Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/300

KISAH edisi 300 (31-10-2012)

Saya Melihat Tangan Allah Bertindak

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                      Edisi 300, 31 Oktober 2012

Shalom,

Tuhan kita tidak pernah berubah, Dia tetap sama dari dulu hingga
sekarang. Dia yang membelah laut Teberau, Dia juga yang sanggup
memberikan jalan keluar bagi setiap masalah dan pergumulan dalam hidup
kita. KISAH edisi 300 menceritakan tentang mukjizat kesembuhan yang
dialami oleh Frank, seorang anak kecil yang berusia 6 tahun. Semoga
kesaksian ini memberkati kita.

Pemimpin Redaksi KISAH,
Yonathan Sigit
< sigit(at)in-christ.net >
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                  SAYA MELIHAT TANGAN ALLAH BERTINDAK

Saya percaya kepada Allah, tetapi selama bertahun-tahun keyakinan saya
tentang siapa Allah -- dan apa yang dapat Dia lakukan -- telah
berubah. Hal ini terjadi ketika anak saya sakit parah, sehingga saya
bisa berkata bahwa Anda dapat percaya kepada Allah, namun tidak
mengenal diri-Nya sama sekali.

Kepandaian, ilmu pengetahuan, dan logika. Itulah hal-hal yang
mendasari hidup saya ketika masih muda. Saya pernah mengalami demam
yang sangat parah ketika masih kecil. Penyakit ini membuat saya tidak
bisa berolahraga dan berjalan-jalan. Satu-satunya petualangan nyata
yang dapat saya lakukan adalah petualangan di alam pikiran. Saya
membaca buku dengan perasaan dendam -- "Great Books of the Western
World", beberapa jilid buku "Will dan Ariel Durant", dan (secara
harfiah) ribuan buku cerita lainnya. Dari bacaan saya tersebut, saya
membangun keyakinan yang paling kuat. Saya percaya kepada logika,
kepada kemampuan pikiran untuk menyusun segala sesuatu dengan rapi,
dan kepada hal-hal yang masuk ke dalam kategori rasional.

Saya dibesarkan dalam keluarga Kristen yang ketat, maka dari itu saya
percaya kepada Allah. Tetapi saya bersikeras -- kekerasan hati saya
itu bahkan menimbulkan banyak perbantahan -- bahwa Allah adalah
Pribadi yang juga dibatasi oleh logika dan hukum alam-Nya yang unik.
Saya rasa, saya menggambarkan Allah sebagai seorang ilmuwan besar.
Mukjizat? Tidak. Allah tidak bisa dan tidak akan melawan hukum alam
dengan cara semacam itu. Ketika keluarga saya mengajarkan bahwa
kekristenan itu berarti beriman kepada Allah yang penuh kasih dan
ajaib, saya menolak dan mencari agama yang lain -- agama yang
menghargai rasionalitas lebih dari segalanya.

Ketika dewasa, kepercayaan saya kepada rasionalitas sangat membantu
saya dalam bekerja. Saya menjadi "sales" di sebuah perusahaan
telekomunikasi ("Bell System"). Ketika saya harus menyusun strategi
dan target penjualan, logika saya membuka banyak pintu menuju
kesuksesan.

Namun, pintu-pintu yang lain tampaknya tertutup. Saya merasakan
kekeringan, kekosongan rohani, dan merasa cemas. Saya mencoba untuk
berdiam diri, merenung, dan sebagainya, namun kehampaan semakin besar
hingga saya merasa putus asa.

Dalam kekalahan, saya berbalik kepada Allah dalam doa. Roh-Nya
menjawab, "Aku tidak hanya menginginkanmu untuk memercayai bahwa Aku
ada. Aku menginginkan dirimu, kehendakmu, impian-impianmu, tujuanmu,
dan keberadaanmu yang paling dasar. Aku menginginkanmu, imanmu, iman
bahwa Aku ini cukup untuk memenuhi semua kebutuhanmu." Keputusasaan
mengalahkan logika saya dan saya menyerahkan semuanya kepada-Nya. Akan
tetapi, hanya dengan berkata bahwa engkau beriman tidak berarti sama
dengan memiliki iman. Dalam benak saya, saya masih menempatkan Allah
di dalam sebuah kotak.

Barangkali itulah sebabnya, saya tidak pernah berpikir untuk berdoa
ketika anak saya yang paling tua, Frank, yang baru saja masuk ke kelas
1 SD berkata bahwa dia merasa tidak enak badan ketika pulang ke rumah.
Apakah Tuhan harus peduli terhadap flu perut (gastroenteritis/
muntaber) yang dialami Frank?

Dokter yang menangani penyakit anak saya pada awalnya tidak terlalu
khawatir dengan penyakit Frank. "Ini hanya sakit perut biasa," kata
dokter tersebut meyakinkan kami, "ini hanya sakit perut biasa yang
disertai sedikit "acidosis" (kelebihan asam dalam cairan tubuh, Red.).
Berikan obat ini kepadanya dan dalam beberapa hari dia akan sembuh."

Akan tetapi, Frank tidak kunjung sembuh. Obatnya hanya bereaksi
beberapa hari saja. Bahkan, gejala-gejala muntaber itu -- cegukan,
sesak napas, dan muntah-muntah -- semakin sering terjadi. Tubuhnya
yang kecil, sosok yang baru berumur 6 tahun itu bermandikan keringat
dan mengalami kejang-kejang. Lalu, kami memeriksakannya ke rumah sakit
lokal untuk tes lebih lanjut, tetapi sore harinya, dokter kami berkata
bahwa hasil diagnosis sebelumnya itu benar. "Dia hanya muntaber
biasa," katanya.

Keesokan harinya saya pergi bekerja, saya sangat berharap bisa membawa
Frank pulang ke rumah malam harinya. Tetapi ketika saya datang ke
rumah sakit untuk menjemput mereka, dokter sudah menunggu dan menemui
saya.

"Saya perlu bicara dengan Anda berdua," katanya sambil mengajak kami
ke salah satu ruangan.

"Apakah ada masalah, Dokter?" tanya saya.

"Tes lanjutan ini menunjukkan bahwa hasil diagnosis sebelumnya tidak
tepat. Kami rasa, putra Anda mengidap nephritis (radang ginjal) akut.
Ini adalah penyakit terminal pada ginjal ...." Dia berhenti sejenak
dan saya dapat merasakan wajah saya memucat. "Tetapi kami tahu bahwa
dalam usia anak-anak ada kemungkinan untuk sembuh. Putra Anda memiliki
kemungkinan 90 persen untuk sembuh seperti semula."

Meskipun begitu, sebelum pukul 10 pagi pada keesokan harinya, ada
berita yang tidak menyenangkan. Pada malam sebelumnya, ginjal Frank
tidak berfungsi. Janice dan saya pun segera pergi ke rumah sakit.

"Hasil rontgen menunjukkan bahwa ginjal Frank terinfeksi sangat parah,
sehingga tidak ada cairan apa pun yang dapat mengalir melaluinya."
Begitulah informasi yang kami terima. "Kecil kemungkinannya dia dapat
bertahan. Jika ginjalnya mulai tidak berfungsi dalam 48 jam, saya rasa
putra Anda akan meninggal dunia."

Saya melihat ke arah Janice, air matanya mulai menggenang sementara
itu tenggorokan saya tercekat. Saya memegang tangannya dan
perlahan-lahan kami kembali ke kamar Frank. Kami sangat terkejut dan
emosional sampai sulit rasanya untuk berkata-kata. Sepanjang sore itu,
kami duduk di samping tempat tidur Frank, menatapnya dan
membelai-belai rambutnya yang pirang, serta mengusap dahinya yang
lembab oleh keringat. Ruangan itu sangat sunyi dan hanya terdengar
bunyi "bip" dari mesin monitor yang memperlihatkan kondisi si kecil
Frank. Para dokter kadang-kadang datang untuk memasang beberapa selang
dan memberi tanda pada grafik Frank, kemudian mereka keluar. Saya
berusaha menatap mereka untuk memperoleh jawaban, mengharapkan
secercah asa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Ketika pendeta kami
berkunjung untuk mendoakan anak kami, saya hanya bisa menangis tak
berdaya.

Menjelang malam, setelah Frank tertidur, kami pulang ke rumah.
Teman-teman sudah menunggu dengan membawa makanan panas, kata-kata
penguatan, dan doa-doa berantai yang panjang yang sudah mulai mereka
panjatkan. Selama beberapa waktu, saya rasa saya melihat sepercik
harapan di mata Janice yang saya cari dari para dokter yang tadi
siang.

Keesokan harinya, secercah harapan muncul dalam diri Janice. "Semalam,
saya menyerahkan hidup Frank kepada Tuhan," katanya kepada saya dengan
optimis saat kami masih berada di atas tempat tidur. "Aku sudah merasa
tenang dengan apa yang akan terjadi, biarlah kehendak Allah yang
jadi."

"Kehendak Allah?" tanya saya dengan geram. "Allah macam apa yang
membiarkan seorang anak kecil sakit? Dia tidak peduli!" Saya pun
bertanya-tanya. "Tenang? Kehendak Allah? Tidak! Frank membutuhkan
lebih dari itu untuk sembuh!"

Akan tetapi, kemarahan saya tidak membuat saya berhenti bertanya
kepada Allah. Sepanjang pagi, selagi Janice berjaga di rumah sakit,
saya memohon dan mengiba serta berseru kepada Allah, sambil menantang
Dia untuk mengusir keraguan saya. Saya berusaha untuk memojokkan-Nya
agar bertindak.

"Engkau pikir, Engkau siapa?" teriak saya sesekali. "Mengapa Engkau
melakukan hal ini kepada anakku? Dia baru berumur 6 tahun! Setiap
orang berkata bahwa Engkau adalah Allah yang mengasihi, mengapa Engkau
tidak membuktikannya?" Saya berteriak kepada-Nya sampai saya merasa
kelelahan. Akhirnya karena yakin seruan-seruan saya tidak didengar,
saya membawa anak-anak kami yang lain ke rumah tetangga, lalu saya
menuju ke rumah sakit dengan berpikir bahwa mungkin inilah terakhir
kalinya saya akan melihat anak saya hidup.

Saya belum berserah. Setidaknya sebagian dari diri saya belum berserah
kepada Tuhan. Namun dalam perjalanan, sewaktu di mobil, Pribadi yang
Mahabesar itu, Kuasa yang tak terjangkau itu, Allah yang "tidak adil"
ini berbicara kepada saya melalui Roh-Nya. Saya merasakan
kehadiran-Nya, meredakan kemarahan saya yang meluap-luap. Saya
mendengar suara-Nya -- lembut dan menguatkan. Dia mengingatkan bahwa
saya sudah membuat komitmen dengan Dia, bahwa saya sudah berjanji
untuk memercayai-Nya dengan sepenuh hati, dengan segenap hidup saya,
dan bahwa Dia sudah berjanji akan memelihara saya dalam segala
keadaan. "Keluarkan Aku dari kotak tempat engkau menyimpan-Ku,"
kata-Nya, "dan izinkanku untuk bertindak."

Ketika saya memarkirkan mobil, jantung saya berdebar kencang.
Kemudian, saya duduk selama beberapa menit dan hanya mampu mengucapkan
dua kata untuk merespons apa yang terjadi: "Ampuni saya."

Setelah saya sampai di kamar Frank, saya tahu apa yang harus saya
lakukan seolah-olah ada seseorang yang sudah memberikan instruksi
tertulis. Tidak ada yang berubah dengan kondisi Frank, maka saya
mengantar Janice pulang untuk beristirahat sebentar. Lalu, saya
berjalan mendekat menuju tempat tidur Frank. Sambil meletakkan tangan
saya yang bergetar ke bagian tubuh Frank yang menurut saya di situlah
letak ginjal Frank, saya pun berdoa. Padahal sebelumnya saya tidak
pernah berdoa. "Ya Allah, ampunilah keegoisan saya karena saya telah
membuat Engkau seperti yang saya ingini. Apabila Engkau berkenan,
sembuhkanlah anak saya. Namun, apabila Engkau tidak berkenan, tidak
apa-apa. Saya tetap percaya kepada-Mu. Akan tetapi, saya mohon
lakukanlah sekarang juga, saya berdoa dalam nama Kristus. Amin."

Itulah yang terjadi. Tidak ada kilatan cahaya, tidak ada pancaran
cahaya, tidak ada sesuatu yang mengguncangkan emosi seperti angin
kencang. Yang terdengar hanyalah bunyi mesin monitor. Saya pun duduk
di kursi dengan tenang, mengambil majalah, dan menanti jawaban Allah.
Namun, ada sesuatu yang berbeda. Untuk pertama kali dalam hidup saya,
saya tahu bahwa saya akan mendapatkan jawaban-Nya.

Beberapa waktu selanjutnya, saya mengalihkan pandangan dari majalah ke
arah selang kateter yang dipasang di tubuh Frank yang rapuh itu.
Selang itu digunakan untuk mengeluarkan cairan dari ginjalnya, tetapi
hampir 2 hari berlalu ginjal Frank benar-benar mengering. Ini berarti
ginjal Frank sudah tidak berfungsi. Meskipun begitu, ketika saya
melihat dari dekat pada bagian atas selang, saya melihat tetesan
cairan bening. Tetesan-tetesan itu semakin sering menetes, seperti air
yang mengalir dari keran yang bocor. Lama-kelamaan tetesan-tetesan itu
semakin deras mengalir dari selang dan mengalir ke dalam kantong. Ini
adalah kejadian yang sangat luar biasa, yang pernah saya lihat --
tangan Allah sedang bekerja. Saya mengamati selang yang terpasang itu
dengan tetap berharap untuk melihat tetesan-tetesan selanjutnya, dan
selama lebih kurang 2 menit, saya benar-benar melihat tetesan cairan
itu. Setelah itu, tetesan-tetesan itu menetes secara teratur setiap
menit. Dalam tiap tetesan, saya mendengar Tuhan berbicara kepada saya,
"Ini Aku dan Aku peduli."

Ketika perawat melakukan pemeriksaan rutin, dia sampai tidak dapat
menahan ketakjubannya. "Apakah Anda melihat ini, apakah Anda melihat
ini?" serunya sambil menunjuk ke arah kantong. "Apakah Anda tahu bahwa
cairan ini lebih banyak daripada yang seharusnya dia keluarkan selama
48 jam sebelumnya?" Dia memegang kateter itu dan mengangkatnya sambil
memberitahukan bahwa dia perlu mengambil setiap tetes dari cairan itu
dan segera meninggalkan kamar Frank.

Dalam beberapa menit, dia sudah kembali. Setelah menarik kursi, dia
duduk di samping saya dan dengan semangat dia mengajak saya untuk
melihat setiap tetesan cairan dalam selang bersama-sama. Kami berdua
heran melihat apa yang terjadi. Selama setengah jam kami berdua
menggumamkan kalimat-kalimat pendek. "Tidakkah Allah itu baik?" tanya
perawat itu kepada saya, dan saya mengangguk. Ketika dia berdiri untuk
menelepon si dokter, saya pun menelepon Janice. Lalu, 1,5 jam
berikutnya, salah seorang dokter meminta agar kasus Frank diajukan
kepadanya. Setelah melihat kantong penyimpan cairan itu, dia
memberitahukan kepada kami bahwa ada tanda-tanda yang salah karena
cairan itu bening. Semua cairan yang berasal dari ginjal yang
terinfeksi, seperti ginjal Frank, biasanya berwarna kuning kecoklatan
(seperti karat) dan bercampur dengan nanah. "Tidak," katanya, "cairan
ini pasti berasal dari organ yang lain." Tapi saya yakin bahwa Frank
pasti sembuh.

Keesokan harinya, lebih dari setengah liter cairan bening sudah
terkumpul di dalam penampungan, dan tetap mengalir sampai para dokter
melakukan tes ulang dan pemeriksaan rontgen, untuk mengetahui dari
mana asal cairan tersebut. Akhirnya, 2 hari kemudian, dokter itu pun
memanggil kami ke kantornya.

"Joe, Janice, saya rasa kita mendapatkan hak istimewa untuk menjadi
saksi atas perbuatan Allah. Hasil pemeriksaan rontgen yang dilakukan 2
hari yang lalu, bukan hanya menunjukkan bahwa tidak ada infeksi
ginjal, namun tes tersebut juga menunjukkan tidak adanya tanda-tanda
yang mengindikasikan adanya infeksi. Tekanan darah Frank dan tingkat
racun dalam darahnya tiba-tiba turun. Ini benar-benar sebuah
mukjizat."

Sejak saat itu saya tidak pernah membantah. Akhirnya, saya percaya
kepada Allah -- yang kasih-Nya tidak terbatas, lebih dari logika dan
hukum alam.

Iman. Inilah yang saya miliki sekarang ... iman dan pengetahuan bahwa
kepercayaan seseorang kepada Allah adalah sesuatu yang sia-sia jika
kepercayaannya itu tidak dibangun di atas iman. (t/Setya)

Diterjemahkan dari:
Judul buku: The Best Stories from Guidepost Inspiring Accounts of God`s
            Miraculous Intervention in People`s Lives
Judul bab: I Saw the Hand of God Move
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Tyndale House Publishers, Inc Illinois
Halaman: 159 -- 163

Pokok Doa

1. Naikkanlah ucapan syukur kepada Tuhan atas setiap kesembuhan yang
Dia berikan kepada anak-anak-Nya yang sakit. Biarlah setiap kesembuhan
membawa kesaksian yang semakin memuliakan nama Tuhan.

2. Berdoalah kepada Tuhan agar mereka yang saat ini sedang menderita
penyakit yang parah dan sulit sembuh, dapat berserah dan berharap
penuh kepada Tuhan. Kiranya Tuhan menyatakan mukjizat-Nya kepada
mereka.

3. Mohon kepada Tuhan agar keluarga dan kerabat orang yang mengalami
sakit, tetap yakin dan percaya bahwa di balik semua yang terjadi,
Tuhan tetap campur tangan dan memiliki rencana dalam hidup kita untuk
kemuliaan-Nya.

"Terpujilah TUHAN, karena Ia telah mendengar suara permohonanku."
(Mazmur 28:6) < http://alkitab.sabda.org/?Mazmur+28:6 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Yonathan Sigit
Tim Editor: Davida Welni Dana, Novita Yuniarti, dan Santi Titik Lestari
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org