Halaman ini adalah versi tampilan cetak (print view) dari:
http://sabda.org/publikasi/kisah/268

KISAH edisi 268 (21-3-2012)

Mengamen di Pinggir Jalan

___________PUBLIKASI KISAH (Kesaksian Cinta Kasih Allah)______________
                       Edisi 268, 21 Maret 2012

Shalom,

Sering kali kita -- manusia mengandalkan pikiran dan kemampuannya
sendiri, sehingga lupa bahwa Tuhan selalu ada di setiap langkah dalam
hidup kita. Pada waktu kita sudah merasa letih dan tidak tahu lagi
harus berbuat apa dengan permasalahan yang kita hadapi, barulah kita
datang kepada Tuhan untuk meminta pertolongan. Begitu juga dengan
kesaksian dalam edisi ini, mengenai seorang wanita -- Ruth yang awal
hidupnya jauh dari Tuhan. Namun, melalui masalah yang Tuhan izinkan
terjadi dalam hidupnya, Tuhan membentuk Ruth menjadi pribadi yang
selalu mengandalkan dan bersandar kepada Tuhan. Bagaimana kisahnya,
silakan membaca kesaksian di bawah ini. Tuhan memberkati.

Pemimpin Redaksi KISAH,
Yonathan Sigit
< sigit(at)in-christ.net >
< http://kesaksian.sabda.org/ >

                        MENGAMEN DI PINGGIR JALAN

Ruth, wanita berusia 38 tahun, meniti langkahnya menyusuri trotoar di
sepanjang jalan di kota Jakarta. Setiap tempat ia datangi dengan penuh
harap dan cemas, untuk mencari putra sulungnya yang pergi entah ke
mana.

Daniel, bocah berusia 7 tahun itu, telah meninggalkannya selama 2
tahun lebih. Siang itu saat Ruth kehilangan anaknya, ketika ia tengah
sibuk-sibuknya melayani para pelanggannya. Usaha "togel" yang
digelutinya di daerah Cikarang, terpaksa ia lakukan untuk mencukupi
kebutuhannya dan ketiga anaknya. Suami yang menjadi tumpuan harapan
bagi dia dan keluarganya, telah terpikat oleh wanita lain dan tega
meninggalkan istri dan anak-anaknya.

Sementara itu, Daniel yang telah pergi meninggalkan ibu dan semua
keluarganya, ketika peristiwa ini terjadi sedang asyik berada di Monas
dengan teman-teman sebayanya. Dengan menaiki kereta api di Stasiun
Kereta Api Cikarang, ia bisa tiba di Jakarta -- meninggalkan tempat
asalnya dan turun di Stasiun Jatinegara, kemudian naik kereta api lain
menuju Stasiun Gambir. Di Stasiun Gambir dan di Monas, ia bertemu
teman-teman baru, yang mengajaknya untuk mabuk dan mengisap lem aibon.
Walaupun rasanya pusing, namun Daniel tetap mengikuti ajakan
teman-teman barunya tanpa merasa terpaksa. Bersama dengan anak-anak
jalanan lainnya, ia juga harus berusaha mendapatkan makanan untuk
tetap hidup. Berbekal "kecrekan" buatannya yang hanya terdiri dari
empat keping tutup botol yang dipipihkan, ia mencari kepingan logam
penyambung hidupnya di jalan.

Jika ia lapar, tak jarang ia meminta-minta uang pada orang di Stasiun
Gambir dengan tidak segan-segan. Saat malam tiba, Daniel dan
teman-temannya mandi di kolam pancuran kompleks Monas. Setelah lelah,
ia akan tidur di mana pun kepalanya bisa bersandar.

Sementara itu, Ruth terus berjuang untuk menemukan kembali anaknya
yang sangat dia sayangi itu. Hari esok yang sepertinya tidak pasti dan
keadaan ekonomi yang sulit, pernah membuatnya patah semangat dan tawar
hati. Timbul ketidakpercayaan kepada Tuhan. "Mungkinkah Tuhan akan
menolongku menghadapi semua ini?" Demikian kata hatinya saat ia mulai
ragu, frustrasi, dan depresi. Ia mulai jarang pergi beribadah kepada
Tuhan dalam persekutuan di gereja, bahkan ia mulai merokok.

Namun, tidak terlalu lama ia mulai menyadari kesalahannya. Ia dapat
melihat betapa Tuhan tetap setia dalam hidupnya. Kebaikan Tuhan tetap
ia rasakan dan membuatnya kembali berbalik kepada Tuhan. Di tengah
kemiskinan dan kekurangannya, ia mendapatkan jalan untuk bisa bekerja
di sebuah perusahaan. Sebenarnya, perusahaan itu hanya bagi mereka
yang telah lahir baru, namun oleh anugerah Tuhan, Ruth tetap diterima
oleh Bapak Lucky, pemilik perusahaan itu.

Perhatian dari rekan-rekan kerja serta pemimpin perusahaannya,
membuatnya terharu dan semakin merasakan bahwa Tuhan tetap setia
memelihara hidupnya. Persekutuan doa di perusahaan itu juga memberinya
pengenalan yang lebih lagi akan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara,
serta jawaban bagi segala persoalan hidupnya. Imannya tumbuh semakin
kuat dan pengharapan untuk dapat menemukan kembali Daniel semakin ia
rasakan.

Ruth begitu senang berada di tengah-tengah rekan sekerjanya. Ia juga
senang dengan suasana kerja di perusahaan itu, karena rasa
kekeluargaan dan solidaritasnya sangat kental. "Tuhan, Aku sangat
bersyukur kepada-Mu, karena aku mendapatkan teman-teman yang sangat
memerhatikanku dan mereka lebih dari pada saudara-saudaraku sendiri.
Bahkan Pak Lucky, pimpinanku sendiri membantu mencari Daniel ke Monas
dan Stasiun Gambir atas keinginannya sendiri."

Saat perusahaan itu mengadakan retret, mereka membuat suatu permainan.
Namun hati Ruth gelisah. Ia tidak dapat berhenti memikirkan anaknya.
Ia segera pergi ke kamarnya dan berdoa. Ketika tiba di rumah dan
kembali mengerjakan aktivitasnya pun ia masih terus berseru kepada
Tuhan. Di tengah kerinduan dan kecemasannya itu, Ruth berteriak dalam
doa. Secara ajaib, Tuhan berbicara dalam hati Ruth, "Sekarang
berangkatlah engkau mencari Daniel ke tempat yang akan Aku tunjukkan
kepadamu nanti!" Mendengar suara Tuhan itu, Ruth langsung berangkat
pergi. Ia segera menaiki bus kota jurusan Mangga Dua, sambil terus
mencari-cari. Ia turun di Monas. Ia mencari-cari anaknya di sana. Di
kompleks Monas itu banyak anak gelandangan, yang membuat hatinya sedih
dan hancur. Semua anak gelandangan ditanya satu-persatu, siapa tahu di
antara mereka ada yang tahu keberadaan anaknya.

Sambil beristirahat sejenak, Ruth coba melegakan tenggorokannya yang
mulai panas dan kering di tengah panasnya Jakarta, dengan meminum air
mineral dari botol minuman yang ia beli di pinggir jalan. Hatinya
berkata, "Tuhan, aku ke sini bukan karena kekuatan dan kemauan saya,
tetapi Engkau yang menyuruh saya ke sini untuk mencari anak saya,
Daniel. Tuhan, Engkau yang menyuruh, bukan saya. Sekarang saya hanya
melakukan apa yang Engkau katakan."

Tidak lama kemudian, sekitar 500 meter dari Monas, Ruth bertanya pada
seorang anak kecil, "Nak, kamu kenal sama Daniel? Apa kamu melihat
Daniel?" Anak itu menjawab, "Oh ya, saya tahu. Daniel ada di sana. Dia
lagi tidur." Bagaikan mendapatkan secercah cahaya di tengah kegelapan,
hati Ruth begitu meluap-luap. Harapannya begitu kuat untuk menemukan
Daniel. Bergegas, Ruth menuju tempat yang ditunjukkan anak itu.
Setelah sampai, Ruth melihat Daniel masih tidur dengan begitu nyenyak,
namun hanya beralaskan selembar kertas koran.

Dengan hati-hati Ruth mendekati dan berusaha membangunkan Daniel.
Suaranya lembut membangunkan anak itu, "Daniel, bangun Nak! Mama
sangat sayang sama kamu! Mama mengasihi kamu!" Kemudian Daniel
berkata, "Sana... sana... Oh, tidak Kak, tidak Kak. Aku tidak mau ikut
Kakak. Aku tinggal di sini saja." Mendengar kata-kata itu, hati Ruth
sangat sedih dan tidak kuat menghadapinya.

Sekali lagi, Ruth kembali mengandalkan Tuhan. Ia berteriak minta
tolong kepada Tuhan Yesus agar memulihkan ingatan Daniel. Dengan
otoritas kuasa Tuhan ia berdoa, hanya beberapa detik setelah doa
selesai diucapkan, Daniel mulai sadar dan ingatannya pulih kembali.
Ruth memeluknya erat-erat, sembari mendengar ucapan dari bibir
anaknya, "Aku mau ikut sama Mama." Melihat anaknya yang sudah begitu
dekil, Ruth kemudian segera memandikan Daniel di kolam pancuran
kompleks Monas.

Dengan hati yang begitu bergembira, Ruth pun membawa Daniel pulang ke
tempat kediaman mereka kembali. Ia sungguh merasakan bahwa
pertemuannya dengan Daniel, semata-mata oleh kemurahan Tuhan. Sejak
bertemu Daniel, Ruth senang sekali. Ia bersukacita karena Tuhan Yesus
telah menemukan anaknya. Hatinya meluap-luap penuh kegembiraan dan
rasa syukur kepada Tuhan. Ruth merasakan sukacita selalu di dalam
pimpinan Tuhan. Sungguh kuasa Tuhan nyata dan menjadikan segalanya
indah pada waktu-Nya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: 10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
Penulis: Basuki, Lasri Yuliana, dan Cacuk Wibisono
Penerbit: Yayasan Cahaya Bagi Negeri Indonesia, 2001
Halaman: 89 -- 97

POKOK DOA

1. Bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan Ruth dengan anaknya yang
hilang. Itu semua karena campur tangan dan kemurahan Tuhan.

2. Berdoa untuk para orang tua, agar lebih memiliki hati yang tulus
sehingga dapat memerhatikan dan mengasihi anak-anaknya, serta
bertanggung jawab atas hidup dan masa depan anak-anaknya.

3. Berdoa untuk setiap keluarga, agar lebih mendekatkan diri dan
senantiasa mengandalkan Tuhan dalam setiap hidupnya.

"Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya
selama Ia dekat!" (Yesaya 55:6)
< http://alkitab.sabda.org/?Yesaya+55:6 >

Kontak: < kisah(at)sabda.org >
Redaksi: Yonathan Sigit
(c) 2012 -- Yayasan Lembaga SABDA
< http://www.ylsa.org >
Rekening: BCA Pasar Legi Solo;
No. 0790266579
a.n. Yulia Oeniyati
< http://blog.sabda.org/ >
< http://fb.sabda.org/kisah >
Berlangganan: < subscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >
Berhenti: < unsubscribe-i-kan-kisah(at)hub.xc.org >

 

© 1997-2016 Yayasan Lembaga SABDA (YLSA)
Isi boleh disimpan untuk tujuan pribadi dan non-komersial. Atas setiap publikasi atau pencetakan wajib menyebutkan alamat situs SABDA.org sebagai sumber dan mengirim pemberitahuan ke webmaster@sabda.org