Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/381

KISAH edisi 381 (17-12-2014)

Doa Yusuf

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                   Edisi 381, 17 Desember 2014

KISAH -- Doa Yusuf
Edisi 381, 17 Desember 2014

Ketika Yesus lahir, sorak-sorai dan sukacita menggema di seluruh 
penjuru bumi. Kabar keselamatan yang selama berabad-abad dinantikan 
oleh segala bangsa sudah Allah genapi dengan lahirnya Yesus di 
Betlehem. Kelahiran Mesias menggenapi apa yang sudah disampaikan oleh 
para nabi bahwa Ia akan lahir dari seorang anak dara. Ini merupakan 
kabar kesukaan besar, bahwa Allah telah turun ke dunia, menjadi 
daging, dan diam bersama-sama dengan manusia.

Sukacita kelahiran Yesus juga dirasakan oleh Yusuf. Semula, Yusuf 
memang berniat menceraikan Maria secara diam-diam, tetapi malaikat 
Tuhan datang kepadanya dan ia mengurungkan niatnya. Akhirnya, Yusuf 
mengambil Maria sebagai istrinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia 
sampai Yesus lahir. Inilah kisah dan doa Yusuf pada malam saat Yesus 
dilahirkan. Selamat menyimak dan merenungkan makna lahirnya Sang Juru 
Selamat dunia. Tidak lupa, kami mengucapkan Selamat Natal 2014 dan 
Tahun Baru 2015. Tuhan Yesus Memberkati.

Staf Redaksi KISAH,
Bayu
< http://kesaksian.sabda.org/ >


                              DOA YUSUF

"Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang 
diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai 
isterinya," (Matius 1:24)

Baris kosong di antara ayat-ayat Kitab Suci adalah lahan subur bagi 
munculnya berbagai pertanyaan. Orang yang membaca Kitab Suci pasti 
sering berbisik, "Saya bertanya-tanya ...."

"Saya bertanya-tanya apakah Hawa pernah makan lebih banyak buah lagi."

"Saya bertanya-tanya apakah Nuh bisa tidur nyenyak selama badai."

"Saya bertanya-tanya apakah Yunus suka ikan atau apakah Yeremia punya 
teman."

"Apakah Musa menghindari semak-semak? Apakah Yesus bisa bercanda? 
Apakah Petrus pernah mencoba berjalan di atas air lagi?"

"Apakah ada wanita yang bersedia menikah dengan Paulus bila ia 
memintanya?"

Kitab Suci bagaikan pagar yang penuh lubang, tempat kita bisa 
mengintip, tetapi tidak dapat melihat gambarnya secara keseluruhan. 
Kitab Suci adalah kliping yang berisi potret orang-orang yang bergaul 
dengan Allah, tetapi tidak pernah diceritakan secara tuntas. Kita pun 
jadi penasaran:

Ketika perempuan yang tertangkap basah melakukan perzinaan pulang ke 
rumahnya, apa yang ia katakan kepada suaminya?

Setelah orang yang kesurupan disembuhkan, apa yang ia lakukan untuk 
mencari nafkah?

Setelah anak perempuan Yairus dibangkitkan dari kematian, apakah ia 
pernah menyesalinya?

"Lubang-lubang", "potret-potret", dan "rasa penasaran". Anda akan 
menemukannya dalam setiap kisah dari setiap orang. Namun, tak ada yang 
lebih menggelitik untuk dipertanyakan selain kelahiran Kristus. Tokoh-
tokohnya muncul dan menghilang sebelum kita sempat bertanya apa-apa. 
Si pelayan penginapan yang terlalu sibuk untuk menyambut Allah --
apakah ia kemudian tahu siapa sesungguhnya yang ia tolak? Para gembala 
-- pernahkah mereka mendendangkan lagu yang dinyanyikan para malaikat? 
Dan, bagi para majus yang mengikuti bintang, seperti apakah rasanya 
menyembah seorang bayi? Dan, Yusuf, khususnya Yusuf, saya punya banyak 
pertanyaan untuk Yusuf.

Apakah Anda dan Yesus pernah bermain adu panco? Apakah Dia pernah 
membiarkan Anda menang?

Apakah Anda pernah membuka mata saat berdoa dan melihat Yesus 
mendengarkan doa Anda?

Bagaimana Anda memanggil "Yesus" dalam bahasa Mesir?

Apa yang terjadi selanjutnya pada tiga raja itu?

Apa yang selanjutnya terjadi pada para majus itu?

Kita tidak tahu apa yang terjadi pada Yusuf. Perannya di babak pertama 
kisah Yesus begitu penting sehingga kita berharap dapat melihat Yusuf 
sampai akhir drama. Namun, setelah adegan singkat bernama Yesus yang 
berusia 12 tahun di Yerusalem, ia tidak pernah muncul lagi. Kisah 
hidup Yusuf selanjutnya hanya dapat diduga-duga, dan kita hanya bisa 
bertanya-tanya.

Dari semua pertanyaan yang saya miliki, yang pertama-tama ingin saya 
tanyakan adalah tentang peristiwa Betlehem. Saya penasaran dengan 
peristiwa yang terjadi di kandang malam itu. Saya membayangkan Yusuf 
ada di sana. Bulan bersinar. Bintang-bintang berkelap-kelip di langit. 
Betlehem tampak bercahaya dari kejauhan. Dan, lihatlah, Yusuf sedang 
mondar-mandir di depan kandang.

Apa yang dipikirkannya saat Yesus akan lahir? Apa yang ada di benaknya 
saat Maria menjalani proses melahirkan? Ia telah melakukan semua yang 
bisa ia lakukan -- merebus air, menyiapkan tempat berbaring bagi 
Maria. Setelah berusaha membuat Maria senyaman mungkin di kandang itu, 
barulah ia keluar. Maria ingin sendirian. Yusuf pun belum pernah 
merasa ingin sendirian seperti saat itu.

Dalam masa-masa yang terasa begitu panjang sejak istrinya minta 
ditinggal sendirian hingga kelahiran Yesus, apa saja yang ia pikirkan? 
Ia berjalan dalam kegelapan malam dan memandangi bintang-bintang. 
Apakah ia berdoa?

Saya merasa ia tidak diam saja. Saya melihat Yusuf bergerak-gerak. 
Sekali waktu, ia menggeleng-gelengkan kepala, di lain waktu tangannya 
terkepal. Semua ini tidak pernah ada dalam pikirannya. Saya hanya 
menghayalkan apa yang dikatakannya ....

Ya Allah, ini tidak seperti yang kurencanakan. Sama sekali bukan. 
Anakku lahir di sebuah kandang? Aku tak pernah membayangkan ini akan 
terjadi. Sebuah gua berisi domba dan keledai, rumput dan jerami? 
Istriku sedang melahirkan dan hanya bintang-bintang yang mendengar 
jerit kesakitannya?

Sungguh, ini tidak seperti yang kubayangkan. Bukan. Aku membayangkan 
dikelilingi keluargaku. Aku membayangkan nenek-nenekku. Aku 
membayangkan para tetangga berkumpul di luar pintu dan teman-teman 
berdiri di sampingku. Aku membayangkan rumahku meledak oleh sukacita 
saat tangis pertama bayi itu terdengar. Tepukan di punggung. Suara 
tawa yang keras. Sorak-sorai kegembiraan.

Itulah yang kubayangkan bakal terjadi.

Bidan akan menyerahkan bayi itu ke dalam gendonganku dan semua orang 
akan bertepuk tangan. Maria akan beristirahat, dan kami akan 
merayakannya bersama-sama. Seluruh warga kota Nazaret akan 
merayakannya.

Akan tetapi, sekarang, lihatlah. Kota Nazaret masih lima hari 
perjalanan jauhnya. Dan, kami sekarang berada di sebuah ... di sebuah 
padang rumput bersama domba-domba. Siapa yang akan merayakannya 
bersama kami? Domba-domba? Para gembala? Bintang-bintang?

Rasanya semua ini tidak benar. Suami macam apa aku ini? Aku tidak bisa 
mencarikan bidan untuk menolong istriku. Tidak ada tempat tidur untuk 
membaringkan tubuhnya. Bantalnya hanyalah pelana keledaiku. Rumah 
untuknya pun hanyalah kandang berisi tumpukan rumput dan jerami.

Tempat ini bau dan gaduh karena suara binatang-binatang. Bahkan, bau 
tubuhku pun seperti bau gembala.

Apakah aku melalaikan sesuatu? Benarkah begitu, ya, Allah?

Saat Engkau mengutus malaikat dan berfirman tentang seorang anak 
lelaki yang akan lahir, bukan hal seperti ini yang aku bayangkan. Aku 
memimpikan Yerusalem, tempat ibadat, para imam, dan banyak orang 
berkumpul untuk menonton. Sebuah arak-arakan, barangkali. Sebuah 
karnaval. Setidaknya, sebuah pesta. Maksudku, ini `kan Mesias!

Atau, jika tidak dilahirkan di Yerusalem, bagaimana kalau di Nazaret? 
Bukankah Nazaret adalah tempat yang lebih baik? Setidaknya, di sana 
aku punya rumah dan pekerjaan. Namun, di tempat ini, apa yang aku 
punya? Seekor keledai kecil yang lemah, setumpuk kayu bakar, dan 
sepoci air hangat. Ini semua di luar bayanganku! Bukan dengan cara ini 
seharusnya anakku dilahirkan.

Ya ampun, aku melakukannya lagi. Aku melakukannya lagi, bukan begitu 
Bapa? Aku tidak bermaksud melakukannya. Aku hanya lupa. Dia bukan 
anakku ... Dia milik-Mu.

Anak itu milik-Mu. Semua ini rencana-Mu. Semuanya gagasan-Mu. Dan, 
ampuni aku karena menanyakan ini, tetapi ... apakah ini cara Allah 
memasuki dunia? Kedatangan malaikat, bisa kuterima. Pertanyaan orang-
orang mengenai kehamilan itu, bisa kutoleransi. Perjalanan ke 
Betlehem, tak jadi soal. Akan tetapi, melahirkan di sebuah kandang, 
mengapa begini Allah?

Beberapa menit lagi, Maria akan melahirkan. Bukan anak biasa, tetapi 
seorang Mesias. Bukan bayi biasa, tetapi Allah. Itulah yang dikatakan 
malaikat. Itulah yang diyakini Maria. Dan, Allah, ya, Allahku, itu 
pula yang ingin kupercayai. Akan tetapi, tentu saja Engkau tahu; ini 
tidak mudah. Semua kelihatan begitu ... begitu ... begitu aneh.

Aku tidak biasa menghadapi keanehan-keanehan seperti ini, ya Allah. 
Aku seorang tukang kayu. Aku membuat barang dengan ukuran yang tepat. 
Aku mengukur sisi-sisinya. Aku mengikuti garis tegak lurus. Aku 
mengukur dua kali sebelum memotong. Seorang tukang kayu tidak biasa 
menghadapi kejutan. Aku ingin tahu rencana-Mu. Aku ingin melihat 
rencananya, sebelum mengerjakannya.

Namun, kali ini, aku bukanlah tukang kayu, bukankah begitu? Kali ini, 
aku hanyalah sebuah alat. Sebuah palu dalam genggaman-Mu. Sebuah paku 
di sela-sela jemari-Mu. Sebuah pahat di tangan-Mu. Proyek ini milik-
Mu, bukan milikku.

Aku merasa sangat bodoh karena meragukan-Mu. Ampunilah 
pemberontakanku. Kepercayaan tidak datang dengan mudah, ya Allah. Akan 
tetapi, Engkau memang tak pernah mengatakan bahwa ini akan mudah, ya, 
`kan?

Satu hal terakhir, Bapa. Mengenai malaikat yang Kauutus. Bersediakah 
Engkau mengirimnya lagi? Jika bukan malaikat, mungkin seseorang? Aku 
tidak kenal siapa pun di sekitar sini. Alangkah menyenangkan 
seandainya ada orang yang mau menemani. Mungkin pelayan penginapan 
atau seorang pelancong? Atau, seorang gembala juga boleh.

Saya bertanya-tanya. Pernahkah Yusuf berdoa seperti itu? Mungkin ya. 
Mungkin juga tidak.

Akan tetapi, Anda mungkin pernah melakukannya.

Anda berdiri di tempat Yusuf berdiri. Terpaku di antara apa yang 
difirmankan Allah dan apa yang masuk akal. Anda telah melakukan apa 
yang telah Dia katakan, tetapi akhirnya Anda meragukan apakah benar-
benar Dia yang mengatakannya. Anda menatap langit yang gelap karena 
tertutup keraguan. Dan, Anda menanyakan apa yang Yusuf tanyakan.

Anda bertanya-tanya apakah Anda masih berada di jalan yang benar. Anda 
bertanya apakah Anda seharusnya berbelok ke kiri saat Anda telah 
berbelok ke kanan. Dan, Anda bertanya-tanya apakah ada rencana di 
balik semua kejadian itu. Segala sesuatunya tidak terjadi seperti yang 
Anda harapkan.

Kita semua tahu seperti apa rasanya mencari cahaya di tengah 
kegelapan. Bukan di luar sebuah kandang, tetapi barangkali di luar 
ruang gawat darurat. Di atas kerikil-kerikil di pinggir jalan. Di atas 
rerumputan yang terawat di sebuah makam. Kita mengajukan pertanyaan. 
Kita mempertanyakan rencana Allah. Dan, kita bertanya-tanya mengapa 
Allah melakukan ini semua.

Langit Betlehem bukanlah yang pertama mendengar ratapan seorang 
peziarah yang kebingungan.

Jika Anda menanyakan apa yang Yusuf tanyakan, izinkan saya menyarankan 
kepada Anda untuk melakukan apa yang Yusuf lakukan. Taat. Itulah yang 
dilakukannya. Ia taat. Ia taat saat malaikat memanggil. Ia taat ketika 
Maria menjelaskan. Ia taat ketika Allah mengutusnya.

Ia taat kepada Allah.
Ia taat ketika langit tampak cerah.
Ia taat ketika langit menjadi gelap.

Ia tidak membiarkan kebingungan merusak ketaatannya. Ia tidak tahu 
apa-apa. Akan tetapi, ia melakukan apa yang ia tahu. Ia menutup 
usahanya, mengajak keluarganya berkemas, dan pergi ke negeri lain. 
Mengapa? Karena itulah yang Allah perintahkan.

Bagaimana dengan Anda? Sama seperti Yusuf, Anda pun dapat melihat 
keseluruhan gambar. Sama seperti Yusuf, tugas Anda adalah melihat 
bahwa Yesus dibawa masuk ke dunia Anda. Dan, seperti Yusuf, Anda pun 
punya pilihan: taat atau melanggar. Karena Yusuf taat, Allah 
memakainya untuk mengubah dunia.

Dapatkah Dia melakukan hal yang sama kepada Anda?

Sampai saat ini, Allah masih mencari orang-orang seperti Yusuf. Pria 
dan wanita yang percaya bahwa pekerjaan Allah di dunia ini belum 
selesai. Orang-orang biasa yang melayani Allah yang luar biasa.

Dapatkah Anda menjadi orang seperti itu? Bersediakah Anda untuk tetap 
melayani ... bahkan ketika Anda tidak mengerti?

Bukan, langit Betlehem bukanlah yang pertama mendengar permohonan hati 
yang jujur, juga bukan yang terakhir. Dan, barangkali, Allah tidak 
menjawab setiap pertanyaan Yusuf. Namun, Dia menjawab pertanyaan yang 
paling penting. "Apakah Engkau masih bersamaku, ya Allah?" Dan, 
melalui tangisan pertama bayi-Allah, jawaban itu muncul.

"Ya. Ya. Yusuf. Aku bersamamu."

Ada begitu banyak pertanyaan tentang Injil yang tidak dapat kita jawab 
hingga kita sampai di rumah. Begitu banyak lubang dan potret. Berulang 
kali, kita masih akan termenung." Aku bertanya-tanya ...."

Namun, dalam pikiran kita, ada satu pertanyaan yang tak perlu kita 
tanyakan. Apakah Allah peduli? Apakah kita berarti bagi Allah? Apakah 
Dia masih mengasihi anak-anak-Nya?

Lewat wajah mungil seorang bayi yang lahir di kandang, Dia menjawab, 
"Ya."

Ya, dosa-dosamu telah diampuni.
Ya, namamu telah tertulis di surga.
Ya, kematian telah dikalahkan.
Dan, ya, Allah telah memasuki duniamu.
Imanuel. Allah beserta kita.

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Natal Momen Penuh Makna
Penulis: Max Lucado
Penerbit: Gloria Graffa, Yogyakarta 2004
Halaman: 55 -- 66


POKOK DOA

1. Berdoalah agar Tuhan Yesus menolong setiap orang percaya untuk 
   semakin bertumbuh dalam iman setiap kali merayakan kelahiran-Nya.

2. Berdoalah agar anak-anak Tuhan diberikan kekuatan oleh-Nya untuk 
   mengikuti kehendak Tuhan dalam hidup mereka hari lepas hari.

3. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar melalui Natal ini, banyak orang 
   mendengarkan Kabar Baik, dan diselamatkan.

"Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang 
diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai 
isterinya," (Matius 1:24)

< http://alkitab.mobi/tb/Mat/1/24/ >
< http://alkitab.sabda.org/?Mat+1:24 >


Kontak: kisah(at)sabda.org
Redaksi: Amidya, Bayu, dan Elly
Berlangganan: subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/kisah/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2014 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org