMANGGIL, ALLAH YANG MENCUKUPKAN
                           Oleh: Davida
  
  Yohanes, seorang putra petani miskin berhasil meraih peringkat kedua 
  siswa terbaik sekabupaten dan berhak mendapatkan beasiswa penuh dari 
  pemerintah kabupaten untuk melanjutkan kuliahnya di pulau Jawa. 
  Sebuah kesempatan emas yang selalu dinanti-nantikan oleh siswa yang 
  lain.

  Penghargaan ini bukanlah kegembiraan bagi Yohanes, tapi pergumulan 
  berat. Keluarga sangat ingin dia menerima tawaran beasiswa tersebut, 
  namun di lain pihak, Yohanes sudah bernazar kepada Tuhan untuk 
  menjadi hamba-Nya dan masuk ke sekolah teologi. Dia juga memiliki 
  keyakinan akan panggilan Tuhan untuk bekerja di ladang-Nya. Tetapi 
  jika Yohanes masuk sekolah teologi, keluarga Yohanes tidak menjamin 
  bisa membiayai, walaupun dalam hati pihak keluarga sebenarnya ingin 
  juga anak lelaki satu-satunya itu menjadi hamba Tuhan.

  Yohanes yakin Tuhan tahu keadaan ekonomi keluarganya. Sejak kelas 1 
  SMA, Yohanes telah menggumulkan hal ini. Tetapi Tuhan malah 
  memberikan jawaban yang lain. Beasiswa merupakan jawaban yang dia 
  inginkan, tetapi mengapa bukan untuk sekolah teologi? Apakah ini 
  bukan kehendak Tuhan, Yohanes menjadi hamba-Nya? Akan tetapi 
  pergumulan itu tetap tidak melemahkan suara panggilan Tuhan dalam 
  dirinya. Yohanes melepaskan beasiswa ke sekolah umum dan memilih 
  bersekolah di sebuah sekolah teologi di ibu kota provinsinya.

  Berbekal sedikit tabungan hasil memanenkan cengkeh dari kebun 
  tetangganya dan sedikit pemberian uang dari orang tua, Yohanes 
  mendaftarkan diri di sekolah teologi. Satu tahun pertama dia lewati, 
  dan puji Tuhan, walau entah dengan cara apa, orang tuanya bisa 
  mengiriminya sedikit uang untuk bertahan hidup di asrama. Sampai 
  akhirnya tidak ada kiriman lagi dari kampung dan utang di sekolah 
  pun menumpuk. Yohanes tidak patah semangat, dia yakin Tuhan tidak 
  pernah diam.

  Libur panjang tiba. Dapur asrama tutup, tetapi asrama tetap boleh 
  ditempati. Uang Yohanes hanya cukup untuk membeli sabun dan odol 
  selama liburan. Untuk mendapat makan siang, Yohanes membantu sebuah 
  warung kecil sebagai pencuci piring. Jika warung itu sudah tutup, 
  Yohanes pergi ke rumah dosen yang ada di kompleks kampusnya untuk 
  menyapu halaman, atau memotong rumput, atau mencucikan mobil, atau 
  melakukan apa saja yang bisa dikerjakannya. Dosen-dosen yang melihat 
  kerajinannya itu pun dengan sukacita memberikan uang saku ala 
  kadarnya, walaupun Yohanes tidak memintanya.

  Saat ada tawaran dari sebuah distributor kecil untuk menjajakan 
  kecap ke pelosok kota, walaupun hanya dengan berjalan kaki, Yohanes 
  pun tidak menolak. Dia melakukan itu semua karena yakin itulah cara 
  Tuhan memberikannya berkat. Upah dari menjajakan kecap itu, walaupun 
  tidak banyak, diharapkan dapat dipakai untuk mencicil utang 
  kuliahnya.

  Liburan usai. Saatnya pembayaran uang kuliah. Tabungan Yohanes jauh 
  dari cukup untuk membayar uang kuliah. Orang tuanya pun tetap tidak 
  mengirimkan uang.

  Suatu siang, dia mendapatkan surat peringatan dari pengurus sekolah. 
  Jika dalam satu minggu utang kuliah tidak dibayar, dia harus 
  meninggalkan asrama. Mulai sejak diterimanya surat peringatan 
  tersebut, dia tidak boleh lagi mengikuti kuliah dan tidak lagi 
  mendapat jatah makan.

  Tulang-tulang Yohanes lemas. Rasa sakit dalam hatinya menggeliat. 
  Ingin protes, tetapi mengingat seluruh kebaikan Tuhan dalam hidupnya 
  membuat Yohanes yakin bahwa Tuhan pasti sedang merancangkan sesuatu 
  yang indah baginya. Dia tetap yakin ini panggilan Tuhan sehingga 
  rasa sakit, rasa kuatir, dan rasa cemas itu tidak membuatnya 
  menyerah.

  Sejak diterimanya surat itu, Yohanes tidak keluar kamar kecuali ke 
  kamar kecil. Dia hanya mengisi perutnya dengan air putih. Hari kedua 
  pergumulannya, pintu kamarnya diketuk. Dua orang temannya masuk 
  membawakan sepiring nasi dan sayur. Yohanes kaget mengapa temannya 
  itu bisa membawakan dia makanan, karena nasi, sayur, serta lauk 
  sudah dijatah dari dapur, jadi tidak mungkin ada yang lebih. 
  Ternyata teman-temannya mengumpulkan seorang demi seorang satu 
  sendok makan nasi dan sayur jatah mereka untuk Yohanes. Air mata 
  Yohanes kembali menetes karena keindahan yang sudah Tuhan tunjukkan 
  pada dia.

  Karena tidak boleh lagi mengikuti kuliah, Yohanes menghabiskan waktu 
  untuk berdoa dan mempersiapkan hati untuk meninggalkan kampus 
  tercintanya itu. Tuhan mungkin ingin aku menjadi hamba-Nya tanpa 
  berlama-lama menghabiskan waktu di sekolah teologi ini. Begitu 
  pikir Yohanes selama masa pergumulannya.

  Hari berlalu. Besok dia harus segera meninggalkan asrama ini. 
  Yohanes sudah berusaha meminta keringanan dari pengurus sekolah, 
  tetapi tidak ada jalan keluarnya. Dia mengemasi pakaian dan bukunya 
  ke dalam kopor tua yang terbuat dari kayu, bikinan ayahnya. 
  Ketegaran seorang Yohanes runtuh saat dia harus memasukkan semua 
  buku pelajaran dan Alkitab tuanya. "Tuhan, apakah memang Engkau 
  tidak berkenan jika aku ingin belajar banyak lagi tentang Engkau dan 
  firman-Mu? Tetapi Tuhan, jika ini kehendak-Mu, tolong kuatkan 
  hatiku. Aku tidak mengharapkan mukjizat, hanya kekuatan dan topangan 
  tangan-Mu," doa Yohanes dalam hatinya.

  Yohanes masih berkemas saat pintu kamarnya diketuk. "Nes, kamu 
  dipanggil Pak bendahara," teriak sebuah suara dari luar pintu 
  kamarnya. "Pak bendahara pasti mau nagih utang karena besok hari 
  terakhir tenggang yang diberikan. Ah ..., saya sudah siap. Tuhan, 
  Engkau yang panggil saya kemari, dan Engkau pula yang meminta saya 
  untuk meninggalkan kampus ini. Tetapi aku akan terus melayani-Mu 
  walau tanpa sekolah teologi sekalipun."

  "Selamat siang, Pak," salam Yohanes dengan suara pelan.

  "Siang, Yohanes!" sahut pak bendahara dengan suaranya yang 
  berwibawa.

  "Saya tidak bisa melunasi utang saya, Pak. Dan sekalian saya mau 
  pamit. Besok subuh saya akan meninggalkan kampus ini," kata Yohanes 
  lagi dengan suara yang kali ini lebih tegar.

  "Mengapa kamu mau pergi? Kamu tidak percaya Tuhan pasti tolong 
  kamu?" tanya pak bendahara sembari menyerahkan sebuah amplop surat. 
  "Buka dan bacalah surat itu," pinta pak bendahara.

  Dengan tangan sedikit gemetar, Yohanes membuka surat itu. Dibacanya 
  setiap kalimat di dalamnya sampai berulang kali.

  Sebuah yayasan penginjilan di Jakarta menulis surat kepada pengurus 
  sekolah. Mereka mengatakan akan melunasi semua utang perkuliahan 
  Yohanes dan membiayai seluruh kebutuhan kuliahnya sampai lulus!

  Keindahan itu sungguh memesonakan Yohanes. Tuhan sungguh luar 
  biasa. Sekali lagi, diperkenankan-Nya Yohanes mengenal Dia, yang 
  sudah memanggilnya dengan cara yang sungguh indah.

  Yohanes akhirnya dapat melanjutkan kuliahnya sampai lulus. 

  Siapa yang sudah memberitahukan tentang kesulitan Yohanes kepada 
  para pengurus yayasan tersebut? Para pengurus sekolah tidak mau 
  memberitahukan rahasia itu kepada Yohanes. Sampai hari ini, rahasia 
  itu tetap menjadi rahasia bagi Yohanes, yang saat ini telah menjadi 
  seorang pendeta dan menjadi ketua sinode sebuah organisasi gereja di 
  Indonesia.
  
  *) Kesaksian ini ditulis berdasarkan kesaksian Bapak Yohanes kepada
     penulis.
______________________________________________________________________  
                               
  "Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus, 
  Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan 
  pelayanan ini kepadaku." (1Timotius 1:12)  
  < http://sabdaweb.sabda.org/?p=1Timotius+1:12 >
______________________________________________________________________
POKOK DOA

  1. Banyak anak muda yang merasa terpanggil untuk melayani Tuhan dan 
     masuk ke sekolah teologi. Namun, tidak sedikit pula yang 
     terhambat karena kurangnya biaya. Mari berdoa bagi mereka agar
     tetap mengikuti panggilan Tuhan dan tidak mundur dari panggilan
     karena tantangan dan hambatan yang ada. Biarlah mereka terus
     menanggapi panggilan tersebut dan beriman penuh bahwa Tuhan
     yang memanggil, Tuhan pula yang mencukupkan.
  
  2. Berdoa bagi setiap anak-anak Tuhan yang saat ini tetap teguh 
     dalam panggilan mereka. Biarlah mereka dapat memenangkan 
     pertandingan iman mereka sampai akhir dan menghasilkan buah
     dari ketaatan mereka terhadap panggilan Tuhan tersebut.
        
  3. Mengucap syukur bagi setiap donatur yang Tuhan gerakkan hatinya
     untuk membantu mahasiswa-mahasiswa sekolah teologi yang 
     membutuhkan bantuan biaya untuk menyelesaikan pendidikannya. 
     Biarlah pula setiap mahasiswa bertanggung jawab penuh atas 
     setiap berkat yang telah Tuhan berikan kepada mereka melalui para 
     donatur tersebut.
______________________________________________________________________
Isi dan bahan adalah tanggung jawab Yayasan Lembaga SABDA
Didistribusikan melalui sistem network I-KAN
Copyright(c) 2008 YLSA                
YLSA -- http://www.ylsa.org/                
http://katalog.sabda.org/
Rekening: BCA Pasar Legi Solo
No. 0790266579 / a.n. Yulia Oeniyati
______________________________________________________________________
Pimpinan Redaksi: Pipin
Kontributor: Davida
Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Arsip KISAH: http://www.sabda.org/publikasi/Kisah/
Situs KEKAL: http://kekal.sabda.org/
______________________________________________________________________

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org